• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN ALOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III. PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN ALOR"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III.

PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN ALOR

Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) perlu dirumuskan berdasarkan permasalahan-permasalahan yang diidentifikasi dengan melibatkan masyarakat dan stakeholder lainnya di Kabupaten Alor.Identifikasi terhadap permasalahan-permasalahan berkaitan dengan pengelolaan kawasan tersebut, selanjutnya dijadikan dasar untuk pemilihan isu-isu strategis yang berimplikasi pada perumusan strategi pengelolaan jangka panjang, menengah dan jangka pendek kawasan konservasi perairan di Kabupaten Alor.

3.1 Permasalahan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Alor

Permasalahan dalam pengelolaan kawasan konservasi di Perairan Kabupaten Alor meliputi:

3.1.1 Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia merupakan salah satu modal pembangunan, termasuk sebagai pelaku utama pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan di KKPD Kabupaten Alor.Sumberdaya manusia di sekitar kawasan meliputi masyarakat sebagai pelaku utama yang bersentuhan langsung dengan sumberdaya alam dan lingkungan, dan sumberdaya manusia (SDM) instansi terkait sebagai pengamat dan pemantau aktivitas pengelolaan kawasan.

Rendahnya kualitas sumberdayamasyarakat pesisirberkaitan dengan rendahnya tingkat pendidikan formal maupun non-formal masyarakat.Berkaitan dengan kualitas pendidikan di Kabupaten Alor apabila ditinjau dari rasio guru dan murid, rasio tersebut perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah.SDM kedua yang perlu mendapatkan perhatian adalah SDM staf intansi terkait.Berdasarkan rendahnya kualitas SDM, diuraikan lebih lanjut penyebab utama, akibat yang ditimbulkan dalam pengelolaan kawasan, dan sasara yang dirumuskan berdasarkan penyebab utama dan akibat yang ditimbulkan pada rencana pengelolaan kawasan konservasi.

Penyebab utama dirumuskan dengan memperhatikan hasil dari penjaringan informasi dengan para pemangku kepentingan, sedangkan akibat yang ditimbulkan perlu dirumuskan sebagai acuan prediksi dampak yang akan terjadi pada pengelolaan

(2)

kawasan konservasi apabila penyebab utama tersebut tidak diatasi.

Penyebab utama rendahnya kualitas SDM sebagai berikut:

 Taraf pendidikan masyarakat di sekitar kawasan masih rendah

 Sarana dan prasarana pendidikan, dan tenaga guru SD, SLTP dan SLTA di beberapa tempat di sekitar kawasan belum disediakan secara optimal dan memadai

 Prioritas pemerintah daerah untuk memacu peningkatan kualitas SDM masyarakat pesisir masih belum berimbang.  Tingkat pendapatan masyarakat masih rendah, yang

selanjutnya berimplikasi pada kesempatan masyarakat untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, relatif kecil kemungkinannya.

Akibat yang ditimbulkan oleh rendahnya kualitas SDM dalam pengelolaan kawasan KKPD Kabupaten Alor adalah sebagai berikut:

 Pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan di wilayah pesisir di kawasan konservasi belum optimal.

 Penguasaan teknologi pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan di wilayah pesisir masih rendah.

 Kapasitas dan kesesuaian SDM pada instansi terkait dalam pengelolaan kawasan masih kurang.

 Partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan kawasan pesisir masih rendah.

 Pola pemanfaatan kawasan yang ramah lingkungan masih rendah yang ditandai dengan masih adanya penangkapan biota laut dengan tidak ramah lingkungan masih dilakukan oleh sebagian masyarakat di sekitar kawasan.

3.1.2. Penangkapan Ikan yang Kurang/Tidak Ramah Lingkungan Sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Per.30/MEN/2010, kegiatan perikanan, khususnya penangkapan ikan di KKPD Kabupaten Alor haruslah penangkapan ikan yang ramah lingkungan. Praktik penangkapan ikan tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bahan-bahan berbahaya (bahan peledak, sianida, racun alami, herbisida dan pestisida), jelas tidak diijinkan. Selain kegiatan penangkapan ikan dengan bahan-bahan berbahaya tidak diijinkan, pengumpulan invertebrata pada kawasan terumbu karang dengan cara penggalian karang dan berjalan di kawasan terumbu karang juga tidak diijinkan. Aktivitas lainnya yang tidak diijinkan dalam kawasan konservasi adalah penangkapan ikan dengan menggunakan bubu dan pukat dengan mata jaring tidak selektif,

(3)

dan dilakukan dengan tidak memperhatikan kelestarian populasi ikan dan sumberdaya hayati lainnya.

Penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan menimbulkan dampak negatif pada beberapa proses diantaranya gangguan terhadap perlindungan proses-proses ekologis yang menunjang kelangsungan hidup dari keseluruhan sumberdaya hayati dan ekosistemnya, dan pengelolaan jenis sumberdaya ikan berseta habitatnya untuk menghasilkan keseimbangan antara populasi dan habitatnya. Oleh karena itu, penangkapan ikan dan pengumpulan biota akuatik lainnya melalui kegiatan yang tidak ramah lingkungan, tidak diijinkan dilakukan di dalam KKPD Kabupaten Alor.Berdasarkan hasil penjaringan isu dan permasalahan dari para pemangku kepentingan, kegiatan penangkapan ikan dan pengumpulan biota akuatik melalui kegiatan yang tdiak ramah lingkungan di KKPD Kabupaten Alor masih berlangsung.

Penyebab utama masih adanya kegiatan penangkapan ikan dan pengumpulan biota laut melalui kegiatan yang tidak ramah lingkungan adalah sebagai berikut:

 Kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap upaya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan di kawasan konservasi masih rendah.

 Pengawasan dan pemantauan di sekitar kawasan masih kurang dan belum dilakukan secara terintegrasi dan terpadu oleh instnasi terkait.

 Peran serta masyarakat dalam proses perencanaan kegiatan pengelolaan hingga pemantauan dan evaluasi masih rendah.  Penataan kawasan konservasi dan wilayah pemanfaatan di

kawasan konservasi belum tersosialisasi secara optimal.

 Sistem pengawasan terintagrasi melibatkan para pemangku kepentingan belum terbentuk.

Akibat yang ditimbulkan oleh adanya kegiatan penangkapan ikan dan pengumpulan biota laut melalui kegiatan yang tidak ramah lingkungan di KKPD Kabupaten Alor adalah sebagai berikut:

 Adanya tekanan terhadap populasi dan habitat ikan dan biota laut dan berdampak lanjutan pada menurunnya keanekaragaman hayati di kawasan konservasi.

 Adanya kerusakan habitat-habitat penting dan/atau ekosistem diantaranya terumbu karang dan hutan mangrove yang berdampak pada menurunnya luasan areal pemijahan dan daerah asuhan bagi ikan dan biota laut lainnya di kawasan konservasi.

(4)

 Fungsi ekologis kawasan menurun dan berdampak langsung pada menurunnya daya dukung kawasan konservasi.

 Konflik dan tumpang tindih kepentingan antara masyarakat dan pemerintah di kawasan konservasi.

 Hasil tangkapan mengalami penurunan yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya menurunnya daya dukung habitat dan lingkungan oleh aktivitas penangkapan yang tidak ramah lingkungan.

3.1.3. Belum Optimalnya Pengembangan Perikanan

Di Kabupaten Alor, tepatnya di sekitar KKPD kabupaten Alor terdapat 4.414 rumah tangga dengan mata pencarian di sektor perikanan. Berdasarkan data BPS Kabupaten Alor, alat tangkap yang digunakan adalah payang (jalalompo), pukat pantai, jaring insang, bubu, bagan perahu, pancing tonda, dan alat tangkap lainnya.Jumlah keseluruhan alat tangkap yang dioperasikan oleh masyarakat adalah 6.446 alat tangkap.

Berdasarkan hasil penjaringan informasi guna penyusunan isu-isu dan permasalahan di bidang perikanan, para pemangku kepentingan menyadari bahwa jarak antara permukiman/tempat tinggal ke area penangkapan sudah semakin jauh dari tahun sebelumnya.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin berkurangnya area penangkapan adalah salah satu permasalahan yang menonjol di kawasan KKPD Kabupaten Alor.

Berkaitan dengan kegiatan perikanan lokal sebagai salah satu mata pencarian utama masyarakat pesisir kabupaten Alor, dapat dikatakan bahwa perikanan tangkap belum secara optimal diusahakan oleh masyarakat.Hal ini terlihat dari pendapatan dan kesejahteraan masyarakat masih belum mencapai kondisi sebagaimana yang diharapkan.Guna menentukan strategi pengelolaan perikanan secara optimal, maka identifikasi terhadap penyebab utama perikanan tangkap dan budidaya belum optimal telah dilakukan.

Penyebab utama perikanan tangkap dan perikanan budidaya belum dikembangkan secara optimal di Kabupaten Alor adalah sebagai berikut:

 Kebijakan yang mendukung peningkatan perikanan tangkap dan perikanan budidaya, serta termasuk perijinan,

 Kegiatan pembinaan dan pengadaan sarana prasarana penunjang masih kurang atau rendah,

 Peningkatan jumlah dan jenis alat tangkap berdasarkan potensi yang tersedia belum terkontrol,

 Sarana penamungan dan pengolahan hasil perikanan belUm tersedia sesuai dengan jumlah hasil tangkapan,

(5)

 Kepatuhan terhadap jalur penangkapan yang dilakukan oleh masyarakat masih rendah,

 Program pembangunan sarana/prasarana perikanan masih kurang,

 Pengawasan instansi terkait terhadap pengelolaan usaha perikana budidaya belum dilakukan secara optimal,

 Belum tersedianya data tentang fluktuasi pola arus laut dan kecenderungan sumber-sumber penyakit dalam budidaya perairan,

Akibat yang ditimbulkan dari pengelolaan perikanan tangkap dan budidaya yang belum optimal adalah sebagai berikut:

 Masih ditemukan penangkapan secara ilegal dan penangkapan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bahan peledak dan potasium

 Konflik pewilayahan berpeluang terjadi dengan kegiatan budidaya mutiara, perhubungan dan nelayan lain yang menyalahi jalur penangkapan

 Produktifitas perikanan tangkap relatif masih rendah karena pengelolaan perikanan belum dikembangkan secara optimal  Munculnya konflik penggunaan lahan antara nelayan dan

pengusaha budidaya mutiara

3.1.4. Pengembangan Potensi dan Obyek Pariwisata Bahari Belum Optimal dan Terintegrasi

Kabupaten Alor, khususnya di Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) memiliki obyek wisata bahari yang potensial dikembangkan sebagai daya tarik wisata. Keberadaan pulau-pulau besar dan kecil menjadikan kawasan laut dan keanekaragaman hayati relatif tinggi di kawasan ini.Perpaduan antara panorama darat dalam bentuk gunung dan daratan dan panorama laut serta budaya masyarakat yang beragam, seyogyanya kegiatan pariwisata dapat dijadikan salah satu sektor sumber pendapatan asli daerah. Kondisi tersebut ditunjang dengan penataan ruang di wilayah laut dalam bentuk zonasi laut, kawasan konservasi ini memiliki zona pariwisata dengan luas perairan 17.109.11 Ha.Dengan demikian, pengaturan ruang dan jasa pariwisata dapat lebih mudah untuk dikembangkan.Perencanaan dan konsep pengembangan yang dipilih, selanjutnya menentukan keberlanjutan kegiatan pengembangan pariwisata, khususnya pariwisata bahari di Kabupaten Alor.

Keberadaan keindahan alam dan panorama bawah air sebagai salah satu daya tarik wisata bahari Kabupaten Alor, telah dikenal baik di tingkat nasional maupun internasional.Keadaan ini sudah seharusnya dilengkapi dengan kesiapan daerah untuk menerima para pengunjung domestik dan/atau mancanegara.Berdasarkan

(6)

hasil penjaringan informasi berkaitan dengan penyusunan dokumen rencana strategis pengelolaan KKPD Kabupaten Alor dari para pemangku kepentingan, pengembangan pariwisata belum dilakukan secara optimal.

Dewasa ini, fenomena yang terjadi pada kegiatan pariwisata adalah adanya kenyataan bahwa penurunan daya tarik dan daya dukung lingkungan di beberapa tempat, justru menurunkan minat wisatawan untuk menikmati jasa lingkungan. Pengembangan pariwisata, oleh sebagian besar kalangan masih merupakan usaha yang membutuhkan kelengkapan sarana dan prasarana sedemikian sehingga dana yang dibutuhkan sangat besar. Sementara, kemanjuan teknologi transportasi dan telekomunikasi berdampak besar pada meningkatnya aktivitas masyarakat untuk melakukan perjalanan dan mendapatkan informasi berkaitan dengan obyek dan daya tarik wisata.Kesenjangan dua komponen penting inilah yang sering menjadi perdebatan para pemangku kepentingan untuk menetapkan kebijakan berkaitan dengan pengembangan jasa lingkungan sebagai obyek dan daya tarik wisata.

Pengembangan pariwisata yang selalu harus disertai dengan pembangunan sarana seperti hotel berbintang, restoran dan pusat belanja yang lengkap ternyata berdampak negatif dalam bentuk pencemaran laut, perubahan sosial budaya masyarakat dan adanya kesenjangan pendapatan (Gunn, 1993).Oleh karena itu, saat ini dikembangkan konsep pengembangan pariwisata yang dikenal dengan ekowisata.Konsep pariwisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian sumberdaya alam dan sosial-ekonomi-budaya masyarakat (ekowisata), adalah konsep yang dipilih untuk menjadi acuan dalam pengembangan pariwisata bahari di KKPD Kabuapten Alor.

Penyebab utama dari belum optimalnya dan terintegrasinya pengembangan potensi dan daya tarik wisata bahari di KKPD Kabupaten Alordalah sebagai berikut:

 Para pemangku kepentingan masih belum merasakan nilai ekonomi yang cukup

 Pengembangan pariwisata masih dilakukan secara parsial sehingga perlu dilakukan perencanaan kembali untuk mengembangkan pariwisata secara terintegrasi untuk keseluruhan obyek dan daya tarik wisata

 Masyarakat belum terlibat secara aktif sebagai bagian dari pelaku pariwisata

 Pengembangan paket wisata bahari belum dikembangkan secara terpadu

 Analisis daya tarik dan obyek wisata belum secara keseluruhan dilakukan

(7)

 Pengembangan pariwisata belum sepenuhnya dikembangkan berorientasi pada Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah

 Sarana dan prasarana pengembangan pariwisata bahari dan keberadaan informasi tentang daya tarik dan obyek wisata bahari belum tersedia secara optimal.

Akibat yang ditimbulkan dari belum optimalnya pengembangan pariwisatabahari adalah sebagai berikut:

 Potensi daya tarik dan obyek wisata bahari belum dikembangkan secara optimal untuk pengembangan pariwisata bahari.

 PAD dari sektor pariwisata belum menduduki sebagai sumber strategis pembangunan daerah yang berimplikasi pada penganggaran untuk kegiatan pengembangan pariwisata belum mencukupi untuk pengembangan pariwisata.

 Masih kurangnnya kebijakan mendukung pariwisata yang berbasis lingkungan.

 Masyarakat belum merasakan kontribusi pariwisata sebagai salah satu sumber pendapatan keluarga.

 Pemantauan terhadap para wisatawan yang melakukan aktivitas menikmati keindahan bawah laut masih belum dilakukan, sehingga kegiatan menikmati keindahan bawah laut dengan cara meletakkan jangkar pada areal terumbu karang, menyentuh, berlindung pada saat perubahan arus berdampak pada kerusakan terumbu karang.

3.1.5. Degradasi Habitat (Terumbu Karang, Hutan Mangrove, Padang Lamun, Pantai Berpasir dan Berbatu)

Habitat penting di kawasan KKPD Kabupaten Alor adalah mangrove, padang lamun, terumbu karang, dan pantai berpasir dan berbatu. Beberapa aktivitas yang dilakukan di sekitar kawasan, berpeluang mengakibatkan degradasi habitat.Beberapa aktivitas tersebut adalah kegiatan penangkapan dengan menggunakan bahan peledak dan penggalian terumbu, dan memanfaatkan pohon bakau sebagai sumber kayu, pengambilan pasir pantai untuk kegiatan pembangunan rumah.Penyebab utama degradasi habitat di KKPD Kabupaten Alor adalah sebagai berikut:

 Pola pemanfaatan sumberdaya alam sesuai dengan pemahaman masyarakat masih merupakan budaya turun temurun seperti pengumpulan biota karang dengan cara memecahkan dan/atau mencungkin karang pada aktivitas yang dikenal dengan sebutan meting sehingga kerusakan karang masih berlanjut sepanjang aktivitas ini masih dilakukan oleh masyarakat

(8)

 Kesadaran dan pengetahuan masyarakat berkaitan dengan aktivitas yang berdampak pada degradasi habitat, masih rendah.

 Masyarakat memandang bahwa kegiatan tersebut adalah hal yang diijinkan (legal) sepanjang belum ada tindakan tegas dari aparat pemerintah dan aparat penegak hukum

 Peraturan yang mengatur pengelolaan yang diijinkan dan tidak diijinkan serta sangsi yang diberikan atas pelanggaran tersebut, belum tersosialisasi dan diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat

 Tindakan tegas atas pelanggaran yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan belum dirasakan menimbulkan efek jera bagi para pelaku perusakan lingkungan

 Tempat tambatan perahu belum tersedia sesuai dengan kebutuhan sehingga kegiatan penambatan perahu dilakukan pada setiap lokasi berlabuh

 Wisatawan dan masyarakat telah melakukan perusakan secara tidak disadari pada habitat dalam bentuk terumbu karang melalui kegiatan penginjakan karang (trampling).

Akibat yang ditimbulkan dari aktivitas yang mengakibatkan degradasi habitat di KKPD Kabupaten Aloradalah sebagai berikut:  Daya dukung lingkungan kawasan konservasi mengalami

penurunan

 Kestabilan pantai sebagai daerah penambangan pasir, berkurang dan mengakibatkan bertambahnya laju erosi/abrasi pantai

 Perubahan keruangan di sekitar kawasan pesisir sebagai tempat penambangan pasir dan berpotensi menimbulkan bencana, baik secara ekologis maupun sosial-ekonomi masyarakat pesisir di sekitar kawasan

 Keanekaragaman hayati mengalami penurunan

 Daya tarik obyek wisata mengalami gangguan dan berpengaruh pada aktivitas pariwisata yang dikembangkan dengan mengedepankan kelestarian lingkungan sebagai salah satu aset daerah

 Kunjungan wisatawan mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya kecepatan laju degradasi habitat.

3.1.6. Belum Adanya Kelembagaan Pengelolaan KKPD Kabupaten Alor

Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Alor melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholders), baik pihak pemerintah, swasta dan masyarakat.Pengelolaan kawasan konservasi membutuhkan komitmen bersama dan pembagian tugas dan wewenang sesuai

(9)

dengan fungsi masing-masing stakeholders. Berkaitan dengan pengelolaan KKPD Kabupaten Alor, rencana pengelolaan dapat dilakukan dengan tidak membuat lembaga baru yang anggotanya merupakan perwakilan dari pihak pemerintah (intansi terkait), swasta dan masayarakat.Apabila mengacu pada kenyataan tersebut maka pada saat pengusulan program sebagai hasil dari aspirasi masyarakat, dipadukan dan dibuat sistem pendanaan bersama.

Apabila pola pendanaan dan program kerja lintas sektor belum memungkinkan untuk dilakukan mengingat mekanisme penyelenggaraan program dan pendanaan dilakukan bersama-sama, maka keberadaan badan kolaborasi perlu dipertimbangkan.Kelembagaan sangat diperlukan dalam pengelolaan KKPD Kabupaten Alor mengingat kompleksitas kegiatan melibatkan lebih dari dua instansi teknis yang memiliki tugas pokok dan fungsi dalam pengelolaan kawasan konservasi. Penyebab utama perlunya kelembagaan dalam pengelolaan KKPD Kabupaten Alor adalah sebagai berikut:

 Pengelolaan dalam bentuk penyusunan lintas sektor belum pernah dilakukan sebelumnya di Kabupaten Alor.

 Masing-masing instansi teknis memiliki keterbatasan waktu dalam pengusulan anggaran dan keterbatasan anggaran yang dialokasikan untuk masing-masing instansi teknis.

 Pengembangan program oleh masing-masing instansi teknis masih mengandalkan pagu anggaran yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Alor.

 Sistem anggaran dan pertanggungjawaban keuangan negara masih belum mengakomodasi sistem pendanaan bersama.

 Ketersediaan staf yang sangat memahami pengusulan dan pertanggungjawaban penggunaan dana masih terbatas.

Akibat yang ditimbulkan dari belum tersedianya kelembagaan atau lembaga pengelola KKPD Kabupaten Aloradalah sebagai berikut:

 Tumpang tindih program menunjang pengelolaan kawasan konservasi terus berlanjut.

 Kegiatan pengelolaan secara terpadu tidak dapat tercapai sebagaimana diharapkan.

 Upaya pengelolaan kawasan konservasi tidak terintegrasi dan tidak berkelanjutan mengingat keberlanjutan program kegiatan tidak tercapai dengan baik.

 Keterbatasan dana menjadi faktor utama yang menyebabkan pengelolaan kawasan konservasi tidak berkelanjutan.

 Strategi dan kebijakan pengelolaan kawasan konservasi tidak terlaksana sesuai harapan.

(10)

3.2 Perumusan Isu-Isu Strategis Pengeloaan KKPD Kabupaten Alor 3.2.1 Analisis Faktor-Faktor Strategis dalam Pengelolaan

KKPD Kabupaten Alor

Konsep pengelolaan kawasan konservasi perairan daerah (KKPD) Kabupaten Alor,secara umum dipengaruhi oleh lingkungan strategis wilayahnya, baik lingkungan internalmaupun eksternal, yang dapat menentukan tingkat keberhasilanpengembangan dan pemanfaatannya.Lingkungan internal, secarasinergis akan menentukan kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses)pemerintah daerah dan para stakeholders lainnya untuk selalu konsisten dan berkomitmen untuk tetap berada pada jalur kewenangannya dalammenyikapi permasalahan yang ada maupun yang akan datang.

Berdasarkan hasil analisis situasi denganpendekatan secara komprehensif dari berbagai aspek yang berpengaruhpenting terhadap pengelolaan kawasan konservasi perairan daerah,diperoleh faktor-faktor lingkungan internal strategis (kekuatan dankelemahan) dan faktor-faktor eksternal menghasilkan peluang dan ancaman. Peluang (opportunities) dan ancaman (threats) yang akan dihadapi olehpemerintah daerah dalam mengelola kawasan konservasi perairan daerah, dihasilkan melalui pembahasan bersama para pemangku kepentingan dan analisis situasi dengan pendekatan secara komprehensif dari berbagai aspekyang berpengaruh penting terhadap pengelolaan kawasan konservasi perairan daerah di Kabupaten Alor.

Hasil analisis SWOT pengelolaan kawasan konservasi perairan daerah di Kabupaten Alor adalah sebagai berikut: 1) Kekuatan (Strengths):

a) Memiliki keanekaragaman hayati sumberdaya alam dan ekosistemnya yang cukup tinggi,

b) Keberadaan kawasan pada segitiga terumbu karang dunia

c) Kondisi fisik perairan yang mempu menjaga daya dukung lingkungan untuk perkembangan sumberdaya hayati dan dinamika ekosistem perairan

d) Memiliki habitat penting yaitu terumbu karang, hutan mangrove, pantai berpasir, daerah pemijahan ikan, dan daerah migrasi biota ekonomis penting dan/atau biota akuatik yang dilindungi

e) Pengaruh sedimen dan pencemaran masih relatif kecil f) Adanya dukungan penuh dari Pemerintah Daerah

(11)

konservasi perairan daerah dan telah tersusunnya rencana zonasi kawasan

g) Kesadaran masyarakat untuk berperan aktif dalam pengelolaan dan pengawasan kawasan konservasi sudah mulai terbentuk dan semakin meningkat.

2) Kelemahan (Weaknesses):

a) Belum tersedianya informasi yang detail dan akurat tentang potensi daya dukung kawasan yang optimal dan berkelanjutan.

b) Keterbatasan informasi teknologi pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang efektif, efisien dan ramah lingkungan.

c) Keterbatasan sumberdaya manusia yang profesional untuk mengelola kawasan konservasi perairan daerah d) Terbatasnya kemampuan keuangan daerah untuk

pengelolaan kawasan konservasi perairan daerah. e) Keterbatasan fasilitas infrastruktur untuk melakukan

kegiatan monitoring dan pembinaan masyarakat setempat guna menjaga kelestarian sumberdaya hayati dan ekosistemnya di kawasan konservasi.

f) Belum tersedianya mekanisme pendanaan bersama dan pengajuan pengusulan program kegiatan bersama lintas sektor di daerah

3) Peluang (Opportunities):

a) Kawasan perairan di Kabupaten Alor sudah dikenal di dunia internasional, sebagai kawasan dengan keindahan alam dan keragaman budayanya.

b) Jumlah dan frekuensi kunjungan wisatawan baik wisatawan domestik maupun mancanegara telah mengalami peningkatan

c) Adanya dukungan industri pariwisata bahari

d) Kehadiran lembaga-lembaga non pemerintah dari mancanegara yang serius untuk berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan dalam bentuk pemberdayaan masyarakat, dan kajian potensi berbasis data dan informasi

e) Adanya pergeseran paradigma pengembangan pariwisata yang lebih mengarah pada pelaksanaan pariwisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian lingkungan dan sosial budaya masyarakat 4) Ancaman (Threats):

a) Kegiatan pembangunan wilayah pesisir yang tidak sesuai dengan tata-ruang dan peruntukan wilayah pesisir

(12)

b) Kegiatan penangkapan biota akuatik dengan menggunakan cara dan peralatan yang tidak ramah lingkungan

c) Adanya fenomena penangkapan ikan tanpa ijin (ilegal fishing)

d) Kerentanan masyarakat terhadap pengaruh pemanfaatan sumberdaya alam yang lebih menjanjikan dengan upaya yang rendah

e) Konflik kepentingan pemanfaatan kawasan pesisir dan kawasan perairan di kawasan konservasi perairan daerah.

3.2.2 Isu Strategis Pengelolaan KKPD Kabupaten Alor

Isu strategis adalah kondisi atau hala yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam pengelolaan KKPD Kabupaten Alor karena dampaknya yang signifikan bagi entitas (daerah/masyarakat) di masa datang. Suatu kondis atau kejadian yang menjadi isu strategis adalah keadaan yang apabila tidka diantisipasi, akan meninmbulkan kerugian yang lebih besar atau sebaliknya, dalam hal tidak dimanfaatkan, akan menghilangkan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.

Isu-isu strategis pengelolaan KKPD Kabupaten Alor merupakan sejumlah tantangan nyata dalam pengelolaan kawasan, yang eksistensinya memberikan potret tentang perbedaan antara kondisi saat ini dengan cita-cita yang ingin dicapai sesuai pernyataan visi. Isu-isu strategis pengelolaan tersebut harus diintervensi secara baik melalui strategi dan arah kebijakan pembangunan daerah, dalam upaya pencapaian visi dan misi pengelolaan KKPD Kabupaten Alor.

Berdasarkan hasil pemetaan permasalahan-permasalahan berkaitan dengan pengelolaan kawasan konservasi perairan daerah (KKPD) Kabupaten Alor dan analisis faktor-faktor strategis pengelolaan, maka diidentifikasi ada empat isuyang paling strategis dalam pengelolaan KKPD Kabupaten Aloryaitu:

1. Rendahnya optimalisasi pemanfaatan ruang kawasan dan sumber daya alam yang memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan

2. Rendahnya sumber daya pengelolaan KKPD Kabupaten Alor;

(13)

3. Belum terintegrasinya semua sektor dan aktor dalam pengelolaan KKPD Kabupaten Alor.

4. Rendahnya pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam potensial KKPD Alor untuk kesejahteraan masyarakat Kabupaten Alor;

Referensi

Dokumen terkait

c) Penyusunan, penggandaan soal dan pendistribusian merupakan wewenang dan tanggung jawab ketua sub rayon dengan tetap memperhatikan objektifitas dan

Metode analisis data menggunakan: (1) uji kualitas data, yaitu uji validitas dan reliabilitas, (2) uji asumsi klasik, yaitu uji multikolinieritas, uji normalitas dan

Sjafrina (2008) selama penyimpanan pada suhu kamar sampai hari ke 20 jeruk mengalami perubahan mutu yaitu penurunan laju respirasi, kekerasan buah dan vitamin C

Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan ilmu teknologi mengenai penggunaan sistem yang telah

Apabila wajib pajak telah menggunakan sistem e- Filing dengan tidak prima dalam melaporkan pajaknya dengan secara tidak mudah, tidak peraktis, lambat dan tidak akurat

Menurut Bandura dalam Friedman dan Schustack, efikasi diri atau self efficacy adalah ekspektasi-keyakinan (harapan) tentang seberapa jauh seseorang mampu

(2) Ketentuan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terhadap Anggota Direksi diatur oleh Menteri Keuangan, sedangkan terhadap pegawai Perusahaan diatur