• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.6 Landasan Teoritis

1.6.1 Konsep Wewenang Pemerintahan

Wewenang menurut S.F. Marbun mengandung arti kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik, atau secara yuridis adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan

hubungan-hubungan hukum.5 Wewenang (bevoegheid) merupakan bagian yang

sangat penting dan bagian awal dari hukum administrasi, karena pemerintah baru dapat melaksanakan fungsinya atas dasar wewenang yang diperolehnya. Wewenang menjadi dasar bagi pemerintah untuk melakukan tindak pemerintahan. Keabsahan tindakan pemerintah didasarkan pada wewenang yang

5.

Sadjijono, 2011, Bab-Bab Pokok Hukum Administrasi, Cet. II, Edisi II, LaksBang,

Yogyakarta, h. 57, dikutip dari S.F. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif

diatur dalam peraturan perundang-undangan atau wewenang yang diperoleh dari

peraturan perundang-undangan (legaliteit beginsel).6

Dalam berbagai kepustakaan terdapat pembagian mengenai sifat wewenang

pemerintahan (bestuurbevoegheid), yakni :

a. Wewenang pemerintahan bersifat terikat, berarti bahwa wewenang

harus sesuai dengan peraturan dasarnya yang menentukan waktu dan dalam keadaan bagaimana wewenang tersebut dapat digunakan, termasuk ketentuan isi dan keputusan yang harus diambil, dengan kata lain, terjadi apabila peraturan dasar yang menentukan isi dari keputusan yang harus diambil secara terinci, maka wewenang wewenang pemerintahan semacam itu merupakan wewenang yang terikat;

b. Wewenang pemerintahan yang bersifat fakultatif, berarti bahwa

wewenang yang dimiliki oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan tidak wajib atau tidak ada keharusan untuk menggunakan wewenang tersebut atau sedikit banyak masih ada pilihan lain walaupun pilihan tersebut hanya dapat dilakukan dalam hal-hal dan keadaan tertentu sebagaimana ditentukan dalam peraturan dasarnya;

c. Wewenang pemerintahan yang bersifat bebas, berarti bahwa

wewenang yang dimiliki oleh badan atau pejabat tata usaha negara dapat menggunakan wewenangnya secara bebas untuk menentukan sendiri mengenai isi dari suatu keputusan yang akan dikeluarkannya karena peraturan dasarnya memberi kebebasan kepada penerima wewenang tersebut atau peraturan dasarnya memberikan ruang lingkup

kebebasan kepada pejabat tata usaha negara yang bersangkutan. 7

Secara teoritik terdapat tiga cara untuk memperoleh wewenang

pemerintahan (bestuurbevoegheid), yakni atribusi, delegasi dan mandat.

Wewenang atribusi adalah wewenang pemerintah yang diperoleh dari peraturan

perundang-undangan. Wewenang ini dapat didelegasikan atau dimandatkan.8

6

Ibid., h. 56.

7.

Wewenang delegasi adalah wewenang yang diperoleh berdasarkan pelimpahan wewenang dari badan/organ pemerintahan yang lain. Wewenang delegasi merupakan pelimpahan dari wewenang atribusi yang diberikan oleh

pemberi wewenang (delegans) kepada penerima wewenang (delegataris).

Setelah terjadi pelimpahan maka tanggung jawab beralih kepada delegataris dan

bersifat tidak dapat ditarik kembali oleh delegans. 9

Wewenang mandat adalah pelimpahan wewenang yang pada umumnya dalam hubungan rutin antara atasan dengan bawahanya. Setelah terjadi

pelimpahan kepada penerima mandat (mandataris), tanggung jawab tetap ada

pada pemberi mandat (mandans)dan sewaktu-waktu dapat ditarik dan digunakan

kembali oleh mandans.10

1.6.2 Konsep Reformasi Birokrasi

Riyadi menjelaskan bahwa birokrasi merupakan salah satu unsur administrasi negara yang menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan seperti regulasi, perijinan, pelayanan publik dan pengawasan terhadap pemanfaatan sumber daya yang ada. Peran, fungsi dan otoritas yang dimiliki inilah yang menjadikan birokrasi sebagai

organisasi yang sangat strategis.11 Keberadaan birokrasi di Indonesia dapat

dikatakan memegang peranan yang penting termasuk dalam proses pembuatan kebijakan mulai dari perumusan, pelaksanaan, pengawasan serta dalam evaluasi 8. Sadjijono, op. cit, h. 66.

9. Sadjijono, loc.cit. 10. Sadjijono, loc.cit.

11

Bambang Tryono et.al., 2013, Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi, h.27, URL : http://www.bappenas.go.id/files/ekps/2013/4.Evaluasi%20Kebijakan%20Reformasi%20Birokrasi.pdf., diakses tanggal 15 Oktober 2015.

terhadap kebijakan tersebut. Keberhasilan dari program pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah sangat ditentukan oleh peranan birokrasi.

Birokrasi secara leksikal berarti alat kelengkapan negara, terutama meliputi bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, dan kepegawaian, yang mempunyai tanggung jawab melaksanakan roda pemerintahan sehari-hari. Secara umum, pembangunan birokrasi mencakup berbagai aktivitas terencana yang berkelanjutan yang ditujukan untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan

dalam menjalankan fungsi-fungsinya. 12

Secara terencana pembangunan Birokrasi pun dilakukan melalui sebuah proses multidimensi yang disebut Reformasi Birokrasi. Secara khusus Presiden

telah menetapkan Perpres No.81/2010 tentang Grand Design Reformasi

Birokrasi 2010 – 2025. Upaya penataan pembangunan birokrasi yang

komprehensif seperti inilah yang secara substansi oleh Sofian Effendi disebut

juga sebagai reformasi birokrasi. 13

Konsep tentang reformasi birokrasi ini seringkali diperhadapkan vis-a-vis

dengan konsep tentang reformasi administrasi. Namun, reformasi birokrasi pada dasarnya merupakan bagian dari reformasi administrasi negara. Dalam

pengertian yang luas, Wallis mengemukakan bahwa “Administrative reform

means an induced, permanent improvement in administration”.14 12 Ibid., h.28. 13 Ibid. 14 Ibid.

1.6.3 Konsep Aparatur Sipil Negara

Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Sedangkan Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.

1.6.4 Konsep Sistem Merit

Sistem ini berdasarkan atas jasa kecakapan seseorang pegawai dalam usaha mengangkat dan mendudukan pada jabatan tertentu. Sistem ini lebih bersifat objektif, karena dasar pertimbangan kecakapan yang dinilai secara objektif dari pegawai yang bersangkutan. Karena dasar pertimbangan seperti ini yang berlandaskan pada jasa kecakapan, maka acapkali sistem ini di Indonesia

dinamakan sistem jasa. Penilaian objektif tersebut, pada umumnya ukuran yang

dipergunakan ialah ijasah pendidikan.15

1.6.5 Konsep Komisi Aparatur Sipil Negara

KASN merupakan sebuah lembaga baru yang dibentuk dalam rangka penetapan kebijakan Manajemen ASN. KASN adalah lembaga nonstruktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik. Pembentukan KASN ini untuk

15

Miftah Thoha, 1987, Administrasi Kepegawaian Daerah, Cet. 2, Ghalia Indonesia, Jakarta,

melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan Manajemen ASN, untuk menjamin penerapan sistem merit serta pengawasan terhadap penerapan asas, kode etik, dan kode perilaku ASN.

1.6.6 Konsep Jabatan, Pengisian Jabatan, dan “Lelang Jabatan”

Secara teoritis yang dimaksud dengan jabatan ialah suatu lingkungan

pekerjaan tetap (kring van vaste werkzaamheden) yang diadakan dan dilakukan

guna kepentingan negara (kepentingan umum). Tiap jabatan adalah suatu lingkungan pekerjaan tetap yang dihubungkan dengan organisasi sosial tertinggi,

yang diberi nama negara.16

Lebih lanjut Utrecht menyatakan bahwa jabatan itu merupakan sebuah subjek hukum. Sebagai subjek hukum, yaitu badan hukum maka jabatan itu dapat menjamin kontinuitas dari hak dan kewajiban dalam artian jabatan itu bersifat tetap namun yang berganti adalah pejabat yang menduduki jabatan tersebut. Oleh karena jabatan itu merupakan pendukung hak dan kewajiban, yaitu suatu subjek

hukum ( person) maka dengan sendirinya jabatan itu dapat melakukan perbuatan

hukum (rechtshandelingen). Perbuatan itu dapat diatur oleh hukum publik

maupun hukum privat.17

Seperti telah disebutkan di muka bahwa jabatan itu bersifat tetap dan yang berganti adalah pejabatnya. Dengan demikian jabatan itu perlu diisi dengan mekanisme pengisian jabatan yang sesuai. Prinsip penempatan menurut A.W.

16

E. Utrecht, 1986, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Pustaka Tinta Mas, Surabaya, h. 200.

17

Widjaja adalah the right man on the right place (penempatan orang yang tepat pada tempat yang tepat). Untuk dapat melaksanakan prinsip ini dengan baik, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

1. Adanya analisis tugas jabatan (job analisys) yang baik, suatu analisis

yang menggambarkan tentang ruang lingkup dan sifat-sifat tugas yang dilaksanakan sesuatu unit organisasi dan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh pejabat yang akan menduduki jabatan di dalam unit organisasi itu.

2. Adanya Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (kecakapan pegawai) dari

masing-masing pegawai yang terpelihara dengan baik dan terus-menerus. Dengan adanya penilaian pekerjaan ini dapat diketahui tentang sifat, kecakapan, disiplin, prestasi kerja, dan lain-lain dari masing-masing

pegawai.18

Terdapat cara-cara atau metode yang dapat digunakan dalam melakukan pengisian jabatan negara yaitu dengan pemilihan dan/atau pengangkatan pejabat negara secara perorangan maupun berkelompok yang bertugas baik di lembaga pemerintah maupun lembaga negara, baik di pusat maupun di daerah.

Kemudian adapun “lelang jabatan” atau sering disebut dengan istilah job

tender sebenarnya bukan hal baru dalam perspektif administrasi publik. Dalam konsep New Public Management (NPM), lelang jabatan sudah dikenalkan dan dipraktekkan di negara-negara Barat, dengan istilah yang berbeda-beda.

18

Tujuannya adalah untuk memilih aparatur yang memiliki kapasitas, kompetensi dan integritas yang memadai untuk mengisi posisi/jabatan tertentu sehingga dapat menjalankan tugas yang lebih efektif dan efisien. Lelang jabatan merupakan salah satu cara untuk memperkecil potensi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) karena rekrutmen jabatan dilakukan secara transparan, menggunakan indikator tertentu dan dilakukan oleh pihak yang netral dan

kompeten melakukan seleksi.19

1.6.7 Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik

AAUPB dapat dipahami sebagai asas-asas umum yang dijadikan sebagai dasar dan tata cara dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik, yang dengan cara demikian penyelenggaraan pemerintahan itu menjadi baik, sopan, adil, dan terhormat, bebas dari kezaliman, pelanggaran peraturan,tindakan penyalahgunaan

wewenang, dan tindakan sewenang-wenang.20 Menurut Philipus M Hadjon,

AAUPB harus dipandang sebagai norma-norma hukum tidak tertulis, yang senantiasa harus ditaati oleh pemerintah, meskipun arti yang tepat dari AAUPB bagi tiap keadaan tersendiri tidak selalu dapat dijabarkan dengan teliti. Dapat pula dikatakan, bahwa AAUPB adalah asas-asas hukum tidak tertulis, darimana

19

Mahmun Syarif Nasution, 2013, Lelang Jabatan Dalam Perspektif Kebijakan Publik, h. 2,

URL : http://sumut.kemenag.go.id/file/file/TULISANPENGAJAR/vdyr1370450043.pdf, diakses tanggal 5 November 2015.

20

untuk keadaan-keadaan tertentu dapat ditarik aturan-aturan hukum yang dapat

diterapkan.21

AAUPB merupakan sebuah konsep terbuka dalam bidang hukum administrasi sehingga jenis dan macam dari AAUPB yang berkembang dan diterapkan di masing-masing negara bisa saja berbeda. Adapun macam-macam AAUPB , khususnya yang dikemukakan oleh Koentjoro Purbopranoto dan SF. Marbun

adalah sebagai berikut. 22

a. Asas kepastian hukum (principle of legal security) ;

b. Asas keseimbangan (principle of proportionality) ;

c. Asas kesamaan dalam mengambil keputusan (principle of equality) ;

d. Asas bertindak cermat (principle of carefulness) ;

e. Asas motivasi untuk setiap keputusan (principle of motivation) ;

f. Asas tidak mencampuradukan kewenangan (principle of nonmisuse of

competence) ;

g. Asas permainan yang layak ( principle of pair play) ;

h. Asas keadilan dan kewajaran (principle of reasonable or prohibition of

arbitrariness) ;

i. Asas kepercayaan dan menanggapi pengharapan yang wajar (principle of

meeting raised expectation) ;

21

Ibid. h.237.

22

j. Asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal (principle of undoing the concequences of an annulled decision) ;

k. Asas perlindungan atas pandangan atau cara hidup pribadi (principle of

protecting the personal may of life) ;

l. Asas kebijaksanaan (sapientia) ;

m. Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public service).

1.7 Metode Penelitian

Dokumen terkait