FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
OLEH
CINDY NAOMI TOBING NIM: 141000477
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2018
salah satu syarat untuk memperoleh gelar
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH
CINDY NAOMI TOBING NIM: 141000477
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2018
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PASANGAN USIA SUBUR (PUS) MENJADI AKSEPTOR KB DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIMPANG LIMUN KOTA MEDAN TAHUN 2018” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risisko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Medan, September 2018
Cindy Naomi Tobing NIM: 141000477
PENERAPAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA UNTUK MENGIDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PASANGAN USIA SUBUR(PUS)
MENJADI AKSEPTOR KB DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS SIMPANG LIMUN KOTA MEDAN
TAHUN 2018
Yang disiapkan dan dipertahankan oleh
CINDY NAOMI TOBING NIM: 141000477
Disahkan oleh:
Komisi Pembimbing
Pembimbing
Prof. Drs. Heru Santosa, M.S., Ph.D.
NIP. 195811101984031002
Medan,September 2018 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan
Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si.
NIP. 196803201993082001
jumlah akseptor KB aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Kota Medan hanya mencapai 7,3% Pasangan Usia Subur (PUS). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi PUS menjadi akseptor KB di wilayah tersebut.
Jenis penelitian ini bersifat cross sectional dengan menggunakan analisis komponen utama dan dilanjutkan dengan menggunakan analisis regresi logistik ganda. Sebanyak 60 ibu PUS diambil sebagai sampel dari 3.346 PUS yang ada.
Variabel yang diuji dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang KB, tingkat pendidikan, usia istri, jumlah anak hidup, ekonomi, akses ke pelayanan kesehatan, media massa, dukungan pasangan, peran petugas kesehatan, budaya, lingkungan sosial, dan agama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 4 faktor yang terbentuk dari 12 variabel yang diuji, yaitu faktor 1 (faktor internal dan akses KB), faktor 2 (faktor peran lingkungan sosial), faktor 3 (faktor keadaan keluarga), dan faktor 4 (faktor kepercayaan). Terdapat pengaruh yang signifikan antara faktor peran lingkungan sosial (nilai p= 0,0001< α) terhadap PUS menjadi akseptor KB dari faktor yang terbentuk. Disimpulkan bahwa faktor peran lingkungan sosial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PUS menjadi akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Kota Medan tahun 2018.
Disarankan kepada Puskesmas Simpang Limun Kota Medan agar semakin meningkatkan sosialisasi tentang KB kepada suami PUS, serta dapat menyebarkan media promosi tentang KB secara intensif di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Kota Medan. Disarankan juga kepada peneliti selanjutnya agar melakukan analisis lanjutan lainnya yang dapat diterapkan setelah penggunaan analisis faktor.
Kata kunci: Analisis Komponen Utama, Analisis Regresi Logistik Ganda, Keluarga Berencana.
of them is regression analysis. In 2017, the amount of active family planning acceptor in the Working Area of Simpang Limun Health Center Medan City only reached 7,3%couples of childbearing age. The aim of this study is to know the influence between factors of couples of childbearing age to be the family planning acceptor.
It was a cross sectional design by using principal component analysis and continued with double logistic regression analysis. Sixty couples of childbearing age’s mother was selected as the sample from 3.346 existed couples of childbearing age. The variables that tested from this study were knowledge about family planning, level of education, wife’s age, amount of living children, economy, access to the health centre, mass media, spouse’s support, role of health worker, culture, social environment, and religion.
It is found that there were 4 factors that formed from 12 tested variables, that were factor 1 (internal and family planning access factor), factor 2 (role of social environment factor), factor 3 (family situation factor), and factor 4 (belief factor). There were significantly influence between role of social environment factor (p value= 0,0001< α) with couples of childbearing age to be the family planning acceptor from the formed factors. It was concluded that role of social environment factor had significantly influence with couples of childbearing age to be the family planning acceptor in the Working Area of Simpang Limun Health Center Medan City 2018.
It was suggested to Simpang Limun Health Center Medan Cityto increase the socialization about family planning to the husband of of couples of childbearing ageand spread the promotion media about family planning intensely in the Working Area of Simpang Limun Health Center Medan City. It is recommended too to the further researcher to applicate other advanced analysis that can be fit after using factor analysis.
Keywords: Double Logistic Regression Analysis, Family Planning, Principal Component Analysis.
penyelesaian skripsi ini.
Adapun skripsi dengan judul “PENERAPAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA UNTUK MENGIDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PASANGAN USIA SUBUR (PUS) MENJADI AKSEPTOR KB DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIMPANG LIMUN KOTA MEDAN TAHUN 2018” merupakan salah satu syarat penting untuk memperoleh gelar “Sarjana Kesehatan Masyarakat”.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan berupa materi dan moril dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M. Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Asfriyati, S.K.M., M. Kes., selaku Ketua Departemen Kependudukan dan Biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Drs. Surya Utama, M.S., selaku dosen penasehat akademik yang membantu memberikan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan.
6. dr. Ria Masniari Lubis M. Si., dan Maya Fitria S.K.M., M. Kes., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
7. Seluruh dosen, khususnya Dr. Arnita S. Si., M. Si. dan Lanova Dwi Arde S.K.M., M.K.M., yang banyak memberi masukan kepada penulis selama pengerjaan skripsi ini, beserta seluruh staf pegawai, khususnya Andika Mahaprada, yang turut mendukung dan membantu dalam masa perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.
8. drg. Suzie Hendriyati, Kepala Puskesmas Simpang Limun Kota Medan, serta seluruh staf puskesmas, khususnya Ratnawati Silaban S.K.M. dan Mastiar S. Tr.
Keb., yang banyak membantu penulis dalam memperoleh data dalam penelitian ini.
9. Para responden di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun yang telah meluangkan waktunya dan bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
10. Kedua orang tua penulis, (Alm.) Parlin Tobing dan Luccia Ratna Simarmata atas bantuan dalam bentuk semangat, materi, dan doa yang tiada henti.
11. Saudara-saudari penulis, Lala Tobing, Titik Tobing, dan Christoper Tobing, yang selalu memberi dukungan, doa, dan semangat kepada penulis.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi terciptanya kesempurnaan skripsi ini. Besar harapan penulis agar kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua yang memerlukannya.
Medan, September 2018 Penulis
Cindy Naomi Tobing
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
RIWAYAT HIDUP ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah... 1
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.3.1 Tujuan Umum... 7
1.3.2 Tujuan Khusus... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Analisis Faktor... 9
2.1.1 Pengertian Analisis Faktor ... 9
2.1.2 Tujuan Analisis Faktor... 9
2.1.3 Fungsi Analisis Faktor ... 10
2.1.4 Jenis Analisis Faktor... 10
2.1.5 Langkah-Langkah Analisis Faktor ... 11
2.2 Analisis Komponen Utama... 18
2.3 Analisis Regresi Logistik Ganda ... 20
2.3.1 Pengertian Analisis Regresi Logistik Ganda... 20
2.3.2 Tujuan Analisis Regresi Logistik Ganda ... 21
2.3.3 Fungsi Analisis Regresi Logistik Ganda... 22
2.3.4 Model Analisis Regresi Logistik Ganda ... 22
2.3.5 Langkah-Langkah Analisis Regresi Logistik Ganda Model Prediksi ... 23
2.4 Pasangan Usia Subur (PUS) ... 24
2.5 Keluarga Berencana (KB) ... 25
2.5.1 Pengertian Keluarga Berencana ... 25
2.5.2 Tujuan Program Keluarga Berencana... 26
2.5.3 Manfaat Program Keluarga Berencana... 27
2.5.4 Sasaran Program Keluarga Berencana... 28
2.5.5 Metode Kontrasepsi ... 29
2.6 Akseptor Keluarga Berencana ... 37
2.7.5 Ekonomi ... 41
2.7.6 Akses ke Pelayanan Kesehatan ... 41
2.7.7 Media Massa ... 42
2.7.8 Peran Pasangan... 43
2.7.9 Peran Petugas Kesehatan ... 44
2.7.10 Budaya ... 44
2.7.11 LingkunganSosial ... 45
2.7.12 Agama ... 46
2.8 Kerangka Konsep... 49
BAB III METODE PENELITIAN ... 50
3.1 Jenis Penelitian ... 50
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 50
3.3 Populasi dan Sampel ... 50
3.3.1 Populasi... 50
3.3.2 Sampel... 50
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 51
3.4.1 Data Primer ... 51
3.4.2 Data Sekunder ... 51
3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas... 51
3.6 Definisi Operasional Variabel ... 54
3.7 Metode Pengukuran ... 56
3.8 Teknik Analisa Data... 60
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 62
4.1 GambaranUmum... 62
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 62
4.1.2 Gambaran Umum Responden ... 62
4.2 Analisis Komponen Utama untuk Mengelompokkan Faktor- Faktor yang Memengaruhi PUS Menjadi Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Kota Medan Tahun 2018... 65
4.2.1 Uji Kelayakan Faktor... 65
4.2.2 Ekstraksi Faktor... 66
4.2.3 Rotasi Faktor ... 70
4.2.4 Penamaan Faktor yang Terbentuk... 71
4.3 Analisis Regresi Logistik Ganda untuk Mengidentifikasi Faktor yang Memengaruhi PUS Menjadi Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Kota Medan Tahun 2018 ... 72
4.3.1 Seleksi Bivariat ... 72
4.3.2 Seleksi Multivariat... 73
5.1.4 Faktor Kepercayaan ... 77
5.2 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda ... 78
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 84
6.1 Kesimpulan... 84
6.2 Saran... 85
DAFTAR PUSTAKA... 86 LAMPIRAN
Tabel 3.2 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 54 Tabel 4.1 Distribusi Responden Menurut Umur,Usia Pernikahan,
Tingkat Pendidikan Terakhir, Agama, Suku, Jumlah Anak, Jenis Kontrasepsi yang Digunakan ... 63 Tabel 4.2 Communalities dalam Analisis Komponen Utama untuk
Mengidentifikasi Faktor yang Memengaruhi PUS Menjadi Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Kota Medan Tahun 2018... 65 Tabel 4.3 Total Variance Explained dalam Analisis Komponen Utama untuk
Mengidentifikasi Faktor yang Memengaruhi PUS Menjadi Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Kota Medan Tahun 2018 ... 67 Tabel 4.4 Component Matrix dalam Analisis Komponen Utama untuk
Mengidentifikasi Faktor yang Memengaruhi PUS Menjadi Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Kota Medan Tahun 2018... 69 Tabel 4.5 Rotated Component Matrix dalam Analisis Komponen Utama
untuk Mengidentifikasi Faktor yang Memengaruhi PUS Menjadi Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Kota Medan Tahun 2018... 70 Tabel 4.6 Component Transformation Matrix dalam Analisis Komponen
Utama untuk Mengidentifikasi Faktor yang Memengaruhi PUS Menjadi Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Kota Medan Tahun 2018... 71 Tabel 4.7 Analisis Bivariat Regresi Logistik Ganda untuk Mengidentifikasi
Faktor yang Memengaruhi PUS Menjadi Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Kota Medan Tahun 2018 ... 73 Tabel 4.8 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda untuk Mengidentifikasi
Faktor yang Memengaruhi PUS Menjadi Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Kota Medan Tahun 2018 ... 73
Gambar 4.1 Grafik Scree Plot Analisis Komponen Utama untuk Mengidentifikasi Faktor yang Memengaruhi PUS Menjadi Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Kota Medan Tahun 2018... 68
Lampiran 3. Output Hasil Uji Statistik Penelitian Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian
Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda (Alm.) Parlin Tobing dan Ibunda Luccia Ratna Simarmata. Alamat penulis di Jalan Karya 1 Perumahan Miduk 2 Blok O Nomor 11 Pekanbaru, Riau.
Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan SD (Sekolah Dasar) Negeri 009 Sail (2002-2008), SMP (Sekolah Menengah Pertama) Negeri 4 Pekanbaru (2008-2011), SMA (Sekolah Menengah Atas) Negeri 1 Pekanbaru (2011-2014), dan S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (2014-2018).
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, ruang lingkup dalam aplikasi statistik mengalami perkembangan yang semakin luas dalam berbagai bidang ilmu. Salah satu analisis yang ada dalam ilmu statistik adalah analisis multivariat.
Saat ini analisis multivariat mulai banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang ilmu, melengkapi analisis statistik univariat dan statistik bivariat dalam analisis data. Metode statistik multivariat dapat mempertimbangkan sekian banyak faktor untuk menjelaskan hubungan yang terjadi dalam sebuah fenomena sosial atau alam yang kompleks. Kata “multi” menunjukkan kemampuan metode tersebut, sekaligus ciri dari metode itu untuk mengolah sekian variabel secara bersama- sama untuk menjawab persoalan statistik tertentu (Santoso, 2017).
Salah satu metode analisis yang ada pada statistik multivariat adalah analisis faktor. Pada prinsipnya, analisis faktor merupakan bagian dari analisis multivariat yang berguna untuk mereduksi variabel. Cara kerjanya adalah mengumpulkan variabel-variabel yang berkorelasi ke dalam satu atau beberapa faktor, di mana antara satu faktor dengan faktor lainnya saling bebas atau tidak berkorelasi. Dari faktor-faktor yang terbentuk inilah nanti akan dapat dilihat faktor yang menjadi penjelas utama terhadap suatu populasi (Usman dan Sobari, 2013).
Dalam penerapannya, analisis faktor banyak digunakan dalam berbagai bidang, salah satunya adalah bidang kesehatan. Dalam bidang kesehatan, pada dasarnya, suatu akibat (fenomena masalah kesehatan) tidak mungkin dipengaruhi
oleh satu penyebab, kenyataan yang ada adalah satu akibat dipengaruhi oleh beberapa penyebab (beberapa faktor). Berdasarkan pemaparan tersebut, analisis faktor perlu diterapkan dalam bidang kesehatan (Riyanto, 2012).
Analisis komponen utama merupakan salah satu metode dalam analisis faktor. Komponen utama memiliki sifat keragaman atau informasi dalam himpunan variabel yang diamati cenderung berkumpul pada beberapa komponen utama pertama, dan informasi dari variabel asal yang terkumpul pada komponen utama terakhir adalah semakin sedikit. Hal ini berarti bahwa komponen- komponen utama pada urutan terakhir dapat diabaikan tanpa kehilangan banyak informasi. Dengan cara ini analisis komponen utama dapat digunakan untuk mereduksi faktor-faktor menjadi lebih ringkas tanpa menghilangkan variabel yang telah ada (Tantular, 2011).
Analisis komponen utama biasanya diikuti dengan analisis lanjutan yang merupakan analisis kausal dan lebih berpengaruh. Misalnya dilanjutkan dengan melakukan regresi, analisis jalur, maupun structural equation model. Analisis regresi logistik ganda merupakan satu dari berbagai analisis lanjutan yang dapat digunakan setelah melakukan analisis komponen utama. Analisis regresi logistik ganda adalah analisis yang digunakan untuk mempelajari hubungan antara beberapa variabel independen dengan satu variabel dependen yang bersifat dikotomus ataupun mempelajari apakah ada pengaruh yang signifikan antara beberapa variabel independen dengan variabel dependen. Pada analisis regresi logistik ganda, variabel independen yang digunakan dapat berupa variabel katagorik maupun numerik (Yasril dan Kasjono, 2009). Salah satu masalah
kesehatan yang dapat diterapkan dengan analisis komponen utama dan dilanjutkan dengan analisis regresi logistik ganda adalah faktor-faktor yang memengaruhi Pasangan Usia Subur (PUS) menjadi akseptor KB (Keluarga Berencana).
Laju pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi merupakan salah satu permasalahan yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. Semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk suatu negara, maka kesejahteraan penduduk cenderung semakin menurun. Saat ini, Indonesia menduduki peringkat ke-4 dalam daftar negara dengan populasi penduduk terbanyak di dunia.
Berdasarkan hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 237.641.326 orang yang terdiri atas 119.630.213 jiwa penduduk laki-laki dan 118.010.413 jiwa penduduk perempuan, dengan persentasi angka kelahiran 1,49% atau sekitar 4.000.000 penduduk setiap tahunnya. Berdasarkan hasil estimasi jumlah penduduk yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) dengan bantuan BPS, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2016 telah mencapai 258.704.986 jiwa, yang terdiri atas 129.988.690 jiwa penduduk laki-laki dan 128.716.296 jiwa penduduk perempuan dan diperkirakan akan terus terjadi peningkatan jumlah penduduk pada tahun-tahun berikutnya jika tidak dilakukan pengendalian yang signifikan.
KB adalah program yang sudah lama diimplementasikan untuk mengatasi masalah laju pertumbuhan penduduk yang ada di Indonesia. Agar dapat mencegah hal tersebut, maka dibuatlah cara atau alternatif untuk mencegah ataupun menunda kehamilan. Sejarah program KB di Indonesia dimulai pada tanggal 23
Desember 1957 dengan bukti didirikannya Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Program KB juga mengalami perkembangan yang pesat, baik ditinjau dari sudut tujuan, ruang lingkup geografis, pendekatan, operasional, dan dampaknya terhadap pencegahan kelahiran (Sulistyawati, 2012).
Selain berfungsi sebagai usaha untuk mengendalikan tingkat pertumbuhan penduduk di suatu wilayah, program KB juga memiliki kontribusi terhadap peningkatan kesehatan ibu dan bayi. KB memiliki peranan dalam menurunkan risiko kematian ibu melalui pencegahan kehamilan, menunda kehamilan melalui pendewasaan usia hamil, menjarangkan kehamilan, atau membatasi kehamilan bila anak sudah dianggap cukup (Pinem, 2009).
Berdasarkan data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Indonesia mengalami peningkatan pada prevalensi akseptor KB aktif setiap tahunnya. Dimulai dari tahun 2012, prevalensi akseptor KB di Indonesia mencapai 57,9%. Selanjutnya pada tahun 2013, prevalensi akseptor KB mengalami peningkatan menjadi 60,1%. Pada tahun 2014, prevalensi akseptor KB meningkat lagi menjadi 60,5% dan pada tahun 2015, prevalensi akseptor KB di Indonesia telah mencapai 60,9%. Namun pada tahun 2016, telah terjadi penurunan pencapaian prevalensi akseptor KB di Indonesia, yaitu menurun menjadi 60,8%.
Sumatera Utara merupakan provinsi peringkat ke-4 yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Pada tahun 2014, penduduk di Sumatera Utara tercatat mencapai 13.766.851 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 192 km2. Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi didominasi di daerah perkotaan. Kota yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah Kota
Medan yaitu sebesar 8.265,33 jiwa per km2 (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2014). Berdasarkan hasil estimasi jumlah penduduk yang dilakukan oleh Kemenkes RI dengan bantuan BPS, diperkirakan jumlah penduduk Sumatera Utara pada tahun 2016 telah mencapai 14.102.911 jiwa dan akan terus terjadi peningkatan jumlah penduduk pada tahun-tahun berikutnya jika tidak dilakukan pengendalian yang signifikan.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2014, jumlah kelahiran total di Provinsi Sumatera Utara telah mencapai 278.371 kelahiran sedangkan jumlah PUS yang menjadi akseptor KB aktif adalah 1.630.298 dari 2.354.389 PUS yang ada. Sedangkan menurut data BKKBN melalui Rapat Kerja Kesehatan Nasional tahun 2016, angka kelahiran total (total fertility rate) Provinsi Sumatera Utara mencapai 2,69 per 100.000 kelahiran padahal persentase PUS yang menjadi akseptor KB hanya mencapai 49,9%.
Berdasarkan ketidakseimbangan yang terdapat dari angka-angka capaian dari kedua indikator tersebut di mana angka kelahiran total tergolong cukup tinggi namun angka capaian akseptor KB masih tergolong rendah, maka tak heran jika Sumatera Utara digolongkan ke dalam Kuadran II. Kuadran II sendiri merupakan kelompok provinsi yang menduduki prioritas pertama yang harus ditanggulangi masalah kependudukannya menurut BKKBN.
Kota Medan, sebagai ibu kota dari Provinsi Sumatera Utara sendiri, telah memiliki jumlah penduduk sebesar 2.229.408 jiwa, dengan kepadatan penduduk rata-rata sebesar 7.410 jiwa/km2. Kota Medan juga merupakan kota yang memiliki jumlah kelahiran paling tinggi yaitu sebesar 47.551 kelahiran dengan jumlah
akseptor KB aktif sebanyak 273.788 PUS dari 358.449 PUS yang ada (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2017).
Puskesmas Simpang Limun merupakan salah satu puskesmas yang berada di Kota Medan, tepatnya di Kecamatan Medan Kota. Menurut Profil Kesehatan Puskesmas Simpang Limun tahun 2017, Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun memiliki 3 kelurahan, yaitu Kelurahan Sudirejo I yang memiliki 55 akseptor KB aktif, Kelurahan Sudirejo II yang memiliki 85 akseptor KB aktif, dan Kelurahan Sitirejo I yang memiliki 103 akseptor KB aktif. Total akseptor KB aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun yaitu mencapai 243 PUS dari 3.346 PUS yang ada atau hanya terdapat 7,3% PUS saja yang sedang menjalankan program KB. Capaian ini bahkan menurun sangat jauh jika dibandingkan dengan capaian pada tahun 2016 yaitu sebesar 48,3%. Dapat disimpulkan bahwa capaian akseptor KB aktif di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun masih jauh di bawah kategori baik, bahkan belum berhasil mencapai setengah dari PUS yang ada.
Banyak faktor yang memengaruhi PUS untuk menjadi akseptor KB, berdasarkan hasil penelitian Laoli (2014) tentang faktor-faktor yang memengaruhi keluarga tidak menjadi akseptor KB di Desa Holi Kecamatan Ulugawo Kabupaten Nias, menyatakan bahwa pengetahuan tentang KB, agama, penghasilan keluarga, dan pelayanan kesehatan merupakan faktor-faktor yang memengaruhi keluarga tidak menjadi akseptor KB. Lalu hasil penelitian Andini (2012) mengenai faktor- faktor yang memengaruhi PUS menjadi akseptor KB di Kelurahan Babura Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan, menyatakan bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi PUS menjadi akseptor KB diantaranya adalah faktor pengetahuan dan budaya.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk meringkas dan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi PUS menjadi akseptor KB dengan penerapan analisis komponen utama dan dilanjutkan dengan analisis regresi logistik ganda.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan analisis komponen utama untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi Pasangan Usia Subur (PUS) menjadi akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Kota Medan tahun 2018.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi Pasangan Usia Subur (PUS) menjadi akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Kota Medan tahun 2018.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengelompokkan variabel-variabel yang memengaruhi PUS menjadi akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Kota Medan tahun 2018 menjadi satu atau beberapa faktor dengan penerapan analisis komponen utama.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi PUS menjadi akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Kota Medan tahun 2018 dengan analisis regresi logistik ganda.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pengetahuan dalam ilmu statistik tentang penerapan metode analisis komponen utama dalam analisis faktor dan analisis regresi logistik ganda sebagai analisis lanjutannya, serta dapat memberi masukan pengetahuan dan informasi tentang program KB serta faktor-faktor yang memengaruhi PUS menjadi akseptor KB.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan informasi bagi semua institusi pelayanan KB, terutama institusi pelayanan KB di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Kota Medan, dalam membuat kebijakan dan perencanaan program peningkatan jumlah akseptor KB.
2.1 Analisis Faktor
2.1.1 Pengertian Analisis Faktor
Analisis faktor adalah suatu teknik untuk menganalisis tentang saling ketergantungan (interdependence) dari beberapa variabel secara simultan. Analisis faktor bertujuan untuk menyederhanakan dari bentuk hubungan antara beberapa variabel yang diteliti menjadi sejumlah faktor yang lebih sedikit daripada variabel yang diteliti, yang berarti dapat juga menggambarkan tentang struktur data dari suatu penelitian (Suliyanto, 2005).
Analisis faktor utamanya dipergunakan untuk mereduksi data atau meringkas dari variabel yang banyak diubah menjadi sedikit variabel, misalnya dari 15 variabel yang lama diubah menjadi 4 atau 5 variabel baru yang disebut faktor dan masih memuat sebagian besar informasi yang terkandung dalam variabel asli (original variabel) (Supranto, 2004). Proses analisis faktor mencoba menemukan hubungan antar sejumlah variabel-variabel yang saling independen satu dengan yang lain, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal (Riyanto, 2012).
2.1.2 Tujuan Analisis Faktor
Pada dasarnya, tujuan dari analisis faktor adalah sebagai berikut:
1. Data summarization, yakni mengidentifikasi adanya hubungan antar variabel dengan melakukan uji korelasi.
2. Data reduction, yakni setelah melakukan korelasi, maka dilanjutkan dengan proses membuat sebuah variabel set baru yang dinamakan faktor untuk menggantikan sejumlah variabel tertentu (Riyanto, 2012).
2.1.3 Fungsi Analisis Faktor
Menurut Suliyanto (2005), analisis faktor digunakan untuk:
1. Mengidentifikasi dimensi-dimensi mendasar yang dapat menjelaskan korelasi dari serangkaian variabel.
2. Mengidentifikasi variabel-variabel baru yang lebih kecil, untuk menggantikan variabel tidak berkorelasi dari serangkaian variabel asli yang berkorelasi.
3. Mengidentifikasi beberapa variabel kecil dari sejumlah variabel yang banyak untuk dianalisis multivariat lainnya.
2.1.4 Jenis Analisis Faktor
Berikut jenis-jenis analisis faktor berdasarkan segi penggunaannya:
1. Analisis Faktor Eksploratori (Exploratory Factor Analysis)
Analisis faktor eksploratori adalah penggunaan analisis faktor untuk mengetahui faktor-faktor yang melandasi sehimpunan variabel atau sehimpunan ukuran. Analisis faktor eksploratori merupakan suatu teknik untuk mereduksi data dari variabel asal atau awal menjadi variabel baru atau faktor yang jumlahnya lebih kecil dari pada variabel awal.
Proses analisis faktor eksploratori mencoba untuk membentuk faktor yang saling independen sesamanya, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel laten atau faktor yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal yang bebas dan antar faktor yang tidak berkorelasi sesamanya.
2. Analisis Faktor Konfirmatori (Confimatory Factor Analysis)
Analisis faktor konfirmatori adalah penggunaan analisis faktor untuk menguji hipotesis mengenai struktur faktor dalam sehimpunan data. Analisis faktor konfirmatori menghipotesiskan telah ditemukannya sejumlah faktor dari variabel dan analisis dilakukan untuk menegaskan kemandirian faktor dan menguji kontribusi butir kepada faktor-faktornya. Selain itu, analisis faktor konfirmatori menguji hipotesis-hipotesis mengenai struktur dasar faktor.
Pada dasarnya, tujuan analisis faktor konfirmatori adalah untuk mengidentifikasi adanya hubungan antar variabel dengan uji korelasi, menguji validitas dan reliabilitas instrumen atau kuesioner untuk mendapatkan data penelitian yang valid dan reliabel (Purwanto, 2007).
2.1.5 Langkah-Langkah Analisis Faktor
Menurut Suliyanto (2005), langkah-langkah analisis faktor secara garis besar dapat dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu sebagai berikut:
1. Merumuskan Masalah
Perumusan masalah meliputi beberapa langkah berikut:
a. Tujuan dari analisis faktor harus diidentifikasi dengan jelas.
b. Variabel-variabel yang akan dipergunakan harus ditetapkan berdasarkan penelitian sebelumnya, teori, dan pertimbangan dari peneliti.
c. Data yang dianalisis merupakan data numerik dengan skala interval atau rasio.
d. Jumlah sampel yang mewakili populasi akan tetap tergantung kepada jumlah dan tingkat variasi dari populasi yang diteliti. Jumlah sampel
sebanyak 4 sampai 5 kali jumlah variabel hanya dapat memenuhi syarat untuk dapat dilakukan analisis faktor.
2. Membuat Matriks Korelasi
Di dalam melakukan analisis faktor, keputusan pertama yang harus diambil adalah menganalisis apakah data yang ada cukup memenuhi syarat di dalam analisis faktor. Hal tersebut dilakukan untuk mencari korelasi matriks antar indikator-indikator yang diobservasi. Karena prinsip utama analisis faktor adalah korelasi, maka asumsi-asumsi terkait dengan korelasi akan digunakan menurut Santoso (2017), yaitu:
a. Besar korelasi atau korelasi antar variabel independen harus cukup kuat, misalnya di atas 0,5. Artinya, jika nilai determinan mendekati satu, maka matriks korelasi menyerupai matriks identitas.
b. Besar korelasi parsial, korelasi antar dua variabel dengan menganggap tetap variabel yang lain, justru harus kecil. Dengan kata lain, indeks perbandingan jarak antara koefisien dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan harus kecil. Hal ini dapat diidentifikasi dengan nilai measure of sampling adequacy (MSA). MSA adalah sebuah indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara parsial setiap item/variabel. Untuk dapat dilakukan analisis faktor, nilai MSA dianggap cukup apabila nilai MSA ≥ 0,5. Apabila ada item/variabel yang tidak memiliki nilai MSA ≥ 0,5, variabel tersebut harus dikeluarkan dari analisis faktor secara bertahap satu per satu.
c. Pengujian seluruh matriks korelasi (korelasi antar variabel), yang diukur dengan besaran Bartlett Test of Sphericity atau Measure Sampling Adequacy (MSA). Pengujian ini mengharuskan adanya korelasi yang signifikan di antara paling sedikit beberapa variabel.
d. Pada beberapa kasus, asumsi normalitas dari variabel-variabel atau faktor yang terjadi sebaiknya dipenuhi.
Proses analisis faktor didasarkan pada matriks korelasi antara variabel yang satu dengan variabel-variabel lain, untuk memperoleh analisis faktor yang semua variabel-variabelnya harus berkorelasi. Untuk menguji ketepatan dalam model faktor, uji statistik yang digunakan adalah Barletts Test of Sphericity dan Kaiser-Mayer-Olkin (KMO) untuk mengetahui kecukupan sampelnya. Berikut adalah klasifikasinya:
a. Nilai KMO sebesar 0,9 adalah baik sekali, b. Nilai KMO sebesar 0,8 adalah baik,
c. Nilai KMO sebesar 0,7 adalah sedang/agak baik, d. Nilai KMO sebesar 0,6 adalah cukup,
e. Nilai KMO sebesar 0,5 adalah kurang, dan f. Nilai KMO sebesar < 0,5 adalah ditolak.
Pada analisis faktor eksploratori, nilai communalities dapat digunakan untuk menganalisis apakah data yang ada cukup memenuhi syarat di dalam analisis faktor. Communalities adalah nilai yang menunjukkan sejauh mana suatu item berkorelasi dengan semua item lainnya. Semakin tinggi korelasinya, maka semakin baik. Jika nilai communalities untuk variabel tertentu rendah (antara 0,0-
0,4), maka variabel tersebut akan sulit untuk berada secara signifikan pada faktor apapun, sehingga variabel tersebut dapat dihapus dari analisis faktor (StatWiki, 2018).
3. Ekstraksi Faktor
Ekstraksi faktor adalah metode yang digunakan untuk mereduksi data dari beberapa indikator untuk menghasilkan faktor yang lebih sedikit yang mampu menjelaskan korelasi antara indikator yang diobservasi. Menurut Hidayat (2014), ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk melakukan ekestraksi faktor, yaitu:
a. Principal Component Analysis
Principal component analysis (analisis komponen utama) merupakan metode yang paling sederhana di dalam melakukan metode ekstraksi faktor.
Metode ini membentuk kombinasi linear dari indikator yang diobservasi.
b. Principal Axis Factoring
Metode ini hampir sama dengan metode analisis komponen utama, kecualui matriks korelasi diagonal diganti dengan sebuah estimasi indikator kebersamaan, namun tidak sama dengan analisis komponen utama di mana indikator kebersamaan yang awal selalu diberi angka 1.
c. Unweight Least Square
Unweight least square adalah metode ini yang digunakan untuk meminimumkan jumlah perbedaan yang dikuadratkan antara matriks korelasi yang diobservasi dan yang diproduksi dengan mengabaikan matriks diagonal dari sejumlah faktor tertentu.
d. Generalized Least Square
Metode ini adalah metode meminimumkan jumlah perbedaan yang dikuadratkan antara matriks korelasi yang diobservasi dan yang diproduksi sebagaimana pada metode unweight least square, namun korelasi yang diberi timbangan sebesar keunikan dari indikator. Korelasi dari indikator yang mempunyai error yang besar diberi timbangan yang lebih kecil dari indikator yang mempunyai error yang kecil.
e. Maximum Likelihood
Maximum likelihood adalah suatu prosedur ekstraksi faktor yang menghasilkan estimasi parameter yang paling mungkin untuk mendapatkan matriks korelasi observasi.
4. Penentuan Jumlah Faktor
Penentuan jumlah faktor yang ditentukan untuk mewakili variabel-variabel yang akan dianalisis didasarkan pada besarnya eigenvalue serta persentase total variannya. Hanya faktor yang memiliki eigenvalue sama atau lebih besar dari 1 yang dipertahankan dalam model analisis faktor, sedangkan yang lainnya dikeluarkan dari model. Untuk menentukan banyaknya jumlah faktor yang terbentuk dalam analisis faktor dapat dilakukan beberapa pendekatan berikut:
a. Penentuan Berdasarkan Apriori
Jumlah faktor telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti.
b. Penentuan Berdasarkan Eigenvalue
Untuk menentukan jumlah faktor yang terbentuk dapat didasarkan pada eigenvalue. Jika suatu variabel memiliki eigenvalue ≥ 1, dianggap sebagai
suatu faktor, sebaliknya jika suatu variabel hanya memiliki eigenvalue < 1, tidak dimasukkan dalam model.
c. Penentuan Berdasarkan Scree Plot
Scree plot pada dasarnya merupakan grafik yang menggambarkan hubungan antara faktor dengan eigenvalue, pada sumbu Y menunjukkan eigenvalue, sedangkan pada sumbu X menunjukkan jumlah faktor. Untuk dapat menentukan berapa jumlah faktor yang diambil, ditandai dengan slope yang sangat tajam antara faktor yang satu dengan faktor berikutnya.
d. Penentuan Berdasarkan Persentase Varian (Percentage of Variance)
Persentase varian menunjukkan jumlah variasi yang berhubungan pada suatu faktor yang dinyatakan dalam persentase. Untuk dapat menentukan berapa jumlah faktor yang diambil, harus memiliki nilai persentase varian ≥ 0,5. Sedangkan apabila menggunakan kriteria kumulatif persentase varian, besarnya nilai kumulatif persentase varian ≥ 60%.
Untuk mengetahui peranan masing-masing variabel dalam suatu faktor dapat ditentukan dari besarnya loading variabel yang bersangkutan. Loading dengan nilai terbesar berarti mempunyai peranan utama pada faktor tersebut.
Variabel yang memiliki nilai loading < 0,5 dianggap tidak memiliki peranan yang berarti terhadap faktor yang terbentuk sehingga variabel tersebut dapat diabaikan dalam pembentukan faktor.
5. Rotasi Faktor
Hasil dari ekstraksi faktor dalam matriks faktor mengidentifikasikan hubungan antar faktor dan variabel individual, namun dalam faktor-faktor tersebut
banyak variabel yang berkorelasi sehingga sulit diinterpretasikan. Tujuan rotasi faktor adalah untuk memperjelas variabel yang masuk ke dalam faktor tertentu.
Beberapa mode rotasi faktor, yaitu:
a. Orthogonal rotation, yakni memutar sumbu ke kanan sampai 90o. Metode ini menggunakan asumsi bahwa hubungan antar variabel tidak ada atau korelasi antar faktor adalah 0. Proses rotasi dengan metode ini dibedakan menjadi metode quartimax, varimax, dan equimax.
b. Oblique rotation, yakni memutar sumbu ke kanan, tetapi tidak harus sebesar 90o. Metode ini menggunakan asumsi bahwa hubungan antar faktor atau korelasi antar faktor tidak sama dengan 0. Proses rotasi dengan metode ini dibagi lagi menjadi metode oblimin, promax, orthoblique, dan lainnya.
6. Penamaan Faktor
Untuk menamai faktor yang telah terbentuk dalam analisis faktor, dapat dilakukan dengan cara berikut:
a. Memberikan nama faktor yang dapat mewakili nama-nama variabel yang membentuk faktor tersebut.
b. Memberikan nama faktor berdasarkan variabel yang memiliki nilai factor loading tertinggi. Hal ini dilakukan apabila tidak dimungkinkan untuk memberikan nama faktor yang dapat mewakili semua variabel yang membentuk faktor tersebut
7. Model Fit (Ketepatan Model)
Tahap akhir dari analisis faktor adalah mengetahui ketepatan dalam memilih teknik analisis faktor principal component analysis untuk mengetahui
dengan melihat jumlah residual (perbedaan) antara korelasi yang diamati dengan korelasi yang diproduksi. Semakin kecil persentase nilai residual (dalam hal ini adalah nilai root mean square error atau RMSE), maka semakin tepat penentuan teknik tersebut.
2.2 Analisis Komponen Utama
Analisis komponen utama (principal component analysis) merupakan salah satu metode dalam analisis faktor yang tujuannya untuk melakukan prediksi terhadap sejumlah faktor yang akan dihasilkan. Analisis komponen utama digunakan untuk menjelaskan struktur matriks varians-kovarians dari suatu set variabel melalui kombinasi linier dari variabel-variabel tersebut. Secara umum komponen utama dapat berguna untuk reduksi dan interpretasi variabel-variabel (Johnson dkk, 2002).
Secara sederhana, sebuah variabel akan mengelompok ke suatu faktor (yang terdiri atas variabel-variabel yang lainnya pula) jika variabel tersebut berkorelasi dengan sejumlah variabel lain yang masuk dalam kelompok faktor tertentu. Ketika sebuah variabel berkorelasi dengan variabel lain, variabel tersebut berbagi varians dengan variabel lain tersebut, dengan jumlah varians yang dibagikan adalah besar korelasi pangkat dua (R2). Varians adalah standar deviasi kuadrat, standar deviasi yaitu jumlah penyimpangan data dari rata-ratanya.
Dengan demikian, varians total pada sebuah variabel dapat dibagi menjadi tiga bagian:
1. Common variance, yakni varians yang dibagi dengan varians lainnya atau jumlah varians yang dapat diekstrak dengan proses factoring.
2. Specific variance, yakni varians yang berkaitan dengan variabel tertentu saja.
Jenis varians ini tidak dapat dijelaskan dengan korelasi hingga menjadi bagian dari variabel lain. Namun varians ini masih berkaitan secara unik dengan satu variabel.
3. Error variance, yakni varians yang tidak dapat dijelaskan lewat korelasi. Jenis ini muncul karena proses pengambilan data yang salah, pengukuran variabel yang tidak tepat dan sebagainya.
Dari penjelasan tersebut di atas, dapat dikatakan jika sebuah variabel berkorelasi dengan variabel lain, maka common variance (disebut juga communality) akan meningkat. Proses common analysis hanya berhubungan dengan common variance, sedangkan proses component analysis akan mengaitkan semua varians tersebut. Pada umumnya, component analysis akan digunakan jika tujuan utama analisis faktor adalah data reduction, dan beranggapan bahwa sejumlah specific variance dan error variance berjumlah kecil (Santoso, 2017).
Dalam bentuk matematis, katakan saja bahwa Y merupakan kombinasi linier dari variabel-variabel X1, X2, …, Xpyang dapat dinyatakan sebagai:
Y = W1X1+ W2X2+ …+ WpXp
di mana
Wi adalah bobot atau koefisien untuk variabel ke i Xi adalah variabel ke i
Y adalah kombinasi linier dari variabel X.
Secara prinsip pembentukan komponen utama merupakan pembentukan kombinasi linier dari variabel-variabel yang diamati (Tantular, 2011).
2.3 Analisis Regresi Logistik Ganda
2.3.1 Pengertian Analisis Regresi Logistik Ganda
Analisis regresi logistik adalah salah satu pendekatan model matematis yang digunakan untuk menganalisis hubungan satu atau beberapa variabel independen, yang berifat katagorik, numerik, ataupun keduanya, dengan sebuah variabel dependen katagorik yang bersifat dikotom. Dikotom sendiri merupakan variabel katagorik yang terdiri dari dua kelompok, variabelnya dianggap hanya mempunyai 2 nilai yang memungkinkan, yaitu 0 atau 1. Analisis regresi logistik merupakan jenis regresi yang mempunyai ciri khusus, yaitu variabel dependennya berbentuk variabel katagorik (Hastono, 2006).
Analisis regresi logistik terbagi menjadi 2, yaitu regresi logistik sederhana dan regresi logistik ganda. Tujuan dari analisis regresi logistik adalah untuk mendapatkan model yang paling baik (fit) dan sederhana yang dapat menggambarkan hubungan variabel independen dengan variabel dependen (Riyanto, 2012).
Menurut Wuryanto (2012), model regresi logistik ganda adalah sebagai berikut:
f(Z) = = ( ... )
di mana
α adalah konstanta (intercept)
βi adalah koefisien regresi variabel prediktor (slope) Xi adalah variabel prediktor (independen)
p adalah probabilitas terjadinya suatu peristiwa dari variabel dependen yang dikotomus.
adalah logodd (logit). Logaritme natural dari odds.
Odds merupakan rasio probabilitas suatu peristiwa untuk terjadi dan probabilitas suatu peristiwa untuk tidak terjadi.
2.3.2 Tujuan Analisis Regresi Logistik Ganda
Menurut Santoso (2017), ada 3 tujuan penggunaan analisis regresi logistik ganda, yaitu:
1. Menghitung Peluang
Persamaan yang diperoleh dari proses regresi logistik, dapat digunakan untuk menghitung peluang responden diluar responden yang termasuk dalam penelitian.
2. Melihat Karakteristik Data
Tujuan kedua ini sering digunakan untuk melihat perbedaan karakteristik antara 2 kelompok. Tujuan melihat karakteristik ini biasanya membahas nilai odds ratio di masing masing variabel independen.
3. Mengetahui Faktor yang Memengaruhi
Tujuan ketiga ini merupakan pengembangan dari tujuan kedua, peneliti mampu mengetahui faktor yang mempengaruhi mengapa terdapat perbedaan antara kedua kelompok tersebut. Nilai odds ratio yang tinggi menandakan variabel tersebut memiliki pengaruh yang tinggi terhadap pemilihan beda dari responden. Tujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi ini adalah diharapkan faktor yang signifikan mempengaruhi tersebut merupakan faktor
yang bisa diatur oleh peneliti atau pengambil kebijakan sehingga bisa menggiring responden lainnya untuk berbuat yang sama terhadap responden yang bernilai 1 sebelumnya.
2.3.3 Fungsi Analisis Regresi Logistik Ganda
Menurut Riyanto (2012), ada beberapa fungsi analisis regresi logistik ganda, yaitu:
1. Menetapkan model matematik yang paling baik untuk menggambarkan hubungan variabel independen dengan variabel dependen.
2. Menggambarkan hubungan kuantitatif antara variabel independen (x) dengan variabel dependen (y) setelah dikontrol variabel lain.
3. Mengetahui variabel independen (x) mana yang penting (dominan) dalam memprediksi variabel dependen.
4. Mengetahui adanya interaksi pada 2 atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen.
2.3.4 Model Analisis Regresi Logistik Ganda
Menurut Riyanto (2012), analisis regresi logistik ganda dapat digunakan untuk keperluan berikut:
1. Model Prediksi
Permodelan dengan tujuan untuk memperoleh model yang terdiri dari beberapa variabel independen yang dianggap terbaik untuk memprediksi kejadian dependen. Pada pemodelan ini, semua variabel dianggap penting sehingga dapat dilakukan estimasi beberapa koefisien regresi logistik sekaligus.
2. Model Faktor Risiko
Permodelan dengan tujuan mengestimasi secara valid hubungan satu variabel utama dengan variabel dependen dengan mengontrol beberapa variabel confounding. Variabel confounding atau perancu adalah jenis variabel yang berhubungan dengan variabel dependen dan variabel independen tetapi bukan merupakan variabel antara.
2.3.5 Langkah-Langkah Analisis Regresi Logistik Ganda Model Prediksi Menurut Hastono (2006), langkah-langkah analisis regresi logistik ganda model prediksi secara garis besar dapat dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu sebagai berikut:
1. Memenuhi asumsi-asumsi yang berlaku, di antaranya:
a. Asumsi Univariat
Variabel dependen berupa data katagorik dan bersifat dikotom (binary) sedangkan variabel independen berupa variabel numerik atau katagorik.
b. Asumsi Bivariat
- Korelasi antar variabel dependen dan independen dapat dideteksi dengan uji chi square pada regresi logistik sederhana. Variabel yang mempunyai p value <0,25 merupakan kandidat model.
- Korelasi antar variabel independen dapat dilihat dari nilai r>0,8, bila ada terdapat gejala kolinieritas.
c. Asumsi Multivariat
Tidak memerlukan asumsi-asumsi seperti pada regresi linier ganda (Yasril dan Kasjono, 2009).
2. Memilih variabel yang dianggap penting yang masuk ke dalam model, dengan cara mempertahankan variabel yang memiliki p value < 0,05 dan mengeluarkan variabel yang memiliki p value > 0,05. Pengeluaran variabel tidak serentak semua yang memiliki p value > 0,05, namun dilakukan secara bertahap dimulai dari variabel yang mempunyai p value terbesar.
3. Identifikasi linearitas variabel numerik dengan tujuan untuk menentukan apakah variabel numerik dijadikan variabel katagorik atau tetap variabel numerik. Caranya dengan mengelompokkan variabel numerik ke dalam 4 kelompok berdasarkan nilai kuartilnya. Kemudian lakukan analisis logistik dan dihitung nilai OR-nya (odds ratio). Bila nilai OR masing-masing kelompok menunjukkan bentuk garis lurus, maka variabel numerik dapat dipertahankan.
Namun bila hasilnya menunjukkan adanya patahan, maka dapat dipertimbangkan dirubah dalam bentuk katagorik.
4. Setelah memperoleh model yang memuat variabel-variabel penting, maka langkah terakhir adalah memeriksa kemungkinan interaksi variabel ke dalam model. Penentuan variabel interaksi sebaiknya melalui pertimbangan logika substantif. Pengujian interaksi dilihat dari kemaknaan uji statistik. Bila variabel mempunyai nilai bermakna, maka variabel interaksi penting dimasukkan dalam model.
2.4 Pasangan Usia Subur (PUS)
PUS adalah pasangan suami istri yang istrinya berumur antara 15-49 tahun. Secara operasional, pasangan usia subur adalah pasangan suami istri yang istrinya berumur kurang dari 15 tahun dan telah kawin, atau pasangan suami istri
yang istrinya berumur lebih dari 49 tahun tetapi belum menopause (BKKBN, 2011).
Pasangan usia subur yaitu pasangan yang wanitanya berusia antara 15-49 tahun, karena kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan hubungan seksual dan setiap kegiatan seksual dapat mengakibatkan kehamilan. PUS diharapkan secara bertahap menjadi peserta KB (Keluarga Berencana) yang aktif lestari sehingga memberi efek langsung penurunan fertilisasi (Suratun dkk, 2008).
2.5 Keluarga Berencana (KB) 2.5.1 Pengertian Keluarga Berencana
Menurut Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menyatakan bahwa Keluarga Berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga berkualitas.
KB adalah salah satu strategi untuk mengurangi kematian ibu khususnya ibu dengan kondisi 4T yaitu Terlalu muda melahirkan (di bawah usia 20 tahun), Terlalu sering melahirkan, Terlalu dekat jarak melahirkan, dan Terlalu tua melahirkan (di atas usia 35 tahun). Selain itu, program KB juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tentram, dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
KB juga merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan ketahanan keluarga, kesehatan, dan keselamatan ibu, anak, serta
perempuan. Pelayanan KB meliputi penyediaan informasi, pendidikan, dan cara- cara bagi keluarga untuk dapat merencanakan kapan akan mempunyai anak, berapa jumlah anak, berapa tahun jarak usia antara anak, serta kapan akan berhenti mempunyai anak (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017).
2.5.2 Tujuan Program Keluarga Berencana
Tujuan program KB dapat dirinci sebagai berikut:
1. Menurunkan tingkat kelahiran dengan mengikutsertakan seluruh lapisan masyarakat dan potensi yang ada.
2. Meningkatkan jumlah peserta KB dan tercapainya pemerataan serta kualitas peserta KB yang menggunakan alat kontrasepsi efektif dan mantap dengan pelayanan bermutu.
3. Mengembangkan usaha-usaha untuk membantu meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak, memperpanjang harapan hidup, menurunkan tingkat kematian bayi dan anak-anak di bawah usia lima tahun serta memperkecil kematian ibu karena risiko kehamilan dan persalinan.
4. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penerimaan, penghayatan, dan pengamalan norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera sebagai cara hidup yang layak dan bertanggung jawab.
5. Meningkatkan peranan dan tanggung jawab wanita, pria, dan generasi muda dalam pelaksanaan upaya-upaya penanggulangan masalah kependudukan.
6. Mencapai kemantapan, kesadaran, tanggung jawab, dan peran serta keluarga dan masyarakat dalam pelaksanaan gerakan KB sehingga lebih mampu meningkatkan kemandiriannya di wilayah masing-masing.
7. Mengembangkan usaha-usaha peningkatan mutu sumber daya manusia untuk meningkatkan taraf hidup, kecerdasan, dan kesejahteraan keluarga dan masyarakat dalam mempercepat pelembagaan nilai-nilai.
8. Mengobati kemandulan bagi pasangan yang telah menikah lebih dari satu tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan, hal ini memungkinkan untuk tercapainya keluarga bahagia.
9. Meningkatkan jumlah dan mutu tenaga dan/atau pengelola gerakan KB yang mampu memberikan pelayanan KB yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat di seluruh pelosok tanah air dengan kualitas yang tinggi dan kenyamanan yang memenuhi harapan (Meilani dkk, 2010).
2.5.3 Manfaat Program Keluarga Berencana
Manfaat dari pelaksanaan program KB menurut Setiyaningrum dan Aziz (2014) adalah:
1. Manfaat untuk ibu, dengan jalan mengatur jumlah dan jarak kelahiran maka:
a. Perbaikan kesehatan badan karena tercegahnya kehamilan yang berulang kali dalam jangka waktu yang terlalu pendek.
b. Peningkatan kesehatan mental dan sosial yang dimungkinkan oleh adanya waktu yang cukup untuk mengasuh anak, beristirahat, dan menikmati waktu luang serta melakukan kegiatan lainnya.
2. Manfaat untuk anak-anak yang dilahirkan:
a. Anak dapat tumbuh secara wajar karena ibu yang mengandungnya dalam keadaan sehat.
b. Sesudah lahir, anak mendapat perhatian, pemeliharaan, dan makanan yang cukup karena kehadiran anak tersebut memang diinginkan dan direncanakan.
3. Manfaat untuk anak-anak yang lain:
a. Memberi kesempatan kepada anak agar perkembangan fisiknya lebih baik karena setiap anak memperoleh makanan yang cukup dari sumber yang tersedia dalam keluarga.
b. Perkembangan mental dan sosialnya lebih sempurna karena pemeliharaan yang lebih baik dan lebih banyak waktu yang dapat diberikan oleh ibu untuk setiap anak.
c. Perencanaan kesempatan pendidikan yang lebih baik karena sumber-sumber pendapatan keluarga tidak habis untuk mempertahankan hidup semata-mata.
4. Untuk ayah, memberikan kesempatan kepadanya agar dapat:
a. Memperbaiki kesehatan fisiknya.
b. Memperbaiki kesehatan mental dan sosial karena kecemasan berkurang serta lebih banyak waktu terluang untuk keluarganya.
5. Manfaat untuk seluruh keluarga:
Kesehatan fisik, mental, dan sosial setiap anggota keluarga tergantung dari kesehatan seluruh keluarga. Setiap anggota keluarga mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk memperoleh pendidikan.
2.5.4 Sasaran Program Keluarga Berencana
Demi mencapai tujuan program KB, maka penggarapan program KB Nasional diarahkan pada bentuk-bentuk sasaran yang ingin dicapai, yaitu:
1. Sasaran Langsung
Sasaran langsung meliputi Pasangan Usia Subur (PUS) agar mereka menjadi peserta KB lestari sehingga memberikan efek langsung pada penurunan fertilitas dan bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi secara berkelanjutan.
2. Sasaran Tidak Langsung
Sasaran tidak langsung meliputi organisasi-organisasi dan lembaga- lembaga kemasyarakatan, instansi pemerintah, maupun swasta, tokoh-tokoh masyarakat (wanita dan pemuda) yang diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap proses pembentukan sistem nilai di kalangan masyarakat yang dapat mendukung usaha terbentuknya keluarga yang berkualitas dan sejahtera (Sibagariang, 2016).
3. Sasaran Wilayah
Sasaran wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk tinggi dan wilayah khusus seperti sentra industri, pemukiman padat, daerah kumuh, daerah pantai, dan daerah terpencil (Sulistiyawati, 2012).
2.5.5 Metode Kontrasepsi
Kontrasepsi yaitu obat/alat untuk mencegah terjadinya konsepsi (kehamilan) atau pencegahan menempelnya sel telur yang telah dibuahi ke dinding rahim (BKKBN, 2011). Menurut Sulistyawati (2012), metode-metode dalam kontrasepsi terbagi menjadi 3 macam, yaitu kontrasepsi dengan metode sederhana, modern, dan operasi (kontrasepsi mantap).
1. Kontrasepsi dengan Metode Sederhana Kontrasepsi Alamiah
a. Metode Kalender atau Pantang Berkala
Metode ini menggunakan prinsip pantang berkala, yaitu tidak melakukan persetubuhan selama masa subur istri. Untuk menentukan masa subur istri, digunakan 3 patokan, yaitu: (1) ovulasi terjadi 14±2 hari sebelum haid yang akan datang, (2) sperma dapat hidup dan membuahi selama 48 jam setelah ejakulasi, (3) ovum dapat hidup 24 jam setelah ovulasi.
Jadi apabila konsepsi ingin dicegah, koitus harus dihindari sekurang- kurangnya selama 3 hari (72 jam), yaitu 48 jam sebelum ovulasi dan 24 jam sesudah ovulasi. Secara kasar masa subur istri dapat diperhitungkan dengan menghitung masa subur sekitar pertengahan siklus menstruasi dengan interval 28 hari.
b. Metode Suhu Basal
Suhu basal adalah suhu terendah yang dicapai tubuh selama masa istirahat atau dalam keadaan istirahat (tidur). Menjelang ovulasi, suhu basal tubuh akan turun dan kurang lebih 24 jam setelah ovulasi suhu basal akan naik lagi sampai lebih tinggi daripada suhu sebelum ovulasi. Fenomena ini dapat digunakan untuk menentukan waktu ovulasi. Suhu basal dicatat dengan teliti setiap hari.
Pengukuran suhu basal dilakukan pada pagi hari segera setelah bangun tidur dan sebelum melakukan aktivitas lainnya, hal ini dikarenakan pada waktu- waktu tersebut, tubuh masih dalam keadaan stabil. Suhu basal tubuh diukur dengan termometer yang digunakan di mulut, vagina, atau melalui dubur.
c. Metode Lendir Serviks
Metode lendir serviks adalah metode kontrasepsi alamiah dengan cara mengamati kualitas dan kuantitas lendir serviks setiap hari. Metode ini didasari pada pengenalan terhadap perubahan lendir serviks selama siklus menstruasi yang menggambarkan masa subur dalam siklus dan waktu fertilitas maksimal dalam masa subur. Selama masa siklus, seorang wanita akan diajarkan tentang cara mengenali perubahan karakteristik lendir serviks dan pola sensasi di vulva (kebasahan, perasaan banyak cairan, atau kering). Perubahan lendir serviks selama siklus menstruasi merupakan pengaruh hormon estrogen. Pola yang tidak subur dapat dideteksi baik pada fase praovulasi maupun pascaovulasi dalam siklus menstruasi.
d. Metode Simtotermal
Metode simtotermal merupakan metode keluarga berencana alamiah yang mengidentifikasi masa subur dari siklus menstruasi wanita. Metode ini mengkombinasikan metode suhu basal dan metode lendir serviks. Suhu basal adalah suhu terendah yang dicapai tubuh selama masa istirahat atau dalam keadaan istirahat, sedangkan metode lendir serviks adalah mengamati kualitas dan kuantitas lendir serviks setiap hari
e. Senggama Terputus
Senggama terputus merupakan salah satu metode kontrasepsi sederhana yang alamiah. Nama lain dari metode ini adalah metode coitus interuptus.
Senggama terputus adalah metode dengan cara kerja alat kelamin pria (penis)
dikeluarkan sebelum ejakulasi sehingga sperma tidak masuk ke dalam vagina dan kehamilan dapat dicegah.
Mekanis/Barier a. Kondom pria
Kondom pria memiliki mekanisme kerja untuk menghalangi masuknya sperma ke dalam vagina, sehingga pembuahan dapat dicegah. Pada dasarnya ada 2 jenis kondom, yaitu kondom kulit dan kondom karet. Kondom kulit dibuat dari usus domba, sedangkan kondom karet lebih elastis dan murah sehingga lebih banyak digunakan. Kondom pria biasanya berbahan karet (lateks), poliuretan (plastik), atau bahan sejenis yang kuat, tipis, dan elastis.
Benda tersebut bekerja dengan cara ditarik menutupi penis yang sedang ereksi untuk menampung semen selama ejakulasi dan mencegah sperma masuk ke dalam vagina.
b. Barier intravagina
Menurut Pinem (2009), metode barier intravagina merupakan metode untuk menghalangi masuknya spermatozoa ke dalam traktus genitalia interna wanita dan mematikan spermatozoa oleh spermisidnya. Ada berbagai macam metode barier intravagina, di antaranya adalah diafragma, spons, dan kondom wanita.
- Diafragma adalah kap berbentuk bulat, cembung, terbuat dari lateks (karet) yang dimasukkan ke dalam vagina sebelum koitus menutupi serviks.
Diafragma bekerja dengan cara menahan sperma agar tidak mendapatkan
akses mencari saluran alat reproduksi bagian atas (rahim dan saluran telur) dan sebagai alat tempat spermisida.
- Kap serviks yaitu alat yang hanya menutupi serviks saja. Dibandingkan dengan diafragma, kap serviks lebih dalam atau lebih tinggi kubahnya tetapi diameternya lebih kecil, umumnya lebih kaku, dan menutupi serviks karena hisapan, bukan karena pegas. Pada zaman sekarang, kap serviks terbuat dari karet.
- Spons atau sponge merupakan benda berbentuk bantal, satu sisi dari spons berbentuk cekung yang dimaksudkan untuk menutupi serviks dan mengurangi kemungkinan perubahan letak spons selama senggama. Sisi lainnya mempunyai tali untuk mempermudah pengeluarannya.
- Kondom wanita merupakan kombinasi antara diafragma dan kondom, alat ini terdiri dari dua cincin polyurethane yang lentur berbentuk diafragma yang terdapat pada masing-masing ujung dari suatu selubung lunak polyurethane yang longgar. Sebelum dipasang, biasanya ditambahkan spermisida pada alatnya.
Kimiawi Spermisida
Spermisida adalah bahan kimia (biasanya non-oksinol) yang digunakan untuk menonaktifkan atau membunuh sperma di dalam vagina sebelum spermatozoa bergerak ke dalam saluran reproduksi dalam. Spermisida dikemas dalam bentuk aerosol (busa), tablet vaginal, supositoria, atau dissolvable film dan krim.
2. Kontrasepsi dengan Metode Modern a. Kontrasepsi Oral Pil
Pil adalah metode kontrasepsi yang mengandung hormon steroid. Pil bekerja dengan cara menahan ovulasi, mencegah implantasi, mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilalui sperma, dan menganggu pergerakan tuba sehingga transportasi telur dengan sendirinya akan terganggu pula. Pil yang digunakan ada 2 macam, yaitu pil kombinasi dan pil mini. Pil kombinasi mengandung hormon steroid estrogen dan progesteron sintetik dan pil mini mengandung progesteron sintetik saja.
b. Kontrasepsi Suntik/Injeksi
Kontrasepsi suntik bulanan merupakan metode suntikan dengan jalan penyuntikan secara intramuskular (injeksi ke dalam otot tubuh) sebagai usaha pencegahan kehamilan berupa hormon progesteron dan estrogen pada wanita usia subur. Kontrasepsi jenis suntik bekerja dengan cara mencegah ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma, menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi, dan menghambat transportasi gamet oleh saluran telur.
Pada saat ini, hanya ada 2 jenis suntikan yang banyak dipakai dan mengandung hormon progesteron. Jenis-jenis kontrasepsi suntikan tersebut yaitu depo medroksin progesteron asetat (DMPA) yang diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntik intramuskular (di daerah bokong). Depo noretisteron enantat (depo noristerat) yang diberikan setiap 2 bulan dengan cara disuntik intramuskular.
c. Kontrasepsi Implan
Kontrasepsi implan adalah kontrasepsi yang diinsersikan tepat di bawah kulit. Kontrasepsi ini bekerja dengan cara mengentalkan lendir, mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi implantasi, mengurangi transportasi sperma, dan menekan ovulasi. Implan terdiri atas 3 jenis, yaitu norplant, implanon, dan jadena dan indoplant.
- Norplant, terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga yang diisi dengan 36 mg levonorgestrel dengan lama kerja 5 tahun.
- Implanon, terdiri dari 1 batang putih lentur yang diisi dengan 68 mg 3- keto-desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun.
- Jadena dan indoplant, terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun.
d. Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) atau Intra-Uterine Devices (IUD) IUD merupakan alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan, karena dianggap sangat efektif dalam mencegah kehamilan dan memiliki manfaat yang relatif banyak dibanding alat kontrasepsi lainnya, di antaranya tidak mengganggu saat koitus, dapat digunakan sampai menopause dan dapat subur kembali setelah IUD dikeluarkan dari rahim.
Jenis IUD yang dipakai di Indonesia secara umum terdiri atas 3 jenis, yaitu:
- IUD Copper T, terbentuk dari rangka plastik yang lentur dan tembaga yang berada pada kedua lengan IUD dan batang IUD.
- IUD Nova T, terbentuk dari rangka plastik dan tembaga. Pada ujung dari
lengan IUD, bentuknya agak melengkung tanpa ada tembaga, tembaga hanya ada pada batang IUD.
- IUD Mirena, terbentuk dari rangka plastik yang dikelilingi oleh siliner pelepas hormon levonolgestrel (hormon progesteron) sehingga IUD ini dapat dipakai oleh ibu menyusui karena tidak menghambat ASI (Mulyani dan Rinawati, 2013).
3. Kontrasepsi dengan Metode Operasi/Kontrasepsi Mantap Tubektomi (Metode Operasi Wanita)
Tubektomi pada wanita adalah setiap tindakan pemotongan yang dilakukan pada kedua saluran indung telur wanita, sehingga sel telur tidak bisa memasuki rahim untuk dibuahi. Tubektomi dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak akan mendapat keturunan lagi. Kontrasepsi ini hanya digunakan untuk jangka panjang, walaupun kadang-kadang masih dapat dipulihkan kembali seperti semula, namun tingkat fertilitasnya tidak akan kembali seperti sedia kala.
Vasektomi (Metode Operasi Pria)
Vasektomi merupakan kontrasepsi mantap atau metode operasi pria, dengan jalan memotong vas deferens sehingga saat ejakulasi tidak terdapat spermatozoa dalam cairan sperma. Setelah menjalani vasektomi tidak segera akan steril, tetapi memerlukan sekitar 12 kali ejakulasi, baru sama sekali bebas dari spermatozoa. Oleh karena itu, diperlukan penggunaan kondom selama 12 kali sehingga bebas untuk melakukan hubungan seks (Manuaba dkk, 2009).