• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh penerapan PMK NO-121/PMK.011/2013 atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPNBM) terhadap daya beli konsumen pada barang elektronika: studi empiris konsumen barang elektronika di Wilayah DKI Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh penerapan PMK NO-121/PMK.011/2013 atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPNBM) terhadap daya beli konsumen pada barang elektronika: studi empiris konsumen barang elektronika di Wilayah DKI Jakarta"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENERAPAN PMK NO-121/PMK.011/2013 ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN PAJAK PENJUALAN BARANG

MEWAH (PPNBM) TERHADAP DAYA BELI KONSUMEN PADA BARANG ELEKTRONIKA

(Studi Empiris konsumen Barang Elektronika di Wilayah DKI Jakarta)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Disusun Oleh :

Fandy Prasetiyo Wibowo NIM: 208082000051

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A.Data Pribadi

1. Nama : Fandy Prasetiyo Wibowo

2. Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 19 Juli 1990

3. Alamat : Jln. Musholla Nurul Hudha 1 Rt: 005/01 No:

90A (Pondok Aren)

4. Agama : Islam

5. Nama Ayah : Wachyudi

6. Nama Ibu : Siti Fatimah

7. Nomor Telepon : 0896-3560-5507

8. E-mail : Masfandyprasetiyo@gmail.com

B.Data Pendidikan Formal

1. 1996 : TK. Mardi Lestari (Jakarta Selatan)

2. 2002 : SDN Negeri 011 Bintaro

3. 2005 : SMPN Negeri 235 Jakarta Selatan

4. 2008 : SMU KARTIKA X-1

5. 2015 : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan

Akuntansi (Perpajakan), Universitas Islam

(7)
(8)
(9)
(10)

ix

kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mendukung dan

membantu penulis, secara khusus penulis haturkan terima kasih kepada:

1. Pertama kupanjatkan terima kasih kepada ALLAH SWT dan Kedua orang

tuaku tercinta bapak Nuzul kurman dan Ibu Nelliwarti, Kakak ku Nira

rahmiati SE dan adikku Diah rahmiati.

2. Bapak hepi prayudiawan,SE,MM,Ak,CA selaku Ketua jurusan Akuntasi.

3. Prof. Dr. Abdul Hamid,MS selaku Pembimbing I yang telah bersedia

meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, arahan, dan ilmu

pengetahuannya kepada peneliti selama penyusunan skripsi hingga akhirnya

skripsi ini bisa terselesaikan. Terima kasih atas segala masukan guna

penyelesaian skripsi ini serta semua motivasi dan nasihat yang telah

diberikan selama ini.

4. Ibu Ismawati Hariwibowo,SE,M.Si selaku Pembimbing II yang telah

bersedia meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, arahan, dan ilmu

pengetahuannya kepada peneliti selama penyusunan skripsi hingga akhirnya

skripsi ini bisa terselesaikan. Terima kasih atas segala masukan guna

penyelesaian skripsi ini serta semua motivasi dan nasihat yang telah

diberikan selama ini.

5. Segenap Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan bekal

ilmu pengetahuan yang sangat luas kepada penulis selama perkuliahan,

semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan menjadi amal kebaikan bagi kita

semua.

6. Seluruh Staff Tata Usaha Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu peneliti dalam

mengurus segala kebutuhan administrasi dan lain-lain.

7. untuk teman teman seperjuangan angkatan Non-Reg 2008 yaitu Aljuni

vernorth, Aziezul Rashid, Riski aryo, Wahyu saputro, Muhammad Raffi,

Yoga Swidingga, Dendy Sumawan, Muhammad Oktovian, Dan lain-lainnya

(11)
(12)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan Skripsi ... i

Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ... ii

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... iii

Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ... iv

Daftar Riwayat Hidup ... v

3. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) ... 31

4. Pengusaha Kena Pajak (PKP) ... 47

5. Dasar Pengenaan Pajak ... 48

(13)

xii

E. Operasional Variabel Penelitian ... 69

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 71

A.Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 71

1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 71

c. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 84

4. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 86

a. Hasil Koefisien Determinasi(Adjusted R2) ... 86

b. Hasil Persamaan Regresi Linier Berganda ... 87

5. Hasil Uji Hipotesis Penelitian ... 88

a. Hasil Uji Secara Simultan (Uji F) ... 88

(14)

xiii

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

A.Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

1.1 Realisasi Penerimaan Pajak (Dalam Milyaran Rupiah) ... 3

2.1 Penelitian Terdahulu ... 53

3.1 Operasional Variabel ... 70

4.1 Distribusi Sampel Penelitian ... 71

4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 72

4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Responden ... 73

4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 75

4.5 Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 76

4.6 Hasil Uji Validitas Variabel Pajak pertambahan nilai ... 77

4.7 Hasil Uji Validitas Variabel Pajak Atas Barang Mewah ... 78

4.8 Hasil Uji Validitas Variabel Daya Beli Konsumen ... 78

4.9 Hasil Uji Reliabilitas ... 79

4.10 Hasil Uji Normalitas secara Statistik ... 83

4.11 Hasil Uji Multikolinearitas ... 84

4.12 Hasil Uji Uji Determinasi (Adjusted R2) ... 86

4.13 Hasil Koefisien Persamaan Regresi Linier Berganda ... 87

4.14 Hasil Uji Statistik F (Simultan) ... 88

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 58

4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 73

4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Responden ... 74

4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Terakhir ... 75

4.4 Uji Normalitas Data Secara Grafik ... 82

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 96

2 Data Mentah Jawaban Responden ... 102

(18)
(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perkembangan ekonomi di dunia membawa konsekuensi terhadap

peningkatan aktivitas perdagangan. Adanya sifat bergantung antara satu

negara dengan negara lain dalam hal pemenuhan kebutuhan membuat

aktivitasperdagangan semakin tidak dapat dipisahkan. Perdagangan sekarang

bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan. Terbukti bahwa batas negara sudah

kabur. Jarak sudah tidak lagi menjadi halangan bagi semua orang untuk

melakukantransaksi perdagangan.

Hal itu tentu saja berlaku pula bagi Indonesia. Banyaknya pulau-pulau

yang terpisah menjadikan perdagangan sebagai salah satu aspek yang berperan

penting. Apalagi sekarang Indonesia sudah masuk dalam era perdagangan

bebas dimana bukan hanya melakukan aktivitas perdagangan antar daerah saja

melainkan juga antar negara. Dengan kata lain aspek ekonomi adalah penting

bagi kemajuan suatu negara. Kemajuan tersebut dapat dilihat dari berbagai

sektor, terutama dari penerimaan negaranya.

Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang terbesar yang

digunakan dalam meningkatkan pembangunan untuk mewujudkan

(20)

2

negara Indonesia. Seperti yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang

Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yang salah satu

maknanya yaitu bahwa Indonesia bertujuan untuk memajukan kesejahteraan

umum. Maka, atas dasar inilah pemerintah terus melakukan upaya dalam

mensejahterakan rakyat yang diantaranya adalah dengan memberlakukan

pajak.

Pajak mempunyai kontribusi cukup tinggi dalam penerimaan Negara

nonmigas. Pada beberapa tahun terakhir, penerimaan dari sektor fiskal

mencapai lebih dari 70% dari total penerimaan APBN. Berbagai kebijakan

dalam bentuk ekstensifikasi dan intensifikasi telah dibuat oleh pemerintahan

dalam rangka meningkatkan penerimaan Negara dari sektor fiscal. Kebijakan

tersebut berdampak kepada masyarakat, dunia usaha, dan pihak-pihak lain

sebagai pembayar/pemotong/pemungut pajak. Selft assessment system yang

mengharuskan wajib pajak untuk secara proaktif menghitung, menyetor dan

melaporkan pajak sendiri, menentukan pihak-pihak tersebut untuk mampu

memahami dan menerapkan setiap peraturan perpajakan. (Siti Resmi 2014:1)

Definisi tersebut kemudian disempurnakan menjadi Pajak adalah

peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada negara untuk membiayai

pengeluaran rutin dan “surplus”-nya digunakan untuk public saving yang

(21)

3 Tabel 1.1

Realisasi Penerimaan Negara (Millyar Rupiah), 2011-2014

*Sumber: BPS (Badan Pusat Statistik) 2014

Apabila dilihat dari sejarahnya, pajak pertambahan nilai merupakan

pengganti dari pajak penjualan. Alasan penggantian ini karena pajak penjualan

dirasa sudah tidak lagi memadai untuk menampung kegiatan masyarakat dan

belum mencapai sasaran kebutuhan pembangunan, antara lain untuk

meningkatkan penerimaan Negara, mendorong ekspor, dan pemerataan

pembebanan pajak.

Sumber Penerimaan 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Penerimaan Dalam Negeri 706108 979305 847096 992249 1205346 1332323 1497521 1661148

Penerimaan Perpajakan 490988 658701 619922 723307 873874 980518 1148365 1310219

Pajak dalam negeri 470052 622359 601252 694392 819752 930862 1099944 1256304

Pajak Penghasilan 238431 327498 317615 357045 431122 465070 538760 591621

Pajak Pertambahan Nilai 154527 209647 193067 230605 277800 337584 423708 518879

Pajak Bumi dan Bangunan 23724 25354 24270 28581 29893 28969 27344 25541

Bea perolehan 5953 5573 6465 8026 -1 0 0 0

Hak Atas tanah dan Bangunan

Cukai 44679 51252 56719 66166 77010 95028 104730 114284

Pakal Lainnya 2738 3035 3116 3969 3928 4211 5402 5980

Pajak Perdagangan Internasional 20936 36342 18670 28915 54122 49656 48421 53915 Bea Masuk 16699 22764 18105 20017 25266 28418 30812 33937 Pajak Ekspor 4237 13578 565 8898 20856 21238 17609 19978 Penerimaan Bukan Pajak 215120 320604 227174 268942 331472 351805 349156 350930 Penerimaan Sumber Daya Alam 132893 224463 138959 168825 213823 225844 203730 198088 Bagian Laba BUMN 23223 29088 26050 30097 28184 30798 36456 37000 Penerimaan Bukan Pajak Lainnya 56873 63319 53796 59429 69361 73459 85471 91083 Pendapatan Badan Layanan Umum 2131 3734 8369 10591 20104 21704 23499 24759

Hibah 1698 2304 1667 3023 5254 5787 4484 1360

(22)

4

Sesuai dengan legal karakternya sebagai pajak objektif maka PPN

tidak membedakan tingkat kemampuan konsumennya. Konsumen yang

memiliki kemampuan tinggi dengan konsumen yang memiliki kemampuan

rendah diperlakukan sama. Dengan demikian PPN mengandung unsur

regresif, yaitu semakin tinggi kemampuan konsumen semakin ringan beban

pajak yang dipikul, semakin rendah kemampuan konsumen semakin berat

beban pajak yang dipikul. Sehingga dalam upaya mencapai keseimbangan

pembebanan pajak dan dalam upaya mengendalikan pola konsumsi yang tidak

produktif dari masyarakat, maka atas penyerahan atau atas impor

barang-barang berwujud yang tergolong mewah, selain dikenakan Pajak Pertambahan

Nilai juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 18 Tahun 2000

yang antara lain menegaskan bahwa atas konsumsi barang kena pajak yang

tergolong mewah selain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai juga dikenakan

Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagai upaya nyata untuk mencapai

keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan

rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi. Diharapkan dengan

pengenaan pajak tambahan berupa PPnBM terhadap konsumen yang

mengkonsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah, maka dampak

regresif ini dapat ditekan. Dengan kata lain asas keadilanlah yang melatar

belakangi adanya pungutan lain selain PPN untuk konsumsi barang kena pajak

(23)

5

keadilan apabila beban pajak yang dipikulkan oleh wajib pajak sepadan

dengan kemampuannya.

Meskipun demikian pajak penjualan juga mempunyai beberapa

kelemahan, yaitu antara lain :

1) Bermacam-macam tarif (ada 9 macam tarif), sehingga menimbulkan

kesulitan pelaksanaannya

2) Tidak mendorong ekspor

3) Belum dapat mengatasi penyelundupan

Sedangkan di sisi lain pajak pertambahan nilai juga mempunyai

kelebihannya,antara lain :

1) Menggunakan tarif tunggal, sehingga memudahkan pelaksanaan

2) Netral dalam persaingan dalam negeri

3) Netral dalam perdagangan internasional

4) Netral dalam pola konsumsi

5) Dapat mendorong ekspor

Dasar hukum dalam pajak pertambahan nilai adalah undang-undang

yang mengatur pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas

barang mewah (PPn BM) adalah undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang

pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang

mewah sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan

undang-undang nomor 42 tahun 2009. Undang-undang-undang ini disebut undang-undang-undang-undang

(24)

6

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tidak dapat dikenakan

tersendiri tanpa adanya Pajak Pertambahan Nilai dan dipungut satu kali pada

sumbernya yaitu pada tingkat pabrikan, atau pada waktu barang impor.

Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dilaksanakan berdasarkan sistem faktur

sehingga atas penyerahan barang dan atau penyerahan jasa wajib dibuat Faktur

Pajak sebagai bukti transaksi penyerahan barang dan atau penyerahan jasa

yang terutang pajak.

Hal sekarang yang menjadi masalah adalah pengertian dari barang

mewah itu sendiri. Hal itu bisa dikatakan demikian, karena telah terjadi

pergesaran dan perubahan dalam masyarakat. Sebagai contoh, sepuluh tahun

yang lalu, ponsel atau telepon genggam dan barang elektronika lainnya,

merupakan barang mewah. Dahulu, ponsel sangat terbatas bagi orang yang

memilikinya bisa dikatakan bagi orang-orang yang berpenghasilan diatas

rata-rata yang mampu memiliki sebuah ponsel atau telepon genggam , selain

harganya yang mahal tetapi juga belum banyak ditemui penjual-penjual

ponsel. Hal itu berbanding terbalik bila kita melihat keadaan sekarang,

banyaknya orang dari segala lapisan masyarakat yang sudah menggunakan

ponsel, bukan hanya sekedar gaya hidup melainkan juga sudah menjadi suatu

kebutuhan. Perpajakan yang didalamnya terdapat unsur PPN dan PPnBM

merupakan juga bagian dari kebijakan fiskal pemerintah. Konsumsi barang

kena pajak yang tergolong mewah secara berlebihan pada umumnya dilakukan

kelompok masyarakat yang berpenghasilan tinggi merupakan kegiatan yang

(25)

7

dikurangi. Salah satu sarana yang dapat ditempuh adalah diberikannya beban

pajak tambahan terhadap kegiatan mengkonsumsi barang kena pajak yang

tergolong mewah. Motif diatas itulah maka dengan kata lain, pemerintah

dengan kebijakan fiskalnya yang termaterialkan dalam PPnBM, berusaha

untuk mempengaruhi perilaku konsumen khususnya pola konsumsi barang

kena pajak yang tergolong mewah.

Hal tersebut PPN berbeda dengan PPnBM. Bahkan bisa dikatakan

bahwa PPnBM merupakan pajak yang kurang populer di masyarakat umum.

Hal itu bisa disebabkan karena karakter dari PPnBM itu sendiri yaitu;

merupakan pungutan tambahan disamping PPN dan hanya dipungut satu kali

yaitu pada saat impor dan penyerahan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)

pabrikan. Yang selanjutnya tidak ada mekanisme pajak keluaran dan pajak

masukan. PPnBM oleh distributor akan dimasukkan ke harga pokok barang

kena pajak yang tergolong mewah tersebut. Maka tidak heran ada beberapa

konsumen yang mengkonsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah

tersebut tidak mengetahui tentang PPnBM. Karena dari pihak Direktorat

Jendral Pajak hanya mensosialisasikan PPnBM ke importir dan PKP pabrikan.

Suatu kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah adalah

barang elektronika. Barang elektronika yang dikenakan PPnBM antara lain

TV di atas 21, air conditioner (AC), radio cassette, mesin cuci, alat perekam

atau reproduksi gambar, alat fotografi dan lain – lain. Bahkan bisa dikatakan

sebagian besar kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah selain

(26)

8

elektronika merupakan barang yang paling cepat mengalami reposisi, yaitu

dari barang mewah ke barang yang banyak dikonsumsi hampir semua lapisan

masyarakat.

Peraturan mentri keuangan No-121/PMK.011/2013 tentang jenis

barang yang tergolong barang mewah selain kendaraan bermotor. Keentuan

ini mengeluarkan beberepa jenis barang yang semula dikatagorikan mewah

menjadi tidak mewah sehingga tidak lagi dikenakan penjualan atas barang

mewah (PpnBm) . barang-barang tersebut diantaranya, peralatan rumah tanga

dengan batasan harga dibawah Rp 5 atau Rp 10 juta. Pesawat penerima siaran

televisi dengan batasan harga dan ukuran dibawah Rp 10 juta dan 40 inch.

Lemari pendingin dengan batas harga dibawah Rp 10 juta. Mesin pengukur

suhu udara dengan batas harga dibawah Rp 8 juta. Pemanas air dan mesin cuci

dengan batas harga dibawah Rp 5 juta. Proyektor dan produk saniter dengan

batas harga dibawah Rp 10 juta. Dengan kebijakan tersebut diharapkan harga

barang-barang dimaksud lebih terjangkau dengan kalangan yang lebih luas

dan dapat menggaiahkan pasar .disamping itu dengan tidak dikenakannya

Ppn.BM atas barang-barang tersebut diharapkan kinerja produk domestic

dapat meningkat dalam rangka bersaing dengan produk impor illegal.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka dapat terlihat bahwa barang

elektronika mempunyai pengenaan pajak yang berbeda. Untuk barang

elektronika yang tergolong mewah tetap dikenakan PPnBM, sedangkan untuk

barang elekronika yang bukan termasuk atau tidak lagi menjadi barang mewah

(27)

9

sekunder, akan tetapi keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Dengan adanya pengenaan pajak terhadap barang elektronika, masyarakat

sebagai konsumen harus lebih teliti dalam mengelola keuangan antara

pendapatan dan pengeluaran yang berpengaruh terhadap daya beli atas barang

elektronika sebagai barang kena pajak.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, peneliti merasa bahwa penelitian

ini penting karena daya beli adalah salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi konsumen dalam membeli suatu barang dimana dalam hal ini

barang yang dikenakan pajak. Penelitian ini juga merupakan pengembangan

dari peneliti sebelumnya Raja Abdurrahman (2014) yang mengamati pengaruh

PPN dan PPNBM terhadap daya beli konsumen kendaraan bermotor. Akan

tetapi karena dikeluarkannya surat edaran menteri keuangan

No-121/PMK.011/2013 yang berkaitannya dengan PPN dan PPNBM penulis

ingin meneliti lebih lanjut tentang penerapan PPN berdasarkan surat edaran.

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti

“Analisis Penerapan PMK No-121/PMK.011/2013 Atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPNBM)

Terhadap Daya Beli Konsumen Pada Barang Elektronika (Studi Empiris

(28)

10 B. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah pengaruh pengenaan PPN terhadap daya beli barang elektronik

berdasarkan PMK No-121/PMK.011/2013?

2. Apakah pengaruh pengenaan PPnBM terhadap daya beli barang elektronik

berdasarkan PMK No-121/PMK.011/2013?

3. Apakah pengaruh PPN dan PPnBM terhadap daya beli penjualan barang

elektronika berdasarkan PMK No-121/PMK.011/2013?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh pengenaan PPN barang elektonika terhadap daya

beli konsumen berdasarkan PMK No-121/PMK.011/2013.

2. Mengetahui pengaruh PPnBM atas barang elektronik terhadap daya beli

konsumen berdasarkan PMK No-121/PMK.011/2013.

3. Mengetahui pengaruh PPN dan PPnBM atas barang elektronik terhadap

(29)

11 D. Manfaan Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, diantaranya:

1. Peneliti

Untuk memenuhi sebagian dari persyaratan akademis dalam

menyelesaikan studi program strata satu (S1) Fakultas Ekonomi Dan

Bisnis, Jurusan Akutansi Universitas Islam Negeri Jakarta, serta

menambah wawasan tentang pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan

atas barang mewah.

2. Pembaca

Untuk memahami pengaruh antara pengenaan Pajak Pertambahan

Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap

daya beli konsumen pada barang elektronika

3. Konsumen

Dapat memberikan informasi yang riil dan pengetahuan mengenai

tarif pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.

4. Pihak Lain

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi

para pihak-pihak yang berkepentingan dan Penulis mengharapkan

penelitian ini dapat dijadikan sebagai media informasi dan referensi untuk

penelitian selanjutnya dalam mengembangkan dan mendalami kembali

(30)

12

Pada dasarnya, pajak merupakan iuran wajib dari rakyat kepada

pemerintah. Namun karena pajak selalu mengikuti perkembangan

zaman, maka banyak para ahli yang memberikan batasan mengenai

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-

undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak dapat jasa timbal

balik (Kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang

(31)

13

Definisi pajak menurut Soeparman dalam Suandy (2011:9):

“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut

oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup

biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam

mencapai kesejahteraan umum”.

Definisi pajak menurut Andriani dalam Lubis (2007):

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut

peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung

dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk

menyelenggarakan pemerintahan.”

Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

pajak adalah :

1) Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang

serta aturan pelaksanaannya.Dalam pembayaran pajak tidak dapat

ditunjukan adanya kontraprestasi indinidual oleh pemerintah

2) Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah

3) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah,

yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan

(32)

14

b. Fungsi Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:1) terdapat 2 (dua) fungsi pajak,

yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan Negara) dan fungsi

regularend (mengatur).

1) Fungsi Budgetair (Sumber dana bagi pemerintah) Pajak

mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu

sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik

rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan Negara,

pemerintah berupaya memasukan uanga sebanyak-banyaknya

untuk kas Negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara

ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajakmelalui

penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti pajak

penghasilan (PPh), Pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak

penjualan atas barang mewah (PPNBM), pajak bumi dan bangunan

(PBB) dan lain-lain.

2) Fungsi Regulerend (Pengaturan) Pajak mempunyai fungsi

pengaturan, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau

melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan

ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang

keuangan. Beberapa contoh penetapan pajak sebagai fungsi

(33)

15

a) Pajak yang tinggi dekanakan terhadap barang-barang mewah.

Pajak penjualan atas barang mewah (PPnBm) dikenakan pada

transaksi jual beli barang mewah. Semakin mewah suatu

barang maka tarif pajak semakin tinggi sehingga barang

tersebut semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini

dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk

mengkonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup

mewah)

b) Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan: dimaksudkan

agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberi

kontribusi (membayar pajak) yang tinggi, sehingga terjadi

pemerataan pendapatan.

c) Tarif pajak export sebesar 0% : dimaksudkan agar pera

pengusaha terdorong mengekspor hasil produksinya dipasar

dunia sehingga dapatmemperbesar devisa Negara.

d) Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil

industry tertentu seperti industry semen, industry rokok,

industry baja, dan lain-lain: dimaksudkan agar terdapat

penekanan produksi terhadap industry tersebut karena dapat

mengganggu lingkungan atau polusi (membahayakan

(34)

16

e) Pembebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi:

dimaksudkan untuk mendorong perkembangan koperasi di

Indonesia.

f) Pemberlakuan tax holiday : dimaksudkan untuk menarik

investor asing agar menanamkan modalnya di Indonesia.

c. Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:7) terdapat tiga sistem pemungutan

pajak, yaitu Official Assessment System, Self Assessment System, dan

With Holding Assessment System.

1) Official assesstment system adalah suatu sistem pemungutan pajak

yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk

menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Jadi,

yang menentukan besarnya pajak yang terutang adalah pemerintah

dimana wajib pajak bersifat pasif, sehingga wajib pajak tidak turut

serta dalam menentukan besarnya pajak yang terutang.

2) Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak

yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung,

menyetor, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Dalam hal ini, wajib pajak bersifat aktif karena wewenang untuk

menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada wajib pajak itu

sendiri. Jadi, wajib pajak mempunyai hak untuk ikut serta dalam

(35)

17

sangat mungkin terjadinya manipulasi dalam jumlah pajak yang

akan dilaporkan.

3) With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan

wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak

yang terutang oleh wajib pajak. jadi, baik pemerintah ataupun

wajib pajak tidak mempunyai hak untuk menentukan besarnya

pajak yang terutang. Contohnya, seorang karyawan yang bekerja

pada PT. X, maka yang mempunyai wewenang untuk memotong

besarnya pajak yang terutang oleh karyawan tersebut adalah PT. X.

Jadi, dari beberapa sistem pemungutan pajak seperti yang diuraikan

di atas maka yang diterapkan di Indonesia saat ini adalah sistem

Self Assessment, dimana tujuannya adalah agar masyarakat

semakin patuh dalam membayar pajak karena adanya transparansi

dalam menghitung, menentukan, dan melaporkan sendiri besarnya

pajak yang terutang

d. Teori yang mendukung pemungutan pajak

Berdasarkan teori yang mendukung hak Negara untuk

memungut pajak dari rakyatnya antara lain (Siti Resmi 2014:5) :

1) Teori Asuransi

Teori ini menyatakan bahwa Negara bertugas untuk

melindungi orang dan segala kepentingannya, meliputi

(36)

18

hal perjanjian asuransi (pertanggungan), untuk melindungi orang

dan kepentingan tersebut diperlukan pembayaran premi, dalam

hubungan Negara dan rakyatnya, pajak dianggap sebagai premi

yang sewaktu-waktu yang harus dibayar oleh masing-masing

individu. Meskipun teori ini hanya memberi dasar hukum

pemungut pajak, beberapa pakar menentangnya. Mereka

berpendapat bahwa perbandingan antara pajak dan perusahaan

asuransi tidaklah tepat karena :

a) Dalam hal timbul kerugian tidak ada penggantian secara

langsung dari negara dan

b) Antara pembayaran jumlah pajak dengan jasa yang diberikan

oleh negara tidaklah terdapat hubungan langsung.

2) Teori Kepentingan

Teori ini awalnya hanya memperhatikan pembagian beban

pajak yang harus dipungut dari seluruh penduduk. Pembagian

beban ini harus didasarkan atas kepentingan masing-masing orang

dalam tugas-tugas pemerintahan, termasuk perlindungan atas jiwa

orang-orang itu beserta harta bendanya. Oleh karena itu, sudah

sewajarnya biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Negara dibebankan

(37)

19

3) Teori Gaya Pikul

Teori ini menyatakan bahwa dasar keadilan pemungutan

pajak terletak pada jasa-jasa yang diberikan oleh Negara kepada

warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya. Untuk

kepentingan tersebut, diperlukan biaya-biaya yang harus dipikul

oleh segenap orang yang menikmati perlindungan itu yaitu dalam

bentuk pajak. Teori ini menekankan pada asas keadilan, bahwa

pajak haruslah sama beratnya untuk setiap orang. Pajak harus

dibayar menurut gaya pikul seseorang. Gaya pikul seseorang dapat

di ukur berdasarkan besarnya penghasilan, untuk wajib pajak orang

pribadi. Gaya pikul pengeluaran dan pembelanjaan dinyatakan

dengan sejumlah penghasilan tertentu yang tidak dikenakan pajak.

Sebagai contoh, Tuan Akbar (tidak kawin) dan Tuan Hakim

(kawin, anak 2-K/2) mempunyai penghasilan yang sama, beban

pajak Tuan Akbar lebih besar dari pada Tuan Hakim karena gaya

pikul (pengeluaran/pembelanjaan) Tuan Akbar lebih kecil dari

pada Tuan Hakim.

4) Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Teori Bakti)

Berlawanan dengan ketiga teori sebelumnya yang tidak

mengutamakan kepentingan Negara diatas kepentingan warganya,

teori ini mendasarkan pada paham organische staatsleer. Paham ini

mengajarkan bahwa karena sifat suatu Negara, timbullah hak

(38)

20

sendiri, dengantidak adanya persekutuan tidak aka nada individu.

Oleh karena itu persekutuan (yang menjelma menjadi Negara)

berhak atas satu dan lainnya. Akhirnya, setiap orang menyadari

bahwa menjadi suatu kewajiban mutlak untuk membuktikan tanda

baktinya terhadap negaradalam bentuk pembayaran pajak.

5) Teori Asas Gaya Beli

Teori ini tidak mempersoalkan asal muasal Negara

memungut pajak, melaikan hanya melihat pada efeknya dan

memandang ebek yang baik itu sebagai dasar keadilannya.

Menurut teori ini, fungsi pemungutan pajak disamakan dengan

pompa yaitu mengambil gaya hidup dari rumah tangga dalam

dalam masyarakat untuk rumah tangga Negara dan kemudian

menyalurkannya kembali kemasyarakat dengan maksud untuk

memelihara hidup masyarakat dan untuk membawanya ke arah

tertentu. Teori ini mengajarkan bahwa penyelenggara kepentingan

masyarakat inilah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan

pemungutan pajak.

6) Pembagian Pajak

Menurut Siti Resmi (2014:12), ada dua yang mengatur

timbulnya utang pajak (saat pengakuan adanya utang pajak) yaitu

(39)

21

a) Pajak Materil

Ajaran materil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena

diberlakukannya undang-undang perpajakan. Dalam ajaran ini,

seseorang akan secara aktif menentukan apakah dirinya

dikenakan pajak atau tidak, sesuai dengan peraturan perpajakan

yang berlaku. Ajaran ini konsisten dengan penerapan self

assessment system.

b) Pajak Formil

Ajaran formil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena

tidak dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus

(pemerintah). Untuk menentukan apakah seorang dikenakan

pajak atau tidak, berapa jumlah pajak yang harus dibayar, dan

kapan jangka waktu pembayaran akan diketahui dalam surat

ketetapan pajak tersebut. Ajaran ini konsisten dengan

penerapan official assessment system

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

a. Pengertian PPN

Pajak Pertambahan Nilai menurut Undang-Undang No.18

Tahun 2000 yang disempurnakan lagi dalam Undang-Undang No.42

Tahun 2009 adalah Pajak atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan

atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di dalam Daerah Pabean.

(40)

22

Dengan demikian, pajak pertambahan nilai bukan hanya

dikenakan atas barang saja, melainkan juga atas jasa yang sesuai

dengan syarat-syarat yang terdapat dalam Undang-Undang perpajakan.

Dasar hukum adalah peraturan perundangan ang mengatur pajak

penghasilan di Indonesia adalah UU Nomor 7 Tahun 1983 yang telah

disempurnakan dengan UU nomor 7 Tahun 1991, UU nomor 10 tahun

1994, UU nomor 17 tahun 2000, UU nomor 36 tahun 2008, peraturan

pemerintah, keputusan presiden, keputusan menteri keuangan,

keputusan direktur jendral pajak maupun surat edaran direktur jendral

pajak.

b. Sifat Pemungutan PPN

Sifat pemungutan PPN menurut Untung Sukardji (2002), yaitu

sebagai pajak tidak langsung, pajak objektif, multi stage levy, non

kumulatif, indirect substraction method, tarif tunggal, pajak atas

konsumsi dalam negeri, PPN tipe konsumsi, dan netralitas PPN.

1) PPN adalah Pajak Tidak Langsung

Sifat pemungutan ini menggambarkan pengertian PPN ditinjau dari

sudut ilmu hukum yaitu suatu jenis pajak yang menempatkan

kedudukan pemikul beban pajak dengan kedudukan penanggung

jawab pembayaran pajak ke kas negara pada pihak-pihak yang

berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi pembeli atau

penerima jasa dari tindakan sewenang-wenang negara

(41)

23

BKP (Barang Kena Pajak) dimana perusahaan yang melaporkan

PPN tersebut kepada negara.

2) PPN adalah Pajak Objektif

Timbulnya kewajiban pajak di bidang PPN sangat ditentukan oleh

adanya objek pajak, yaitu seperti keadaan, peristiwa, perbuatan

hukum yang dapat dikenakan pajak. Jadi, PPN tidak membedakan

tingkat kemampuan konsumen dalam pengenaan pajaknya.

3) PPN bersifat multi stage levy

“Multy stage levy” mengandung pengertian bahwa PPN dikenakan

pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi BKP

(Barang Kena Pajak) atau JKP. PPN dikenakan pada setiap proses

distribusi BKP atau JKP (Jasa Kena Pajak) karena didasarkan pada

digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan

dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan

memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada

para konsumen.

4) PPN bersifat non-kumulatif

PPN yang bersifat “multi stage levy” namun bersifat non kumulatif

yaitu tidak menimbulkan pengenaan pajak berganda. Berbeda

ketika dahulu PPN disebut sebagai pajak penjualan yang

menimbulkan pajak berganda.

5) Penghitungan PPN terutang untuk di bayar ke kas negara

(42)

24

Indirect Substraction Method adalah metode penghitungan PPN

yang akan disetor ke kas negara dengan cara mengurangkan pajak

atas perolehan dengan pajak atas penyerahan barang atau jasa. Jadi,

yang disetor ke kas negara hanya selisihnya saja.

6) PPN Indonesia menggunakan tarif tunggal (single rate)

PPN Indonesia menganut tarif tunggal yang dalam hukum positif

yaitu Undang-Undang PPN Tahun 1984 ditetapkan sebesar 10%.

Dengan Peraturan Pemerintah tarif ini dapat dinaikkan paling

tinggi menjadi 15% atau diturunkan paling rendah 5%.

7) PPN adalah pajak atas konsumsi dalam negeri

Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya

dikenakan atas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam daerah

pabean Republik Indonesia. Jadi, PPN tidak berlaku jika barang

atau jasa dikonsumsi diluar wilayah Indonesia.

8) PPN yang diterapkan di Indonesia adalah PPN tipe konsumsi

(consumption type VAT)

Di lihat dari sisi perlakuan terhadap barang modal, PPN Indonesia

termasuk tipe konsumsi (consumption type VAT) artinya seluruh

biaya yang dikeluarkan untuk perolehan barang modal dapat

(43)

25

9) Netralitas PPN

Dengan legal karakter PPN tersebut di atas, PPN mampu

merealisasi dirinya netral dalam dunia perdagangan baik domestik

maupun internasional. PPN tidak menghendaki dirinya

mempengaruhi kompetisi dalam dunia bisnis. Salah satu legal

karakter PPN adalah pajak atas konsumsi. Karena yang dapat di

konsumsi bukan hanya barang tetapi juga jasa, maka PPN

memberikan perlakuan yang sama terhadap konsumsi barang dan

konsumsi jasa, yaitu kedua-duanya dikenakan PPN

c. Prinsip Pemungutan PPN

Menurut Mulyo Agung (2009) terdapat dua prinsip

pemungutan PPN, yaitu Prinsip Tempat Tujuan (Destination) dan

Prinsip Tempat Asal (Origin Principle) dan akan dijelaskan sebagai

berikut:

1) Prinsip Tempat Tujuan (Destination)

Pada prinsip ini, PPN di pungut di tempat barang atau jasa

tersebut dikonsumsi. Maksudnya, pada saat barang atau jasa

sampai di tempat tujuan untuk konsumsi, maka barang atau jasa

tersebut dikenakan PPN.

2) Prinsip Tempat Asal (Origin Principle)

Pada prinsip tempat asal ini diartikan PPN di pungut di

(44)

26

dipungut bukan pada tempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi,

melaink tempat barang atau jasa tersebut berasal.

d. Mekanisme pengenaan PPN

Menurut Mardiasmo (2011:307), undang-undang pajak

pertambahan nilai 1984 menganut metode kredit pajak (credit method)

serta metode faktur pajak ( invoice method). Dalam metode ini pajak

pertambahan nilai (PPN) dikenakan atas penyerahan barang kena pajak

(BKP) atau jasa kena pajak (JKP) oleh pengusaha kena pajak (PKP).

PPN dipungut secara bertingkat pada setiap jalur produksi dan

distribusi. Unsur pengenaan pajak berganda atau pengenaan pajak atas

pajak dapat dihindari dengan diterapkannya mekanisme pengkreditan

pajak masukan (metode kredit pajak). Untuk melakukan pengkredirtan

pajak masukan , sarana yang digunakan adalah faktur pajak (metode

faktur pajak).

Mekanisme pengenaan PPN dapat digambarkan sebagai berikut :

1) Pada saat membeli/memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN

oleh PKP penjualan. Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP

penjualan tersebut merupaka pembayaran pajak dimuka dan

disebut dengan pajak masukan. Pembeli berhak menerima bukti

pemungutan berupa faktur pajak.

2) Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib

(45)

27

keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP penjual wajib

membuat faktur pajak.

3) Apabila dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang lamanya sama

dengansatu bulan takwim) jumlah pajak keluaran lebih besar dari

pada jumlah pajak masukan,selisihnya harus disetorkan ke kas

Negara.

4) Apabila dalam suatu masa pajak jurnal pajak keluaran lebih kecil

dari pada jumlah pajak masukan, selisih dapat direstitusi (diminta

kembali) atau dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.

5) Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan

menggunakan surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai

(SPT masa PPN) (Mardiasmo 2011:308)

e. Subyek PPN

Subyek PPN menurut Mardiasmo (2011:300) berdasarkan

Undang Undang PPN No.18 Tahun 2000, yaitu:

1) Pengusaha yang menurut Undang-Undang harus dikukuhkan

menjadi PKP (Pengusaha Kena Pajak), yang meliputi:

a) Pabrikan / Produsen

b)Importir dan Investor

c) Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan

pabrikan atau Importer

d)Agen utama dan penyalur utama dari pabrikan dan importer

(46)

28

2) Pengusaha yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha

Kena Pajak (PKP), dapat berbentuk:

a) Eksportir

b) Pedagang yang menjual BKP kepada PKP yang biasanya

merupakan jalur produksi.

f. Obyek PPN

Menurut (Mardiasmo 2011:303) PPN dikenakan atas:

1) Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh

Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah:

a) Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP;

b) Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak

berwujud;

c) Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;

d) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau

e) pekerjaannya;

2) Impor BKP;

3) Penyerahan JKP yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh

Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah:

a) Jasa yang diserahkan merupakan JKP;

b) Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;

c) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau

(47)

29

4) Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di

dalam Daerah Pabean;

5) Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah

Pabean;

6) Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak;

7) Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan

usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya

digunakan sendiri atau digunakan pihak lain;

8) Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut

tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan,

sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat

dikreditkan.

b) Ekspor BKP tidak berwujud, dan

c) Ekspor JKP

Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan dari

pengenaan pajak pertambahan nilai. Dengan demikian, pajak

(48)

30

berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan.

Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau

peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, pemerintah

diberi wewenang mengubah tarif pajak pertambahan nilai

menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15%

(lima belas persen) dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal.

Perubahan tarif sebagai mana dimaksud pada ayat ini

dikemukakan oleh pemerintah kepada dewan perwakilan rakyat

dalam rangka pembahasan dan penyusunan rancangan

anggaran pendapatan dan belanja Negara

2) Tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPn BM)

Tarif pajak penjualan atas barang mewah dapat ditetapkan

dalam beberapa kelompok tarif , yaitu tarif paling rendah 10%

(sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen).

Ketentuan mengenai tarif kelompok barang kena pajak ang

tergolong mewah yang dikenai pajak atas penjualan barang mewah

dengan peraturan pemerintah. Sedangkan ketentuan mengenai jenis

barang yang dikenai penjualan atas barang newah diatur dengan

atau didasarkan peraturan menteri keuangan. Atas ekspor barang

kena pajak yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0%

(nol persen). PPn BM yang telah dibayar atas perolehan BKP yang

tergolong mewah yang diekspor dapat diminta kembali (restitusi).

(49)

31

3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

a. Definisi Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Menurut Undang-Undang PPN No.18 Tahun 2000 yang

disempurnakan lagi dalam Undang-Undang PPN No. 42 Tahun 2009,

pengertian Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak

yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang

tergolong sebagai barang mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang

menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut

didalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya,

ataupun impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.

Dengan demikian, berbeda dengan PPN, PPnBM yang sudah

dibayar pada waktu perolehan atau impor Barang Kena Pajak yang

tergolong mewah tersebut, tidak dapat dikreditkan dengan PPN

maupun PPnBM yang dipungut atau PPnBM ini hanya dipungut satu

kali saja.

b. Karakteristik PPnBM

Yang menjadi karakteristik PPnBM adalah sebagai berikut:

1) PPnBM merupakan pungutan tambahan BKP mewah selain PPN.

2) PPnBM hanya dikenakan sekali yaitu pada saat impor atau pada

Saat penyerahan BKP mewah oleh PKP pabrikan.

3) PPnBM tidak dapat dikreditkan sehingga diperlakukan sebagai

(50)

32

4) Dalam hal BKP mewah diekspor, maka PPnBM yang dibayar pada

Saat perolehannya dapat diminta kembali (restitusi).

c. Obyek PPnBM

1) Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang

dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak

yang tergolong mewah tersebut didalam daerah pabean dalam

kegiatan usaha atau pekerjaannya.

2) Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.

d. Mekanisme PPnBM

Mekanisme PPnBM sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 8

dan Pasal 10 dalam Undang-Undang PPN, yang secara garis besar

yaitu:

1) Atas impor dan penyerahan BKP yang tergolong Mewah oleh PKP

yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut

disamping dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM.

2) PPnBM hanya dipungut satu kali, yaitu pada waktu impor atau

pada waktu meyerahkan BKP yang tergolong mewah tersebut oleh

pabrikan.

3) PPnBM tidak dapat dikreditkan baik terhadap PPN maupun

terhadap PPnBM.

4) Tarif PPnBM yang berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun

1983 berkisar antara 10% sampai dengan 35% dengan Undang-

(51)

33

50% dan dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 diubah lagi

menjadi setinggitingginya 75%

peraturan pemerintah, dapat ditetapkan dalam beberapa

pengelompokan tarif, yaitu tarif paling rendah sebesar 10% dan tarif

paling tinggi sebesar 75%. Tarif PPnBM yang berlaku saat ini adalah

10%, 20%, 30%, 40%, 50%, dan 75%.

Tarif PPnBM dikelompokkan menjadi:

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2006 tentang

Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan

bermotor yang dikenakan pajak penjualan atas barang mewah

ditindaklanjuti dengan PMK NOMOR 121/PMK.011/2013 yaitu:

1) Tarif 10%

a. Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat

pemanas, dan pesawat penerima siaran televise

a) Lemari pendingin, kombinasi lemari pendingin-pembeku,

dari tipe rumah tangga dengan kapasitas di atas 180 liter

dengan nilai impor atau harga jual diatas Rp.5.000.000,00

(52)

34

b) Pemanas air instant atau pemanas air dengan tempat

penyimpanan, bukan listrik, untuk keperluan rumah tangga

dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp.5.000.000,00

(lima juta rupiah) per unit.

c) Mesin cuci dari jenis yang dipakai rumah tangga, termasuk

mesin yang dapat di gunakan untuk mencuci dan

mengeringkan pakaian, kain atau sejenisnya (mempunyai

kapasitan linen kering lebih dari 10kg) dengan nilai impor

atau harga jual di atas Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah)

per unit.

d) Pemanas air instan atau pemanas air dengan tempat

penyimpanan, listrik, peralatan elektro termal lainnya dari

jenis yang digunakan untuk keperluan rumah tangga

dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp5.000.000,00

(lima juta rupiah) per unit.

e) Aparatus penerima untuk televisi, digabung atau tidak

dengan penerima siaran radio atau aparatus perekam atau

pereproduksi suara atau video, monitor video: - Monitor

video berwarna di atas 17 inch sampai dengan 43 inch

dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp10.000.000,00

(sepuluh juta rupiah) sampai dengan Rp15.000.000,00

(53)

35

b. Kelompok peralatan dan perlengkapan olahraga. Perlengkapan

memancing dengan nilai impor atau harga jual Rp2.500.000,00

(dua juta lima ratus ribu rupiah) atau lebih per unit.

c. Kelompok mesin pengatur suhu udara. Mesin pengatur suhu

udara, terdiri dari kipas yang digerakkan dengan motor dan

elemen untuk mengubah suhu dan kelembaban udara, termasuk

mesin tersebut yang tidak dapat mengatur kelembaban udara

secara terpisah, dari tipe jendela atau dinding, dengan kapasitas

pendingin di atas 1 PK sampai dengan 2 PK dengan nilai impor

atau harga jual di atas Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah) per

unit.

d. Kelompok alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat

penerima siaran radio.

a) Aparatus perekam atau pereproduksi video, digabung

dengan video tuner maupun tidak, dengan harga jual atau

nilai impor di atas Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) per

unit:

b) Aparatus penerima untuk penyiaran, dikombinasi maupun

tidak dalam rumah yang sama, dengan aparatus perekam

atau pereproduksi suara atau penunjuk waktu, dengan harga

jual atau nilai impor di atas Rp5.000.000,00 (lima juta

(54)

36

e. Kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan

perlengkapannya.

a) Kamera digital dan kamera perekam video, selain yang

dipergunakan untuk usaha penyiaran radio atau televisi

dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp10.000.000,00

(sepuluh juta rupiah) per unit.

b) Kamera fotografi (selain kamera sinematografi), dan

kamera digital, dengan harga jual atau nilai pabean

ditambah bea masuk di atas Rp10.000.000,00 (sepuluh juta

rupiah) per unit.

2) Tarif 20%

a. Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat

pemanas, selain yang tercantum dalam tarif 10%

a) Tungku, kompor, tungku terbuka, alat masak (termasuk

tungku dengan ketel tambahan untuk pemanasan sentral),

panggangan besar, anglo, gelang gas, piring pemanas, dan

peralatan rumah tangga tanpa listrik semacam itu, dari besi

atau baja, jenis non portable dengan nilai impor atau harga

jual di atas Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per unit.

b) Lemari pendingin, Kombinasi lemari pendingin-pembeku,

dilengkapi dengan pintu luar terpisah, dari tipe rumah

tangga dengan kapasitas melebihi 180 liter dengan nilai

(55)

37

juta rupiah) per unit dan Lemari pendingin tipe rumah

tangga dengan kapasitas melebihi 180 liter dengan nilai

impor atau harga jual di atas Rp15.000.000,00 (lima belas

juta rupiah) per unit

b. Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen,

kondominium, town house, dan sejenisnya.

a) Rumah dan town house dari jenis non strata title dengan

luas bangunan 350 m2 atau lebih.

b) Apartemen, Kondiminium, townhouse dari jenis strata title,

dan sejenisnya dengan luas bangunan 150 M2 atau lebih.

c. Kelompok pesawat penerima siaran televisi dan antena serta

reflektor antena, selain yang tercantum dalam tarif 10%

a) Aparatus penerima untuk televisi, digabung atau tidak

dengan penerima siaran radio atau aparatus perekam atau

pereproduksi suara atau video; monitor video : Aparatus

penerima untuk televisi berukuran di atas 40 inch dengan

nilai impor atau harga jual di atas Rp15.000.000,00 (lima

belas juta rupiah) per unit dan Monitor video berwarna di

atas 40 inch dengan nilai impor atau harga jual di atas

Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) per unit

b) Proyektor video, Mempunyai kapasitas untuk

(56)

38

Proyektor data video dan komputer tipe FPD (ITAI/B-200)

dan Lain-lain.

d. Kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin pencuci piring,

mesin pengering, pesawat elektromagnetik dan instrumen

musik, selain yang tercantum dalam tarif 10%.

a) Mesin pengatur suhu udara, terdiri dari kipas yang

digerakkan dengan motor dan elemen untuk mengubah

suhu dan kelembaban udara, termasuk mesin tersebut yang

tidak dapat mengatur kelembaban udara secara terpisah.

Dari tipe jendela atau dinding, dengan kapasitas pendingin

di atas 2 PK sampai dengan 3 PK dengan nilai impor atau

harga jual di atas Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)

per unit.

b) Mesin pencuci piring dari tipe rumah tangga dengan nilai

impor atau harga jual di atas Rp5.000.000,00 (lima juta

rupiah) per unit: - dioperasikan secara elektrik, Tidak

dioperasikan secara elektrik.

c) Mesin pengering dengan kapasitas linen kering tidak

melebihi 10 kg dari jenis yang dipakai untuk rumah tangga

dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp5.000.000,00

(57)

39

d) Piano termasuk piano otomatis, harpsichord dan instrumen

keyboard bersenar lainnya. Piano tegak, Grand Piano dan

Lain-lain.

e) Instrumen musik dengan suara yang dihasilkan, atau harus

diperkuat secara elektrik (misalnya : organ, gitar,

akordeon). Instrumen keyboard, selain akordeon dan

Lain-lain.

e. Kelompok wangi-wangian Parfum dan cairan pewangi yang

siap untuk dijual eceran dengan nilai impor atau harga jual Rp.

20.000,00 (dua puluh ribu rupiah) atau lebih per ml.

3) Tarif 30%

a. Kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano,

kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum.

Kendaraan air lainnya untuk pelesir atau olahraga; sampan dan

kano.

b. Kelompok peralatan dan perlengkapan olahraga selain yang

tercantum dalam tarif 10%.

a) Perlengkapan golf: Bola golf, Perlengkapan golf lainnya

selain tongkat.

b) Perlengkapan menyelam : - Pakaian selam dan Kacamata

(58)

40

c) Perlengkapan ski air, papan selancar, papan layar, papan

selancar layar dan olahraga air lainnya. Selancar layar

Lain-lain

4) Tarif 40%

a. Kelompok barang yang terbuat dari kulit atau kulit tiruan.

a) Saddlery dan harness untuk semua macam binatang

(termasuk tali kekang, kekang, penutup lutut, penutup

mulut, tutup sadel, tas sadel, jaket anjing dan sejenisnya),

dengan nilai impor atau harga jual Rp5.000.000,00 (lima

juta rupiah) atau lebih per buah.

b) Peti, kopor, tas perempuan, tas eksekutif, tas kantor, tas

sekolah, dompet kaca mata, tas teropong, tas kamera, tas

peralatan musik, kopor senjata, sarung pistol dan kemasan

semacam itu; tas untuk bepergian, tas makanan dan

minuman bersekat, kotak rias, ransel, tas tangan, tas

belanja, dompet, pundi, tempat peta, tempat rokok, kantong

tembakau, tas perkakas, tas olahraga, tempat botol, kotak

perhiasan, kotak bedak, tempat pisau, dan kemasan

semacam itu, dengan nilai impor atau harga jual

Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) atau lebih per buah.

c) Pakaian dan aksesori pakaian dari kulit samak atau kulit

komposisi dengan nilai impor atau harga jual

(59)

41

Rp3.000.000,00 (tiga juta ribu rupiah) atau lebih per potong

atau per buah.

d) Pakaian, aksesori pakaian dan barang lainnya dari kulit

berbulu dengan nilai impor atau harga jual Rp6.000.000,00

(enam juta rupiah) atau lebih per stel atau Rp3.000.000,00

(tiga juta ribu rupiah) atau lebih per potong atau per buah.

b. Kelompok permadani yang terbuat dari sutra atau wool

a) Karpet dan penutup lantai tekstil lainnya, rajutan, sudah

jadi: - dari wool, dari sutera.

b) Karpet dan penutup lantai tekstil lainnya, tenunan, tidak

berumbai- umbai atau tidak dibentuk flock seperti

beludru, sudah jadi, termasuk "Kelem", "Schumacks",

"Karamanie" dan babut tenunan tangan yang semacam

itu, selain yang dipergunakan untuk keperluan ibadah.

c) Karpet dan penutup lantai tekstil lainnya, berumbai,

sudah jadi. - dari wool, dari sutera.

d) Karpet dan penutup lantai tekstil lainnya, sudah jadi,

dari wool atau sutera, selain dari jenis yang

dipergunakan untuk alas sembahyang.

c. Kelompok barang kaca dari kristal timbal dari jenis yang

digunakan untuk meja, dapur, rias, kantor, dekorasi dalam

(60)

42

d. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya

terbuat dari logam mulia atau dari logam yang dilapisi logam

mulia atau campuran daripadanya.

a) Arloji tangan, alroji saku dan arloji lainnya, termasuk

penghitung detik, dengan badan arloji dari logam mulia

atau dari logam kerajang dengan nilai impor atau harga jual

Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) per unit.

b) Jam, yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam

mulia atau dari logam yang dilapisi logam mulia atau

campuran daripadanya.

c) Barang lainnya yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari

emas atau platina atau dari logam yang dilapisi emas atau

platina atau campuran daripadanya, selain barang perhiasan

dan bagiannya

e. Kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampah dan kano,

selain yang tercantum dalam Lampiran III, kecuali untuk

keperluan negara atau angkutan umum.

f. Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat

dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa penggerak. Pesawat

layang dan pesawat layang gantung dan Lain-lain.

g. Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali

untuk keperluan negara.

(61)

43

b) Alas kaki lainnya dengan sol luar dan bagian atas dari karet

atau plastik, dengan nilai impor atau harga jual.

Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) atau lebih perpasang.

c) Alas kaki dengan sol luar dari karet, plastik, kulit samak

atau kulit komposisi dan bagian atas sepatu dari kulit

samak, dengan nilai impor atau harga jual Rp5.000.000,00

(lima juta rupiah) atau lebih perpasang.

d) Alas kaki dengan sol luar dari karet, plastik, kulit samak

atau kulit komposisi dan bagian atasnya dari bahan tekstil,

dengan nilai impor atau harga jual Rp5.000.000,00 (lima

juta rupiah) atau lebih perpasang.

e) Alas kaki lainnya, dengan nilai impor atau harga jual

Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) atau lebih perpasang

i. Kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor.

a) Tempat duduk, dapat diubah menjadi tempat tidur maupun

tidak, dengan nilai impor atau harga jual Rp5.000.000,00

(62)

44

b) Perabotan lainnya dengan nilai impor atau harga jual

Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih per unit

atau satuan.

c) Alas kasur, barang keperluan tidur dan perabotan semacam

itu (misalnya, kasur, selimut tebal, eiderdown, bantalan

kursi, poufe, dan bantal) dilengkapi dengan pegas atau diisi

atau dilengkapi bagian dalamnya dengan berbagai bahan

atau dengan karet atau plastik seluler, disarungi maupun

tidak, kecuali yang terbuat dari kapuk.

d) Lampu dan alat kelengkapan penerangan lainnya, dengan

nilai impor atau harga jual Rp10.000.000,00 (sepuluh juta

rupiah) atau lebih per unit atau satuan

j. Kelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah

lempung cina atau keramik. - Bak cuci, wastafel, alas baskom

cuci, bak mandi, bidet, bejana kloset, tangki air pembilasan,

tempat kencing, dan perlengkapan sanitasi semacam itu dari

keramik dengan nilai impor atau harga jual Rp10.000.000,00

(sepuluh juta rupiah) atau lebih per unit atau satuan: dari

porselin atau tanah lempung cina dan lain-lain, Patung dan

barang keramik ornamental lainnya selain yang merupakan

karya seni dengan nilai impor atau harga jual Rp5.000.000,00

(lima juta rupiah) atau lebih per unit atau satuan, dari porselin

(63)

45

k. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya

terbuat dari batu selain batu jalan atau batu tepi jalan. Ubin,

batu monumen dan bentuk lainnya selain yang merupakan

karya seni dengan nilai impor atau harga jual Rp2.000.000,00

(dua juta rupiah) atau lebih per meter persegi atau Rp.

5.000.000,00 (lima juta rupiah) atau lebih per meter kubik.

5) Tarif 50%

a. Kelompok permadani yang terbuat dari bulu hewan halus.

a) Karpet dan penutup lantai tekstil lainnya, rajutan, sudah

jadi, yang terbuat dari bulu hewan halus.

b) Karpet dan penutup lantai tekstil lainnya yang terbuat dari

bulu hewan halus, tenunan, tidak berumbai-umbai atau

tidak dibentuk flock seperti beludru, sudah jadi, termasuk

"kelem", "Schumacks", Karamanic" dan babut tenunan

tangan yang semacam itu selain alas sembahyang.

c) Karpet dan penutup lantai tekstil lainnya yang terbuat dari

bulu hewan halus, berumbai, sudah jadi.

d) Karpet dan penutup lantai tekstil lainnya yang terbuat dari

bulu hewan halus, sudah jadi, selain alas sembahyang

b. Kelompok pesawat udara selain yang tercantum dalam

Lampiran IV, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan

(64)

46

a) Helikopter dengan berat tanpa muatan tidak melebihi 2.000

kg.

b) Pesawat udara dan kendaraan udara lainnya : dengan berat

tanpa muatan tidak melebihi 2.000 kg.

c. Kelompok peralatan dan perlengkapan olahraga selain yang

disebut dalam tarif 10% dan tarif 30%

d. Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk

keperluan Negara

6) Tarif 75%

a. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya

terbuat dari batu mulia dan/atau mutiara atau campuran

daripadanya. Barang dari mutiara alam atau mutiara budidaya,

batu mulia atau batu semi mulia alam.

b. Kelompok kapal pesiar mewah

a) Kapal pesiar, kapal ekskursi dan kendaraan air semacam itu

terutama dirancang untuk pengangkutan orang; kapal feri

dari semua jenis.

b) Yacht dan kendaraan air lainnya selain yang tercantum

(65)

47

4. Pengusaha Kena Pajak (PKP)

a. Pengertian PKP

1) Pengusaha

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk

apapun yang dalam kegiatan usaha atau pegerjaan yang

menghasilkan barang, mengimpor barang, mengexpor barang

melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak

berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa termadus

mengexpor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

(mardiasmo 2011:300)

2) Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha kena pajak adalah pengusaha yang melakukan

menyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena

pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang PPN 1984.

a) Kewajiban Pengusaha Kena Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:301), Pengusaha Kena Pajak

berkewajiban, antara lain untuk:

1) Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi

pengusaha kena pajak

2) Memungut PPN dan PPnBM yang terutang

3) Menyetor PPN yang masih harus dibayar dalam hal pajak

(66)

48

dikreditkan serta menyetorkan pajak penjualan atas barang

mewah yang terutang; dan

4) Melaporkan penghitungan pajak.

b) Pengecualian Kewajiban Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha yang dikecualikan dari kewajiban sebagai

Pengusaha Kena Pajak adalah:

1) Pengusaha Kecil.

2) Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang dan atau

jasa yang tidak dikenakan PPN.

5. Dasar Pengenaan Pajak

Untuk menghitung besarnya Pajak Penjualan atas Barang Mewah

(PPnBM) yang terutang diperlukan adanya dasar pengenaan pajak. Dasar

Pengenaan Pajak (DPP) adalah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai

ekspor, serta nilai lain yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan.

Di bawah ini adalah Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

(Mardiasmo 2011:305) :

a. Harga Jual

Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semu biaya yang

diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan

BPKB, tidak termaksud pajak pertambahan nilai yang dipungut

menurut UU PPN 1984 dan potongan harga yag dicantumkan dalam

Gambar

Tabel 2.1 Tabel Penelitian Sebelumnya
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian
grafik. Terdapat dua cara untuk mendeteksi apakah residual
grafik plot menunjukkan suatu pola titik yang bergelombang atau
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hubungan perilaku ibu tentang masa pergantian gigi dengan persistensi pada murid di MIN Cot Gue Kecamatan Darul

Penelitian terhadap iklan aqua tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah iklan tersebut mampu mempengaruhi minat beli konsumen akan produk aqua yang berlabel khusus1. Rumusan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi atau status sumberdaya ikan ditinjau dari aspek biologi maka diperlukan suatu kajian mengenai aspek biologi yang meliputi

Consequently, when thinkers such as Offe or Gorz underline this type of trend as the end of what might be called the labour society (Offe, 1985; Gorz, 1989), they are putting a name

Berisikan tentang analisa lokasi atau site, rumah susun yang layak huni, serta fleksibelitas ruang yang. dapat mewadahi proses

Berdasarkan uraian di atas, menarik untuk dikaji melalui suatu studi mikro, bagaimanakah pengambilan keputusan suami-istri keluarga petani dalam menentukan jumlah keluarga

Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan metode Crashing pada proyek dengan mengunakan bantuan Primavera 6.0 untuk menentukan durasi optimum yang didapat dengan

Dilakukan pengujian terhadap sistem remote control sehingga menghasilkan kesimpulan bahwa sistem remote control tersebut dapat berfungsi pada tiga versi Android berbeda,