• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Teori Kepuasan Kerja

Ada beberapa teori-teori yang berhubungan dengan kepuasan kerja antara lain : 1. Teori Nilai (Value Theory)

Menurut konsep teori ini, kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil pekerjaan diterima individu seperti yang diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil akan semakin puas. Semakin sedikit menerima hasil akan kurang puas. Kunci kepuasan dalam pendekatan ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dan diinginkan seseorang. Semakin besar perbedaannya, semakin rendah kepuasan orang (Wibowo, 2007).

2. Teori keadilan (Equity theory)

Dikembangkan oleh Adam yang terdiri dari komponen input, outcome dan equity in equity. Pertama, input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat

menunjang pelaksanaan kerja misalnya pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi dan jumlah jam kerja. Kedua, outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai misalnya upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan kembali dan kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri. Ketiga, equity in equity dimana menurut teori ini puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari membandingkan antara

input-outcome dirinya dengan input-outcome pegawai lain (Mangkunegara dalam Hasibuan, 2015).

3. Teori Dua Faktor (Two Factor theory)

Disebut teori dua faktor karena terbagi dari faktor ekstrinsik dan intrinsik (extrinsic and intrinsic). Kedua faktor tersebut memiliki perbedaan penting seperti

disajikan pada penjelasan di bawah ini. Pertama, faktor ekstrinsik yakni “keadaan pekerjaan” (job context) yang menyebabkan rasa tidak puas (dissatisfaction) apabila kondisi ini tidak ada. Kondisi ini adalah faktor-faktor yang membuat orang merasa tidak puas. Faktor-faktor yang menyebabkan orang puas atau tidak puas adalah : upah, keamanan kerja, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan, mutu supervisi teknis dan mutu dari hubungan interpersonal di antara teman sejawat, dengan atasan dan dengan bawahan.

Kedua, faktor intrinsik yakni “kepuasan kerja” (job content) yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat yang dapat menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik. Jika kondisi ini tidak ada, maka kondisi ini ternyata tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan.

Serangkaian faktor ini dinamakan satisfier atau motivators yang meliputi prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan pekerjaan itu sendiri dan kemungkinan untuk berkembang (Herzbergh dalam Hasibuan 2015).

4. Teori pemenuhan kebutuhan (need fulfillment theory)

Teori ini menyimpulkan bahwa kepuasan kerja pegawai tergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas apabila ia mendapatkan yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut, demikian juga sebaliknya pegawai akan merasa tidak puas jika kebutuhannya tidak terpenuhi (Mangkunegara 2005).

Kebutuhan menurut Maslow dibagi menjadi: 1) Kebutuhan fisiologi yakni

kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional. 3) Kebutuhan sosial mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima baik dan persahabatan. 4) Kebutuhan penghargaan merupakan kebutuhan akan rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi, prestasi dan faktor rasa hormat misalnya status, pengakuan dan perhatian 5) Kebutuhan aktualisasi diri yaitu dorongan untuk menjadi yang mampu dikerjakannya mencakup pertumbuhan, mencapai potensialnya dan pemenuhan diri (Robbins dalam Hasibuan, 2015).

2.2.2 Dampak Kepuasan Kerja

Menurut Hasibuan (2015) indikator kepuasan kerja seorang pegawai dapat dilihat dari beberapa hal berikut ini:

1. Menyenangi Pekerjaannya

Pegawai sadar arah yang ditujunya, punya alasan memilih tujuannya, dan mengerti cara dalam bekerja. Dengan kata lain, seorang pegawai menyenangi pekerjaannya karena ia bisa mengerjakannya dengan baik.

2. Mencintai Pekerjaannya

Dalam hal ini pegawai tidak sekedar menyukai pekerjaannya tapi juga sadar bahwa pekerjaan tersebut sesuai dengan keinginannya.

3. Moral Kerja Positif

Ini merupakan kesepakatan batiniah yang muncul dari dalam diri seseorang atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan mutu yang ditetapkan.

4. Disiplin Kerja

Kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, dan ketertiban.

5. Prestasi Kerja

Hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas - tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan dan kesungguhan serta waktu.

2.2.3 Dampak Ketidakpuasan Kerja

Menurut Robbins (2007), ketidakpuasan kerja pada pekerja dapat diungkapkan dalam berbagai cara misalnya dengan meninggalkan pekerjaan, mengeluh, membangkang, mencuri barang milik perusahaan/organisasi, menghindari sebagian tanggung jawab pekerjaan mereka dan lainnya. Seorang individu akan merasa puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya merupakan sesuatu yang bersifat pribadi, yaitu tergantung bagaimana ia mempersepsikan adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginan-keinginannya dengan hasil keluarannya (yang didapatnya).

a) Empat cara mengungkapkan ketidakpuasan karyawan, yaitu:

Keluar (Exit) yaitu meninggalkan pekerjaan termasuk mencari pekerjaan lain.

Menyuarakan (Voice) yaitu memberikan saran perbaikan dan mendiskusikan masalah dengan atasan untuk memperbaiki kondisi.

b) Mengabaikan (Neglect) yaitu sikap dengan membiarkan keadaan menjadi lebih buruk seperti sering absen atau semakin sering membuat kesalahan.

c) Kesetiaan (loyality) yaitu menunggu secara pasif sampai kondisi menjadi lebih baik termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar.

2.2.4. Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

karyawan sangat dipengaruhi oleh aspek – aspek tersebut, jika aspek pemuas ini tidak diperoleh oleh karyawan maka akan muncul ketidakpuasan yang dapat memunculkan perilaku negatif karyawan seperti meninggalkan pekerjaan, mengeluh, membangkang, mencuri barang milik perusahaan/organisasi, menghindari sebagian tanggung jawab pekerjaan mereka dan lainnya. Menurut Levi dalam Ilyas (2017), ada lima aspek yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu:

1. Pekerjaan itu sendiri (Work It self)

Merupakan refleksi rasa karyawan tentang kondisi pekerjaan yang ditugaskan saat ini, termasuk apakah pekerjaan itu menantang, menarik, respek, dan membutuhkan keterampilan, dibandingkan dengan pekerjaan yang pengulangannya tidak mengenakkan.

2. Atasan (Supervisior)

Merupakan refleksi rasa karyawan tentang atasannya, termasuk kopetensi atasan, kesopanan dan komunikator yang baik.

3. Teman sekerja (Workers)

Merupakan rasa karyawan tentang rekan sesama karyawan, termasuk kecerdasan, tanggung jawab, suka menolong, ramah dan begitu pula sebaliknya, teman kerja yang bodoh, suka gosip, dan tidak menyenangkan. Hubungan antara manusia yang harmonis berarti suatu sistem pergaulan yang seorang saling percaya, saling hormati satu sama lain. Hal ini penting untuk diperhatikan sehingga mempengaruhi komunikasi yang baik diantara karyawan, dapat meningkatan kinerja karyawan, karyawan merasa nyaman bekerja, dan kecil kemungkinan untuk berhenti bekerja.

4. Kesempatan Promosi (Promotion)

Merupakan refleksi rasa karyawan terhadap kebijakan perusahaan dan pelaksanaan kebijakan, termasuk promosi jabatan yang adil berdasarkan kemampuan. Sistem promosi yang adil dan jujur memacu karyawan untuk meningkatkan kinerja yang baik, bekerja sesuai dengan apa yang diharapkan atasan dan karyawan memiliki peluang yang sama untuk menempati jabatan yang lebih tinggi.

5. Gaji / Upah (Pay)

Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak sesuai dengan pekerjaan yang diberikan. Gaji adalah jumlah bayaran yang didapat seseorang sebagai akibat dari pelaksanaan kerja. Gaji dapat dirasakan seseorang dengan sangat memuaskan atau sebaliknya tidak memuaskan.

Pemberian gaji terhadap karyawan yang adil dan layak dapat meningkatkan kepuasan kerja.

2.2.5 Cara Mengukur Kepuasan Kerja

Tingkat kepuasan kerja karyawan dapat diketahui dengan cara mengukur kepuasan kerja karyawan tersebut. Pengukuran kepuasan kerja dapat berguna sebagai penentuan kebijakan dalam organisasi.

Greenberg dan Baron dalam Ilyas (2017), menunjukkan tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu:

1. Rating Scale (Rentang skala) dan Kuesioner

reaksi mereka pada pekerjaan mereka.

2. Critical Incidents

Individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka yang dirasaka terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk mengungkap tema yang mendasari. Sebagai contoh misalnya apabila banyak pekerja yang menyebutkan situasi pekerjaan dimana mereka mendapatkan perlakuan kurang baik oleh supervisor atau sebaliknya.

3. Interviews

Dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja dapat diketahui sikap mereka secara langsung dan dapat mengembangkan lebih dalam dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur.

Sementara itu ada dua pendekatan yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mengukur kepuasan kerja yaitu: 1) Single Global Rating : yaitu meminta individu merespon atas suatu pertanyaan seperti; dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puas anda dengan pekerjaan anda? Individu bisa menjawab puas dan tidak puas. 2) Summation Score : yaitu dengan mengidentifikasi elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang maing-masing elemen.

Faktor spesifik yang diperhitungkan adalah sifat pekerjaan, supervisi, upah, kesempatan promosi dan hubungan dengan rekan kerja (Ilyas, 2017).

2.2.6 Manfaat Analisis Kepuasan Kerja

Adanya analisis kepuasan kerja dapat memberikan manfaat khusunya untuk para atasan atau pimpinan. Analisis ini digunakan sebagai penilaian yang positif maupun negatif sehingga dapat digunakan sebagai langkah selanjutnya dalam

mengambil keputusan yang tepat bagi pimpinan. Adapun manfaat dari telaah

kepuasan kerja menurut Keith Davis dan John W. Newstorm (dalam Nurbahar, 2015) yaitu sebagai berikut:

1) Pimpinan memperoleh indikasi tentang tingkat kepuasan umumnya dalam perusahaan.

2) Timbulnya komunikasi yang berharga ke semua arah pada saat orang-orang merencanakan, melaksanakan dan membahas hasil survei.

3) Membaiknya sikap karena survei dijadikan sebagai katup pengaman, penyaluran emosi, dan kesempatan untuk mengeluarkan uneg-uneg.

4) Kebutuhan pelatihan bagi para penyelia perusahaan berdasarkan apa yang dirasakan para pekerja yang diawasi tentang seberapa baik penyelia melaksanakan tugasnya.

5) Data bagi serikat pekerja.

6) Perencanaan dan pemantauan perubahan terhadap kebijakan perusahaan.

2.2.7 Cara Menghindari Ketidakpuasan Kerja

Menurut Chanatha (2010) untuk menghindari konsekuensi perilaku negatif dari ketidakpuasan karyawan, maka ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut:

a. Membuat pekerjaan menjadi menyenangkan

Karyawan akan merasa puas apabila karyawan tersebut menikmati pekerjaannya daripada mereka merasa bosan. Walaupun beberapa pekerjaan memang membosankan tetapi sangat memungkinkan membuat suatu pekerjaan menjadi

Karyawan akan merasa tidak puas kalau sistem penggajian di organisasi mereka tidak adil. Jika karyawan merasa sistem penggajian di perusahaan adil, maka mereka akan puas.

c. Right Person in the Right Place

Seorang karyawan ditempatkan pada pekerjaannya yang sesuai dengan kemampuan, dan personality mereka. Hal ini dapat menimbulkan kepuasan kerja bagi karyawan tersebut karena dapat mengembangkan dan menggunakan kemampuan yang sesuai dengan personality dan pekerjaannya.

d. Menghindari kebosanan dalam pengulangan pekerjaan

Banyak orang ingin menemukan sedikit kepuasan dalam melaksanakan pekerjaan yang berulang-ulang dan membosankan. Dalam two-factor theory, karyawan akan merasa lebih puas apabila diperbolehkan melakukan tugasnya dengan caranya sendiri.

Dokumen terkait