• Tidak ada hasil yang ditemukan

Langkah-Langkah Analisis Faktor

Dalam dokumen Universitas Sumatera Utara (Halaman 27-34)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Faktor

2.1.5 Langkah-Langkah Analisis Faktor

Menurut Suliyanto (2005), langkah-langkah analisis faktor secara garis besar dapat dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu sebagai berikut:

1. Merumuskan Masalah

Perumusan masalah meliputi beberapa langkah berikut:

a. Tujuan dari analisis faktor harus diidentifikasi dengan jelas.

b. Variabel-variabel yang akan dipergunakan harus ditetapkan berdasarkan penelitian sebelumnya, teori, dan pertimbangan dari peneliti.

c. Data yang dianalisis merupakan data numerik dengan skala interval atau rasio.

d. Jumlah sampel yang mewakili populasi akan tetap tergantung kepada jumlah dan tingkat variasi dari populasi yang diteliti. Jumlah sampel

sebanyak 4 sampai 5 kali jumlah variabel hanya dapat memenuhi syarat untuk dapat dilakukan analisis faktor.

2. Membuat Matriks Korelasi

Di dalam melakukan analisis faktor, keputusan pertama yang harus diambil adalah menganalisis apakah data yang ada cukup memenuhi syarat di dalam analisis faktor. Hal tersebut dilakukan untuk mencari korelasi matriks antar indikator-indikator yang diobservasi. Karena prinsip utama analisis faktor adalah korelasi, maka asumsi-asumsi terkait dengan korelasi akan digunakan menurut Santoso (2017), yaitu:

a. Besar korelasi atau korelasi antar variabel independen harus cukup kuat, misalnya di atas 0,5. Artinya, jika nilai determinan mendekati satu, maka matriks korelasi menyerupai matriks identitas.

b. Besar korelasi parsial, korelasi antar dua variabel dengan menganggap tetap variabel yang lain, justru harus kecil. Dengan kata lain, indeks perbandingan jarak antara koefisien dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan harus kecil. Hal ini dapat diidentifikasi dengan nilai measure of sampling adequacy (MSA). MSA adalah sebuah indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara parsial setiap item/variabel. Untuk dapat dilakukan analisis faktor, nilai MSA dianggap cukup apabila nilai MSA ≥ 0,5. Apabila ada item/variabel yang tidak memiliki nilai MSA ≥ 0,5, variabel tersebut harus dikeluarkan dari analisis faktor secara bertahap satu per satu.

c. Pengujian seluruh matriks korelasi (korelasi antar variabel), yang diukur dengan besaran Bartlett Test of Sphericity atau Measure Sampling Adequacy (MSA). Pengujian ini mengharuskan adanya korelasi yang signifikan di antara paling sedikit beberapa variabel.

d. Pada beberapa kasus, asumsi normalitas dari variabel-variabel atau faktor yang terjadi sebaiknya dipenuhi.

Proses analisis faktor didasarkan pada matriks korelasi antara variabel yang satu dengan variabel-variabel lain, untuk memperoleh analisis faktor yang semua variabel-variabelnya harus berkorelasi. Untuk menguji ketepatan dalam model faktor, uji statistik yang digunakan adalah Barletts Test of Sphericity dan Kaiser-Mayer-Olkin (KMO) untuk mengetahui kecukupan sampelnya. Berikut adalah klasifikasinya:

a. Nilai KMO sebesar 0,9 adalah baik sekali, b. Nilai KMO sebesar 0,8 adalah baik,

c. Nilai KMO sebesar 0,7 adalah sedang/agak baik, d. Nilai KMO sebesar 0,6 adalah cukup,

e. Nilai KMO sebesar 0,5 adalah kurang, dan f. Nilai KMO sebesar < 0,5 adalah ditolak.

Pada analisis faktor eksploratori, nilai communalities dapat digunakan untuk menganalisis apakah data yang ada cukup memenuhi syarat di dalam analisis faktor. Communalities adalah nilai yang menunjukkan sejauh mana suatu item berkorelasi dengan semua item lainnya. Semakin tinggi korelasinya, maka semakin baik. Jika nilai communalities untuk variabel tertentu rendah (antara

0,0-0,4), maka variabel tersebut akan sulit untuk berada secara signifikan pada faktor apapun, sehingga variabel tersebut dapat dihapus dari analisis faktor (StatWiki, 2018).

3. Ekstraksi Faktor

Ekstraksi faktor adalah metode yang digunakan untuk mereduksi data dari beberapa indikator untuk menghasilkan faktor yang lebih sedikit yang mampu menjelaskan korelasi antara indikator yang diobservasi. Menurut Hidayat (2014), ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk melakukan ekestraksi faktor, yaitu:

a. Principal Component Analysis

Principal component analysis (analisis komponen utama) merupakan metode yang paling sederhana di dalam melakukan metode ekstraksi faktor.

Metode ini membentuk kombinasi linear dari indikator yang diobservasi.

b. Principal Axis Factoring

Metode ini hampir sama dengan metode analisis komponen utama, kecualui matriks korelasi diagonal diganti dengan sebuah estimasi indikator kebersamaan, namun tidak sama dengan analisis komponen utama di mana indikator kebersamaan yang awal selalu diberi angka 1.

c. Unweight Least Square

Unweight least square adalah metode ini yang digunakan untuk meminimumkan jumlah perbedaan yang dikuadratkan antara matriks korelasi yang diobservasi dan yang diproduksi dengan mengabaikan matriks diagonal dari sejumlah faktor tertentu.

d. Generalized Least Square

Metode ini adalah metode meminimumkan jumlah perbedaan yang dikuadratkan antara matriks korelasi yang diobservasi dan yang diproduksi sebagaimana pada metode unweight least square, namun korelasi yang diberi timbangan sebesar keunikan dari indikator. Korelasi dari indikator yang mempunyai error yang besar diberi timbangan yang lebih kecil dari indikator yang mempunyai error yang kecil.

e. Maximum Likelihood

Maximum likelihood adalah suatu prosedur ekstraksi faktor yang menghasilkan estimasi parameter yang paling mungkin untuk mendapatkan matriks korelasi observasi.

4. Penentuan Jumlah Faktor

Penentuan jumlah faktor yang ditentukan untuk mewakili variabel-variabel yang akan dianalisis didasarkan pada besarnya eigenvalue serta persentase total variannya. Hanya faktor yang memiliki eigenvalue sama atau lebih besar dari 1 yang dipertahankan dalam model analisis faktor, sedangkan yang lainnya dikeluarkan dari model. Untuk menentukan banyaknya jumlah faktor yang terbentuk dalam analisis faktor dapat dilakukan beberapa pendekatan berikut:

a. Penentuan Berdasarkan Apriori

Jumlah faktor telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti.

b. Penentuan Berdasarkan Eigenvalue

Untuk menentukan jumlah faktor yang terbentuk dapat didasarkan pada eigenvalue. Jika suatu variabel memiliki eigenvalue ≥ 1, dianggap sebagai

suatu faktor, sebaliknya jika suatu variabel hanya memiliki eigenvalue < 1, tidak dimasukkan dalam model.

c. Penentuan Berdasarkan Scree Plot

Scree plot pada dasarnya merupakan grafik yang menggambarkan hubungan antara faktor dengan eigenvalue, pada sumbu Y menunjukkan eigenvalue, sedangkan pada sumbu X menunjukkan jumlah faktor. Untuk dapat menentukan berapa jumlah faktor yang diambil, ditandai dengan slope yang sangat tajam antara faktor yang satu dengan faktor berikutnya.

d. Penentuan Berdasarkan Persentase Varian (Percentage of Variance)

Persentase varian menunjukkan jumlah variasi yang berhubungan pada suatu faktor yang dinyatakan dalam persentase. Untuk dapat menentukan berapa jumlah faktor yang diambil, harus memiliki nilai persentase varian ≥ 0,5. Sedangkan apabila menggunakan kriteria kumulatif persentase varian, besarnya nilai kumulatif persentase varian ≥ 60%.

Untuk mengetahui peranan masing-masing variabel dalam suatu faktor dapat ditentukan dari besarnya loading variabel yang bersangkutan. Loading dengan nilai terbesar berarti mempunyai peranan utama pada faktor tersebut.

Variabel yang memiliki nilai loading < 0,5 dianggap tidak memiliki peranan yang berarti terhadap faktor yang terbentuk sehingga variabel tersebut dapat diabaikan dalam pembentukan faktor.

5. Rotasi Faktor

Hasil dari ekstraksi faktor dalam matriks faktor mengidentifikasikan hubungan antar faktor dan variabel individual, namun dalam faktor-faktor tersebut

banyak variabel yang berkorelasi sehingga sulit diinterpretasikan. Tujuan rotasi faktor adalah untuk memperjelas variabel yang masuk ke dalam faktor tertentu.

Beberapa mode rotasi faktor, yaitu:

a. Orthogonal rotation, yakni memutar sumbu ke kanan sampai 90o. Metode ini menggunakan asumsi bahwa hubungan antar variabel tidak ada atau korelasi antar faktor adalah 0. Proses rotasi dengan metode ini dibedakan menjadi metode quartimax, varimax, dan equimax.

b. Oblique rotation, yakni memutar sumbu ke kanan, tetapi tidak harus sebesar 90o. Metode ini menggunakan asumsi bahwa hubungan antar faktor atau korelasi antar faktor tidak sama dengan 0. Proses rotasi dengan metode ini dibagi lagi menjadi metode oblimin, promax, orthoblique, dan lainnya.

6. Penamaan Faktor

Untuk menamai faktor yang telah terbentuk dalam analisis faktor, dapat dilakukan dengan cara berikut:

a. Memberikan nama faktor yang dapat mewakili nama-nama variabel yang membentuk faktor tersebut.

b. Memberikan nama faktor berdasarkan variabel yang memiliki nilai factor loading tertinggi. Hal ini dilakukan apabila tidak dimungkinkan untuk memberikan nama faktor yang dapat mewakili semua variabel yang membentuk faktor tersebut

7. Model Fit (Ketepatan Model)

Tahap akhir dari analisis faktor adalah mengetahui ketepatan dalam memilih teknik analisis faktor principal component analysis untuk mengetahui

dengan melihat jumlah residual (perbedaan) antara korelasi yang diamati dengan korelasi yang diproduksi. Semakin kecil persentase nilai residual (dalam hal ini adalah nilai root mean square error atau RMSE), maka semakin tepat penentuan teknik tersebut.

Dalam dokumen Universitas Sumatera Utara (Halaman 27-34)

Dokumen terkait