• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

2.2 Landasan Teori

Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi, 1995).

Usahatani pada skala usaha yang luas umumnya bemodal besar, berteknologi tinggi, manajemennya modern, lebih bersifat komersil, dan sebaliknya usahatani skala kecil umumnya bermodal pas-pasan, teknologinya tradisional, lebih bersifat usahatani sederhana dan sifat usahataninya subsistem, serta lebih bersifat untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam kehidupan sehari-hari. Berhasil atau

tidaknya usahatani tidak terlepas dari karakteristik petani dalam menjalankan usahataninya. Untuk itulah maka dalam menganalisis usahatani jeruk siam, peneliti hendaknya memperhatikan berbagai karakteristik petani jeruk siam dalam menjalankan usahataninya dan selalu mengingat untuk apa analisis tersebut dilakukan. Karakteristik dari petani dalam usahatani yaitu sebagai berikut :

1.Umur

Umur dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam melihat aktivitas seseorang dalam bekerja. Bilamana dalam kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan besar seseorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal (Hasyim, 2006).

Umur seseorang menentukan prestasi kerja atau kinerja orang tersebut. Semakin berat pekerjaan secara fisik maka semakin tua tenaga kerja akan semakin turun pula prestasinya. Namun, dalam hal tanggung jawab semakin tua umur tenaga kerja tidak akan berpengaruh karena justru semakin berpengalaman (Suratiyah, 2008).

2. Pengalaman Bertani

Pengalaman seseorang dalam bertani berpengaruh dalam menerima inovasi dari luar. Bagi yang mempunyai pengalaman yang sudah cukup lama akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada pemula dalam berusahatani (Soekartawi, 1999).

3. Jumlah Tanggungan

Jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan pendapatan dalam memenuhi kebutuhannya. Banyaknya jumlah tanggungan keluarga akan mendorong petani melakukan banyak aktivitas dalam mencari dan menambah pendapatan keluarganya (Soekartawi, 1989).

4. Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan sarana belajar bagi setiap orang, selanjutnya akan menanamkan pengertian dan sikap yang menguntungkan menuju penggunaan peraktek pertanian yang lebih modern. Mereka yang berpendidikan lebih tinggi relatif lebih cepat dalam melakukan adopsi (Arifin, 2005).

Tingkat pendidikan manusia pada umumnya menunjukkan daya kreativitas manusia dalam berpikir dan bertindak. Pendidikan rendah mengakibatkan kurangnya pengetahuan dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia. Usaha-usaha penduduk berakibat hanya mampu menghasilkan pendapatan rendah (Kartasapoetra, 1994).

5. Luas Lahan

Lahan usahatani adalah lahan di darat maupun di air, yang di gunakan untuk usaha budidaya tanaman, budidaya perairan, peternakan. Lahan usahatani bisa dimiliki oleh individu, keluarga, komunitas, hingga perusahaan. Sebuah lahan usahatani bisa seluas kurang dari satu hektar hingga beberapa ribu hektar. Lahan sebagai salah satu faktor produksi yang merupakan pabriknya hasil pertanian yang mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap usahatani. Besar kecilnya produksi dari usahatani antara lain dipengaruhi oleh luas sempitnya lahan yang digunakan (Mubyarto, 1994).

Meskipun demikian bukan berarti semakin luas lahan pertanian maka semakin efisien lahan tersebut. Bahkan lahan yang sangat luas dapat terjadi inefisiensi yang disebabkan oleh lemahnya pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja, serta terbatasnya persediaan modal untuk membiayai usahatani tersebut. Sebaliknya dengan lahan

yang luasnya relatif sempit upaya pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan tenaga kerja tercukupi dan modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar (Soekartawi, 1995).

Untuk menghasilkan produksi (output) diperlukan bantuan kerjasama beberapa faktor produksi sekaligus. Masalah ekonomi yang kita hadapi kini adalah bagaimana petani dapat mengkombinasikan faktor-faktor produksi tersebut agar tercapai efiisiensi yang setinggi-tingginya baik secara fisik maupun ekonomis (Mubyarto, 1994).

Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi dikenal juga dengan istilah input dan korbanan produksi. Faktor produksi memang sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Faktor produksi lahan, modal, pupuk, obat – obatan, dan tenaga kerja, dan aspek manajemen adalah faktor produksi yang terpenting. Hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) biasanya di sebut dengan fungsi produksi (Soekartawi, 1989).

Sebagai faktor produksi, tentu modal mutlak diperlukan dalam usaha pertanian. Tanpa modal udah pasti usaha tidak bisa dilakukan, paling tidak modal dibutuhkan untuk penggandaan bibit dan upah tenaga kerja. Kecukupan modal mempengaruhi ketepatan waktu dan ketepatan takaran dalam penggunaan masukan (Daniel, 2002).

Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatani swasembada, khususnya faktor tenaga kerja petani dan para anggota keluarganya. Dalam usahatani swasembada atau usahatani keluarga, faktor tenaga kerja keluarga petani merupakan unsur penentu (Tohir, 1991).

Biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan, peternak) untuk memperoleh faktor-faktor produksi yang akan digunakan dalam mengelola usahanya untuk mendapatkan hasil maksimal (Rahim dan Hastuti, 2007).

Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap ini umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Besar biaya tetap tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Di sisi lain biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Kalau menginginkan produksi yang tinggi, maka tenaga kerja perlu ditambah, pupuk juga perlu di tambah dan sebagainya, sehingga biaya ini sifatnya berubah-ubah tergantung besar kecilnya produksi yang di inginkan (Soekartawi, 1995).

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pendapatan adalah penerimaan dikurangi biaya produksi. Petani dalam memperoleh pendapatan yang tinggi maka petani harus mengupayakan penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah. Jenis hasil yang pasarnya baik dan mengupayakan biaya produksi yang rendah dengan megatur

biaya produksi, menggunakan teknologi yang baik, mengupayakan harga input yang rendah, dan mengatur skala produksi yang efesien (Simajuntak, 2004). Untuk menganalisa layak atau tidak layaknya usahatani yang dijalankan oleh petani jeruk siam dapat dilihat melalui kriteria investasi. Beberapa kriteria yang sering digunakan dalam analisis kelayakan yaitu :

1. Net Present Value (NPV)

NPV sering diterjemahkan sebagai nilai bersih sekarang. NPV dari suatu proyek atau usaha merupakan nilai sekarang (present value) dari selisih antara benefit (manfaat) dengan cost (biaya) pada discount rate tertentu. NPV merupakan kelebihan benefit (manfaat) dibandingkan dengan cost/biaya. NPV adalah kriteria investasi yang banyak digunakan untuk mengukur apakah proyek fleksible atau tidak (Soekartawi, 1995).

2. Internal Rate of Return (IRR)

IRR merupakan sebuah tingkat pengembalian yang dinyatakan dalam persen yang identik dengan ongkos investasi. Dapat disebut pula sebagai nilai discount rate (i) yang membuat NPV dari suatu proyek sama dengan nol. IRR merupakan tingkat keuntungan bersih atas investasi, dimana benefit bersih yang postif ditanam kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat i yang sama yang diberi berbunga selama sisa umur proyek. Jadi bila IRR > discount factor proyek dikatakan layak, dan sebaliknya IRR < discount factor proyek dikatakan tidak layak (Prawirokusumo, 1990).

3. Net Benefit Cost Ratio (Benefit B/C)

Net B/C adalah perbandingan antara jumlah NPV positif dengan jumlah NPV negatif. Net B/C ini menunjukkan gambaran berapa kali lipat manfaat (benefit)

yang diperoleh dari biaya (cost) yang dikeluarkan. Apabila net B/C > 1, maka proyek atau gagasan usaha yang akan didirikan layak untuk dilaksanakan. Demikian pula sebaliknya, apabila net B/C < 1, maka proyek atau gagasan usaha yang akan didirikan tidak layak untuk dilaksanakan (Soekartawi, 1995).

Dokumen terkait