• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Pajak

a. Pengertian Pajak

Pada dasarnya, pajak merupakan iuran wajib dari rakyat kepada pemerintah. Namun karena pajak selalu mengikuti perkembangan zaman, maka banyak para ahli yang memberikan batasan mengenai pajak. Hal ini disebabkan karena pengertian pajak itu sendiri dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, baik dari segi penghasilan, segi daya beli, dan segi ekonomi.

Definisi pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmat

Soemitro, S.H. Yang dikutip dari buku perpajakan karangan Mardiasmo (2011:1)

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-

undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak dapat jasa timbal balik (Kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

Definisi tersebut kemudian disempurnakan, menjadi:

“Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas

Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus” –nya

digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama

13

Definisi pajak menurut Soeparman dalam Suandy (2011:9):

“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut

oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam

mencapai kesejahteraan umum”.

Definisi pajak menurut Andriani dalam Lubis (2007):

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk

menyelenggarakan pemerintahan.”

Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak adalah :

1) Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang

serta aturan pelaksanaannya.Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi indinidual oleh pemerintah

2) Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah

3) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah,

yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai public investment.

14

b. Fungsi Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:1) terdapat 2 (dua) fungsi pajak,

yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan Negara) dan fungsi

regularend (mengatur).

1) Fungsi Budgetair (Sumber dana bagi pemerintah) Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan Negara, pemerintah berupaya memasukan uanga sebanyak-banyaknya untuk kas Negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajakmelalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti pajak penghasilan (PPh), Pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPNBM), pajak bumi dan bangunan (PBB) dan lain-lain.

2) Fungsi Regulerend (Pengaturan) Pajak mempunyai fungsi pengaturan, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Beberapa contoh penetapan pajak sebagai fungsi pengaturan adalah :

15

a) Pajak yang tinggi dekanakan terhadap barang-barang mewah.

Pajak penjualan atas barang mewah (PPnBm) dikenakan pada transaksi jual beli barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif pajak semakin tinggi sehingga barang tersebut semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk mengkonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah)

b) Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan: dimaksudkan

agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberi kontribusi (membayar pajak) yang tinggi, sehingga terjadi pemerataan pendapatan.

c) Tarif pajak export sebesar 0% : dimaksudkan agar pera

pengusaha terdorong mengekspor hasil produksinya dipasar dunia sehingga dapatmemperbesar devisa Negara.

d) Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil

industry tertentu seperti industry semen, industry rokok, industry baja, dan lain-lain: dimaksudkan agar terdapat penekanan produksi terhadap industry tersebut karena dapat

mengganggu lingkungan atau polusi (membahayakan

16

e) Pembebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi:

dimaksudkan untuk mendorong perkembangan koperasi di Indonesia.

f) Pemberlakuan tax holiday : dimaksudkan untuk menarik

investor asing agar menanamkan modalnya di Indonesia.

c. Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:7) terdapat tiga sistem pemungutan

pajak, yaitu Official Assessment System, Self Assessment System, dan

With Holding Assessment System.

1) Official assesstment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Jadi, yang menentukan besarnya pajak yang terutang adalah pemerintah dimana wajib pajak bersifat pasif, sehingga wajib pajak tidak turut serta dalam menentukan besarnya pajak yang terutang.

2) Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang. Dalam hal ini, wajib pajak bersifat aktif karena wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada wajib pajak itu sendiri. Jadi, wajib pajak mempunyai hak untuk ikut serta dalam menentukan besarnya pajak yang terutang. Namun, pada sistem ini

17

sangat mungkin terjadinya manipulasi dalam jumlah pajak yang akan dilaporkan.

3) With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. jadi, baik pemerintah ataupun wajib pajak tidak mempunyai hak untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Contohnya, seorang karyawan yang bekerja pada PT. X, maka yang mempunyai wewenang untuk memotong besarnya pajak yang terutang oleh karyawan tersebut adalah PT. X. Jadi, dari beberapa sistem pemungutan pajak seperti yang diuraikan di atas maka yang diterapkan di Indonesia saat ini adalah sistem Self Assessment, dimana tujuannya adalah agar masyarakat semakin patuh dalam membayar pajak karena adanya transparansi dalam menghitung, menentukan, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang

d. Teori yang mendukung pemungutan pajak

Berdasarkan teori yang mendukung hak Negara untuk memungut pajak dari rakyatnya antara lain (Siti Resmi 2014:5) :

1) Teori Asuransi

Teori ini menyatakan bahwa Negara bertugas untuk

melindungi orang dan segala kepentingannya, meliputi

18

hal perjanjian asuransi (pertanggungan), untuk melindungi orang dan kepentingan tersebut diperlukan pembayaran premi, dalam hubungan Negara dan rakyatnya, pajak dianggap sebagai premi yang sewaktu-waktu yang harus dibayar oleh masing-masing individu. Meskipun teori ini hanya memberi dasar hukum pemungut pajak, beberapa pakar menentangnya. Mereka berpendapat bahwa perbandingan antara pajak dan perusahaan asuransi tidaklah tepat karena :

a) Dalam hal timbul kerugian tidak ada penggantian secara

langsung dari negara dan

b) Antara pembayaran jumlah pajak dengan jasa yang diberikan

oleh negara tidaklah terdapat hubungan langsung.

2) Teori Kepentingan

Teori ini awalnya hanya memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut dari seluruh penduduk. Pembagian beban ini harus didasarkan atas kepentingan masing-masing orang dalam tugas-tugas pemerintahan, termasuk perlindungan atas jiwa orang-orang itu beserta harta bendanya. Oleh karena itu, sudah sewajarnya biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Negara dibebankan kepada mereka.

19

3) Teori Gaya Pikul

Teori ini menyatakan bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada jasa-jasa yang diberikan oleh Negara kepada warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya. Untuk kepentingan tersebut, diperlukan biaya-biaya yang harus dipikul oleh segenap orang yang menikmati perlindungan itu yaitu dalam bentuk pajak. Teori ini menekankan pada asas keadilan, bahwa pajak haruslah sama beratnya untuk setiap orang. Pajak harus dibayar menurut gaya pikul seseorang. Gaya pikul seseorang dapat di ukur berdasarkan besarnya penghasilan, untuk wajib pajak orang pribadi. Gaya pikul pengeluaran dan pembelanjaan dinyatakan dengan sejumlah penghasilan tertentu yang tidak dikenakan pajak. Sebagai contoh, Tuan Akbar (tidak kawin) dan Tuan Hakim (kawin, anak 2-K/2) mempunyai penghasilan yang sama, beban pajak Tuan Akbar lebih besar dari pada Tuan Hakim karena gaya pikul (pengeluaran/pembelanjaan) Tuan Akbar lebih kecil dari pada Tuan Hakim.

4) Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Teori Bakti)

Berlawanan dengan ketiga teori sebelumnya yang tidak mengutamakan kepentingan Negara diatas kepentingan warganya, teori ini mendasarkan pada paham organische staatsleer. Paham ini mengajarkan bahwa karena sifat suatu Negara, timbullah hak mutlak untukmemungut pajak. Orang-orang tidaklah berdiri

20

sendiri, dengantidak adanya persekutuan tidak aka nada individu. Oleh karena itu persekutuan (yang menjelma menjadi Negara) berhak atas satu dan lainnya. Akhirnya, setiap orang menyadari bahwa menjadi suatu kewajiban mutlak untuk membuktikan tanda baktinya terhadap negaradalam bentuk pembayaran pajak.

5) Teori Asas Gaya Beli

Teori ini tidak mempersoalkan asal muasal Negara memungut pajak, melaikan hanya melihat pada efeknya dan memandang ebek yang baik itu sebagai dasar keadilannya. Menurut teori ini, fungsi pemungutan pajak disamakan dengan pompa yaitu mengambil gaya hidup dari rumah tangga dalam dalam masyarakat untuk rumah tangga Negara dan kemudian menyalurkannya kembali kemasyarakat dengan maksud untuk memelihara hidup masyarakat dan untuk membawanya ke arah tertentu. Teori ini mengajarkan bahwa penyelenggara kepentingan masyarakat inilah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak.

6) Pembagian Pajak

Menurut Siti Resmi (2014:12), ada dua yang mengatur timbulnya utang pajak (saat pengakuan adanya utang pajak) yaitu ajaran materil dan formil.

21

a) Pajak Materil

Ajaran materil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena diberlakukannya undang-undang perpajakan. Dalam ajaran ini, seseorang akan secara aktif menentukan apakah dirinya dikenakan pajak atau tidak, sesuai dengan peraturan perpajakan

yang berlaku. Ajaran ini konsisten dengan penerapan self

assessment system.

b) Pajak Formil

Ajaran formil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena tidak dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus (pemerintah). Untuk menentukan apakah seorang dikenakan pajak atau tidak, berapa jumlah pajak yang harus dibayar, dan kapan jangka waktu pembayaran akan diketahui dalam surat ketetapan pajak tersebut. Ajaran ini konsisten dengan

penerapan official assessment system

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

a. Pengertian PPN

Pajak Pertambahan Nilai menurut Undang-Undang No.18 Tahun 2000 yang disempurnakan lagi dalam Undang-Undang No.42 Tahun 2009 adalah Pajak atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di dalam Daerah Pabean. Daerah pabean itu sendiri merupakan wilayah teritorial Indonesia.

22

Dengan demikian, pajak pertambahan nilai bukan hanya dikenakan atas barang saja, melainkan juga atas jasa yang sesuai dengan syarat-syarat yang terdapat dalam Undang-Undang perpajakan. Dasar hukum adalah peraturan perundangan ang mengatur pajak penghasilan di Indonesia adalah UU Nomor 7 Tahun 1983 yang telah disempurnakan dengan UU nomor 7 Tahun 1991, UU nomor 10 tahun 1994, UU nomor 17 tahun 2000, UU nomor 36 tahun 2008, peraturan pemerintah, keputusan presiden, keputusan menteri keuangan, keputusan direktur jendral pajak maupun surat edaran direktur jendral pajak.

b. Sifat Pemungutan PPN

Sifat pemungutan PPN menurut Untung Sukardji (2002), yaitu

sebagai pajak tidak langsung, pajak objektif, multi stage levy, non

kumulatif, indirect substraction method, tarif tunggal, pajak atas

konsumsi dalam negeri, PPN tipe konsumsi, dan netralitas PPN.

1) PPN adalah Pajak Tidak Langsung

Sifat pemungutan ini menggambarkan pengertian PPN ditinjau dari sudut ilmu hukum yaitu suatu jenis pajak yang menempatkan kedudukan pemikul beban pajak dengan kedudukan penanggung jawab pembayaran pajak ke kas negara pada pihak-pihak yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi pembeli atau

penerima jasa dari tindakan sewenang-wenang negara

23

BKP (Barang Kena Pajak) dimana perusahaan yang melaporkan PPN tersebut kepada negara.

2) PPN adalah Pajak Objektif

Timbulnya kewajiban pajak di bidang PPN sangat ditentukan oleh adanya objek pajak, yaitu seperti keadaan, peristiwa, perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak. Jadi, PPN tidak membedakan tingkat kemampuan konsumen dalam pengenaan pajaknya.

3) PPN bersifat multi stage levy

“Multy stage levy” mengandung pengertian bahwa PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi BKP (Barang Kena Pajak) atau JKP. PPN dikenakan pada setiap proses distribusi BKP atau JKP (Jasa Kena Pajak) karena didasarkan pada digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan

dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan

memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen.

4) PPN bersifat non-kumulatif

PPN yang bersifat “multi stage levy” namun bersifat non kumulatif

yaitu tidak menimbulkan pengenaan pajak berganda. Berbeda ketika dahulu PPN disebut sebagai pajak penjualan yang menimbulkan pajak berganda.

5) Penghitungan PPN terutang untuk di bayar ke kas negara

24

Indirect Substraction Method adalah metode penghitungan PPN yang akan disetor ke kas negara dengan cara mengurangkan pajak atas perolehan dengan pajak atas penyerahan barang atau jasa. Jadi, yang disetor ke kas negara hanya selisihnya saja.

6) PPN Indonesia menggunakan tarif tunggal (single rate)

PPN Indonesia menganut tarif tunggal yang dalam hukum positif yaitu Undang-Undang PPN Tahun 1984 ditetapkan sebesar 10%. Dengan Peraturan Pemerintah tarif ini dapat dinaikkan paling tinggi menjadi 15% atau diturunkan paling rendah 5%.

7) PPN adalah pajak atas konsumsi dalam negeri

Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam daerah pabean Republik Indonesia. Jadi, PPN tidak berlaku jika barang atau jasa dikonsumsi diluar wilayah Indonesia.

8) PPN yang diterapkan di Indonesia adalah PPN tipe konsumsi

(consumption type VAT)

Di lihat dari sisi perlakuan terhadap barang modal, PPN Indonesia

termasuk tipe konsumsi (consumption type VAT) artinya seluruh

biaya yang dikeluarkan untuk perolehan barang modal dapat dikurangi dari dasar pengenaan pajak.

25

9) Netralitas PPN

Dengan legal karakter PPN tersebut di atas, PPN mampu merealisasi dirinya netral dalam dunia perdagangan baik domestik

maupun internasional. PPN tidak menghendaki dirinya

mempengaruhi kompetisi dalam dunia bisnis. Salah satu legal karakter PPN adalah pajak atas konsumsi. Karena yang dapat di konsumsi bukan hanya barang tetapi juga jasa, maka PPN memberikan perlakuan yang sama terhadap konsumsi barang dan konsumsi jasa, yaitu kedua-duanya dikenakan PPN

c. Prinsip Pemungutan PPN

Menurut Mulyo Agung (2009) terdapat dua prinsip

pemungutan PPN, yaitu Prinsip Tempat Tujuan (Destination) dan

Prinsip Tempat Asal (Origin Principle) dan akan dijelaskan sebagai

berikut:

1) Prinsip Tempat Tujuan (Destination)

Pada prinsip ini, PPN di pungut di tempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi. Maksudnya, pada saat barang atau jasa sampai di tempat tujuan untuk konsumsi, maka barang atau jasa tersebut dikenakan PPN.

2) Prinsip Tempat Asal (Origin Principle)

Pada prinsip tempat asal ini diartikan PPN di pungut di tempat asal barang atau jasa yang akan dikonsumsi. Jadi, PPN

26

dipungut bukan pada tempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi, melaink tempat barang atau jasa tersebut berasal.

d. Mekanisme pengenaan PPN

Menurut Mardiasmo (2011:307), undang-undang pajak pertambahan nilai 1984 menganut metode kredit pajak (credit method) serta metode faktur pajak ( invoice method). Dalam metode ini pajak pertambahan nilai (PPN) dikenakan atas penyerahan barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP) oleh pengusaha kena pajak (PKP). PPN dipungut secara bertingkat pada setiap jalur produksi dan distribusi. Unsur pengenaan pajak berganda atau pengenaan pajak atas pajak dapat dihindari dengan diterapkannya mekanisme pengkreditan pajak masukan (metode kredit pajak). Untuk melakukan pengkredirtan pajak masukan , sarana yang digunakan adalah faktur pajak (metode faktur pajak).

Mekanisme pengenaan PPN dapat digambarkan sebagai berikut :

1) Pada saat membeli/memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN

oleh PKP penjualan. Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP penjualan tersebut merupaka pembayaran pajak dimuka dan disebut dengan pajak masukan. Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa faktur pajak.

2) Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib

27

keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP penjual wajib membuat faktur pajak.

3) Apabila dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang lamanya sama

dengansatu bulan takwim) jumlah pajak keluaran lebih besar dari pada jumlah pajak masukan,selisihnya harus disetorkan ke kas Negara.

4) Apabila dalam suatu masa pajak jurnal pajak keluaran lebih kecil

dari pada jumlah pajak masukan, selisih dapat direstitusi (diminta kembali) atau dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.

5) Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan

menggunakan surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai (SPT masa PPN) (Mardiasmo 2011:308)

e. Subyek PPN

Subyek PPN menurut Mardiasmo (2011:300) berdasarkan Undang Undang PPN No.18 Tahun 2000, yaitu:

1) Pengusaha yang menurut Undang-Undang harus dikukuhkan

menjadi PKP (Pengusaha Kena Pajak), yang meliputi:

a) Pabrikan / Produsen

b)Importir dan Investor

c) Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan

pabrikan atau Importer

d)Agen utama dan penyalur utama dari pabrikan dan importer

28

2) Pengusaha yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha

Kena Pajak (PKP), dapat berbentuk:

a) Eksportir

b) Pedagang yang menjual BKP kepada PKP yang biasanya

merupakan jalur produksi.

f. Obyek PPN

Menurut (Mardiasmo 2011:303) PPN dikenakan atas:

1) Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh

Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah:

a) Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP;

b) Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak

berwujud;

c) Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;

d) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau

e) pekerjaannya;

2) Impor BKP;

3) Penyerahan JKP yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh

Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah:

a) Jasa yang diserahkan merupakan JKP;

b) Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;

c) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau

29

4) Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di

dalam Daerah Pabean;

5) Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah

Pabean;

6) Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak;

7) Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan

usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain;

8) Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut

tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

g. Tarif PPN

1) Tarif pajak pertambahan nilai

Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10% (sepuluh persen). Sedangkan tarif PPN sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas :

a) Ekspor BKP berwujud

b) Ekspor BKP tidak berwujud, dan

c) Ekspor JKP

Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan dari pengenaan pajak pertambahan nilai. Dengan demikian, pajak masukan yang telah dibayar untuk perolehan BKP/JKP yang

30

berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan. Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, pemerintah diberi wewenang mengubah tarif pajak pertambahan nilai menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal. Perubahan tarif sebagai mana dimaksud pada ayat ini dikemukakan oleh pemerintah kepada dewan perwakilan rakyat dalam rangka pembahasan dan penyusunan rancangan anggaran pendapatan dan belanja Negara

2) Tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPn BM)

Tarif pajak penjualan atas barang mewah dapat ditetapkan dalam beberapa kelompok tarif , yaitu tarif paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen). Ketentuan mengenai tarif kelompok barang kena pajak ang tergolong mewah yang dikenai pajak atas penjualan barang mewah dengan peraturan pemerintah. Sedangkan ketentuan mengenai jenis barang yang dikenai penjualan atas barang newah diatur dengan atau didasarkan peraturan menteri keuangan. Atas ekspor barang kena pajak yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0% (nol persen). PPn BM yang telah dibayar atas perolehan BKP yang tergolong mewah yang diekspor dapat diminta kembali (restitusi). (Mardiasmo 2011:307)

31

3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

a. Definisi Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Menurut Undang-Undang PPN No.18 Tahun 2000 yang disempurnakan lagi dalam Undang-Undang PPN No. 42 Tahun 2009, pengertian Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong sebagai barang mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut didalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, ataupun impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.

Dengan demikian, berbeda dengan PPN, PPnBM yang sudah dibayar pada waktu perolehan atau impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut, tidak dapat dikreditkan dengan PPN maupun PPnBM yang dipungut atau PPnBM ini hanya dipungut satu kali saja.

b. Karakteristik PPnBM

Yang menjadi karakteristik PPnBM adalah sebagai berikut:

1) PPnBM merupakan pungutan tambahan BKP mewah selain PPN.

2) PPnBM hanya dikenakan sekali yaitu pada saat impor atau pada

Saat penyerahan BKP mewah oleh PKP pabrikan.

3) PPnBM tidak dapat dikreditkan sehingga diperlakukan sebagai

32

4) Dalam hal BKP mewah diekspor, maka PPnBM yang dibayar pada

Saat perolehannya dapat diminta kembali (restitusi).

c. Obyek PPnBM

1) Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang

dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut didalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

2) Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.

d. Mekanisme PPnBM

Mekanisme PPnBM sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 8 dan Pasal 10 dalam Undang-Undang PPN, yang secara garis besar yaitu:

1) Atas impor dan penyerahan BKP yang tergolong Mewah oleh PKP

yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut disamping dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM.

2) PPnBM hanya dipungut satu kali, yaitu pada waktu impor atau

pada waktu meyerahkan BKP yang tergolong mewah tersebut oleh pabrikan.

3) PPnBM tidak dapat dikreditkan baik terhadap PPN maupun

terhadap PPnBM.

4) Tarif PPnBM yang berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun

Dokumen terkait