• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Landasan Teori

2.2.1.1. Definisi dan Tujuan Auditing

Menurut Arrens & Loebbecke (1997: 1) menjelaskan bahwa auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian infromasi dimaksud dengan kriteria – kriteria yang ditetapkan.

Menurut Mulyadi dan Kanaka (1998: 7) mendefinisikan auditing secara umum sebagai suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan – pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian pernyataan – pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil – hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.

Ditinjau dari sudut akuntan publik, auditing adalah pemeriksaan

(examination) secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut (Mulyadi; 1998).

Menurut Arrens & Loebbecke (1986) tujuan audit dimasudkan untuk membuat suatu kerangka kerja untuk membantu auditor

mengumpulkan fakta yang cukup kuat yang dibutuhkan oleh standar ketiga dari pelaksanaan kerja lapangan dan memutuskan fakta mana yang perlu dikumpulkan sesuai dengan kondisi dari perjanjian.

Tujuan auditing menurut Standar Profesional Akuntan Publik PSA No. 22 (SA; 110) menyatakan bahwa tujuan umum atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, serta arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

2.2.1.2. Standar Profesional Akuntan Publik

Kualitas jasa yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik diatur dan dikendalikan melalui berbagai standar yang diterbitkan oleh organisasi profesi tersebut.

Ada 4 macam standar profesional yang digunakan sebagai aturan mutu pekerjaan akuntan publik (Mulyadi dan kanaka, 1998: 32-34), sebagai berikut :

1. Standar Auditing

Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis yang terdiri dari 10 standar dan dirinci dalam bentuk pernyataan Standar Auditing.

2. Standar Atestasi

Standar atestasi memberikan kerangka untuk fungsi atestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup tingkat keyakinan tertinggi

yang diberikan dalam jasa audit atas laporan keuangan histories maupun tingkat keyakinan yang lebih rendah dalam jasa audit. Standar atestasi terdiri dari 11 standar dan dirinci dalam bentuk pernyataan standar atestasi (PSAT).

3. Standar Jasa Akuntansi dan Review

Standar jasa akuntansi dan review memberikan kerangka untuk fungsi non atestasi bagi jasa akuntansi publik yang mencakup jasa akuntansi dan review. Standar jasa akuntansi dan review dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (PSAR).

4. Standar Jasa Konsultasi

Standar jasa konsultasi memberikan panduan bagi akuntan publik didalam penyediaan jasa konsultasi para praktisi menyajikan temuan, kesimpulan dan rekomendasi. Sifat dan lingkup pekerjaan jasa konsultasi ditentukan oleh perjanjian antara praktisi dan kliennya.

2.2.1.3. Standar Auditing

Menurut PSA No. 01 (SAS; 150), standar auditing berbeda dengan prosedur auditing. Standar auditing yang berbeda dengan prosedur auditing, berkaitan dengan tidak hanya kualitas professional auditor namun juga berkaitan dengan pertimbangan yang digunakan dalam pelaksanaan auditnya dan dalam laporannya.

Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Standar Umum (General Standards)

a. Audit harus dilaksanakan oleh seseorang yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

2. Standar Pekerjaan Lapangan (Standards of Field Work)

a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik – baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.

b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilaksanakan.

c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

3. Standar Pelaporan (Standards of Reporting)

a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sessuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

b. Laporan audit harus menunjukkan atau meenyatakan, jika ada ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebalumnya.

c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam auditor.

d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asensi, bahwa penyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus dinyatakan. Dalam suatu hal yang sama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan audit harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pakerjaan auditor, jika ada dan tingkat tanggung jawab yang dipikulnya.

2.2.2. Keahlian Audit

2.2.2.1. Pengertian Keahlian Audit

Definisi keahlian sampai saat ini masih belum terdapat definisi operasional yang tepat. Trotter (1986) dalam Mayangsari (2003) mendefinisikan ahli adalah orang yang dengan ketrampilannya mengerjakan pekerjaan secara mudah, cepat, intuisi, dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan.

Pengertian keahlian audit menurut Tugiman (1995: 21) adalah keahlian pemeriksaan internal dalam menerapkan berbagai standar,

prosedur, dan teknik pemeriksaan yang diperlukan dalam melaksanakan pemeriksaan. Selain itu, keahlian audit sendiri juga berarti kemampuan dalam menerapkan pengetahuan pada persoalan tersebut tanpa perlu belajar kembali secara luas dan bantuan yang berarti dari pihak lain.

Menurut Abdulmohammadin, Searfoss dan Shanteau (1992) dalam Murtanto dan Gudono (1999) memberikan suatu rangka untuk menganalisis keahlian seorang auditor kedalam lima karakteristik :

1. Komponen Pengetahuan (Knowledge Component)

Merupakan komponen penting dalam suatu keahlian. Komponen pengetahuan meliputi komponen seperti pengetahuan terhadap fakta–fakta, prosedur – prosedur, proses dan pengalaman. 2. Ciri – ciri Psikologis (Psychological Traits)

Merupakan komponen ciri – ciri psikologis seperti kemampuan dalam komunikasi, kreatifitas, bekerjasama dengan orang lain, dan kepercayaan.

3. Kemampuan Berpikir (Cognitive Abilities)

Merupakan kemampuan untuk mengakumulasikan dan mengolah informasi.

4. Strategi Penentu Keputusan (Decision Strategies)

Dinilai baik formal maupun informal yang akan membantu dalam membuat keputusan sistematis dan membantu keahlian didalam mengatasi keterbatasan manusia (Shanteau, 1998).

5. Analisis Tugas (Task Analysis)

Hal ini banyak dipengaruhi oleh pengalaman – pengalaman audit dan analisis tugas ini akan mempunyai pengaruh terhadap penentu keputusan.

Kompetensi dapat didefinisikan sebagai keahlian audit yang dimiliki seseorang untuk dapat mencapai tujuan audit yang baik. Kemampuan berpikir yaitu kemampuan untuk mengumpulkan, mengolah, dan menganalisa informasi. Karakteristik kemampuan berpikir adalah kemampuan beradaptasi dengan situasi yang baru dan ambisius serta kemampuan untuk mengabaikan atau menyaring informasi - informasi yang tidak relevan.

Kompetensi itu sendiri melibatkan proses berkesinambungan antara pendidikan, pelatihan, dan pengalaman. Dalam mempertimbangkan penerimaan atau penolakan suatu penugasan auditor, auditor harus mempertimbangkan apakah ia dapat melaksanakan audit dan menyusun laporan auditnya secara cermatdan seksama. Kecermatan dan keseksamaan pengguna kemahiran professional auditor ditentukan oleh ketersediaan waktu yang memadai untuk merencanakan dan melaksanakan audit (Mulyadi, 1992: 24).

Menurut Holmes dan Overymer (1984: 30) berpendapat bahwa seseorang yang telah diakui dalam profesinnya sebagai orang yang memiliki ketrampilan dan kemampuan yang penting untuk menilai pada derajat yang tinggi dan mampu untuk mengatasi setiap permasalahan yang dihadapinya.

Sehingga, kesimpulannya yang dapat diambil dari pengertian keahlian audit adalah seseorang yang memiliki tingkat ketrampilan tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subyek yang diperoleh dari pelatihan atau pengalaman dibidang audit.

2.2.2.2. Tipe Audit

Menurut Mulyadi (1998: 28) auditing pada umumnya digolongkan menjadi tiga tipe audit, antara lain :

1. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)

Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor independent terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Auditor independen menilai kewajaran laporan keuangan atas dasar kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi berterima umum. Hasil laporan keuangan tersebut disajikan dalam bentuk tertulis berupa laporan audit. Laporan audit ini dibagikan kepada para pemakai informasi keuangan seperti pemegang saham, kreditur, dan kantor pelayanan pajak.

2. Audit Kepatuhan (Compliance Audit)

Audit kepatuhan adalah audit yang bertujuan untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang membuat kriteria. Audit kepatuhan banyak dijumpai dalam pemerintahan.

3. Audit Operasional (Operational Audit)

Audit operasional merupakan review secara sistematik kegiatan organisasi atau bagian daripadanya dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Tujuan audit operasional adalah untuk :

b. Mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan.

c. Membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut.

Pihak yang memerlukan audit operasional adalah manajemen atau pihak ketiga. Hasil audit operasional diserahkan kepada pihak yang meminta dilaksanakannya audit tersebut.

2.2.2.3. Tahap – Tahap Audit

Menurut Harahap (1991: 143) yang dimaksud dengan proses audit atau yang disebut juga tahap – tahap audit adalah merupakan kegiatan atau langkah yang dilakukan oleh auditor mulai dari rencana audit, pelaksanaan sampai pada penerbitan laporan akuntansi.

Bailey yang dikutip oleh Harahap (1991: 144) berpendapat bahwa tahap – tahap audit adalah :

1. Meneliti keadaan lingkungan perusahaan. Tahap ini mencakup: a. Meneliti lingkungan perusahaan.

b. Membaca keadaan ekonomi nasional atau internasional secara umum

c. Meminta struktur organisasi perusahaan.

2. Melakukan penelitian terhadap system pengawasan intern. 3. Laksanakan pengujian kesesuaian (Test of Compliance).

4. Laksanakan pengujian substantive atau kebenaran bukti (Substantive Test).

Dreyfus dan Drefus (1986) mengatakan bahwa keahlian seseorang merupakan suatu gerakan yang terus menerus, yang berupa proses

pembelajaran dari “mengetahiiu sesuatu” menjadi “mengetahui bagaimana”. Lebih spesifik lagi Dreyfus membedakan proses pemerolehan keahlian menjadi lima tahap (Mayangsari, 2003).

Tahap pertama disebut dengan novice, yaitu tahapan pengenalan terhadap kenyataan dan membuat judgement hanya berdasarkan aturan – aturan yang tersedia. Keahlian pada tahap pertama ini biasanya dimiliki oleh staf audit pemula yang baru lulus dari universitas.

Tahap kedua disebut dengan advanced beginner. Pada tahap ini auditor sangat bergantung paada aturan dan tidak mempunyai cukup kemampuan untuk merasionalkan segala tindakan audit. Namun demikian auditor pada tahap ini mulai dapat membedakan aturan yang sesuai dengan suatu tindakan.

Tahap ketiga disebut dengan competence. Pada tahap ini auditor sudah punya cukup pengalaman untuk menghadapi situasi yang kompleks. Tindakan yang diambil disesuaikan dengan tujuan yang ada dalam pikirannya dan kurang sadar terhadap pemilihan, penerapan, dan prosedur aturan audit.

Tahap keempat disebut dengan profiency. Pada tahap ini segala sesuatunya menjadi rutin, sehingga dalam bekerja auditor cenderung bergantung pada pengalaman yang lalu. Intuisipun mulai digunakan, akhirnya pemikiran audit akan terus berjalan sehingga elemen analisis yang substansial.

Tahap kelima adalah expertise. Pada tahap ini, auditor mengetahui sesuatu karena kematangannya dan pemahamannya terhadap praktek yang

ada. Auditor sudah membuat keputusan atau menyelesaikan suatu permasalahan. Dengan demikian segala tindakan auditor dalam tahap ini sangat rasional dan mereka bergantung intuisinya bukan aturan – aturan yang ada.

Keterangan – keterangan diatas semakin menunjukkan pengaruh pengalaman yang merupakan salah satu unsur dari kompetensi terhadap pemberian opini audit. Dreyfus dan Drefus menunjukkan bahwa dalam pembagian jenjang kompetensi, terdapat unsur pengalaman, karena seseorang yang memiliki keahlian yang berada pada tahap novice, untuk sampai ke tahap beginner harus mengalami beberapa waktu pengalaman kerja serta tambahan pengetahuan teknis.

2.2.3. Independensi Auditor

PSA No. 04 seksi 220 dijelaskan bahwa independensi adalah sikap yang tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, sebab bagaimana pun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.

Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi sikap auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat dapat juga menurun disebabkan oleh keadaan yang oleh mereka

berpikiran sehat dianggap dapat mempengaruhi sikap independen tersebut. Auditor independen tidak hanya berkewajiban mempertahankan fakta bahwa ia independen, namun ia harus pula menghindari keadaan yang dapat menyebabkan pihak luar meragukan sikap independensinya.

Profesi akuntan publik telah menetapkan dalam kode etik Akuntan Indonesia, agar para akuntan publik menjaga dirinya dari kehilangan persepsi independensi dari masyarakat.

Menurut Mulyadi (1998: 49) bahwa independensi auditor mempunyai tiga aspek, antara lain:

1. Independensi dalam kenyataan merupakan independensi dalam diri auditor yang berupa kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan berbagai fakta yang ditemui dalam auditnya.

2. Independensi dalam penampilan merupakan independensi yang ditinjau dari sudut pandangan pihak lain yang mengetahui informasi yang bersangkutan dengan diri auditor.

3. Independensi dipandang dari sudut keahliannya adalah seseorang yang dapat mempertimbangkan fakta dengan baik jika ia mempunyai keahlian mengenai audit atas fakta tersebut. Dengan demikian, kompetensi auditor menentukan independen atau tidaknya auditor tersebut dalam mempertimbangkan fakta yang diauditnya.

Kesimpulannya bahwa independensi merupakan suatu sikap seseorang untuk bertindak secara obyektif dan dengan integritas yang tinggi. Integritas berhubungan dengan kejujuran intelektual akuntan sedangkan obyektifitas secara konsisten berhubungan dengan sikap netral dalam melaksanakan tugas pemeriksaan dan menyiapkan laporan auditor.

2.2.4. Pendapat Auditor

2.2.4.1. Pengertian Pendapat Auditor

Menurut Arens dan Loebbecke (1997: 38) mendefinisikan pendapat sebagai kesimpulan dari hasil laporan audit dan proses pengambilan keputusan dalam bidang audit. Bagian ini sangat penting sehingga seringkali keseluruhan laporan audit hanya disebut sebagai pendapat auditor. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa kesimpulan teresbut didasarkan atas pertimbangan profesional.

Mulyadi dan Kanaka (1998: 18) menjelaskan dalam paragraf ini auditor menyatakan pendapatnya mengenai kewajaran laporan keuangan auditor, dalam semua hal yang material, yang didasarkan atas kesesuaian laporan keuangan tersebut dengan prinsip akuntansi berterima umum. Jika auditor tidak dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup atau jika hasil pengujian auditor menunjukkan bahwa laporan keuangan yang diauditnya disajikan tidak wajar, maka auditor perlu menerbitkan laporan audit selain laporan yang berisi pendapat tanpa pengecualian.

2.2.4.2. Jenis – Jenis Pendapat Auditor

Terdapat lima jenis pendapat audit menurut Standar Profesional Akuntan Publik (PSA 29 SA seksi 508), antara lain:

1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)

Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan oleh auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan

prinsip akuntansi yang berterima umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi berterima umum tersebut, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan.

Laporan audit yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian adalah laporan keuangan yang paling dibutuhkan oleh semua pihak, baik oleh klien, pemakai informasi keuangan, maupun oleh auditor. Kata wajar dalam paragraph pendapat mempunyai makna:

a Bebas dari keragu-raguan dan ketidakjujuran. b Lengkap informasinya.

2. Laporan yang Berisi Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelasan (Unqualified Opinion Report with Explanatory Language).

Jika terdapat hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan, namun laporan keuangan tetap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan klien, auditor dapat menerbitkan laporan audit bentuk baku.

3. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion)

Auditor memberikan pendapat wajar dengan pengecualian dalam laporan audit, jika auditor menjumpai kondisi-kondisi berikut ini:

a Lingkup audit dibatasi oleh klien.

b Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada diluar kekuasaan klien maupun auditor.

c Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.

d Prinsip akuntansi berterima umum yang digunakan dalam laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten.

4. Pendapat tidak Wajar (Adverse Opinion)

Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas perusahaan klien. Auditor juga akan memberikan pendapat tidak wajar jika ia tidak dibatasi lingkup auditnya, sehingga ia dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk mendukung pendapatnya. Jika laporan keuangan diberi pendapat tidak wajar oleh auditor, maka informasi yang terdapat dalam laporan keuangan sama sekali tidak dapat dipercaya dan tidak dapat digunakan oleh pemakai informasi keuangan untuk pengambilan keputusan.

5. Pernyataan tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion). Jika auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, maka laporan audit ini disebut dengan laporan tanpa pendapat (no opinion report). Kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat adalah:

a Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkungan audit. b Seorang Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan

2.2.4.3. Jenis – Jenis Auditor

Arens dan Loebbecke (1997 : 6), meyebutkan empat jenis auditor yang paling umum dikenal, yaitu.

1 Akuntan Publik Terdaftar

Auditor ekstern/ independent bekerja untuk kantor akuntan publik yang statusnya diluar struktur perusahaan yang mereka audit. Umumnya auditor ekstern menghasilkan laporan atas financial audit

yang dibuat oleh kliennya. Audit tersebut ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai informasi keuangan seperti: kreditur, investor, calon kreditur, calon investor dan instansi pemerintah.

2 Auditor Intern

Auditor intern bekerja untuk perusahaan yang mereka audit dimana tugas pokok Auditor intern adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi.

3 Auditor Pajak

Auditor pajak bertugas melakukan pemeriksaan ketaatan wajib pajak yang diaudit terhadap undang- undang perpajakan yang berlaku.

4 Auditor Pemerintah

Tugas auditor pemerintah adalah menilai kewajaran informasi keuangan yang disusun oleh instansi pemerintahan. Disamping itu audit juga dilakukan untuk menilai efisiensi, efektifitas dan

ekonomisasi operasi program dan penggunaan barang milik pemerintah. Dan sering juga audit atas ketaatan pada peraturan yang dikeluarkan pemerintah. Audit yang dilaksanakan oleh pemerintahan dapat dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

2.2.5. Pengaruh Keahlian Audit Terhadap Pendapat Audit

Trooter (1986) dalam Chow dan Rice (1987) mendefinisikan ahli sebagai orang dengan keterampilannya mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif, dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan (Mayangsari, 2003).

Penelitian tentang keahlian yang berkaitan dengan proses pembuatan laporan yang dilakukan oleh seorang ahli merupakan suatu penelitian yang banyak berhubungan dengan aspek perilaku. Pada proses pembuatan keputusan, seorang ahli harus melakukan pertimbangan – pertimbangan yang didasarkan pada jumlah informasi yang digunakan untuk membuat keputusan. Menurut Einhorn (1972), pembuatan keputusan oleh seorang ahli didasarkan pada paradigma Einhorn (Mayangsari, 2003).

Einhorn mengatakan ada tiga hal penting yang harus dipertimbangkan oleh seorang ahli dalam proses pembuatan keputusan, yaitu :

1. Seorang ahli seharsnya cenderung untuk mengelompokkan variabel – variabel dalam cara yang sama disaat mengidentifikasi dan mengorganisasi faktor informasi.

2. Dalam menghitung jumlah informasi, seorang ahli seharusnya menunjukkan pertimbangan reliabilitas yang tinggi sehingga terhindar dari bias.

3. Seorang ahli seharusnya mempertimbangkan dan menggabungkan faktor – faktor dalam cara yang sama.

Gibbins dan Larocque (1990) dalam Murtanto (1999), memberikan suatu model umum atas keahlian auditor dengan lima komponen yang terdiri atas kepribadian, tugas, lingkungan sosial, dan kendala – kendala serta proses pemberian pendapat.

Berdasarkan keterangan diatas maka dapat disimpulkan bahwa seorang auditor harus mempunyai komponen pengetahuan serta pangalaman dalam menyelesaikan tugas – tugas auditnya. Serta harus ahli dalam melakukan pertimbangan – pertimbangan yang didasarkan pada jumlah informasi yang digunakan untuk membuat keputusan.

2.2.6. Pengaruh Independensi Auditor Terhadap Pendapat Audit

Berdasarkan keterangan – keterangan yang ada, maka dapat diambil kesimpulan bahwa independensi merupakan suatu sikap seseorang untuk bertindak secara obyektif dan dengan integritas yang tinggi dalam pengambilan keputusan. Integritas berhubungan dengan kejujuran intelektual akuntan sedangkan obyektifitas secara konsisten berhubungan dengan sikap netral dalam melaksanakan tugas pemeriksaan dan menyiapkan laporan auditor.

Independensi merupakan aspek yang penting dalam profesi akuntan publik, karena akuntan publik tidak dapat memberikan pendapat yang

obyektif jika ia tidak independen. Meskipun auditor memiliki kemampuan teknis yang cukup, masyarakat tidak akan percaya jika mereka tidak independen.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah disebutkan sebelumnya, nampak bahwa pendapat auditor merupakan suatu faktor yang mempengaruhi pemilihan kantor akuntan publik dan faktor yang dapat menyebabkan klien berganti kantor akuntan publik. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pemberian pendapat oleh auditor dapat tidak obyektif jika auditor tidak independen.

2.2.7. Pengaruh Keahlian Audit dan Independensi Auditor Terhadap

Pendapat Audit

Menurut Mutchler (1985) berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya mengenai adanya hubungan antara faktor keahlian audit dan independensi dengan pendapat audit, menunjukkan adanya hubungan yang saling bergantung antara keahlian audit dengan independensi terhadap pemberian pendapat. Artinya, auditor baik itu kompeten maupun tidak kompeten akan cenderung memberikan pendapat yang salah karena adanya faktor-faktor komersial, seperti kerugian jika klien berpindah ke kantor akuntan yang lain atau auditor menghadapi tekanan pada saat melakukan pemeriksaan (Mayangsari, 2003).

Proses pengambilan keputusan dalam bidang audit dipengaruhi oleh faktor keahlian audit dan independensi. Keahlian audit berkaitan dengan struktur yang dimiliki auditor dan dapat menyebebkan perbedaan pendapat

audit terhadap suatu kasus tertentu. Sedangkan, independensi merupakan cerminan tekanan politik, sosial, ekonomi yang dihadapi oleh seorang

Dokumen terkait