• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1 Likuiditas Perusahaan

Likuiditas perusahaan akan mempengaruhi besar kecilnya dividen yang dibayarkan sehingga semakin kuat posisi likuiditas perusahaan terhadap prospek kebutuhan dana di waktu mendatang, makin tinggi dividen tunai yang dibayarkan. Berarti semakin kuat posisi likuiditas perusahaan, maka kemampuannya untuk membayar dividen akan semakin besar pula (Riyanto, 2001 : 267). Ada pula suatu perusahaan yang keadaan likuiditasnya sangat baik tetapi membayar dividen yang rendah karena laba yang diperoleh perusahaan diinvestasikan dalam bentuk mesin dan peralatan, persediaan dan barang-barang lainnya, bukan disimpan dalam bentuk uang tunai.

Ada beberapa rasio yang termasuk dalam rasio likuiditas antara lain current ratio, quick ratio, net working capital to sales dan cash ratio. Current ratio mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar seluruh kewajiban lancarnya dengan menggunakan seluruh aktiva lancarnya. Quick ratio mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari quick assets dengan tujuan untuk melihat kualitas dari aktiva lancar. Net working capital to sales mengukur peranan sumber jangka panjang yang terikat pada aktiva lancar sehubungan dengan pelaksanaan penjualan. Sedangkan cash ratio yaitu rasio yang menggunakan

kemampuan perusahaan dalam membayar hutang yang harus dipenuhi dengan kas yang tersedia dalam perusahaan. Penelitian ini menggunakan cash ratio karena kas adalah bentuk yang paling likuid yang bisa digunakan segera untuk memenuhi kewajiban finansial, sedangkan hutang lancar menunjukkan kewajiban yang harus dipenuhi dalam waktu dekat biasanya kurang dari satu tahun.

Cash ratio merupakan salah satu ukuran dari rasio likuiditas yang merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya melalui sejumlah kas atau setara kas, seperti giro atau simpanan lain di bank yang dapat ditarik setiap saat yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi cash ratio menunjukkan semakin kuat kemampuan kas perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendeknya. Dengan semakin meningkatnya cash ratio akan dapat meningkatkan keyakinan para investor akan menerima pembayaran dividen tunai dari perusahaan.

2.1.2. Profitabilitas Perusahaan

Profitabilitas perusahaan diindikasikan oleh laba. Menurut Gitman (2003 :599) : “Profitability is the relationship between revenues and cost generated by using the firm’s assets – both current and fixed – in productive activities“. Profitabilitas merupakan hubungan antara pendapatan dan biaya dengan menggunakan aktiva produktif perusahaan berupa aktiva lancar maupun aktiva tetap. Sedangkan Brigham dan Houston (2001 : 89) mengatakan bahwa profitabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan. Selain itu Brigham dan Daves (2004 : 1007) mengatakan bahwa “ Profitability ratios are a group of ratios that

shows the combined effects of liquidity, asset management, and debt on operation.“ Hal tersebut menunjukkan rasio profitabilitas merupakan suatu kelompok rasio yang menunjukkan aspek likuiditas, manajement aktiva dan besarnya operasional perusahaan yang dibiayai dari sumber hutang.

Dalam penelitian ini, rasio yang dipakai utk mengukur profitabilitas adalah Return on Asset yaitu ratio yang mengukur tingkat efektivitas manajemen dalam menghasilkan laba dengan pemanfaatan dari aktiva-aktiva yang dimiliki perusahaan. Profitabilitas merupakan hasil akhir bersih dari berbagai kebijakan dan keputusan manajemen. Rasio profitabilitas akan memberikan gambaran dan jawaban akhir tentang tingkat efektivitas pengelolaan perusahaan. Laba maksimum adalah tujuan umum setiap perusahaan yang bersifat jangka pendek dan merupakan elemen terpenting agar kelanjutan dari perusahaan itu dapat terjamin. Selain tujuan yang bersifat jangka panjang yaitu kemampuan untuk bersaing, kemampuan untuk bertumbuh dan kemampuan untuk berkembang.

Untuk mencapai tujuan perusahaan tersebut maka perlu dilakukan proses manajemen yang efektif dan efisien. Tingkat efisien tidak hanya dilihat dari sisi laba yang diperoleh melainkan dengan cara membandingkan laba yang diperoleh tersebut dengan kekayaan atau modal yang dimiliki oleh perusahaan untuk menghasilkan laba tersebut.

Kondisi perusahaan dapat diketahui kekuatan dan kelemahannya melalui rasio profitabilitas. Rasio-rasio profitabilitas yang dipergunakan berhubungan dengan penilaian terhadap kinerja perusahaan dalam menghasilkan laba. Terdapat beberapa

pengukuran terhadap profitabilitas atau rentabilitas suatu perusahaan yang masing-masing dihubungkan dengan total aktiva, modal sendiri maupun nilai penjualan yang dicapai.

Weston & Copelan (1999 : 232) mendefinisikan profitabilitas merupakan hasil akhir bersih dari berbagai kebijakan dan keputusan. Sedangkan menurut Martono & Harjito (2001 : 18) menyatakan bahwa profitabilitas yaitu kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dari modal yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut.

Manager perusahaan diharapkan memiliki kemampuan didalam mengelola perusahaan untuk mendapatkan laba yang maksimum melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya dengan cara yang efisien. Efisiensi perusahaan dapat diperoleh dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba tersebut.

Dari ukuran rasio profitabilitas yang ada, penulis mengambil rasio ukur Return on Assets untuk melakukan penelitian. Kelebihan Return on Assets menurut Syamsuddin (2002 : 58) yaitu :

1. Selain berguna sebagai alat kontrol, juga berguna untuk keperluan perencanaan. Misalnya dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan apabila perusahaan akan melakukan ekspansi.

2. Sebagai alat utk mengukur profitabilitas dari masing-masing produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Dengan menerapkan sistem biaya produksi yang baik, maka modal dan biaya dapat dialokasikan ke dalam berbagai produk yang dihasilkan oleh perusahaan sehingga dapat dihitung profitabilitas masing-masing produk.

3. Sebagai alat yang berkaitan dengan efisiensi penggunaan modal, efisiensi produksi dan efisiensi penjualan. Hal ini dicapai apabila perusahaan telah melaksanakan praktek akuntansi secara benar dalam arti mematuhi prinsip-prinsip akuntansi yang ada. Apabila suatu perusahaan pada periode tertentu telah mencapai perputaran aktiva operasi sesuai standar yang telah ditetapkan akan tetapi ROA yang dicapai masih dibawah standar, maka pihak manajemen perusahaan hendaknya lebih mencurahkan perhatian pada usaha peningkatan efisiensi sektor produksi dan penjualan.

Sedangkan kelemahan Return on Asset (ROA) menurut Syamsuddin (2002 : 59) yaitu sebagai berikut :

1. Sulit membandingkan Rate of Return suatu perusahaan dengan perusahan lain, karena perbedaan praktek akuntansi antar perusahaan.

2. Analisa Return on Asset saja tidak dapat dipakai untuk membandingkan antara dua perusahaan atau lebih dengan memperoleh hasil yang memuaskan.

Menurut Syamsuddin (2002 : 57) Return on Asset dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan penggunaan seluruh aktiva perusahaan yang dimiliki.

2.1.3. Leverage Perusahaan

Kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang akan mempengaruhi besarnya laba yang akan dibagikan sebagai dividen kepada para pemegang saham. Semakin tinggi tingkat hutang yang dimiliki, maka beban bunga yang harus ditanggung juga akan semakin besar. Hal ini akan menyebabkan keuntungan yang diperoleh semakin kecil, sehingga berpengaruh pada rendahnya dividen yang mampu dibayarkan kepada pemegang saham. Ada beberapa rasio yang termasuk dalam leverage ratio antara lain Debt to Equity Ratio yang menunjukkan bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutang yang dimiliki, Times Interest Earned yang mengukur pengaruh adanya modal luar bagi perusahaan dan Fixed Charged Coverage yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menanggung beban tetap. Dalam penelitian ini akan menggunakan Debt to Equity Ratio untuk mengetahui berapa besar peranan modal yang dimiliki oleh pemegang saham.

Rasio ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Semakin besar rasio ini menunjukkan semakin besar kewajibannya dan rasio yang semakin rendah akan menujukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Peningkatan hutang ini akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang tersedia bagi pemegang saham,

artinya semakin tinggi kewajiban perusahaan, akan semakin menurunkan kemampuan perusahaan dalam membayar dividen.

2.1.4. Dividen Payout Ratio

Dividen merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak dikurangi dengan laba ditahan yang ditahan sebagai cadangan bagi perusahaan. Dividen ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Cadangan yang diambil dari laba bersih setelah pajak dilakukan sampai cadangan mencapai minimum dua puluh persen dari modal yang ditempatkan. Modal yang ditempatkan adalah modal yang disetor penuh ditambah dengan modal yang belum disetor sehubungan dengan penerbitan saham baru seperti rights dan warran. Keputusan mengenai jumlah laba yang ditahan dan deviden yang akan dibagikan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham.

Menurut Brigham and Houston (2001) menyebutkan ada tiga teori dari preferensi investor yaitu:

1. Dividen Irrelevance Theory adalah suatu teori yang menyatakan bahwa kebijakan deviden tidak mempunyai pengaruh baik terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Teori ini mengikuti pendapat Modigliani dan Miller yang menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya Dividen Payout Ratio tetapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak dan risiko bisnis. Dengan demikian kebijakan dividen sebenarnya tidak relevan untuk dipersoalkan.

2. Bird-in-the-hand Theory, sependapat dengan Gordon dan Lintner yang menyatakan bahwa biaya modal sendiri akan naik jika Dividen Payout Ratio rendah. Hal ini dikarenakan investor lebih suka menerima dividen daripada capital gains.

3. Tax Preference Theory adalah suatu teori yang menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains maka para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak.

Kebijakan dividen merupakan keputusan pembayaran dividen yang mempertimbangkan maksimalisasi harga saham saat ini dan periode mendatang. Dalam penentuan besar kecilnya dividen yang akan dibayarkan ada perusahaan yang sudah merencanakan dengan menetapkan target Dividen Payout Ratio didasarkan atas perhitungan keuntungan yang diperoleh setelah dikurangi pajak.

Untuk dapat membayar dividen dapat dibuat suatu rencana pembayaran dividen sebagai berikut:

1. Perusahaan mempunyai target Dividen Payout Ratio jangka panjang. 2. Manajer memfokuskan pada tingkat perubahan dividen dari pada tingkat absolut.

3. Perubahan dividen yang meningkat dalam jangka panjang, untuk menjaga penghasilan. Perubahan penghasilan yang sementara tidak untuk mempengaruhi Dividen Payout Ratio.

Penentuan besarnya Dividen Payout Ratio akan menentukan besar kecilnya laba yang ditahan. Setiap ada penambahan laba yang ditahan berarti ada penambahan modal sendiri dalam perusahaan dengan biaya murah. Dividen merupakan hak pemegang saham biasa untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Jika perusahaan memutuskan untuk membagi keuntungan dalam dividen, semua pemegang saham biasa mendapatkan hak yang sama. Pembagian dividen untuk saham biasa dapat dilakukan jika perusahaan sudah membayar dividen untuk saham preferen (Jogiyanto, 1998 : 58).

Arus dividen dapat dianggap sebagai arus kas yang diterima oleh investor, dengan alasan bahwa dividen merupakan satu-satunya arus yang diterima oleh investor. Jika dividen merupakan satu-satunya arus kas, maka model diskonto dividen dapat digunakan sebagai pengukur arus kas untuk menghitung nilai intrinsik saham. Lebih jauh, Jogiyanto (1998) menyatakan bahwa pembayaran dividen dapat dikelompokkan ke dalam tiga kemungkinan, yaitu: pembayaran dividen tidak teratur, dividen konstan tidak tumbuh, dan pertumbuhan dividen yang konstan.

Pembayaran dividen tidak teratur merupakan dividen dimana tiap-tiap periode tidak mempunyai pola yang jelas bahkan untuk periode-periode tertentu tidak membayar dividen sama sekali, karena perusahaan menderita rugi atau kesulitan likuiditas.

Dividen konstan tidak bertumbuh merupakan pembayaran dividen dari periode ke periode relatif konstan. Perusahaan umumnya tidak melakukan pemotongan atau pengurangan dividen, sekalipun perusahaan mengalami sedikit

kesulitan likuiditas. Hal ini dilakukan oleh perusahaan untuk menjaga kesan para pemegang saham atas stabilitas likuiditas perusahaan. Dan pertumbuhan dividen yang konstan merupakan dividen yang tumbuh secara konstan yang umumnya ditunjukkan dengan pertumbuhan sebesar growth (Jogiyanto, 1998 : 71-75).

Dokumen terkait