• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Analisis Faktor

2.2.4 Langkah-langkah Analisis Faktor

Menurut Supranto (2010), langkah-langkah yang diperlukan dalam analis faktor adalah :

a. Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah faktor analisis dan mengidentifikasi/ mengenali variabel-variabel asli yang akan dianalisis faktor.

(2). Variabel yang akan dipergunakn di dalam analisis faktor harus dispesifikasi berdasarkan penelitian sebelumnya, teori dan pertimbangan dari peneliti.

(3). Pengukuran variabel berdasarkan skala interval atau ratio.

(4). Banyaknya elemen sampel (n) harus cukup/ memadai sebagai petunjuk kasar, kalau k sebagai banyaknya jenis variabel (atribut) maka n=4 atau 5 kali k. Artinya kalau variabel 5, banyaknya responden minimal 20 atau 25 orang sebagai sampel acak.

b. Membentuk Matriks Korelasi

Proses analisis di dasarkan pada suatu matriks korelasi agar variabel pendalaman yang berguna bisa diperoleh dari penelitian matriks ini. Agar analisis faktor bisa tepat dipergunakan, varaiabel-variabel yang akan dianalisis harus berkorelasi. Apabila koefisien korelasi antar-variabel terlalu kecil, hubungan lemah, analisis faktor tidak tepat.

Prinsip utama analisis faktor adalah korelasi, maka asumsi-asumsi akan terkait dengan metode statistik korelasi yaitu :

(1) Besar korelasi atau korelasi independen variabel yang cukup kuat,

misalnya > 0,5 atau bila dilihat tingkat signifikansinya adalah < dari 0,5. (2) Besar korelasi partial, korelasi antar dua variabel dengan menganggap

variabel dengan mengganggap variabel lain adalah tetap (konstan) harus

kecil. Pada SPSS deteksi korelasi parsial diberikan pada Anti Image

Statistik formal tersedia untuk menguji ketepatan model faktor yaitu Barlett’s Test of Sphericity bisa digunakan untuk menguji hipotesis bahwa variabel tak berkorelasi di dalam populasi. Nilai yang besar untuk uji statistik, berarti hipotesis nol harus ditolak (berarti ada korelasi yang signifikan diantara beberapa variabel). Kalau hipotesis nol terima, ketepatan analisis faktor harus dipertanyakan.

Statistik lainnya yang berguna adalah KMO (Kaiser-Meyer-Olkin)

mengukur kecukupan sampling (sampling adequancy). Indeks ini

membandingkan besarnya koefisien korelasi terobservasi dengan besarnya koefisien korelasi parsial. Nilai KMO yang kecil menunjukkan korelasi antar pasangan variabel tidak bisa diterangkan oleh variabel lain dan analisis faktor mungkin tidak tepat.

(1). Harga KMO sebesar 0,9 adalah sangat memuaskan (2). Harga KMO sebesar 0,8 adalah memuaskan

(3). Harga KMO sebesar 0,7 adalah harga menengah (4). Harga KMO sebesar 0,6 adalah cukup

(5). Harga KMO sebesar 0,5 adalah kurang memuaskan (6). Harga KMO sebesar 0,4 adalah tidak dapat diterima

Measure of Sampling Adequacy (MSA) ukuran dihitung untuk seluruh matriks korelasi dan setiap variabel yang layak untuk diaplikasikan pada analisis faktor. Nilai MSA yang rendah merupakan pertimbangan untuk

2003). Angka MSA berkisar 0-1 menunjukkan apakah sampel bisa dianalisis lebih lanjut (Wibowo, 2006).

(1) MSA = 1, variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel lain.

(2) MSA > 0,5 variabel masih dapat diprediksi dan dapat dianalisis lebih lanjut.

(3) MSA < 0,5 variabel tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dianalisis lebih lanjut.

c. Menentukan Metode Analisis Faktor

Segera setelah ditetapkan bahwa analisis faktor merupakan tekhnik yang tepat untuk menganalisis data yang sudah dikumpulkan, kemudian ditentukan atau dipilih metode yang tepat untuk analisis faktor. Ada dua cara metode yang bisa digunakan dalam analisis faktor, khususnya untuk menghitung timbangan atau koefisien skor faktor, yaitu principal components analysis dan common factor analysis.

Di dalam principal component analysis, jumlah varian dalam data

dipertimbangkan. principal component analysis direkomendasikan kalau hal yang pokok ialah menentukan bahwa banyaknya faktor minimum yang harus

memperhitungkan faktor maksimum tersebut dinamakan principal

components.

Di dalam common factor analysis, faktor diestimasi didasarkan pada common variance, communalities dimasukkan di dalam matriks korelasi.

Metode ini dianggap tidak tepat kalau tujuan utamanya ialah mengenali/ mengidentifikasi dimensi yang mendasari dan common variance yang menarik perhatian. Metode ini juga dikenal sebagai principal axis factoring (Supranto,2010).

Communalities ialah jumlah varian yang sumbangkan oleh suatu variabel dengan seluruh variabel lainnya dalam analisis. Bisa juga disebut proporsi atau bagian varian yang dijelaskan common factor , atau besarnya sumbangan suatu faktor terhadap varian seluruh variabel. Semakin besar communalities sebuah variabel, berarti semakin kuat hubungannya dengan faktor yang dibentuknya.

Eigenvalue merupakan jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap

faktor. Eigenvalue akan menunjukkan kepentingan relatif masing-masing

faktor dalam menghitung varian yang dianalisis (Wibowo, 2006). d. Rotasi Faktor-Faktor

Suatu hasil atau out put yang penting dari analisis faktor ialah apa yang disebut matriks faktor pola (faktor pattern matrix). Matriks faktor berisi koefisien yang dipergunakan untuk mengekspresikan variabel yang dibakukan dinyatakan dalam faktor. Koefisien ini disebut muatan faktor, mewakili korelasi antar-variabel dan faktor.

Di dalam melakukan rotasi faktor, kita menginginkan agar setiap faktor mempunyai muatan atau koefisien yang tidak nol atau yang signif ikan

memeriksa variabel yang belum layak dimasukkan menjadi layak dimasukkan dalam buat penamaan. Demikian halnya kita juga menginginkan agar setiap variabel mempunyai muatan yang tidak nol atau signifikan dengan beberapa saja, kalau mungkin dengan satu faktor saja. Kalau terjadi beberapa faktor mempunyai muatan tinggi dengan variabel yang sama, sangat sulit untuk membuat interpretasi tentang seluruh varian (dari seluruh variabel asli) mengalami perubahan.

e. Interpretasi Faktor

Interpretasi faktor dipermudah dengan mengidentifikasi variabel yang muatannya besar pada faktor yang sama. Faktor tersebut kemudian bisa diinterpretasikan, dinyatakan dalam variabel yang mempunyai muatan tinggi padanya. Variabel yang tidak dengan sumbu salah satu faktorberarti berkorelasi dengan kedua faktor tersebut .

f. Menghitung Skor dan Nilai Faktor

Nilai faktor adalah ukuran yang mengatakan representasi suatu variabel oleh masing masing faktor. Nilai faktor menunjukkan bahwa suatu data mewakili karakteristik khusus yang dipresentasikan oleh faktor. Nilai faktor ini selanjutnya digunakan untuk analisis lanjutan. Sebenarnya analisis faktor tidak harus dilanjutkan dengan menghitung skor atau nlai faktor, sebab tanpa menghitungpun hasil analisis faktor sudah bermanfaat yaitu mereduksi variabel yang banyak menjadi variabel baru yang lebih sedikit dari variabel aslinya.

g. Memilih Surrogate Variabels

Surrogate variabel adalah suatu bagian dari variabel asli yang dipilih untuk digunakan di dalam analisis selanjutnya.

h. Proses Analisis Faktor

Secara garis besar tahapan pada analisis faktor adalah sebagai berikut Supranto (2010) dan Riyanto,A.(2011) :

(1). Memilih variabel yang layak dimasukkan dalam analisis faktor.

(2). Menguji variabel yang ditentukan, menggunakan metode Barlett Test of Sphericity Sera pengukuran MSA (Measure Sampling Adequacy).

(3). Setelah sejumlah variabel terpilih, maka dilakukan “ekstraksi” variabel tersebut hingga menjadi satu atau beberapa faktor.

(4). Faktor yang terbentuk pada banyak kasus kurang menggambarkan perbedaan diantara faktor-faktor yang ada. Hal tersebut akan mengganggu analisis, karena justru sebuah faktor harus berbeda secara nyata dengan faktor lain.

(5). Kemudian interpretasikan hasil penemuan (artinya faktor-faktor tersebut mewakili variabel yang mana saja), dan memberi nama atas faktor yang terbentuk.

(6). Validasi atas hasil faktor untuk mengetahui apakah faktor yang terbentuk telah valid. Validitas dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti :

a. Membagi sampel awal menjadi dua bagian kemudian membandingkan hasil faktor sampel satu dengan sampel dua. Jika hasil tidak banyak perbedaan, bisa dikatakan faktor yang terbentuk telah valid.

b. Dengan melakukan metode Comfirmatory Faktor Analysis (CFA)

dengan cara Structural Equation Modelling (SEM). Proses ini bisa

dibantu dengan Software khusus, seperti Lisrel atau Amos.

2.3. Landasan Teori

Menurut BKKBN usia yang ideal untuk hamil dan melahirkan yaitu 20-30 tahun, lebih atau kurang dari usia tersebut adalah beresiko. Dengan kata lain disebut reproduksi yang sehat untuk wanita saat hamil dan melahirkan, karena pada masa hamil banyak terjadi perubahan-perubahan baik secara fisik maupun psikologi untuk itu diperlukan persiapan dalam menghadapi masa kehamilan tersebut. Persiapan tersebut ada tiga hal yaitu persiapan phisik, persiapan mental/ emosi/ psikologi dan persiapan sosial/ ekonomi (Manuaba, IBG. 2010).

Pada umumnya proses kehamilan menjadi hal yang bahagia bagi pasangan yang terikat oleh jalinan perkawinan namun sebaliknya proses kehamilan itu akan menjadi malapetaka bagi pasangan yang belum terikat perkawinan yang sah atau bisa di sebut hubungan seksual pranikah. Istilah “hubungan seksual pranikah” sudah merupakan hal yang tidak asing lagi, baik di kalangan masyarakat ilmuan maupun di kalangan masyarakat awam. Yang dimaksud dengan hubungan seksual

pranikah adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh sepasang insan sebelum mereka diikat oleh tali perkawinan (Lesnapurnawan, 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan usia muda ≤ 20 tahun dapat menggunakan pendekatan faktor prilaku pada kerangka kerja. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku menurut Lawrence Green ( 1980 ) dalam Notoatmojo (2007) ada 3 faktor utama yaitu :

a. Faktor predisposisi (predisposing factor) di dalamnya termasuk pengetahuan,

sikap, kepercayaan, keyakinan, tradisi, nilai–nilai, tingkat sosial ekonomi dan lain sebagainya.

b. Faktor pemungkin (enabling factor) yang terwujud dalam lingkungan phisik,

sumber daya, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas dan sarana kesehatan.

c. Faktor penguat (reinforcing factor) yang terwujud di dalam sikap dan prilaku petugas kesehatan, maupun petugas lain, teman, tokoh yang semuanya bisa menjadi kelompok referensi dari prilaku masyarakat termasuk juga undang- undang, peraturan-peraturan.

Dari faktor–faktor di atas dapat disimpulkan bahwa prilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan (kehamilan usia muda) ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dari orang yang bersangkutan. Di samping itu ketersediaan fasilitas kesehatan dan prilaku petugas kesehatan juga mendukung dan memperkuat terbentuknya prilaku. Berarti secara umum prilaku tergantung faktor intern (dari dalam individu) dan faktor ekstern (dari luar individu) yang saling memperkuat. Jadi

kalau kita ingin merubah prilaku kita harus memperhatikan faktor–faktor tersebut di atas.

Dengan demikian landasan teori dari faktor-faktor yang memengaruhi kehamilan usia muda tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Lesnapurnawan, 2009 dan Dianawati, 2005

Gambar 2.1. Landasan Teori Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kehamilan Usia Muda ≤ 20 Tahun. Modifikasi dariRomauli, S. 2011, Aryani, R. 2009, Manuaba, IBG.2010 Lesnapurnawan, 2009 dan Dianawati, 2005, Lawrence Green dalam Notoatmojo, 2007)

Faktor Predisposisi :

− Tingkat pendidikan

− Ekonomi

− Kurangnya pengetahuan tentang

kesehatan reproduksi (tabu)

− Adat istiadat atau pandangan

masyarakat

− Pandangan terhadap konsep cinta

Kehamilan di Usia

Muda ≤ 20 Tahun

Faktor Pemungkin :

− Dorongan biologis (melakukan

hubungan seksual karena pengaruh buku, film, majalah yang

menampilkan gambargambar erotis

yang mudah diakses melalui telepon genggam atau internet)

− Kesempatan (kesibukan orang tua,

kurang perhatian terhadap anak, fasilitas yang berlebih/ uang)

Faktor Penguat :

− Keimanan dan etika moral yang

dimiliki remaja

− Kepatuhan terhadap orang tua

2.4. Kerangka konsep

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan arah dari alur penelitian ini adalah seperti tergambar dalam kerangka konsep di bawah ini :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Faktor yang memengaruhi : 1. Tingkat pendidikan

2. Ekonomi

3. Dorongan biologis

4. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi

5. Kesempatan

6. Kepatuhan terhadap orang tua 7. Adat istiadat atau pandangan

masyarakat

8. Hukum dan peraturan

9. Pandangan terhadap konsep cinta

Kehamilan Usia Muda ≤ 20 tahun

Dokumen terkait