i
PROFIL KESALAHAN SISWA SMA DALAM PENGERJAAN SOAL PADA MATERI MOMENTUM DAN IMPULS
Skripsi Oleh: Sufi Ani Rufaida
K2308054
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
iii
PROFIL KESALAHAN SISWA SMA DALAM PENGERJAAN SOAL PADA MATERI MOMENTUM DAN IMPULS
Oleh: Sufi Ani Rufaida
K2308054
Skripsi
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
vi ABSTRAK
Sufi Ani Rufaida. PROFIL KESALAHAN SISWA SMA DALAM PENGERJAAN SOAL PADA MATERI MOMENTUM DAN IMPULS. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juli 2012.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui: (1) jenis kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal Momentum dan Impuls, (2) faktor-faktor yang menyebabkan siswa melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal Momentum dan Impuls.
Penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif yang dilakukan pada siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 8 Surakarta. Sampel penelitian yang dipilih sebanyak 10 siswa dari 25 siswa kelas XI IPA 1, dengan teknik sampel bertujuan.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, dan wawancara. Validasi data dilakukan dengan triangulasi data, yaitu membandingkan antara data hasil observasi guru dan siswa, data hasil ulangan harian siswa, dan data hasil wawancara dengan beberapa siswa. Analisis data dilakukan melalui tahap reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
vii
beberapa siswa tidak dapat melakukan operasi perhitungan dengan baik. (e) Penyebab kesalahan tanda: siswa lupa dan tidak teliti. (3) Cara mengatasi terjadinya kesalahan siswa dalam mengerjakan soal-soal pada materi pokok Momentum dan Impuls adalah: (a) Bagi guru diharapkan menggunakan media pembelajaran yang tepat pada proses belajar mengajar, untuk meningkatkan perhatian siswa pada materi, dan sebagai lahan memotivasi siswa dalam belajar Fisika. (b) Bagi guru diharapkan menekankan konsep-konsep dasar yang harus dikuasai siswa pada materi pokok Momentum dan Impuls, di antaranya mengenai Hukum II Newton, Hukum III Newton, Hukum Kekekalan Momentum dan Hukum Kekekalan Energi Mekanik. (c) Bagi guru, diharapkan lebih teliti dalam mengkoreksi jawaban siswa ketika mengerjakan latihan soal-soal, baik pada bagian diketahui, ditanyakan, dan proses pengerjaannya. (d) Bagi guru diharapkan lebih menekankan pentingnya mengerjakan banyak latihan soal dan memperhatikan penggunaan satuan dengan benar kepada siswa. (e) Bagi guru diharapkan memberikan latihan soal secara berulang, dengan tipe soal yang hampir sama, sehingga siswa benar-benar menguasai konsep yang terkandung dalam soal. (f) Bagi guru Fisika diharapkan bekerjasama dengan guru Matematika, untuk menekankan dasar matematis, misalnya mengenai perkalian, pembagian dan melakukan pindah ruas. (g) Bagi siswa diharapkan meningkatkan konsentrasi belajar dan aktif dalam kegiatan pembelajaran. (h) Bagi siswa diharapkan memahami konsep-konsep yang ada dan konsisten dalam penggunaan simbol-simbol Fisika. (i) Bagi siswa diharapkan lebih giat mengerjakan soal-soal, dan tidak segan untuk bertanya kepada guru jika tidak bisa.
Kata kunci: analisis, kesalahan, soal, Momentum dan Impuls, SMA
viii ABSTRACT
Sufi Ani Rufaida. PROFILE OF HIGH SCHOOL STUDENTS’ ERROR IN SOLVING PROBLEMS ON MOMENTUM AND IMPLULSE. Thesis, Teacher Training and Eucation Faculty, Sebelas Maret University Surakarta. July 2012
This research aimed to know: (1) types of error made by students in solving problems on Momentum and Impulse, (2) factors causing the errors made by the students in solving problems on Momentum and Impulse.
The study used descriptive-qualitative method performed on XI IPA 1 students of SMA Negeri 8 Surakarta. The selected sample were 10 out of 25 students of XI IPA 1 by an aimed sampling technique.
Data were collected through observation and interview. Data validation was done by triangulation data, comparing the observation data from teachers and students, data of students’ tests result, and data from interviews with several students. Data analysis was performed through the data reduction, data presentation, and conclusions.
ix
problems on the subject of Momentum and Impulse are: (a) teachers are expected to use appropriate instructional media in teaching and learning process to enhance the students' attention on the subject, and to motivate students to learn Physics, (b) teachers are expected to emphasize basic concepts that must be mastered by the students on the subject of Momentum and Impulse, namely the Newton’s Second Law, Newton's Third Law, the Law of Conservation of Momentum and the Law of Conservation of Mechanical Energy, (c) teachers are expected to be more careful in correcting students' solutions to the problems, either in the part of given, asked, and the process of answering problems, (d) teachers are expected to further emphasize the importance of doing a lot of exercises in solving problems and pay attention to the students in the use of unit correctly, (e) teachers are expected to provide exercises repeatedly, with a similar types of problem, so that students can master the concepts on the subject, (f) Physics teachers are expected to cooperate with Mathematics teachers to emphasize the mathematical basis, such as the multiplication, division, and segment displacement, (g) students are expected to increase the concentration and be active in the learning activities, (h) students should understand the concepts and are consistent in the use of Physics symbols, (i) student should work harder on solving problems, and do not hesitate to ask the teacher if needed.
Keywords: analysis, error, problem, Momentum and Impluse, senior high school
x MOTTO
“Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim”. (HR. Ibnu Majah)
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. (Q. S. Al Insyirah: 5)
“Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga”. (HR. Muslim)
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q. S. Al Mujaadillah: 11)
xi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada:
1. Kedua orang tuaku: Ibu Siti Muhlisoh, S. Ag., & Bapak Drs. H. Wazim Indar Wasid, yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, dukungan materiil dan nonmateriil, serta lantunan doa tiada henti.
2. Saudaraku tersayang: Mas Muhammad Za’airul Haq, S. Ag., De’ Muhammad Marwan Masruri, dan Mb’ Sekar Dina Fatimah, S. S.
3. Mas Ade Yuniar Irawan, S.T, terima kasih untuk semangat dan do’anya.
xii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil’alamiin, puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT, karena atas segala nikmatNya yang tidak terhingga, penulis dapat menyelesaikan Skripsi, dengan judul “PROFIL KESALAHAN SISWA SMA DALAM PENGERJAAN SOAL PADA MATERI MOMENTUM DAN IMPULS”. Shalawat dan salam tidak lupa penulis haturkan kepada suri tauladan dan pemberi syafaat kelak, Nabi Muhammad SAW.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan, Program Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pendidikan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Atas bantuan, saran, dan semangat, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pendidikan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ketua Program Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pendidikan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Dra. Rini Budiharti, M. Pd., Selaku Pembimbing I, yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan Skripsi.
5. Ahmad Fauzi, S. Pd., M. Pd., Selaku Pembimbing II, yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan Skripsi.
6. Kepala SMA Negeri 8 Surakarta, yang telah memberikan kesempatan dan tempat guna pengambilan data dalam penelitian.
7. Drs. Ir. Fl. Wiku Dewanto, M.M., Selaku guru mata pelajaran Fisika SMA Negeri 8 Surakarta, yang telah memberi bimbingan dan bantuan dalam penelitian.
xiii
8. Siswa-siswi kelas XI IPA 1 SMA Negeri 8 Surakarta, yang telah berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian.
9. Keluarga Majlis Ta’lim Raudhatut Thalibin: Pak Nur, Bu Umi, Mufidah, Aulia, Yuma, Yasin, Aufa, Mb’ Mega, Mas Kusnadi, Ifah, Habibi, dan Mas Awang.
10. Sahabat-sahabatku Fisika: Mb’ Arum, Desti, Emi, Atna, Isnaini, Winda, Mas Rahmat, Tami, Chirana, Yulian, Disa, Ratih A. A., Rio, Fia, Mas Jeihan, Mufid, Sony, Toni, Huda, Tri, Rani, Utik, Susana, Wahyu, Maya, Ninda, Shinta, dan Fitria Ayu.
11. Teman-teman Fisika 2008 (B), Sindikat, Grafitasi, dan LPM Motivasi.
12. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan Skripsi yang tidak mungkin disebutkan satu per satu.
Tidak lupa penulis sampaikan maaf, jika ada kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan Skripsi. Kritik dan saran penulis harapkan sebagai perbaikan di masa mendatang. Akhirnya, semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekalian.
Surakarta, Juli 2012
Penulis
xiv DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN... ii
HALAMAN PENGAJUAN ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
HALAMAN ABSTRAK ... vi
HALAMAN MOTTO ... x
HALAMAN PERSEMBAHAN ... xi
KATA PENGANTAR ... xii
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Pembatasan Masalah ... 4
D. Rumusan Masalah ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 5
F. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 7
B. Penelitian yang Relevan ... 27
C. Kerangka Pemikiran ... 28
D. Pertanyaan Penelitian ... 29
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian ... 30
xv
D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 32
E. Validitas Data ... 34
F. Teknik Analisis Data ... 34
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 36
B. Analisis Data ... 40
C. Pembahasan ... 81
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 85
B. Implikasi ... 87
C. Saran ... 87
DAFTAR PUSTAKA ... 89
LAMPIRAN ... 92
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Grafik Hubungan Gaya dengan Waktu ... 18
Gambar 2.2 Benda A dan B Sebelum Tumbukan ... 19
Gambar 2.3 Benda A dan B Saat Tumbukan ... 19
Gambar 2.4 Benda A dan B Sesudah Tumbukan ... 19
Gambar 2.5 Analisis Tumbukan Lenting Sebagian ... 22
Gambar 2.5 Ayunan Balistik ... 24
Gambar 2.6 Bagan Kerangka Pemikiran ... 29
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Jadwal Penelitian ... 92
Lampiran 2 Tabel Jenis dan Indikator Kesalahan Siswa ... 93
Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 94
Lampiran 4 Kisi-kisi Soal Ulangan ... 105
Lampiran 5 Pedoman Observasi ... 106
Lampiran 6 Pedoman Wawancara ... 108
Lampiran 7 Dokumentasi Observasi ... 109
Lampiran 8 Hasil Observasi ... 111
Lampiran 9 Soal dan Kunci Jawaban PR dan Ulangan Harian ... 115
Lampiran 10 Deskripsi Kesalahan Siswa ... 122
Lampiran 11 Daftar Kesalahan Siswa... 144
Lampiran 12 Prosentase Kesalahan Siswa ... 153
Lampiran 13 Deskripsi Kesalahan 10 Subjek Terpilih ... 155
Lampiran 14 Transkrip Wawancara dengan Siswa ... 164
Lampiran 15 Lembar Jawab Siswa ... 196
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fisika adalah salah satu disiplin ilmu yang erat kaitannya dengan dunia
teknologi dan pembangunan. Maharta (2010: 2) menyatakan bahwa: “Fisika juga
menjadi ilmu fundamental dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”.
Majunya suatu negara juga tidak lepas dari pandainya ilmuan-ilmuan dalam meracik
teori Fisika menjadi alat-alat berteknologi canggih yang bermanfaat bagi masyarakat.
Jika ingin berperan aktif dalam pengembangan teknologi, maka tidak ada pilihan
kecuali memperkuat ilmu dasar, salah satu di antaranya Fisika. Bangku sekolah
secara langsung menjadi pijakan awal bagi calon-calon ilmuan untuk menjadi
pembangun bangsa selanjutnya. Selain turut menyumbang terciptanya teknologi baru,
menurut Sutrisno (2009: 15-16): “Melalui pembelajaran Fisika juga mampu
menumbuhkan nilai-nilai positif, di antaranya melatih berpikir logis dan analitis;
melatih ketelitian dan berpikir kritis; melatih sikap hati-hati, teratur dan jujur; dan
sebagainya”. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan serta pengurangan
dampak bencana alam juga tidak akan berjalan secara optimal tanpa pemahaman yang
baik tentang Fisika.
Sejak lama siswa-siswi Indonesia telah belajar Fisika. Bahkan sejak usia
sangat dini, Fisika telah pula diajarkan, melalui pelajaran IPA. Tentu saja hal tersebut
berlangsung paling tidak dalam koridor kurikulum pendidikan di Indonesia. Sutrisno
(2009: 14) menyatakan: “Meskipun kurikulum di Indonesia mengalami
perubahan-perubahan, tetapi esensi pelajaran Fisika tetap bertahan”. Pelajaran Fisika diperlukan
bukan saja bagi siswa Indonesia, melainkan juga bagi begitu banyak siswa di seluruh
dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang.
Pada tingkat SMA/ MA, Fisika dipandang penting untuk diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Pertama, selain memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, mata pelajaran Fisika
dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mata pelajaran Fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi. Pembelajaran Fisika dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. (Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006)
Namun kenyataannya, sering dijumpai siswa SMA mengeluh kesulitan
belajar Fisika sehingga sering terjadi kesalahan-kesalahan dalam mengerjakan
soal-soal. Dalam makalah seminar yang disampaikan Hamidah (2006, 3), diungkapkan
bahwa:
kebanyakan dari siswa/ mahasiswa menganggap bahwa Fisika adalah suatu ilmu yang sulit dimengerti dan memerlukan banyak energi dan waktu untuk memahaminya. Mereka merasa lebih baik menghindari Fisika daripada menemui kesulitan jika belajar Fisika. Kalau mereka terpaksa belajar Fisika, sesungguhnya kebanyakan dari mereka hanya sekedar mengikuti untuk memenuhi kewajiban pelajaran di sekolah, bukan berusaha untuk memahaminya.
Penyebab kesulitan belajar Fisika antara lain adanya perbedaan dalam
penyajian pelajaran Fisika dalam waktu yang sama, seperti praktikum, rumus dan
perhitungan, grafik dan konsep, seperti dinyatakan oleh Funda Ornek (2008: 30),
sebagai berikut:
para siswa memandang bahwa mata pelajaran mempengaruhi pemahaman dan pembelajaran mereka terhadap mata pelajaran tersebut. Banyak siswa berpikir dan mengatakan, “Fisika sulit.” Selanjutnya, diselidiki tentang pandangan siswa sekolah menengah dan guru Fisika mengenai Fisika. Ditemukan bahwa para siswa menemui kesulitan Fisika karena penyajian Fisika berbeda-beda, seperti eksperimen, perumusan dan kalkulasi, grafik, dan penjelasan konseptual pada waktu yang sama. Lebih dari itu, siswa harus membuat perubahan bentuk di antaranya. Contohnya, siswa harus dapat mengubah dari bentuk penyajian grafik ke penyajian matematis, eksperimen, rumusan dan kalkulasi, grafik, dan penjelasan konseptual pada waktu yang sama.
Para peneliti bidang pendidikan Fisika di Indonesia menyebutkan beragam
alasan mengenai kurangnya pemahaman Fisika siswa. Banyak pihak mengatakan
bahwa penyebab kurangnya pemahaman Fisika siswa adalah guru yang tidak
qualified, fasilitas praktikum yang kurang memadai, jumlah mata pelajaran yang
banyak, silabus yang terlalu padat, dan kecilnya gaji guru. Selain itu, oleh Maharta
(2010: 2) disebutkan bahwa: “Kondisi buku pelajaran dan pola pembinaan calon guru
yang ada sekarang ini menjadi salah satu penyebabnya, serta kemampuan dan cara
mengajar guru ditengarai sebagai penyebab lemahnya pemahaman Fisika siswa”.
Materi pokok Momentum dan Impuls adalah salah satu materi Fisika yang
diajarkan di SMA. Dalam mempelajari materi ini, siswa juga kerap melakukan
kesalahan dalam mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan materi. Pemahaman
menyeluruh mengenai konsep-konsep yang ada, harus dikuasai siswa untuk dapat
menyelesaikan soal-soal pada materi pokok Momentum dan Impuls dengan tepat.
Konsep dalam Fisika sebagian besar telah mempunyai arti yang jelas karena
merupakan kesepakatan para Fisikawan, tetapi tafsiran konsep Fisika tersebut bisa
berbeda-beda antara siswa satu dengan siswa yang lainnya.
Dalam pengerjaan soal, siswa satu dengan siswa lain dimungkinkan akan
melakukan kesalahan yang tidak sama. Namun, hal itu dapat ditelaah secara
keseluruhan sehingga kesalahan yang umumnya terjadi pada siswa dapat diatasi dan
tidak terulang pada pembelajaran selanjutnya. Dari kesalahan-kesalahan pengerjaan
soal, maka dapat disimpulkan sejauh mana penguasaan siswa terhadap materi yang
dipelajari. Kesalahan yang ada selanjutnya dikaji dan diteliti sehingga akan
teridentifikasi sumber kesalahan siswa, untuk dicarikan strategi pemecahannya. Jika
tidak ditelaah kesalahan yang dilakukan sebelumnya, maka akan sulit untuk
memperbaiki sehingga analisis terhadap kesalahan siswa dalam mengerjakan soal
menjadi sangat penting. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengungkap profil
jenis-jenis kesalahan dan penyebab kesalahan yang dilakukan siswa SMA kelas XI
dalam menyelesaikan soal-soal pada materi pokok Momentum dan Impuls.
Profil adalah pandangan dari samping (tentang wajah orang), lukisan (gambar) orang dari samping, sketsa biografis, penampang (tanah, gunung, dan sebagainya), grafik atau ikhtisar yang memberikan fakta tentang hal-hal khusus. (www.kamusbahasaindonesia.org)
Dari hasil analisis yang diperoleh, diharapkan dapat diungkap profil
kesalahan-kesalahan siswa dalam pengerjaan soal-soal Fisika, sehingga meningkatkan hasil
belajar Fisika, terutama pada materi pokok Momentum dan Impuls.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, dapat diidentifikasi masalah sebagai
berikut:
1. Siswa menganggap bahwa Fisika adalah suatu ilmu yang sulit dimengerti dan
memerlukan banyak energi dan waktu untuk memahaminya.
2. Sering dijumpai siswa SMA mengeluh kesulitan belajar Fisika sehingga sering
terjadi kesalahan-kesalahan dalam mengerjakan soal-soal.
3. Siswa sering melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal Fisika.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian lebih terarah dan dapat mencapai sasaran, peneliti
membatasi permasalahan penelitian ini pada:
1. Profil kesalahan dilakukan pada materi pokok Momentum dan Impuls.
2. Penelitian difokuskan pada kesalahan yang dilakukan oleh siswa dalam
menyelesaikan soal-soal pada materi pokok Momentum dan Impuls, yaitu
kesalahan strategi, kesalahan terjemahan, kesalahan konsep, kesalahan hitung
dan kesalahan tanda.
3. Subjek penelitian dibatasi pada siswa kelas XI IPA 1 di SMA Negeri 8 Surakarta
pada Semester Gasal Tahun Pelajaran 2011/ 2012.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka perumusan
masalah dalam penelitian sebagai berikut:
1. Apa jenis kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pada
materi pokok Momentum dan Impuls?
2. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan siswa melakukan kesalahan dalam
menyelesaikan soal-soal pada materi pokok Momentum dan Impuls?
3. Bagaimana cara mengatasi terjadinya kesalahan siswa dalam mengerjakan
soal-soal pada materi pokok Momentum dan Impuls?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui jenis kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan
soal-soal pada materi pokok Momentum dan Impuls.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan siswa melakukan kesalahan
dalam menyelesaikan soal-soal pada materi pokok Momentum dan Impuls.
3. Untuk mengetahui cara mengatasi terjadinya kesalahan siswa dalam mengerjakan
soal-soal pada materi pokok Momentum dan Impuls.
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan pada tujuan penelitian yang akan dicapai, maka hasil penelitian
diharapkan bermanfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi kepada guru khususnya, mengenai kesalahan yang
dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pada materi pokok Momentum
dan Impuls.
2. Memberikan informasi kepada guru khususnya, mengenai faktor-faktor yang
menyebabkan siswa melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal pada
materi pokok Momentum dan Impuls.
3. Menjadi bahan pertimbangan atau referensi pada penelitian sejenis.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Belajar
a. Pengertian Belajar
Banyak ahli mengungkapkan tentang pengertian belajar. Slameto (2003:
2) menyatakan: “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Menurut Winkel (1996: 53): “Belajar adalah suatu aktivitas mental/
psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman,
keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan
berbekas”. Sedangkan Wittig dalam Muhhibin Syah (2006: 90) mengungkapkan
bahwa: “Belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala
macam/ keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman”.
Belajar meliputi tidak hanya mata pelajaran, tetapi juga penguasaan, kebiasaan, persepsi, kesenangan, minat, penyesuaian sosial, bermacam-macam keterampilan, dan cita-cita. Belajar mengandung pengertian terjadinya perubahan dari persepsi dan perilaku, misalnya pemuasan kebutuhan masyarakat dan pribadi secara lebih lengkap. (Oemar Hamalik, 1992: 45)
Bertolak dari definisi para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah proses perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik yang
disebabkan oleh pengalaman individu dalam interaksinya dengan lingkungan.
b. Tujuan Belajar
Pencapaian tujuan belajar maka berarti akan menghasilkan hasil belajar
yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga hasil belajar ini
merupakan tiga hal yang secara perencanaan terpisah tetapi setelah proses
internalisasi, terbentuklah suatu kepribadian utuh dalam diri siswa.
1) Ranah Kognitif
Ranah kognitif, menurut Taksonomi Bloom dalam Ella Yulaelawati
(2004: 59-61) terdiri dari enam jenis perilaku sebagai berikut:
a) Pengetahuan didefinisikan sebagai ingatan terhadap hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya. Contoh: meniru, menyebutkan, menghafal, mengulang, dan sebagainya.
b) Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami
materi/ bahan. Contoh: menjelaskan, mengemukakan, menerangkan, menguraikan dan sebagainya.
c) Penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari dan dipahami ke dalam situasi konkret, nyata, atau baru. Contoh: menerapkan, menggunakan, memilih, menentukan, menulis, menafsirkan dan sebagainya.
d) Analisis merupakan kemampuan untuk menggunakan materi ke dalam bagian-bagian atau komponen-komponen yang lebih terstruktur dan
mudah dimengerti. Contoh: membedakan, membandingkan,
menganalisis, mengkritik, dan sebagainya.
e) Sintesis merupakan kemampuan untuk mengumpulkan bagian-bagian
menjadi suatu bentuk yang utuh dan menyeluruh. Contoh: menyiapakan, menyusun, mengoleksi, mengkonstruksi, menciptakan, merancang, dan sebagainya.
f) Penilaian merupakan kemampuan untuk memperkirakan dan menguji
nilai suatu materi (pernyataan, novel, puisi, laporan penelitian) untuk tujuan tertentu. Contoh: menghargai, menyanggah, menilai, menguji, mendukung dan sebagainya.
2) Ranah Afektif
Ranah afektif menurut Taksonomi Krathwohl dalam Ella Yulaelawat
(2004: 61-63), terdiri dari lima perilaku-perilaku sebagai berikut:
a) Penerimaan merupakan kesadaran atau kepekaan yang disertai
keinginan untuk bertoleransi terhadap suatu gagasan, benda, atau gejala. Contoh: menunjukkan penerimaan dengan mengiyakan, mendengarkan, dan menanggapi sesuatu.
b) Penanggapan merupakan kemampuan memberikan tanggapan atau
respon terhadap suatu gagasan, benda, atau gejala tertentu. Contoh: mematuhi, menuruti, tunduk, mengikuti, mengomentari, menyambut, dan sebagainya.
c) Perhitungan atau penilaian merupakan kemampuan memberi penilaian atau perhitungan terhadap gagasan, bahan, benda, atau gejala. Contoh:
menyerahkan, melepaskan sesuatu, menyumbang, mendukung,
mendebat, dan sebagainya.
d) Pengaturan atau pengelolaan merupakan kemampuan mengatur atau
perhitungan yang telah dimiliki. Contoh: mendiskusikan, menteorikan, merumuskan, membangun opini, menyeimbangkan, dan sebagainya.
e) Bermuatan nilai meupakan tindakan puncak dalam perwujudan perilaku
seseorang yang secara konsisten sejalan dengan nilai atau seperangkat nilai-nilai yang dihayatinya secara mendalam. Contoh: memperbaiki, membutuhkan, mencegah, berani menolak, mengelola, dan mencari penyelesaian dari suatu masalah.
3) Ranah Psikomotorik
Menurut Anita Harrow dalam Ella Yulaelawati (2004: 63-64), ranah
psikomotorik terdiri dari lima perilaku sebagai berikut:
a) Gerakan refleks merupakan tindakan yang ditunjukkan tanpa belajar dalam menanggapi stimulus. Contoh: merentngkan, memperluas, melenturkan, dan sebagainya.
b) Gerakan dasar merupakan pola gerakan yang diwarisi yang terbentuk berdasarkan campuran gerakan refleks dan gerakan yang lebih kompleks. Contoh: berlari, berjalan, mendorong, menggenggam, menggunakan, dan sebagainya.
c) Gerapan tanggap merupakan penafsiran terhadap segala rangsang yang
membuat seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Contoh: waspada, kecermatan melihat, mendengar dan bergerak, atau ketajaman dalam melihat perbedaan, dan sebagainya.
d) Kegiatan fisik merupakan kegiatan yang memerlukan kekuatan otot, kekuatan mental, ketahanan, kecerdasan, kegesitan, dan kekuatan suara. Contoh: pengerahan otot, gerakan sendi yang cepat, dan sebagainya.
e) Komunikasi tidak berwacana merupakan komunikasi melalui gerakan tubuh. Gerakan tubuh ini merentang dari ekspresi mimik muka sampai dengan gerakan koreografi yang rumit.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Menurut Slameto (2003: 54), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Faktor Intern
a) Faktor jasmaniah di antaranya kesehatan dan cacat tubuh.
b) Faktor psikologis di antaranya intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.
c) Faktor kelelahan di antaranya kelelahan jasmani dan rohani. 2) Faktor Ekstern
a) Faktor keluarga di antaranya cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.
b) Faktor sekolah di antaranya metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
c) Faktor masyarakat di antaranya kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.
2. Pembelajaran Fisika
a. Hakikat Fisika
Fisika sebagai ilmu pengetahuan alam mempelajari bagaimana sifat-sifat
alam itu. Berbagai keteraturan yang terjadi pada berbagai zat di sekitar, biasanya
dipahami sebagai hal yang wajar karena setiap orang mengamati dan
mengalaminya setiap hari. Misalnya, sebelum terjadi hujan lebat, biasanya muncul
awan tebal sehingga cuaca menjadi mendung dan gelap. Jika dipelajari, akan
banyak dijumpai keteraturan di sekitar.
Fisika berasal dari kata Yunani yang berarti alam, karena Fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda di alam, gejala-gejala, kejadian-kejadian alam. Fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda di alam, gejala-gejala, kejadian-kejadian alam serta interaksi dari benda-benda di alam tersebut. Gejala-gejala ini pada mulanya adalah apa yang dialami oleh indera manusia, misalnya penglihatan menemukan optika/ cahaya dan pendengaran menemukan pelajaran tentang bunyi. Fisika adalah ilmu pengetahuan yang tujuannya mempelajari bagian-bagian dari alam dan interaksi antara bagian tersebut.(www.elearning.gunadarma.ac.id)
Pengertian Fisika juga diungkapkan oleh Funda Ornek dalam Redish
(1994: 30), yang menyatakan bahwa: “Fisika merupakan disiplin ilmu yang
mengharuskan siswa untuk memahami dan menterjemahkan tabel, angka,
penyamaan, diagram, peta. Fisika memerlukan kemampuan untuk menggunakan
aljabar, ilmu ukur, dan mengubah dari yang khusus ke umum dan sebaliknya”.
Hal ini membuat belajar Fisika sulit untuk para siswa. Sedangkan menurut
Mundilarto yang dikutip oleh Ani Rusilowati (2006: 100), menyatakan bahwa: “Mata pelajaran Fisika menuntut intelektualitas yang relatif tinggi”.
Keterampilan berpikir sangat diperlukan ketika mempelajari Fisika, di samping keterampilan berhitung, memanipulasi dan observasi, serta keterampilan merespon suatu masalah secara kritis. Sifat mata pelajaran Fisika salah satunya adalah bersyarat, artinya setiap konsep baru ada kalanya menuntut prasyarat pemahaman atas konsep sebelumnya. Oleh
karena itu, jika terjadi kesulitan belajar pada salah satu pokok bahasan, akan terbawa ke pokok bahasan berikutnya, atau jika terjadi miskonsepsi, akan terbawa sampai jenjang pendidikan berikutnya. (Ani Rusilowati, 2006: 100)
Kemampuan menerapkan formula dengan tepat dan menyelesaikan
perhitungan sangat perlu diajarkan pada proses pembelajaran Fisika. Penyelesaian
soal Fisika yang baik adalah jika tidak ada kesalahan baik dalam angka maupun
satuan. Untuk mencapai tahap seperti ini, maka siswa perlu berlatih melakukan
perhitungan dengan ketelitian tinggi. Menurut Sutrisno (2009: 15-16),
mempelajari Fisika dapat menumbuhkan nilai-nilai positif, di antaranya:
1) Belajar fisika: usaha memahami alam.
2) Berlatih berpikir logis.
3) Menyelesaikan persoalan fisis: berlatih berpikir logis dan analitis. 4) Menyelesaikan soal fisika dengan perhitungan: melatih ketelitian dan
berpikir kritis.
5) Melakukan eksperimen: melatih sikap hati-hati, teratur dan jujur.
b. Tujuan Pelajaran Fisika
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006,
mata pelajaran Fisika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut:
1) Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan
dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
2) Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain.
3) Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah,
mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.
4) Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif
dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif
5) Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. (Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006)
c. Pembelajaran Fisika SMA
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pembelajaran
Fisika di SMA mengacu pada Permendiknas Nomor 41 tahun 2007, dimana
pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan
kegiatan penutup.
Dalam kegiatan pendahuluan, guru menyiapkan peserta didik secara
psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran, mengajukan pertanyaan
yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari,
menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai,
menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta
didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi.
Dalam kegiatan eksplorasi, guru melibatkan peserta didik mencari
informasi yang luas dan dalam tentang topik/ tema materi yang akan dipelajari
dengan menerapkan prinsip alam dan belajar dari aneka sumber, menggunakan
beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain,
memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik
dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya, melibatkan peserta didik
secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran, dan memfasilitasi peserta
didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.
Dalam kegiatan elaborasi, guru membiasakan peserta didik membaca
dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna,
memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk
memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis, memberi
kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan
bertindak tanpa rasa takut, memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran
kooperatif dan kolaboratif, memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara
sehat untuk meningkatkan prestasi belajar, memfasilitasi peserta didik membuat
laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual
individual maupun kelompok, memfasilitasi peserta didik melakukan pameran,
turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan, memfasilitasi peserta didik
melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri
peserta didik.
Dalam kegiatan konfirmasi, guru memberikan umpan balik positif dan
penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap
keberhasilan peserta didik, memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan
elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber, memfasilitasi peserta didik
melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah
dilakukan, memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang
bermakna dalam mencapai kompetensi dasar: berfungsi sebagai narasumber dan
fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi
kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar; membantu
menyelesaikan masalah; memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan
pengecekan hasil eksplorasi; memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;
memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum
berpartisipasi aktif.
Dalam kegiatan penutup, guru bersama-sama dengan peserta didik
membuat rangkuman pelajaran; melakukan penilaian dan refleksi terhadap
kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram;
memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program
pengayaan, layanan konseling dan memberikan tugas balik tugas individual
maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik; menyampaikan
rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
d. Pemecahan Soal Fisika
Pada dasarnya, pemecahan soal Fisika merupakan penerapan
konsep-konsep Fisika yang diperoleh melalui proses belajar. Soal Fisika umumnya
merupakan tugas yang meminta siswa melakukan serentetan tindakan yang
sehingga akan menghasilkan solusi atau penyelesaian soal.
Karakteristik soal Fisika yang dapat mempengaruhi tingkat kesulitannya
adalah konteks, petunjuk, informasi yang diberikan, kejelasan dari pertanyaan,
jumlah cara pemecahan yang dapat digunakan, dan beban ingatan. Dalam
memecahkan soal Fisika seringkali diperlukan perhitungan-perhitungan matematis
sebagai konsekuensi penggunaan rumus-rumus Fisika. Hal ini bagi sebagian besar
siswa akan menimbulkan kesulitan tersendiri.
Langkah-langkah pokok dalam pemecahan soal Fisika menurut
Mundilarto (2002: 10), sebagai berikut:
1) Analisis Soal
Tujuan analisis soal adalah untuk memahami soal secara keseluruhan melalui identifikasi dan interpretasi informasi-informasi penting yang diberikan serta jika diperlukan mengubahnya menjadi bentuk yang mempermudah langkah-langkah penyelesaian. Untuk tujuan ini, siswa pertama kali harus membuat spesifikasi soal secara jelas dengan jalan mengidentifikasi ciri-ciri penting soal dan mendeskripsikan situasi soal dengan bantuan gambar, diagram, atau simbol-simbol matematik serta membuat ringkasan tujuan-tujuan soal.
2) Penyusunan Konstruksi Penyelesaian
Strategi cukup efektif untuk menyusun konstruksi penyelesaian suatu soal adalah membagi atau mengurai menjadi bagian-bagian soal yang lebih kecil dan lebih sederhana yang disebut sub-sub soal. Proses penyelesaian seperti ini dimungkinkan adanya penggunaan langkah-langkah yang berulang-ulang, yaitu pemilihan salah satu dari beberapa alternatif penyelesaian yang memudahkan proses, dan pelaksanaan penyelesaian berdasarkan alternatif yang dipilih. Kedua langkah tersebut dapat diulang-ulang sampai diperoleh jawaban soal yang benar.
3) Pemeriksaan Solusi
Langkah ini sangat penting untuk memastikan apakah solusi yang diperoleh benar dan memuaskan. Apabila ternyata ditemukan kekurangan ataupun kesalahan dapat segera diperbaiki.
Analisis soal sangat mempengaruhi kelancaran penyelesaian suatu soal.
Dengan demikian, analisis soal merupakan langkah yang sangat penting, tetapi
sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam memahami suatu soal dalam
rangka mensarikan informasi-informasi yang ada dan menggambarkan situasi
soal. Ketika memulai langkah penyelesaian, seringkali kekurangan informasi yang
diperlukan. Apabila hal ini terjadi, siswa dapat menggunakan subsoal tertentu
untuk menemukan hubungan yang dapat memberikan informasi tersebut, atau jika
diperlukan. Dalam hal ini, juga dapat menggunakan subsoal tertentu untuk
mengeliminasi besaran yang tidak diperlukan tersebut.
Di samping kemampuan-kemampuan tersebut, kemampuan siswa dalam
mengorganisasi pengetahuan Fisika yang secara hierarki terstruktur dengan baik,
juga mempengaruhi proses pemecahan soal. Pemecahan soal dapat dipandang
sebagai suatu proses penemuan kombinasi prinsip-prinsip Fisika yang telah
dipelajari sebelumnya dan dapat diterapkan untuk memperoleh solusi. Namun,
pemecahan soal bukan semata-mata penerapan prinsip-prinsip Fisika yang telah
dipelajari, tetapi merupakan proses mendapatkan hasil belajar yang baru.
Kesulitan-kesulitan yang banyak dihadapi siswa dalam pemecahan soal
tidak hanya bergantung pada tingkat kesulitan soal itu sendiri dan pengetahuan
Fisika yang dikuasainya, tetapi juga pada kemampuannya dalam pengambilan
keputusan untuk memilih serangkaian tindakan yang dapat mengarah kepada
tercapainya solusi.
e. Masalah Pelajaran Fisika
Gambaran secara umum masalah pelajaran Fisika di sekolah, salah
satunya diungkapkan oleh Williams yang dikutip oleh Soong (2009: 361): “Dalam
suatu survey tentang mengapa siswa sekunder di Inggris tidak tertarik belajar
Fisika. Dari hasil survey, ditemukan bahwa alasan utamanya, yaitu siswa merasa
Fisika adalah mata pelajaran yang sulit”. Herbert Druxes (1986: 27-30) juga
mengungkapkan beberapa masalah pelajaran Fisika di sekolah, sebagai berikut:
1) Fisika Tidak Disukai
Masih banyak dipertanyakan kegunaan hasil Fisika bagi manusia,
anggapan Fisika sebagai ilmu pengalaman terurai secara murni sehingga hasil dan
pernyataannya juga dianggap tidak mempunyai arti dalam gambaran dunia. Orang
beranggapan Fisika kurang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
orang tidak tertarik dan tidak suka untuk mempelajarinya, dan juga kebanyakan
pendapat bahwa Fisika itu sama dengan Matematika, karena kebanyakan soal-soal
diselesaikan dengan hitungan.
2) Fisika Itu Berat
Adanya pengertian dan model yang hampir tidak ada hubungannya
dengan dunia yang dapat diindera dan diamati. Sebagai contoh, untuk
menjelaskan dalam menjelaskan gejala relativitas, orang berbicara tentang
perbagai partikel elementer, yang terdiri atas kuark dan gluon, dimana bahan ini termasuk ke dalam “keluarga-keluarga” tertentu dan mempunyai sifat-sifat yang “khas” dan membuatnya abstrak, tidak tampak. Fisika dianggap sebagai pelajaran yang sangat kompleks dan di dalamnya terdapat banyak terdapat simbol.
3) Pelajaran Fisika Tidak Aktual
Dalam surat kabar misalnya, terdapat berita tentang laser dan
mikroprosesor. Hal tersebut berkaitan dengan ilmu Fisika, tetapi pembelajaran
Fisika di sekolah tidak mengaktualkan peristiwa-peristiwa Fisika yang sedang
terjadi.
4) Pelajaran Fisika Itu Eksperimental
Pelajaran Fisika itu eksperimental, yaitu pelajaran Fisika oleh guru harus
dibarengi dengan percobaan di depan kelas dan di laboratorium oleh siswa, dalam
proses memudahkan siswa dalam memahami materi yang diajarkan. Dengan
demikian, terdapat pemberatan cukup besar bagi pengajar/ guru. Pelajaran Fisika
memerlukan percobaan/ eksperimen. Hal ini tentu merepotkan guru dan menyita
waktu. Apalagi jika di sekolah tidak mempunyai laboratorium atau alat untuk
percobaan, maka guru akan semakin repot dalam mengajar.
Berbagai hal yang dikemukakan di atas berpengaruh dalam pembelajaran
Fisika di sekolah, khususnya di Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal ini juga
membuat siswa melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal Fisika.
f. Kesalahan Belajar Fisika
Berbagai bentuk kesalahan dilakukan siswa dalam menyelesaikan
soal-soal, khususnya soal-soal Fisika. Kesalahan merupakan hal yang wajar terjadi,
apalagi pada siswa yang sedang belajar. Namun, hendaknya kesalahan-kesalahan
yang muncul dapat diminimalisasikan. Menurut Lerner yang dikutip oleh
Mulyono Abdurahman (2003: 262) mengemukakan bahwa ada beberapa
simbol, nilai tempat, perhitungan, penggunaan proses yang keliru, dan tulisan
yang tidak dapat dibaca”.
Menurut Arti Sriati (1994: 8) dalam penelitian yang dilakukannya,
menyatakan bahwa 14 jenis kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan
soal matematika, di antaranya:
1) Kesalahan strategi terjadi jika siswa memilih jalan yang tidak tepat yang mengarahkan ke jalan buntu. Misalnya, menentukan akar-akar (x+p)2 = q2 dengan menjabarkan ruas kiri.
2) Kesalahan terjemahan merupakan kesalahan mengubah informasi ke ungkapan matematika.
3) Kesalahan konsep merupakan kesalahan dalam memahami gagasan
abstrak. Misalnya, siswa menganggap perbandingan sudut segitiga sama dengan perbandingan sisi.
4) Kesalahan tanda terjadi pada penentuan nilai fungsi yang merupakan prasyarat belajar persamaan dan fungsi kuadrat.
5) Kesalahan hitung merupakan kesalahan dalam menghitung, seperti menjumlahkan, mengurangi, mengalikan, dan membagi.
3. Momentum dan Impuls
a. Momentum
Momentum sebuah partikel didefinisikan sebagai hasil kali massa
Hukum II Newton di atas menghubungkan momentum linier partikel dengan
resultan gaya yang bekerja pada partikel.
b. Impuls
Berdasarkan Hukum II Newton:
dt
p pada waktu t2, diberi bentuk persamaan sebagai berikut:
2
yang dinyatakan sebagai berikut:
2
Untuk kasus khusus yaitu jika F konstan, maka penyelesaian persamaan
di atas menjadi:
hubungan antara gaya dengan waktu, sebagai berikut:
Gambar 2.1 Grafik Hubungan Gaya dengan Waktu O
c. Hubungan Impuls dan Momentum
Impuls sama dengan perubahan momentun, atau impuls dari gaya yang
bekerja pada sebuah partikel sama dengan perubahan momentum partikel oleh
gaya tersebut.
p Δ
I
(2.7)
d. Hukum Kekekalan Momentum
Gambar 2.2 Benda A dan B Sebelum Tumbukan
Gambar 2.3 Benda A dan B Saat Tumbukan
Gambar 2.4 Benda A dan B Sesudah Tumbukan
Pada Gambar 2.2, dua benda A dan B yang masing-masing massanya mA
dan mB, bergerak lurus segaris masing-masing dengan kecepatan vA dan vB,
kemudian bertumbukan. Pada saat bertumbukan (Gambar 2.3), tidak ada gaya luar
yang bekerja, yang bekerja hanya gaya FBA pada benda A yang dilakukan oleh
benda B dan gaya FAB pada benda B yang dilakukan benda A. Kedua gaya
tersebut merupakan pasangan aksi-reaksi, sesuai Hukum III Newton.
reaksi aksi F
F (2.8)
' A
v v'B
AB F BA
F
B v A
v
A B
A B
A B
A
atas, dapat disimpulkan bahwa perubahan momentum sistem pada peristiwa
tumbukan adalah nol.
B A
S p p
p = konstan (2.10)
Persamaan (2.10) menunjukkan bahwa momentun total sistem adalah
konstan atau kekal, yang dikenal sebagai hukum kekekalan momentum, atau
jumlah momentum sebelum tumbukan sama dengan jumlah momentum sesudah
tumbukan. Hukum kekekalan momentum tidak hanya berlaku pada peristiwa
tumbukan saja, tetapi berlaku secara umum untuk interaksi antara dua benda.
e. Tumbukan
Untuk sistem dua benda yang bertumbukan, momentum linier sistem
adalah tetap asalkan pada sistem tidak bekerja gaya luar. Namun, energi kinetik
sistem dapat berkurang karena sebagian energi kinetik diubah ke bentuk energi
kalor dan energi bunyi pada saat terjadi tumbukan, sehingga Hukum kekekalan
energi kinetik tidak berlaku. Peristiwa tumbukan akan terjadi jika sebuah benda
yang bergerak mengenai benda lain yang diam atau bergerak. Misalnya, tumbukan
antara koin-koin karambol, tumbukan antara bola dengan lantai, tumbukan antara
motor dengan sepeda, dan sebagainya.
Bahasan ini dibatasi pada tumbukan sentral lurus, yaitu tumbukan antar
dua benda yang arah geraknya berimpit dengan garis penghubung titik berat kedua
benda, sehingga arah kecepatan benda-benda yang bertumbukan berimpit dengan
garis penghubung tersebut. Tumbukan sentral lurus dibagi menjadi tiga macam,
yaitu tumbukan lenting sempurna, tumbukan lenting sebagian, dan tumbukan
tidak lenting sama sekali.
1) Tumbukan Lenting Sempurna
Tumbukan lenting sempurna adalah tumbukan antara dua benda yang
jumlah energi kinetiknya tetap, sehingga berlaku ketentuan sebagai berikut:
a) Hukum Kekekalan Momentum
B
b) Hukum Kekekalan Energi Kinetik
2
Dari persamaan (2.11) dan (2.12), diperoleh:
B
Faktor e menyatakan koefisien restitusi (koefisien tumbukan sama
dengan koefisien kelentingan, yang besarnya antara 0 - 1), vA dan vB menyatakan
besarnya kecepatan benda A dan benda B sebelum tumbukan, serta vA’ dan vB’
menyatakan besarnya kecepatan benda A dan B sesudah tumbukan.
2) Tumbukan Lenting Sebagian
Pada tumbukan lenting sebagian tidak berlaku hukum kekekalan energi
kinetik. Hal ini disebabkan sesudah tumbukan ada sebagian energi kinetik yang
hilang berubah menjadi energi panas, energi bunyi, energi cahaya, dan
sebagainya. Jadi, pada tumukan lenting sebagian hanya berlaku Hukum kekekalan
momentum, sedangkan koefisien restitusi untuk tumbukan lenting sebagian adalah
0<e<1.
Sebuah bola karet dijatuhkan dari ketinggian h1 di atas lantai. Setelah
menumbuk lantai, bola terpantul vertikal ke atas hingga mencapai ketinggian
maksimum h2. Bola karet yang jatuh merupakan peristiwa tumbukan lenting
sebagian sehingga analisis terhadap bola dan lantai adalah sebagai berikut:
Gambar 2.5 Analisis Tumbukan Lenting Sebagian
Kecepatan bola sesaat sebelum tumbukan ditentukan melalui hukum
1
Tanda (-) menunjukkan arah ke bawah.
Kecepatan bola sesaat setelah tumbukan ditentukan melalui hukum
kekekalan energi mekanik:
Tanda (+) menunjukkan arah ke atas.
Kecepatan lantai sesaat sebelum tumbukan sama dengan besar kecepatan
lantai sesaat sesudah tumbukan, yaitu nol, vB v'B 0. Koefisien restitusi (e)
ditentukan melalui langkah berikut:
e
3) Tumbukan Tidak Lenting Sama Sekali
Tumbukan tidak lenting sama sekali terjadi jika setelah tumbukan, kedua
benda bergerak bersama-sama dengan kecepatan yang sama besar dan koefisien
restitusi, e=0. Pada tumbukan jenis ini, berlaku hukum kekekalan momentum:
m1
Dengan demikian, pada tumbukan tidak lenting sama sekali, energi sistem
berkurang.
Gambar 2.5 Ayunan Balistik
Gambar 2.5 merupakan gambar ayunan balistik untuk mengukur laju
peluru. Ayunan terdiri dari sebuah balok kayu bermassa m1 yang digantungkan
vertikal dengan dua utas tali. Peluru bermassa m2 ditembakkan secara mendatar
mengenai balok dan tertanam di dalamnya sehingga balok berayun. Karena kedua
benda bersatu sesudah tumbukan, maka berlaku hubungan kecepatan sesudah
tumbukan:
bermassa m2. Momentum awal sistem kedua benda:
1
Energi kinetik awal sistem:
1
Dengan mensubstitusi persamaan (2.19) dan (2.20):
Setelah tumbukan, kedua benda bersatu dan bergerak dengan besar kecepatan v’.
Besarnya momentum akhir sistem kedua benda:
'
Energi kinetik akhir sistem tersebut:
2
Dari persamaan 2.21 dan persamaan 2.22, tampak bahwa energi akhir lebih kecil
daripada energi awal. Rasio antara energi kinetik akhir dan awal sistem:
2
f. Prinsip Kerja Alat yang Berhubungan dengan Peristiwa Tumbukan
Roket dirancang dengan bagian-bagian penting yang terdiri dari tangki
bahan bakar berisi hidrogen cair dan oksigen cair, ruang pembakaran, dan saluran
gas buangan. Mula-mula oksigen cair yang masing-masing tersimpan dalam
tangki bahan bakar dipompa ke ruang pembakaran. Reaksi antara keduanya dalam
ruang pembakaran akan menimbulkan gas panas yang disemburkan keluar melalui
saluran yang terdapat pada ekor roket. Akibat semburan gas panas, roket bergerak
ke arah yang berlawanan dengan arah semburan gas.
Cara kerja roket berdasarkan hukum kekekalan momentum, yaitu jumlah
momentum sebelum dan sesudah gas disemburkan adalah sama.
g
p = momentum roket sebelum gas disemburkan (kg m/s)
R
p = momentum roket sesudah gas disemburkan (kg m/s)
g
m = massa sistem roket (roket+gas) (kg)
Δm = massa gas yang disemburkan (kg)
Roket mula-mula diam, kemudian bergerak dengan besar kecepatan vR, sehingga
akan memiliki momentum yang besarnya:
g
Gas yang disemburkan memiliki momentum:
g g Δmv
p (2.26)
Berdasarkan persamaan di atas, momentum roket sama besar dengan momentum gas buang. Dengan adanya perubahan momentum dalam selang waktu Δt, maka
akan timbul gaya dorong pada roket (F) sebesar:
B. Penelitian yang Relevan
Di dalam penelitian ini, mengacu pada beberapa penelitian yang telah
dilakukan oleh para ahli dan peneliti serupa sebelumnya, yaitu:
1. Arti Sriati (1994) meneliti kesulitan belajar Matematika pada siswa SMA,
melalui tes diagnostik. Jenis, sumber, dan penyebab kesalahan ditentukan
dengan analisis kesalahan melalui pedoman analisis dan wawancara. Dari
hasil penelitian, ditemukan jenis kesalahan siswa yang meliputi kesalahan
strategi, terjemahan, konsep, sistematik, tanda, tanpa pola, penentuan sudut di
luar kuadran I, penentuan nilai fungsi trigonometri sudut-sudut istimewa, dan
kesalahan hitung.
2. Novia Dyah Kusuma Dewi (2011) meneliti kesalahan siswa dalam
mengerjakan soal Fisika pada materi keseimbangan benda tegar.
Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, tes, dan wawancara. Dari
hasil penelitian, ditemukan jenis kesalahan siswa yang meliputi kesalahan
strategi, terjemahan, konsep, tanda, hitung dan kesalahan trigonometri.
3. Sunarika Septyawati (2010) meneliti kesalahan siswa dalam menyelesaian
soal matematika pada materi faktorisasi suku aljabar. Sumber data pada
penelitian ini, diperoleh dari hasil observasi, hasil tes siswa dan hasil
wawancara. Dari hasil penelitiannya, kesalahan-kesalahan siswa meliputi
kesalahan dalam memahami soal, kesalahan dalam penyusunan rencana
penyelesaian, kesalahan dalam melaksanakan rencana penyelesaian, dan
kesalahan dalam memeriksa jawaban.
4. Ani Rusilowati (2006) meneliti kesulitan belajar siswa pada materi
kelistrikan. Kesulitan belajar didiagnosis dengan lima pendekatan, yaitu
tujuan pembelajaran, pengetahuan prasyarat, profil materi, miskonsepsi, dan
pengetahuan terstruktur. Kesulitan belajar antara lain disebabkan oleh
rendahnya penguasaan konsep, lemahnya kemampuan matematis, dan
kekurangmampuan mengkonversi satuan. Penyebab kesulitan belajar dalam
pengetahuan terstruktur adalah rendahnya kemampuan: verbal, menggunakan
C. Kerangka Pemikiran
Momentum dan Impuls merupakan salah satu materi pokok yang
dipelajari pada Semester Ganjil kelas XI SMA. Pada materi ini sering terjadi
berbagai kesalahan sehingga mengakibatkan hasil belajar tidak maksimal.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis kesalahan yang dilakukan
siswa dalam menyelesaikan soal-soal pada materi pokok Momentum dan Impuls,
serta untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan siswa melakukan
kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal pada materi pokok Momentum dan
Impuls.
Langkah-langkah penelitian ini adalah melakukan observasi pada
kegiatan belajar mengajar pada materi pokok Momentum dan Impuls.
Selanjutnya, melakukan analisis terhadap hasil pengerjaan soal-soal pada materi
pokok Momentum dan Impuls yang diberikan guru kepada siswa. Berdasarkan
dari identifikasi jawaban siswa, kemudian dilakukan wawancara untuk
mengetahui faktor-faktor penyebab kesalahan yang dilakukan, kepada beberapa
siswa.
Dari data yang diperoleh, selanjutnya dilakukan triangulasi data, yaitu
membandingkan data yang diperoleh dari kegiatan observasi, pengerjaan soal dan
wawancara untuk memperoleh data yang valid. Kemudian, tahap yang dilakukan
adalah analisis data yang meliputi kegiatan reduksi data, penyajian data dan
verifikasi.
Observasi
Benar
Kesimpulan Penyebab Kesalahan Jenis-jenis Kesalahan
Analisis Kesalahan Salah Jawaban Siswa
Soal Momentum dan Impuls
Wawancara
Gambar 2.6 Bagan Kerangka Pemikiran
D. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka pertanyaan penelitian
dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah jenis kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal
pada materi pokok Momentum dan Impuls meliputi kesalahan strategi,
kesalahan terjemahan, kesalahan konsep, kesalahan hitung, dan kesalahan
tanda?
2. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan siswa melakukan kesalahan dalam
menyelesaikan soal-soal pada materi pokok Momentum dan Impuls?
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. (Moleong, 2005: 6)
Menurut Moleong (2005: 8-13): “Ciri-ciri penelitian kualitatif di
antaranya latar alamiah, manusia sebagai alat (instrumen), metode kualitatif,
analisis data secara induktif, teori dari dasar (grounded theory), deskriptif, lebih
mementingkan proses daripada hasil, dan sebagainya”.
2. Desain Penelitian
Penelitian ini mendeskripsikan profil kesalahan siswa dalam
menyelesaikan soal pada materi pokok Momentum dan Impuls. Dalam penelitian,
digunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, dengan menganalisis soal-soal
yang diberikan guru pada materi pokok Momentum dan Impuls. Dari hasil
penelitian, maka akan dapat diketahui jenis-jenis kesalahan yang dilakukan siswa.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran
2011/ 2012, kelas XI IPA 1.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada November sampai Februari Tahun Pelajaran
2011/ 2012. Tahap-tahap pelaksanaan penelitian sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi: pengajuan judul skripsi, permohonan
pembimbing, pembuatan proposal penelitian, seminar proposal, survey ke sekolah
yang akan digunakan untuk penelitian, permohonan ijin penelitian, dan
penyusunan instrumen penelitian.
b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan, dilakukan pengambilan data, dengan
pelaksanaan sebagai berikut:
1) Pelaksanaan kegiatan observasi kegiatan belajar mengajar Fisika, di kelas XI
IPA 1 SMA Negeri 8 Surakarta pada materi pokok Momentum dan Impuls.
2) Pengambilan data tentang kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal, melalui
lembar jawaban siswa, dengan instrumen soal pada materi pokok Momentum
dan Impuls yang diberikan guru.
3) Pelaksanaan wawancara kepada beberapa siswa, untuk mengidentifikasi
penyebab siswa melakukan kesalahan dalam mengerjakan soal pada materi
pokok Momentum dan Impuls.
c. Tahap Pengolahan Data dan Penyusunan Laporan
Tahap ini meliputi analisis data, penyusunan laporan penelitian,
penarikan kesimpulan dan konsultasi dengan pembimbing.
C. Subjek Penelitian
Dalam penelitian, subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA 1 SMA
Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/ 2012, sejumlah 25 siswa. Selanjutnya,
diambil beberapa siswa sebagai sampel. Pengambilan sampel dengan teknik
sampel bertujuan. Menurut Moleong (2005: 224-225), ciri-ciri sampel bertujuan,
sebagai berikut:
1. Rancangan sampel yang muncul: sampel tidak dapat ditarik atau ditentukan terlebih dahulu.
2. Pemilihan sampel secara berurutan: tujuan memperoleh variasi yang sebanyak-banyaknya hanya dapat dicapai apabila pemilihan suatu sampel dilakukan jika satuan sebelumnya sudah dijaring dan dianalisis.
3. Penyesuaian berkelanjutan dari sampel: pada awalnya setiap sampel sama kegunaannya. Namun, sesudah semakin banyak informasi yang
masuk dan makin mengembangkan hipotesis kerja, ternyata sampel makin dipilih atas dasar fokus penelitian.
4. Pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan: jika sudah terjadi pengulangan informasi, maka penarikan sampel sudah harus dihentikan.
D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti meliputi pengamatan
(observasi), dan wawancara.
a. Pengamatan (Observasi)
Menurut Lexy J. Moleong (2005: 175), alasan metodologis bagi
penggunaan pengamatan ialah:
1) Pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif,
kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan, dan sebagainya.
2) Pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana
dilihat oleh subjek penelitian, hidup pada saat itu, menangkap arti fenomena dari segi pengertian subjek, menangkap kehidupan budaya dari segi pandangan dan anutan para subjek pada waktu itu.
3) Pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek sehingga memungkinkan pula peneliti menjadi sumber data.
4) Pengamatan memungkinkan pembentukan pengetahuan yang diketahui
bersama, baik dari pihaknya maupun dari pihak subjek.
Dalam penelitian ini, dilakukan observasi saat guru mengajarkan materi
pokok Momentum dan Impuls kepada siswa kelas XI IPA 1 SMA N 8 Surakarta
sehingga akan teramati interaksi antara guru dengan siswa dan metode pengajaran
yang digunakan oleh guru. Selain itu juga dilakukan observasi pada aktivitas
siswa selama pelajaran pada materi pokok Momentum dan Impuls berlangsung.
Komponen-komponen yang akan diamati dalam kegiatan observasi, selengkapnya
disajikan pada Lampiran 5.
b. Wawancara
Menurut Moleong (2005: 186): “Wawancara adalah percakapan dengan
maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang
Dalam penelitian ini akan digunakan metode wawancara tak terstruktur,
dan jauh lebih bebas sehingga pertanyaan tidak disusun terlebih dahulu, malah
disesuaikan dengan keadaan dan ciri yang unik dari responden. Menurut Moleong (2005: 191): “Wawancara tak terstruktur dilakukan jika pewawancara ingin menanyakan sesuatu secara lebih mendalam lagi pada seorang subjek tertentu”.
Selain itu, jika pewawancara menyelenggarakan kegiatan yang bersifat penemuan,
dan sebagainya.
Pencatatan data dilakukan melalui handphone recorder, dan dilakukan
dengan memperoleh persetujuan terwawancara terlebih dahulu. Di samping
perekaman, pewawancara juga membuat catatan lapangan. Menurut Bogdan dan
Biklen dalam Moleong (2005: 209): “Catatan lapangan adalah catatan tertulis
tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka
pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif”.
Wawancara pada penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi
tentang kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal pada materi pokok Momentum
dan Impuls, sehingga dapat diketahui letak kesalahan siswa dan mengetahui
faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kesalahan tersebut. Di sini akan
diambil beberapa siswa yang memiliki kesalahan yang berbeda-beda, sebagai
wakil siswa lain yang melakukan kesalahan yang sama.
2. Instrumen Pengumpulan Data
Menurut Moleong (2005: 168): “Kedudukan peneliti dalam penelitian
kualitatif cukup rumit. Peneliti sekaligus merupakan perencana, pelaksana
pengumpulan data, analisis, penafsiran data, dan pada akhirnya peneliti menjadi
pelapor hasil penelitiannya”. Pengertian instrumen atau alat penelitian di sini
tepat, karena peneliti menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian.
Namun, instrumen penelitian di sini dimaksudkan sebagai alat pengumpul data,
yang meliputi pedoman observasi, indikator kesalahan siswa, pedoman
wawancara, dan soal ulangan harian siswa pada materi pokok Momentum dan
Impuls.