• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang dilalui setelah seseorang menempuh sekolah menengah. Di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat banyak perguruan tinggi, baik yang negeri maupun yang swasta. Sebagian besar siswa-siswi lulusan SMA bercita-cita melanjutkan ke perguruan tinggi. Tidak mengherankan bila menjelang tahun ajaran baru siswa-siswi lulusan SMA mulai mencari informasi tentang perguruan tinggi. Jika pertimbangan alternatif melanjutkan ke perguruan tinggi sebagai pilihan utama maka informasi tentang hal itu sangat diperlukan. Ada beberapa informasi yang diperlukan misalnya bidang studi pokok yang menunjang untuk memasuki suatu fakultas atau jurusan, syarat untuk masuk, serta biaya-biaya yang diperlukan untuk memasuki perguruan tinggi.

Siswa-siswi SMA kelas III yang bisa disebut calon mahasiswa mempunyai banyak peluang untuk memilih perguruan tinggi yang akan mereka masuki. Dengan informasi yang mereka dapatkan dari beberapa perguruan tinggi yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta diharapkan mereka dapat memilih dengan tepat perguruan tinggi yang akan mereka masuki.

Dalam bab ini penulis akan mengemukakan aspek teoritis yang berkaitan dengan konsep-konsep yang akan digunakan. Konsep mengenai

preferensi, jenis sekolah, afiliasi, jurusan, pendapatan orang tua dan juga tentang perilaku konsumen akan menjadi landasan dalam penelitian ini.

1. Jenis sekolah

Sekolah ditinjau dari pihak yang mengusahakan berdirinya sekolah dapat dibedakan menjadi Sekolah Negeri dan Sekolah Swasta. Sekolah negeri adalah sekolah yang diusahakan oleh pemerintah. Di Indonesia kewajiban pemerintah menyelenggarakan pendidikan ditetapkan dalam pasal 31 UUD 1945 dan penyelenggaraannya diatur di dalam UU Pokok Pendidikan No 4 tahun 1950 pasal 11 dan 12. Sedangkan sekolah swasta adalah sekolah yang diusahakan oleh badan usaha. Berdirinya sekolah swasta di suatu negara baru mungkin jika negara tersebut menggunakan asas demokrasi di dalam pendidikan. Penyelenggaraan sekolah swasta di Indonesia diatur di dalam pasal 13 dan 14 UU Pokok Pendidikan No 4 tahun 1950 (Suwarno, 1988: 74)

Sekolah-sekolah swasta memiliki peranan yang sangat penting dalam rangka memperluas kesempatan belajar. Menurut Djojonegoro, sekolah swasta telah membuktikan kelebihan dalam hal kemandirian pengelolaan sekolah dan kebebasan dalam mengembangkan ciri khas sekolah (Anwar, 2003: 83)

Dengan pendidikan, seseorang dipersiapkan dan dibekali ilmu pengetahuan serta keterampilan dan kemampuan jiwa maupun jasmani agar siap terjun dimasyarakat. Di dalam pendidikan tersebut ada proses belajar

sehingga seseorang dapat berkembang menjadi lebih baik dan terdapat jenjang pendidikan dari Taman Kanak-Kanak sampai ke Perguruan Tinggi.

Ada beberapa jenjang pendidikan yang harus ditempuh untuk dapat sampai ke jenjang pendidikan perguruan tinggi. Seperti pada umumnya calon mahasiswa harus melalui Taman Kanak-Kanak dilanjutkan ke tingkat Sekolah Dasar kemudian ke Sekolah Menengah Pertama dan tingkat selanjutnya ke Sekolah Menengah Atas. Di jenjang Sekolah Menengah Atas siswa-siswi benar-benar dipersiapkan untuk menghadapi kehidupan di masyarakat.

Sekolah Mene ngah Atas (SMA) merupakan lembaga pendidikan umum yang disatu pihak sebagai kelanjutan dari Sekolah Menengah Pertama (SMP), sedangkan di lain pihak sebagai persiapan ke Perguruan Tinggi (PT) (Hamalik, 1990: 159). Sedangkan menurut Suwarno (1988: 74) sekolah umum adalah sekolah yang belum mempersiapkan anak dalam spesialisasi pada bidang tertentu. Sekolah ini lebih ditekankan sebagai persiapan untuk pendidikan yang lebih tinggi tingkatnya.

Pada saat pertama kali menginjakkan kaki ke bangku perguruan tinggi mahasiswa belum menyadari secara sungguh-sungguh tentang lembaga ini. Mahasiswa baru memiliki bayangan yang masih dangkal tentang perguruan tinggi. Mahasiswa belum mengetahui benar maksud dari pendidikan di perguruan tinggi.

Pendidikan merupakan suatu sarana yang tepat untuk mengembangkan sumber daya manusia. Menurut UU No 20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU No 20 Tahun 2003).

Prof. Driyarkara S.J berpendapat bahwa pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tri tunggal ayah, ibu, anak dimana terjadi pemanusiaan, pembudayaan dan pelaksanaan nilai- nilai anak, dengan dia berproses untuk akhirnya memanusiakan, membudaya dan bisa melaksanakan sendiri sebagai manusia (Driyarkara, 1980: 129).

Pendidikan adalah membimbing anak menuju kedewasaan oleh seorang yang bertanggung jawab (Drs. Noeng Muhadjir, 1975: 11). Lebih jauh dikatakan bahwa pendidikan akan mempersiapkan generasi mendatang dan siap dibekali ilmu pengetahuan serta keterampilan dan kemampuan jiwa maupun jasmani untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab pendidikan formal yang berhasil dicapai orang tua.

Dengan kata lain, keilmiahan merupakan ciri utama usaha-usaha suatu perguruan tinggi, artinya berkenaan dengan sifat ilmu. Muller merumuskan ilmu sebagai keseluruhan proses pemahaman, yang bergerak

secara objektif (selaras dengan bidang penyelidikan yang bersangkutan) dan meneliti suatu sasaran dari suatu sudut pandang tertentu atas keputusan subjek sendiri, dengan metodis menangkap hubungan sebab akibat dan rangkaian kaitan antara unsur-unsur dalam bidang sasaran tersebut (TAP MPR RI, 1983). Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat dari jenjang pendidikan

yang pernah dialaminya. Pada umumnya tingkat pendidikan menentukan jenis pekerjaan atau jabatan seseorang. Hal ini sejalan dengan pendapat Mifflen bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin berpeluang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan yang statusnya tinggi dan berakibat pada tingkat pendapatan yang tinggi pula (Mifflen F.J dan Mifflen S.C, 1986: 54).

Pendidikan formal seseorang dimulai dari tingkat TK, SD, SMP, SMA setelah itu baru menuju ke PT. Pendidikan yang dialami seseorang tersebut membawa pengaruh yang positif untuk kehidupannya. Karena dalam pendidikan tersebut terdapat proses belajar yang dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan seseorang. Dalam pendidikan formal, seseorang akan benar-benar dipersiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yaitu pada pendidikan tinggi. Karena tujuan dari pendidikan tinggi adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian dan mengembangkan, menyebarluaskan ilmu pengetahuan teknologi

dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaanya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.

Pendidikan tinggi dimulai setelah seseorang berhasil lulus dari SMA. Setelah selesai dari sekolah menengah atas, melanjutkan ke perguruan tinggi. Perguruan tinggi merupakan lembaga yang pada tingkat setinggi-tingginya memberi sumbangan dari sumber-sumber yang ada pada masyarakat Sesuai dengan UU No 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, menetapkan perguruan tinggi, berupa akademi, sekolah tinggi, institut, universitas serta bentuk-bentuk lain yang ditetapkan Peraturan Pemerintah (misalnya seminari).

a. Akademi adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan kejuruan, yang di lingkungannya biasa dikenal sebagai pendidikan professional.

b. Sekolah tinggi adalah perguruan tinggi yang melaksanakan satu bidang pendidikan kejuruan yang hanya terdiri dari satu fakultas dan dapat terdiri dari satu atau lebih jurusan.

c. Institut adalah perguruan tinggi yang melaksanakan satu bidang pendidikan kejuruan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi atau seni. Institut dapat melaksanakan kegiatan penelitian dan/atau pelayanan kepada masyarakat. Institut dapat terdiri dari sejumlah fakultas atau fakultas terdiri dari satu atau lebih jurusan.

d. Universitas adalah perguruan tinggi yang melaksanakan program pendidikan yang bersifat keilmuan dan kejuruan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Universitas dapat terdiri dari banyak fakultas dan fakultas dapat terdiri dari beberapa jurusan.

2. Pendapatan Orang Tua

Dalam penelitian ini tidak dibedakan antara penghasilan dengan pendapatan. Penghasilan yang diperoleh berdasar hasil kerja dari orang tua untuk menghidupi keluarga. Pengertian penghasilan atau pendapatan keluarga menurut Gilarso (1991: 63-64) adalah segala bentuk balas karya yang diperoleh sebagai imbalan atau balas jasa atas sumbangan seseorang terhadap proses produksi yang dapat bersumber pada:

a. Usaha sendiri misalnya: berdagang, mengerjakan sawah, menjalankan perusahaan sendiri.

b. Bekerja pada orang lain misalnya: pekerja di kantor atau perusahaan sebagai pegawai atau karyawan (swasta atau pemerintah).

c. Hasil dari milik misalnya mempunyai sawah kemudian disewakan , menyewakan rumah.

Gilarso membedakan bentuk penghasilan sebagai berikut:

Penghasilan keluarga dapat diterima dalam bentuk uang, dapat juga dalam bentuk barang misalnya tunjangan beras, hasil dari sawah atau pekarangan sendiri atau fasilitas-fasilitas seperti rumah dinas, pengobatan gratis

selain penghasilan kemungkinan masih ada penerimaan atau uang masik lainnya, misalnya:

1) Uang pensiun bagi mereka yang sudah lanjut usia dan dulu bekerja pada pemerintah.

2) Sumbangan atau hadiah seperti sokongan dari saudara.

3) Pinjaman atau hutang adalah uang masuk tetapi pada suatu saat harus dilunasi.

Pendapatan dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu pendapatan berupa uang, pendapatan berupa barang dan pendapatan lain- lain.Pendapatan berupa uang adalah segala penghasilan berupa barang, uang yang sifatnya reguler dan diterima sebagai balas jasa. Sumber yang utama adalah gaji dan upah serta lain- lain balas jasa serupa dengan majikan, pendapatan bersih dari usaha sendiri dan pekerjaan bebas, pendapatan dari penjualan barang yang dipelihara di halaman rumah, hasil investasi serta keuntungan sosial.

Pendapatan berupa barang adalah segala penghasilan yang sifatnya regular dan biasa, akan tetapi selalu berbentuk balas jasa dan diterima dalam bentuk barang dan jasa. Barang dan jasa yang diperoleh dinilai dengan pasar sekalipun tidak diimbangi atau disertai transaksi uang oleh yang menikmati barang dan jasa tersebut. Penerimaan barang secara cuma-cuma, pemberian barang dan jasa dengan harga subsidi dari majikan merupakan pendapatan berupa barang.

Untuk lain- lain penerimaan uang dan barang yang dipakai sebagai pedoman penerimaan yang bersifat transfer atau restribusi dan biasanya membawa perubahan dalam keuangan rumah tangga, misalnya: penjualan barang-barang yang dipakai, pinjaman ua ng, kiriman uang, warisan.

Ketiga bentuk pendapatan tersebut dapat dirinci dalam kategori sebagai berikut :

a) Pendapatan berupa uang

(1) Dari gaji dan upah yang diperoleh: kerja pokok, kerja sampingan, kerja lembur, kerja kadang-kadang.

(2) Dari usaha sendiri meliputi: hasil bersih dari usaha sendiri, penjualan dari kerajinan rumah, komisi.

(3) Investasi: pendapatan yang diperoleh dari hak milik tanah.

(4) Dari keuntungan sosial: pendapatan yang diperoleh dari kerja sosial. b) Pendapatan berupa barang: bagian pembayaran upah atau gaji yang

diwujudkan dalam beras, transportasi, perumahan, rekreasi. Barang yang diproduksi dan dikonsumsi dirumah, sewa yang seharusnya dikeluarkan terhadap rumah sendiri yang ditempati.

c) Penerimaan yang bukan merupakan pendapatan yaitu: pengambilan tabungan, penjualan barang yang dipakai, penagihan utang, pinjaman uang, kiriman uang, hadiah, warisan, menang judi.

3. Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen merupakan awal bagian dari kegiatan manusia sehingga jika membahas tentang perilaku konsumen berarti membahas tentang kegiatan konsumen dalam ruang lingkup yang terbatas. Perilaku konsumen akan selalu berubah – ubah sesuai dengan pengaruh sosial, budaya yang semakin meluas, latar belakang sosial yang semakin mendesak, sehingga perusahaan berusaha untuk memberi motivasi dalam diri konsumen.

Dari keadaan yang demikian menyebabkan munculnya teori – teori yang mencoba meneliti tentang perilaku konsumen. Menurut Swastha dan Handoko (1987: 9) perilaku konsumen adalah:

Kegiatan individu – individu secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang dan jasa termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan – kegiatan tersebut.

Menurut Engel dkk (1995: 446) perilaku konsumen adalah:

Kegiatan individu ya ng secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan – kegiatan tersebut.

Dengan demikian perilaku konsumen mencakup kegiatan – kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang dan jasa termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan harga tersebut. Dari definisi tersebut ada 2 elemen terpenting dalam perilaku konsumen, yaitu proses pengambilan

keputusan dengan kegiatan fisik yang melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan dan mempergunakan barang dan jasa ekonomi.

4. Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen a. Faktor lingkungan internal

Faktor internal atau disebut sebagai faktor psikologis meliputi motivasi, pengamatan belajar kepribadian dan konsep diri serta sikap (Swastha dan Handoko, 1982: 75)

1) Motivasi

Motivasi adalah suatu dorongan kebutuhan dan keinginan individu yang diarahkan pada tujuan untuk memperoleh kepuasan. Motivasi yang ada dalam diri seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang nyata dalam upaya mencapai kepuasannya.

2) Pengamatan

Pengamatan adalah suatu proses dimana konsumen menyadari dan menginterprestasikan aspek lingkungannya atau suatu reaksi orientatif terhadap rangsangan dari lingkungannya. Terbentuknya pengamatan melalui proses melihat, mendengar, menyentuh, merasakan, dan mencium suatu kejadian untuk kemudian mengorganisasikan, menginterprestasikan dan memahami berdasarkan pengalaman. Sehingga hasil pengamatan pada dasarnya adalah pemahaman

berdasarkan pengalaman. Sebaliknya pengalaman sendiri dapat mempengaruhi pengamatan tentang suatu hal.

3) Belajar

Hamalik (1983: 21) mendefinisikan belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara – cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Tingkah laku yang baru itu misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, timbulnya pengertian-pengertian baru, perubahan dalam sikap, kebiasaan-kebiasaan, keterampilan, kesanggupan menghargai, perkembangan sifat-sifat sosial, emosional dan pertumbuhan jasmaniah.

4) Kepribadian dan Sikap Diri

Kepribadian adalah ciri – ciri psikologis yang membedakan seseorang yang menyebabkan terjadinya jawaban yang relatif tetap dan bertahan lama terhadap lingkungannya (Kotler, 1984: 143). Kepribadian ini dapat menjadi variabel yang bermanfaat untuk menganalisa perilaku pembeli, dapat diklasifikasikan, dianalisis kuat lemahnya korelasi antara tipe kepribadian tertentu dengan pilihan produk tertentu. Pasar dari variabel – variabel yang mencerminkan kepribadian seseorang adalah aktivitas, minat, dan opini.sedangkan konsep diri merupakan cara bagi seseorang untuk melihat dirinya sendiri daripada saat yang

sama orang tersebut mempunyai gambaran tentang orang lain (Swastha, 1984: 285)

5) Sikap

Kotler (1996: 144) mendefinisikan sikap sebagai suatu evaluasi, perasaan, dan kecenderungan dari seorang terhadap suatu objek atau ide yang relatif konsisten.

b. Faktor lingkungan eksternal 1) Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat ,dalam buku karangan Mulyadi (1999: 32) kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar. Sedangkan definisi kebudayaan menurut Haviland, dalam buku karangan Mulyadi (1999: 32) adalah seperangkat peraturan yang standar , yang apabila dipenuhi atau dilaksanakan oleh anggota masyarakatnya akan menghasilkan perilaku yang dianggap layak dan dapat diterima oleh anggota masyarakatnya. Simbol yang dimaksud dalam definisi tersebut merupakan sesuatu yang abstrak ( sikap, pendapat, kepercayaan, nilai, bahasa dan agama ) / dapat pula bersikap konkrit ( peralatan, perumahan, produk dsb ) 2) Kelas Sosial

Kotler (1995:138–139) mendefinisikan kelas sosial sebagai suatu kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam suatu

masyarakat yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dan para anggota dalam setiap urutan jenjang tersebut memiliki nilai, minat, dan tingkah laku yang sama.

Dokumen terkait