• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Hakikat Belajar

a. Pengertian Belajar

Banyak ahli mengungkapkan tentang pengertian belajar. Slameto (2003: 2) menyatakan: “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Menurut Winkel (1996: 53): “Belajar adalah suatu aktivitas mental/ psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang

menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman,

keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas”. Sedangkan Wittig dalam Muhhibin Syah (2006: 90) mengungkapkan bahwa: “Belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/ keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman”.

Belajar meliputi tidak hanya mata pelajaran, tetapi juga penguasaan, kebiasaan, persepsi, kesenangan, minat, penyesuaian sosial, bermacam-macam keterampilan, dan cita-cita. Belajar mengandung pengertian terjadinya perubahan dari persepsi dan perilaku, misalnya pemuasan kebutuhan masyarakat dan pribadi secara lebih lengkap. (Oemar Hamalik, 1992: 45)

Bertolak dari definisi para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik yang disebabkan oleh pengalaman individu dalam interaksinya dengan lingkungan.

b. Tujuan Belajar

Pencapaian tujuan belajar maka berarti akan menghasilkan hasil belajar yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga hasil belajar ini merupakan tiga hal yang secara perencanaan terpisah tetapi setelah proses internalisasi, terbentuklah suatu kepribadian utuh dalam diri siswa.

7 commit to user

1) Ranah Kognitif

Ranah kognitif, menurut Taksonomi Bloom dalam Ella Yulaelawati (2004: 59-61) terdiri dari enam jenis perilaku sebagai berikut:

a) Pengetahuan didefinisikan sebagai ingatan terhadap hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya. Contoh: meniru, menyebutkan, menghafal, mengulang, dan sebagainya.

b) Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami

materi/ bahan. Contoh: menjelaskan, mengemukakan, menerangkan, menguraikan dan sebagainya.

c) Penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari dan dipahami ke dalam situasi konkret, nyata, atau baru. Contoh: menerapkan, menggunakan, memilih, menentukan, menulis, menafsirkan dan sebagainya.

d) Analisis merupakan kemampuan untuk menggunakan materi ke dalam bagian-bagian atau komponen-komponen yang lebih terstruktur dan

mudah dimengerti. Contoh: membedakan, membandingkan,

menganalisis, mengkritik, dan sebagainya.

e) Sintesis merupakan kemampuan untuk mengumpulkan bagian-bagian

menjadi suatu bentuk yang utuh dan menyeluruh. Contoh: menyiapakan, menyusun, mengoleksi, mengkonstruksi, menciptakan, merancang, dan sebagainya.

f) Penilaian merupakan kemampuan untuk memperkirakan dan menguji

nilai suatu materi (pernyataan, novel, puisi, laporan penelitian) untuk tujuan tertentu. Contoh: menghargai, menyanggah, menilai, menguji, mendukung dan sebagainya.

2) Ranah Afektif

Ranah afektif menurut Taksonomi Krathwohl dalam Ella Yulaelawat (2004: 61-63), terdiri dari lima perilaku-perilaku sebagai berikut:

a) Penerimaan merupakan kesadaran atau kepekaan yang disertai

keinginan untuk bertoleransi terhadap suatu gagasan, benda, atau gejala. Contoh: menunjukkan penerimaan dengan mengiyakan, mendengarkan, dan menanggapi sesuatu.

b) Penanggapan merupakan kemampuan memberikan tanggapan atau

respon terhadap suatu gagasan, benda, atau gejala tertentu. Contoh: mematuhi, menuruti, tunduk, mengikuti, mengomentari, menyambut, dan sebagainya.

c) Perhitungan atau penilaian merupakan kemampuan memberi penilaian atau perhitungan terhadap gagasan, bahan, benda, atau gejala. Contoh:

menyerahkan, melepaskan sesuatu, menyumbang, mendukung,

mendebat, dan sebagainya.

d) Pengaturan atau pengelolaan merupakan kemampuan mengatur atau

perhitungan yang telah dimiliki. Contoh: mendiskusikan, menteorikan, merumuskan, membangun opini, menyeimbangkan, dan sebagainya.

e) Bermuatan nilai meupakan tindakan puncak dalam perwujudan perilaku

seseorang yang secara konsisten sejalan dengan nilai atau seperangkat nilai-nilai yang dihayatinya secara mendalam. Contoh: memperbaiki, membutuhkan, mencegah, berani menolak, mengelola, dan mencari penyelesaian dari suatu masalah.

3) Ranah Psikomotorik

Menurut Anita Harrow dalam Ella Yulaelawati (2004: 63-64), ranah psikomotorik terdiri dari lima perilaku sebagai berikut:

a) Gerakan refleks merupakan tindakan yang ditunjukkan tanpa belajar dalam menanggapi stimulus. Contoh: merentngkan, memperluas, melenturkan, dan sebagainya.

b) Gerakan dasar merupakan pola gerakan yang diwarisi yang terbentuk berdasarkan campuran gerakan refleks dan gerakan yang lebih kompleks. Contoh: berlari, berjalan, mendorong, menggenggam, menggunakan, dan sebagainya.

c) Gerapan tanggap merupakan penafsiran terhadap segala rangsang yang

membuat seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Contoh: waspada, kecermatan melihat, mendengar dan bergerak, atau ketajaman dalam melihat perbedaan, dan sebagainya.

d) Kegiatan fisik merupakan kegiatan yang memerlukan kekuatan otot, kekuatan mental, ketahanan, kecerdasan, kegesitan, dan kekuatan suara. Contoh: pengerahan otot, gerakan sendi yang cepat, dan sebagainya.

e) Komunikasi tidak berwacana merupakan komunikasi melalui gerakan tubuh. Gerakan tubuh ini merentang dari ekspresi mimik muka sampai dengan gerakan koreografi yang rumit.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Menurut Slameto (2003: 54), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Faktor Intern

a) Faktor jasmaniah di antaranya kesehatan dan cacat tubuh.

b) Faktor psikologis di antaranya intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.

c) Faktor kelelahan di antaranya kelelahan jasmani dan rohani. 2) Faktor Ekstern

a) Faktor keluarga di antaranya cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.

b) Faktor sekolah di antaranya metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.

c) Faktor masyarakat di antaranya kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

2. Pembelajaran Fisika

a. Hakikat Fisika

Fisika sebagai ilmu pengetahuan alam mempelajari bagaimana sifat-sifat alam itu. Berbagai keteraturan yang terjadi pada berbagai zat di sekitar, biasanya dipahami sebagai hal yang wajar karena setiap orang mengamati dan mengalaminya setiap hari. Misalnya, sebelum terjadi hujan lebat, biasanya muncul awan tebal sehingga cuaca menjadi mendung dan gelap. Jika dipelajari, akan banyak dijumpai keteraturan di sekitar.

Fisika berasal dari kata Yunani yang berarti alam, karena Fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda di alam, gejala-gejala, kejadian-kejadian alam. Fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda di alam, gejala-gejala, kejadian-kejadian alam serta interaksi dari benda-benda di alam tersebut. Gejala-gejala ini pada mulanya adalah apa yang dialami oleh indera manusia, misalnya penglihatan menemukan optika/ cahaya dan pendengaran menemukan pelajaran tentang bunyi. Fisika adalah ilmu pengetahuan yang tujuannya mempelajari bagian-bagian dari alam dan interaksi antara bagian tersebut.(www.elearning.gunadarma.ac.id)

Pengertian Fisika juga diungkapkan oleh Funda Ornek dalam Redish (1994: 30), yang menyatakan bahwa: “Fisika merupakan disiplin ilmu yang mengharuskan siswa untuk memahami dan menterjemahkan tabel, angka, penyamaan, diagram, peta. Fisika memerlukan kemampuan untuk menggunakan aljabar, ilmu ukur, dan mengubah dari yang khusus ke umum dan sebaliknya”. Hal ini membuat belajar Fisika sulit untuk para siswa. Sedangkan menurut Mundilarto yang dikutip oleh Ani Rusilowati (2006: 100), menyatakan bahwa: “Mata pelajaran Fisika menuntut intelektualitas yang relatif tinggi”.

Keterampilan berpikir sangat diperlukan ketika mempelajari Fisika, di samping keterampilan berhitung, memanipulasi dan observasi, serta keterampilan merespon suatu masalah secara kritis. Sifat mata pelajaran Fisika salah satunya adalah bersyarat, artinya setiap konsep baru ada kalanya menuntut prasyarat pemahaman atas konsep sebelumnya. Oleh

karena itu, jika terjadi kesulitan belajar pada salah satu pokok bahasan, akan terbawa ke pokok bahasan berikutnya, atau jika terjadi miskonsepsi, akan terbawa sampai jenjang pendidikan berikutnya. (Ani Rusilowati, 2006: 100)

Kemampuan menerapkan formula dengan tepat dan menyelesaikan perhitungan sangat perlu diajarkan pada proses pembelajaran Fisika. Penyelesaian soal Fisika yang baik adalah jika tidak ada kesalahan baik dalam angka maupun satuan. Untuk mencapai tahap seperti ini, maka siswa perlu berlatih melakukan perhitungan dengan ketelitian tinggi. Menurut Sutrisno (2009: 15-16), mempelajari Fisika dapat menumbuhkan nilai-nilai positif, di antaranya:

1) Belajar fisika: usaha memahami alam.

2) Berlatih berpikir logis.

3) Menyelesaikan persoalan fisis: berlatih berpikir logis dan analitis. 4) Menyelesaikan soal fisika dengan perhitungan: melatih ketelitian dan

berpikir kritis.

5) Melakukan eksperimen: melatih sikap hati-hati, teratur dan jujur.

b. Tujuan Pelajaran Fisika

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, mata pelajaran Fisika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan

dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

2) Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain.

3) Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah,

mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.

4) Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif

dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif

5) Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. (Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006)

c. Pembelajaran Fisika SMA

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pembelajaran Fisika di SMA mengacu pada Permendiknas Nomor 41 tahun 2007, dimana pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.

Dalam kegiatan pendahuluan, guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran, mengajukan pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari, menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai, menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

Dalam kegiatan eksplorasi, guru melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/ tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam dan belajar dari aneka sumber, menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain, memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya, melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran, dan memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.

Dalam kegiatan elaborasi, guru membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna, memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis, memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut, memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif, memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar, memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok, memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja commit to user

individual maupun kelompok, memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan, memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.

Dalam kegiatan konfirmasi, guru memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik, memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber, memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan, memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar: berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar; membantu menyelesaikan masalah; memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi; memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh; memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

Dalam kegiatan penutup, guru bersama-sama dengan peserta didik membuat rangkuman pelajaran; melakukan penilaian dan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram; memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran; merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan memberikan tugas balik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik; menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

d. Pemecahan Soal Fisika

Pada dasarnya, pemecahan soal Fisika merupakan penerapan konsep-konsep Fisika yang diperoleh melalui proses belajar. Soal Fisika umumnya merupakan tugas yang meminta siswa melakukan serentetan tindakan yang membawanya dari kondisi awal menuju ke kondisi akhir yang diinginkan, commit to user

sehingga akan menghasilkan solusi atau penyelesaian soal.

Karakteristik soal Fisika yang dapat mempengaruhi tingkat kesulitannya adalah konteks, petunjuk, informasi yang diberikan, kejelasan dari pertanyaan, jumlah cara pemecahan yang dapat digunakan, dan beban ingatan. Dalam memecahkan soal Fisika seringkali diperlukan perhitungan-perhitungan matematis sebagai konsekuensi penggunaan rumus-rumus Fisika. Hal ini bagi sebagian besar siswa akan menimbulkan kesulitan tersendiri.

Langkah-langkah pokok dalam pemecahan soal Fisika menurut Mundilarto (2002: 10), sebagai berikut:

1) Analisis Soal

Tujuan analisis soal adalah untuk memahami soal secara keseluruhan melalui identifikasi dan interpretasi informasi-informasi penting yang diberikan serta jika diperlukan mengubahnya menjadi bentuk yang mempermudah langkah-langkah penyelesaian. Untuk tujuan ini, siswa pertama kali harus membuat spesifikasi soal secara jelas dengan jalan mengidentifikasi ciri-ciri penting soal dan mendeskripsikan situasi soal dengan bantuan gambar, diagram, atau simbol-simbol matematik serta membuat ringkasan tujuan-tujuan soal.

2) Penyusunan Konstruksi Penyelesaian

Strategi cukup efektif untuk menyusun konstruksi penyelesaian suatu soal adalah membagi atau mengurai menjadi bagian-bagian soal yang lebih kecil dan lebih sederhana yang disebut sub-sub soal. Proses penyelesaian seperti ini dimungkinkan adanya penggunaan langkah-langkah yang berulang-ulang, yaitu pemilihan salah satu dari beberapa alternatif penyelesaian yang memudahkan proses, dan pelaksanaan penyelesaian berdasarkan alternatif yang dipilih. Kedua langkah tersebut dapat diulang-ulang sampai diperoleh jawaban soal yang benar.

3) Pemeriksaan Solusi

Langkah ini sangat penting untuk memastikan apakah solusi yang diperoleh benar dan memuaskan. Apabila ternyata ditemukan kekurangan ataupun kesalahan dapat segera diperbaiki.

Analisis soal sangat mempengaruhi kelancaran penyelesaian suatu soal. Dengan demikian, analisis soal merupakan langkah yang sangat penting, tetapi sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam memahami suatu soal dalam rangka mensarikan informasi-informasi yang ada dan menggambarkan situasi soal. Ketika memulai langkah penyelesaian, seringkali kekurangan informasi yang diperlukan. Apabila hal ini terjadi, siswa dapat menggunakan subsoal tertentu untuk menemukan hubungan yang dapat memberikan informasi tersebut, atau jika mempunyai hubungan yang berguna, tetapi mengandung besaran yang tidak

diperlukan. Dalam hal ini, juga dapat menggunakan subsoal tertentu untuk mengeliminasi besaran yang tidak diperlukan tersebut.

Di samping kemampuan-kemampuan tersebut, kemampuan siswa dalam mengorganisasi pengetahuan Fisika yang secara hierarki terstruktur dengan baik, juga mempengaruhi proses pemecahan soal. Pemecahan soal dapat dipandang sebagai suatu proses penemuan kombinasi prinsip-prinsip Fisika yang telah dipelajari sebelumnya dan dapat diterapkan untuk memperoleh solusi. Namun, pemecahan soal bukan semata-mata penerapan prinsip-prinsip Fisika yang telah dipelajari, tetapi merupakan proses mendapatkan hasil belajar yang baru.

Kesulitan-kesulitan yang banyak dihadapi siswa dalam pemecahan soal tidak hanya bergantung pada tingkat kesulitan soal itu sendiri dan pengetahuan Fisika yang dikuasainya, tetapi juga pada kemampuannya dalam pengambilan keputusan untuk memilih serangkaian tindakan yang dapat mengarah kepada tercapainya solusi.

e. Masalah Pelajaran Fisika

Gambaran secara umum masalah pelajaran Fisika di sekolah, salah satunya diungkapkan oleh Williams yang dikutip oleh Soong (2009: 361): “Dalam suatu survey tentang mengapa siswa sekunder di Inggris tidak tertarik belajar Fisika. Dari hasil survey, ditemukan bahwa alasan utamanya, yaitu siswa merasa Fisika adalah mata pelajaran yang sulit”. Herbert Druxes (1986: 27-30) juga mengungkapkan beberapa masalah pelajaran Fisika di sekolah, sebagai berikut:

1) Fisika Tidak Disukai

Masih banyak dipertanyakan kegunaan hasil Fisika bagi manusia, anggapan Fisika sebagai ilmu pengalaman terurai secara murni sehingga hasil dan pernyataannya juga dianggap tidak mempunyai arti dalam gambaran dunia. Orang beranggapan Fisika kurang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, sehingga orang tidak tertarik dan tidak suka untuk mempelajarinya, dan juga kebanyakan pendapat bahwa Fisika itu sama dengan Matematika, karena kebanyakan soal-soal diselesaikan dengan hitungan.

2) Fisika Itu Berat

Adanya pengertian dan model yang hampir tidak ada hubungannya dengan dunia yang dapat diindera dan diamati. Sebagai contoh, untuk menjelaskan dalam menjelaskan gejala relativitas, orang berbicara tentang perbagai partikel elementer, yang terdiri atas kuark dan gluon, dimana bahan ini termasuk ke dalam “keluarga-keluarga” tertentu dan mempunyai sifat-sifat yang “khas” dan membuatnya abstrak, tidak tampak. Fisika dianggap sebagai pelajaran yang sangat kompleks dan di dalamnya terdapat banyak terdapat simbol.

3) Pelajaran Fisika Tidak Aktual

Dalam surat kabar misalnya, terdapat berita tentang laser dan mikroprosesor. Hal tersebut berkaitan dengan ilmu Fisika, tetapi pembelajaran Fisika di sekolah tidak mengaktualkan peristiwa-peristiwa Fisika yang sedang terjadi.

4) Pelajaran Fisika Itu Eksperimental

Pelajaran Fisika itu eksperimental, yaitu pelajaran Fisika oleh guru harus dibarengi dengan percobaan di depan kelas dan di laboratorium oleh siswa, dalam proses memudahkan siswa dalam memahami materi yang diajarkan. Dengan demikian, terdapat pemberatan cukup besar bagi pengajar/ guru. Pelajaran Fisika memerlukan percobaan/ eksperimen. Hal ini tentu merepotkan guru dan menyita waktu. Apalagi jika di sekolah tidak mempunyai laboratorium atau alat untuk percobaan, maka guru akan semakin repot dalam mengajar.

Berbagai hal yang dikemukakan di atas berpengaruh dalam pembelajaran Fisika di sekolah, khususnya di Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal ini juga membuat siswa melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal Fisika.

f. Kesalahan Belajar Fisika

Berbagai bentuk kesalahan dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal, khususnya soal-soal Fisika. Kesalahan merupakan hal yang wajar terjadi, apalagi pada siswa yang sedang belajar. Namun, hendaknya kesalahan-kesalahan yang muncul dapat diminimalisasikan. Menurut Lerner yang dikutip oleh Mulyono Abdurahman (2003: 262) mengemukakan bahwa ada beberapa kekeliruan umum yang dilakukan anak yaitu: commit to user “Kurang pemahaman tentang

simbol, nilai tempat, perhitungan, penggunaan proses yang keliru, dan tulisan yang tidak dapat dibaca”.

Menurut Arti Sriati (1994: 8) dalam penelitian yang dilakukannya, menyatakan bahwa 14 jenis kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal matematika, di antaranya:

1) Kesalahan strategi terjadi jika siswa memilih jalan yang tidak tepat yang mengarahkan ke jalan buntu. Misalnya, menentukan akar-akar (x+p)2 = q2 dengan menjabarkan ruas kiri.

2) Kesalahan terjemahan merupakan kesalahan mengubah informasi ke ungkapan matematika.

3) Kesalahan konsep merupakan kesalahan dalam memahami gagasan

abstrak. Misalnya, siswa menganggap perbandingan sudut segitiga sama dengan perbandingan sisi.

4) Kesalahan tanda terjadi pada penentuan nilai fungsi yang merupakan prasyarat belajar persamaan dan fungsi kuadrat.

5) Kesalahan hitung merupakan kesalahan dalam menghitung, seperti menjumlahkan, mengurangi, mengalikan, dan membagi.

3. Momentum dan Impuls

a. Momentum

Momentum sebuah partikel didefinisikan sebagai hasil kali massa partikel dan kecepatannya:

v m p   (2.1) dengan, p = momentum partikel (kgm/ s) m = massa partikel (kg) v = kecepatan partikel (m/ s)

Momentum adalah besaran vektor yang arahnya sama dengan arah kecepatannya. dt v d a   v m dt d dt v d m F  dt p d F   (2.2) commit to user

Hukum II Newton di atas menghubungkan momentum linier partikel dengan resultan gaya yang bekerja pada partikel.

b. Impuls

Berdasarkan Hukum II Newton:

dt p d F   dt F p d  (2.3) Untuk momentum partikel yang berubah dari p1

pada waktu t1 menjadi

2 p

pada waktu t2, diberi bentuk persamaan sebagai berikut:

2 1 t t 1 2 p Fdt p p Δ (2.4)

Ruas kanan persamaan (2.4) disebut impuls dari gaya F

, yang bekerja pada partikel dalam selang waktu Δt t2 t1. Impuls (I

) merupakan besaran vektor yang dinyatakan sebagai berikut:

2 1 t t dt F I   (2.5)

Untuk kasus khusus yaitu jika F

konstan, maka penyelesaian persamaan di atas menjadi: Δ F I   t (2.6) Δ F p Δ t Δt p Δ F  

Besarnya impuls juga dapat dihitung dari luas daerah di bawah grafik hubungan antara gaya dengan waktu, sebagai berikut:

Gambar 2.1 Grafik Hubungan Gaya dengan Waktu O

c. Hubungan Impuls dan Momentum

Impuls sama dengan perubahan momentun, atau impuls dari gaya yang bekerja pada sebuah partikel sama dengan perubahan momentum partikel oleh gaya tersebut. p Δ I   (2.7)

d. Hukum Kekekalan Momentum

Gambar 2.2 Benda A dan B Sebelum Tumbukan

Gambar 2.3 Benda A dan B Saat Tumbukan

Gambar 2.4 Benda A dan B Sesudah Tumbukan

Pada Gambar 2.2, dua benda A dan B yang masing-masing massanya mA

dan mB, bergerak lurus segaris masing-masing dengan kecepatan vA dan vB, kemudian bertumbukan. Pada saat bertumbukan (Gambar 2.3), tidak ada gaya luar yang bekerja, yang bekerja hanya gaya FBA pada benda A yang dilakukan oleh benda B dan gaya FAB pada benda B yang dilakukan benda A. Kedua gaya tersebut merupakan pasangan aksi-reaksi, sesuai Hukum III Newton.

reaksi aksi F F  (2.8) ' A v ' B v AB F BA F B v A v A B A B A B commit to user

Dokumen terkait