UJI EFEKTIFITAS PUPUK ANORGANIK
PADA SAWI (Brassica juncea L.)
SKRIPSI
Oleh:
RISMA PRATIWI SINURAT 040301030 / AGRONOMI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UJI EFEKTIFITAS PUPUK ANORGANIK
PADA SAWI (Brassica juncea L.)
SKRIPSI
Oleh:
RISMA PRATIWI SINURAT 040301030 / AGRONOMI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Uji Efektifitas Pupuk Anorganik Pada Sawi (Brassica juncea L.)
Nama : Risma Pratiwi Sinurat NIM : 040301030
Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Agronomi
Disetujui oleh: Komisi Pembimbing
(Ir. Mariati, MSc.) (Ir. Jasmani Ginting, MP.) Ketua Anggota
Mengetahui,
(Ir. Edison Purba, Ph.D)
ABSTRACT
The research aimed to examine the effectivity of Vittana fertilizer on mustard (Brassica juncea L.). The research was conducted in Medan Tuntungan, Medan with altitude about 25 m above level of the sea from the end of February until April 2008. The method of the research was non factorial randomized block design consisted of five treatments: control (without fertilizer), Vittana 1.5 g/l, Vittana 2.0 g/l, Vittana 2.5 g/l, and local recommendation of N, P, K fertilizer with three replications. The parameters were observed: height of plant, number of leave, shoot weight, root weight, shoot root ratio, yield per sample and yield per hectare. The results showed that height of plant, sum of leave, root weight and shoot root ratio were not affected however shoot weight, yield per sample and yield per hectare were affected by the treatments.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan pupuk anorganik Vittana terhadap sawi (Brassica juncea L.). Penelitian diadakan di kelurahan Medan Tuntungan, Medan dengan ketinggian tempat sekitar 25 m di atas permukaan laut pada akhir bulan Februari hingga April 2008. Metode yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial dengan lima perlakuan yaitu kontrol (tanpa pupuk), Vittana 1.5 g/l, Vittana 2.0 g/l, Vittana 2.5 g/l, dan pupuk N, P, dan K rekomendasi setempat dengan tiga ulangan. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah tajuk, berat basah akar, rasio tajuk akar, bobot jual per tanaman, dan bobot jual per hektar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Vittana berpengaruh tidak nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah akar serta rasio tajuk akar. Vittana berpengaruh nyata terhadap parameter berat basah tajuk, bobot jual per tanaman , dan bobot jual per hektar.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Singaraja, Bali pada tanggal 23 April 1986 dari
Ayahanda H. Sinurat dan Ibunda E. Endang Risawati. Penulis merupakan putri
sulung dari tiga bersaudara.
Tahun 2004, penulis lulus dari SMU Sultan Iskandar Muda Medan dan
pada tahun 2004 lulus seleksi masuk USU melalui jalur SPMB. Penulis memilih
program studi Agronomi Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten
laboratorium Botani (2006/2007 – 2007/2008), Morfologi dan Taksonomi
Tumbuhan (2008/2009), Teknologi Benih (2007/2008 – 2008/2009) serta
Perbanyakan Vegetatif Tanaman (2008/2009). Pada tahun 2007, penulis
melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Perkebunan Karet PT.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Uji Efektifitas Pupuk Anorganik
Pada Sawi (Brassica juncea L.)” yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
Ir. Mariati, MSc. sebagai ketua komisi pembimbing dan Ir. Jasmani Ginting, MP.
sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan banyak saran dan
bimbingan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi
ini. Ungkapan terima kasih juga kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas
segala doa dan perhatiannya.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Desember 2008
DAFTAR ISI
Hipotesis Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Peranan Unsur Hara Bagi Tanaman ... 9
Pemeliharaan Tanaman ...18
Pengendalian Hama dan Penyakit ...19
Pemupukan Susulan ...20
Panen ...20
Pengamatan Parameter ...20
Tinggi Tanaman (cm) ...20
Jumlah Daun (helai) ...20
Berat Basah Tajuk (g) ...20
Berat Basah Akar (g) ...21
Rasio Tajuk Akar (g) ...21
Bobot Jual Per Tanaman (g) ...21
Bobot Jual Per Hektar (ton/ha) ...21
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil...22
Tinggi Tanaman (cm) ...22
Jumlah Daun (helai) ...22
Berat Basah Tajuk (g) ...23
Berat Basah Akar (g) ...24
Rasio Tajuk Akar (g) ...25
Bobot Jual Per Tanaman (g) ...25
Bobot Jual Per Hektar (ton/ha) ...27
DAFTAR TABEL
Hal
1. Kandungan Gizi Sawi ... 4
2. Rataan Tinggi Tanaman (cm) ...22
3. Rataan Jumlah Daun (helai) ...22
4. Rataan Berat Basah Tajuk (g) ...23
5. Rataan Berat Basah Akar (g) ...24
6. Rataan Rasio Tajuk Akar ...25
7. Bobot Jual Per Tanaman (g) ...26
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Histogram Rataan Berat Basah Tajuk ...24
2. Hubungan Antara Vittana dan Berat Basah Tajuk ...24
3. Histogram Rataan Bobot Jual Per Tanaman ...26
4. Hubungan Antara Vittana dan Bobot Jual Per Tanaman ...27
5. Histogram Rataan Bobot Jual Per Hektar...28
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1. Data Tinggi Tanaman ... 37
2. Sidik Ragam Data Tinggi Tanaman ... 37
3. Data Jumlah Daun ... 38
4. Sidik Ragam Data Jumlah Daun ... 38
5. Data Berat Basah Tajuk ... 39
6. Sidik Ragam Berat Basah Tajuk ... 39
7. Data Berat Basah Akar ... 40
8. Sidik Ragam Data Berat Basah Akar ... 40
9. Data Rasio Tajuk Akar ... 41
10.Sidik Ragam Data Rasio Tajuk Akar ... 41
11.Data Bobot Jual Per Tanaman ... 42
12.Sidik Ragam Data Bobot Jual Per Tanaman ... 42
13.Data Bobot Jual Per Hektar ... 43
14.Sidik Ragam Data Bobot Jual Per Hektar ... 43
15.Hasil Analisis Tanah ... 44
16.Deskripsi Sawi Varietas Tosakan ... 45
17.Bagan Lahan Penelitian ... 46
18.Bagan Plot Penelitian ... 47
19.Jadwal Kegiatan Penelitian ... 48
ABSTRACT
The research aimed to examine the effectivity of Vittana fertilizer on mustard (Brassica juncea L.). The research was conducted in Medan Tuntungan, Medan with altitude about 25 m above level of the sea from the end of February until April 2008. The method of the research was non factorial randomized block design consisted of five treatments: control (without fertilizer), Vittana 1.5 g/l, Vittana 2.0 g/l, Vittana 2.5 g/l, and local recommendation of N, P, K fertilizer with three replications. The parameters were observed: height of plant, number of leave, shoot weight, root weight, shoot root ratio, yield per sample and yield per hectare. The results showed that height of plant, sum of leave, root weight and shoot root ratio were not affected however shoot weight, yield per sample and yield per hectare were affected by the treatments.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan pupuk anorganik Vittana terhadap sawi (Brassica juncea L.). Penelitian diadakan di kelurahan Medan Tuntungan, Medan dengan ketinggian tempat sekitar 25 m di atas permukaan laut pada akhir bulan Februari hingga April 2008. Metode yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial dengan lima perlakuan yaitu kontrol (tanpa pupuk), Vittana 1.5 g/l, Vittana 2.0 g/l, Vittana 2.5 g/l, dan pupuk N, P, dan K rekomendasi setempat dengan tiga ulangan. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah tajuk, berat basah akar, rasio tajuk akar, bobot jual per tanaman, dan bobot jual per hektar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Vittana berpengaruh tidak nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah akar serta rasio tajuk akar. Vittana berpengaruh nyata terhadap parameter berat basah tajuk, bobot jual per tanaman , dan bobot jual per hektar.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sawi (Brassica napus atau Brassica juncea) sudah lama dikenal di banyak
negara. Tanaman ini diperkirakan berasal dari dataran Asia Tengah dan menyebar
ke benua Eropa melalui Yunani. Bagaimana sawi masuk ke Indonesia tidak
diketahui dengan pasti, tetapi saat ini sawi sudah merupakan sayuran yang sangat
dikenal di berbagai golongan masyarakat Indonesia. Di kalangan internasional,
sayuran ini dikenal dengan nama mustard (Novary, 1997).
Sawi termasuk jenis sayuran daun yang mempunyai nilai ekonomi tinggi
di Indonesia maupun beberapa negara di dunia. Daerah penanaman sawi telah
meluas ke hampir seluruh wilayah Indonesia (Rukmana, 2007). Menurut
Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian, produksi sawi dari tahun
2003 hingga 2006 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2003 produksinya
mencapai 459,253 ton, tahun 2004 sebesar 534,964 ton, tahun 2005 meningkat
menjadi 548,453 ton, dan pada tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar
590,400 ton.
Produksi utama dari sawi adalah daunnya, sawi biasanya dibuat lalapan,
ditumis, atau bisa juga dijadikan asinan. Sebagai sayuran daun, sawi kaya akan
sumber vitamin terutama vitamin A (3600 mg/100 g bahan) dan juga mineral
(terutama kalium sebesar 323 g/100 g bahan) sehingga bermanfaat untuk
(Rukmana, 2007). Selain itu sawi sering dimanfaatkan sebagai tumbuhan
percobaan untuk pemupukan, kesuburan tanaman, dan gangguan karena
kekurangan hara. Hal ini dikarenakan jenis sayuran ini mudah tumbuh di dataran
rendah maupun dataran tinggi dan juga responsif terhadap perubahan lingkungan.
Tanaman membutuhkan unsur-unsur hara yang diperlukan bagi
pertumbuhannya. Unsur hara tersebut sebagian telah tersedia di tanah, namun
sebagian lagi harus ditambahkan dengan jalan pemupukan. Berdasarkan
aplikasinya, pupuk dibedakan menjadi dua yaitu pupuk akar dan pupuk daun.
Pupuk daun termasuk pupuk anorganik yang cara pemberiannya ke tanaman
melalui penyemprotan ke daun (Lingga dan Marsono, 2007). Pupuk daun dapat
disebut juga sebagai pupuk tambahan atau pupuk alternatif. Pupuk daun ini
memiliki keuntungan tersendiri dikarenakan selain mengandung unsur hara makro
juga mengandung unsur hara mikro (Agromedia, 2007).
Meningkatnya peredaran pupuk anorganik (kimia) dan pupuk alternatif
membuat para petani mempunyai banyak pilihan. Tetapi dari analisis
laboratorium, banyak ditemukan pupuk anorganik yang tidak sesuai dengan
komposisi dalam label bahkan tidak sedikit yang dipalsukan. Oleh sebab itu, para
petani harus berhati-hati dengan penggunaan pupuk kimia tersebut. Untuk itu agar
penggunaan berbagai pupuk alternatif di tingkat petani dapat
dipertanggungjawabkan dan memperoleh manfaat sesuai yang tertera pada label,
maka sebelum diedarkan ke pasar perlu dilakukan pengujian dan mekanisme serta
sistem pengawasan terhadap pengadaan dan penyalurannya
sangat diperlukan agar diketahui kandungan unsur hara mikro dan makronya demi
pemakaian yang lebih efisien
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis melakukan penelitian mengenai
“Uji Efektifitas Pupuk Anorganik Pada Sawi (Brassica juncea L.)”.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan pupuk anorganik
Vittana terhadap sawi (Brassica juncea L.)
Hipotesa Penelitian
Pupuk anorganik Vittana (15:11:15) berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan dan produksi sawi.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Sawi
Sawi termasuk ke dalam famili Crucifera (Brassicaceae) dengan nama
spesies Brassica juncea (L.) Czern. Jenis sawi dikenal juga dengan nama caisim
atau sawi bakso. Dalam bahasa Inggrisnya disebut mustard (Haryanto, dkk, 1996).
Sawi merupakan sayuran yang kaya akan vitamin dan mineral. Kandungan
gizi sawi disajikan dalam tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Kandungan Gizi Sawi
Kandungan gizi Komposisi gizi sawi tiap 100 g bahan
Sistem perakaran sawi adalah tunggang (radix primaria), cabang-cabang
akarnya berbentuk bulat panjang (silindris) dan menyebar ke semua arah pada
menghisap air dan zat makanan dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya
batang tanaman (Rukmana, 2007).
Sawi merupakan kerabat dekat dengan petsai, yakni sejenis sayuran daun
yang tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi. Batangnya panjang, tegap,
dan daunnya berwarna hijau muda (Sutarya dan Grubben, 1995).
Secara umum sawi mempunyai daun panjang, halus, tidak berbulu dan
tidak berkrop. Tangkai daunnya panjang, langsing, berwarna putih kehijauan.
Daunnya lebar memanjang, tipis dan berwarna hijau. Rasanya renyah, segar,
dengan sedikit rasa pahit
Sawi mempunyai bunga yang majemuk, berkelamin dua, terletak di ujung
batang, bertangkai silindris. Panjang bunga lebih kurang 1 cm, kelopak bunga
pipih memanjang, halus, hijau kekuningan, kepala sari empat persegi panjang,
berwarna cokelat muda. Tangkai putik silindris, panjangnya lebih kurang 1 cm,
berwarna hijau, kepala putik bulat, berwarna cokelat muda. Mahkota bunga
berbentuk silindris, lepas satu sama lain, dan berwarna kuning
Penyerbukan bunga sawi dapat berlangsung dengan bantuan serangga
lebah maupun tangan manusia. Hasil penyerbukan ini membentuk buah yang
berisi biji. Buah sawi termasuk tipe buah polong, tiap polong berisi 2 – 8 butir
biji. Biji-biji sawi bentuknya bulat kecil berwarna cokelat atau cokelat
Syarat Tumbuh Sawi
Iklim
Sawi dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas maupun berhawa
dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah maupun dataran tinggi.
Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai
dengan 1.200 meter di atas permukaan laut. Namun biasanya dibudidayakan pada
daerah yang mempunyai ketinggian 100 – 500 meter di atas permukaan laut. Sawi
tahan terhadap air hujan, sehingga dapat ditanam sepanjang tahun. Pada musim
kemarau yang perlu diperhatikan adalah penyiraman secara teratur. Dikarenakan
dalam pertumbuhannya tanaman ini membutuhkan hawa yang sejuk, maka lebih
baik ditanam dalam kondisi cuaca yang lembab (Haryanto, dkk, 1996).
Kondisi iklim yang dikehendaki untuk pertumbuhan sawi adalah daerah
yang mempunyai suhu malam hari 15.60 C dan siang harinya 21.10 C serta
penyinaran matahari antara 10 – 13 jam sehari. Tanaman ini selain tahan terhadap
suhu panas (tinggi), juga mudah berbunga dan menghasilkan biji secara alami
pada kondisi iklim tropis Indonesia (Rukmana, 2007).
Tanah
Sawi dapat ditanam pada berbagai jenis tanah, namun paling baik adalah
jenis tanah lempung berpasir, seperti tanah Andosol. Pada tanah-tanah yang
mengandung liat perlu pengelolaan lahan secara sempurna, antara lain pengolahan
tanah yang cukup dalam, penambahan pasir dan pupuk organik dalam jumlah
(dosis) yang tinggi. Syarat tanah yang ideal untuk sawi adalah subur, gembur,
udara dalam tanah berjalan dengan baik, dan pH tanahnya antara 6 – 7
Sawi menginginkan tanah yang gembur dan kaya bahan organik. Selain itu
tanah harus memiliki drainase yang baik dengan pH 6 – 7. Sawi dapat ditanam di
dataran rendah dan dataran tinggi. Namun, lebih banyak diusahakan di daerah
dataran rendah. Sawi bisa juga ditanam pada saat musim kemarau asalkan airnya
cukup tersedia untuk penyiraman (Nazaruddin, 1999).
Pupuk Anorganik
Pupuk anorganik atau pupuk buatan adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik
dengan cara meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki persentase
kandungan hara yang tinggi. Menurut jenis unsur hara yang dikandungnya, dapat
dibagi menjadi dua, yakni pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pada pupuk
tunggal, jenis unsur hara yang dikandungnya hanya satu macam. Biasanya berupa
unsur hara makro primer, misalnya urea yang hanya mengandung unsur nitrogen.
Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu jenis unsur hara.
Penggunaan pupuk ini lebih praktis, karena hanya dengan satu kali aplikasi,
beberapa jenis unsur hara dapat diberikan (Novizan, 2005).
Ditinjau dari berbagai hara, nitrogen merupakan yang paling banyaj
mendapat perhatian. Hal ini disebabkan jumlah nitrogen yang terdapat di dalam
tanah sedikit, sedangkan yang diangkut tanaman berupa panen setiap musim
cukup banyak. Di samping itu, senyawa nitrogen anorganik sangat larut dan
terhadap pertumbuhan akan jelas dan cepat. Bentuk urea (H2NCONH2) dapat
dimanfaatkan tanaman, karena urea secara cepat dapat diserap melalui epidermis
daun. Dengan demikian dari banyak segi jelas bahwa unsur nitrogen ini
merupakan unsur yang berdaya besar yang tidak saja harus diawetkan juga harus
dikendalikan pemakaiannya (Hakim, dkk, 1986).
Menurut Lingga dan Marsono (2007), ada beberapa keuntungan dari
pupuk anorganik yaitu sebagai berikut:
1. Pemberiannya dapat terukur dengan tepat karena pupuk anorganik umumnya
memiliki takaran hara yang tepat.
2. Kebutuhan tanaman akan hara dapat dipenuhi dengan perbandingan hara yang
tepat.
3. Pupuk anorganik tersedia dalam jumlah yang cukup, artinya selalu tersedia di
pasaran.
4. Pupuk anorganik mudah diangkut karena jumlahnya relatif sedikit dibanding
pupuk organik seperti kompos atau pupuk kandang. Sehingga biaya angkut
pupuk menjadi lebih murah.
Pupuk buatan majemuk mengandung dua atau lebih hara tanaman (makro
maupun mikro). Pupuk buatan tersebut mempunyai nama dagang yang
berbeda-beda, tergantung pada pabrik pembuatnya. Pupuk yang ditujukan untuk komoditas
bernilai ekonomis tinggi umumnya mengandung banyak hara tanaman, terutama
N, P, dan K. Pupuk untuk tanaman sayuran dan hidroponik banyak mengandung
Penelitian yang dilakukan oleh Mhd. Rahim Harahap pada tahun 2007
pada sawi yang diberi perlakuan pupuk anorganik nitrogen memberikan hasil
yaitu analisis keragaman menunjukkan bahwa pupuk anorganik nitrogen
memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, berat segar tanaman dan
berat segar bagian atas tanaman
Vittana
Vittana adalah salah satu pupuk anorganik yang belum dirilis di pasaran
yang merupakan pupuk yang diaplikasikan ke daun atau disebut juga pupuk daun.
Vittana merupakan pupuk daun lengkap yang mengandung unsur hara makro N,
P, dan K serta unsur lainnya seperti Mg, Fe, B, Cu, Zn, dan Mo. Vittana
(15:11:15) berguna untuk menyuburkan pertumbuhan tanaman serta untuk
mempercepat keluarnya tunas baru (Sinar Tunas Tani Maju, 2008).
Peranan Unsur Hara Bagi Tanaman
Unsur hara yang dibutuhkan tanaman terbagi menjadi dua, yaitu unsur
hara yang bersifat makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro adalah unsur
hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak, yaitu N, P, K, Ca, Mg, dan
S. sedangkan unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit (hara mikro)
antara lain Cl, Mn, Fe, Cu, Zn, B, dan Mo (Lingga dan Marsono, 2007).
Dalam jaringan tumbuhan, nitrogen memiliki manfaat untuk memacu
pertumbuhan tanaman secara umum, terutama pada fase vegetatif. Nitrogen
diserap dalam bentuk nitrat (NO3-) dan amonium (NH4+) (AgroMedia, 2007).
dibandingkan dengan amonium, sedangkan pada pH netral, kemungkinan
penyerapan keduanya seimbang. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya
persaingan anion OH- dengan anion NO3- sehingga penyerapan nitrat sedikit
terhambat. Secara ringkas, unsur N merupakan bahan penting penyusun asam
amino, amida, nukleotida, dan nukleoprotein, serta esensial untuk pembelahan sel,
pembesaran sel, dan karenanya untuk pertumbuhan. N bergerak dalam tubuh
tanaman; N berpindah ke jaringan muda sehingga defisiensi pertama kali tampak
pada daun-daun yang lebih tua. Defisiensi N mengganggu proses pertumbuhan,
menyebabkan tanaman terbantut (kerdil), menguning, dan berkurang hasil panen
berat keringnya (Gardner, dkk, 1991). Peningkatan tingkatan N menyukai
pertumbuhan pucuk dalam hubungannya dengan pertumbuhan akar, yaitu
meningkatkan rasio S-R. Jadi kandungan N tinggi memungkinkan pertumbuhan
pucuk merampas karbohidrat yang tersedia; meningkatnya pertumbuhan pucuk
menyebabkan makin besarnya penaungan daun yang terletak di sebelah bawah,
yang selanjutnya makin memperburuk situasi. Tambahan lagi, pasokan N yang
lebih besar cenderung meningkatkan tingkat auksin, yang mungkin menghambat
pertumbuhan akar (Wilkinson dan Ohlrogge, 1962). Murata (1969) menyatakan
pula bahwa pemupukan N mempunyai pengaruh yang nyata terhadap rasio S-R.
Di daerah yang kandungan N-nya tinggi, sekitar 90% dari hasil fotosintesis
dibagikan ke ujung, dibandingkan dengan hanya 50% ke ujung di tanah yang
kandungan N-nya rendah. Pertumbuhan ujung yang baru, dirangsang oleh N,
merupakan tempat pemanfaatan hasil asimilasi yang lebih kuat dibandingkan
dengan akar. Pemupukan nitrogen akan menaikkan produksi tanaman, kadar
vegetatif, pemupukan N harus diimbangi dengan pemupukan unsur lain.
Pembentukan senyawa organik tergantung pada imbangan ion-ion lain, termasuk
Mg untuk pembentukan klorofil dan ion fosfat untuk sintesis asam nukleat.
Penyerapan N nitrat untuk sintesis menjadi protein juga dipengaruhi oleh
ketersediaan ion K+ (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Fosfor diserap terutama sebagai anion fosfat valensi satu (H2PO4-) dan
diserap lebih lambat dalam bentuk anion valensi dua (HPO42-). Tumbuhan yang
kahat fosfor menjadi kerdil dan berwarna hijau tua. Gejalanya terlihat mula-mula
pada daun yang dewasa dimana daun tua berwarna cokelat gelap saat mati.
Kematangan sering tertunda bila dibandingkan dengan tumbuhan yang cukup
fosfat. Fosfor merupakan bagian esensial dari banyak gula fosfat yang berperan
dalam nukleotida, seperti RNA dan DNA, serta bagian dari fosfolipid pada
membran. Fosfor berperan penting pula dalam metabolisme energi, karena
keberadaannya dalam ATP, ADP, AMP, dan pirofosfat (Ppi)
(Salisbury dan Ross, 1995).
Kalium tidak disintesis menjadi senyawa organik oleh tumbuhan, sehingga
unsur ini tetap sebagai ion di dalam tumbuhan. Kalium berperan sebagai aktivator
dari berbagai enzim yang esensial dalam reaksi-reaksi fotosintesis dan respirasi,
serta untuk enzim yang terlibat dalam sintesis protein dan pati. Kalium juga
merupakan ion yang berperan dalam mengatur potensi osmotik sel, dengan
demikian akan berperan dalam mengatur tekanan turgor sel yang berperan dalam
proses membuka dan menutupnya stomata. Gejala kekurangan kalium akan
ketersediaan kalium tanah untuk tanaman juga dipengaruhi oleh besar kecilnya
kalium yang hilang dari tanah. Kehilangan yang terbesar dari kalium tanah adalah
disebabkan pencucian. Pengaruh pemberian kapur ke dalam tanah juga dapat
menyebabkan kalium tanah menjadi tidak tersedia. Apalagi pada tanah-tanah
ringan dan banyak mengandung pasir, kehilangan kalium akan lebih besar akibat
drainase. Kehilangan kalium dapat diperbesar lagi oleh tanaman, karena kalium
dalam tanaman dapat bersifat sebagai konsumsi berlebihan. Yang dimaksud
dengan konsumsi berlebihan adalah adalah naiknya serapan kalium tidak lagi
diikuti oleh bertambahnya produksi (Hakim, dkk, 1986).
Bagi tanaman kalsium (Ca) bertugas untuk merangsang pembentukan
bulu-bulu akar, menguatkan batang tanaman, dan merangsang pembentukan biji.
Kalsium yang terdapat pada batang dan daun ini berguna untuk menetralisasikan
senyawa atau suasana yang tidak menguntungkan pada tanah. Tanaman yang
kekurangan kalsium dicirikan oleh tepi daun-daun muda mengalami klorosis.
Gejala ini lambat laun akan menjalar di antara tulang-tulang daun.
Kuncup-kuncup muda akan mati karena perakarannya kurang sempurna
(Lingga dan Marsono, 2007).
Magnesium merupakan unsur penyusun klorofil. Selain itu yang
menjadikan magnesium sebagai unsur hara esensial yang penting adalah karena
magnesium bergabung dengan ATP agar ATP dapat berfungsi dalam berbagai
reaksi. Magnesium juga merupakan aktivator dari berbagai enzim dalam reaksi
fotosintesis, respirasi, dan pembentukan DNA dan RNA. Sedangkan belerang (S)
dalam tumbuhan berfungsi sebagai penyusun asam amino sistein dan methionin.
Belerang juga terkandung dalam koenzim A, yaitu suatu senyawa esensial untuk
respirasi dan sintesis serta penguraian asam-asam lemak (fatty acid). Gejala
kekahatan magnesium ialah daun mengalami klorosis, warna daun kadang
memerah, ujung dan tepi daun menggulung, sedangkan tanaman yang kekurangan
belerang warna tulang daun dan jaringan antara tulang daunnya akan menjadi
hijau muda (Lakitan, 2007).
Unsur hara mikro adalah unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang
sedikit. Unsur hara tersebut adalah Cl, Mn, Fe, Cu, Zn, B, dan Mo. Menurut
AgroMedia (2007) peranan dan gejala kekurangan unsur hara mikro tersebut di
atas adalah sebagai berikut:
1. Cl (khlor) berperan dalam pembentukan hormon tanaman. Meningkatkan atau
memperbaiki kualitas dan kuantitas produksi tanaman. Gejala kekurangannya
adalah tanaman gampang layu, daun pucat, keriput, dan sebagian mengering.
Produktivitas tanaman rendah dan pemasakan buah lambat.
2. Mn (mangan) membantu proses fotosintesis, dan berperan dalam
pembentukan enzim-enzim tanaman. Jika kekurangan unsur ini pertumbuhan
tanaman kerdil, daun berwarna kekuningan atau merah dan sering rontok,
pembentukan biji tidak sempurna.
3. Fe (ferum) berperan dalam proses fisiologis tanaman, seperti proses
pernapasan, pembentukan klorofil, dan fotosintesis. Gejala kekurangannya
adalah daun muda berwarna putih pucat, lalu kekuningan, dan akhirnya
rontok. Tanaman perlahan-lahan mati, dimulai dari pucuk.
muncul bercak-bercak putih di permukaan daun hingga akhirnya mengering,
berlubang, dan mati. Perkembangan akar tidak sempurna, sehingga pendek
dan tidak subur.
5. B (boron) membawa karbohidrat ke seluruh jaringan tanaman. Mempercepat
penyerapan unsur kalium. Merangsang tanaman berbunga dan membantu
proses penyerbukan. Meningkatkan kualitas produksi sayuran dan
buah-buahan. Gejala kekurangannya adalah tunas pucuk mati dan berwarna hitam,
lalu muncul tunas samping, tetapi tidak lama kemudian akan mati. Daun
mengalami klorosis dimulai dari bagian bawah daun, lalu mengering. Daun
tuanya berbentuk kecil, tebal, dan rapuh. Pertumbuhan batang lambat, dengan
ruas-ruas cabang yang pendek.
6. Mo (molibdenum) fungsinya adalah sebagai pengikat nitrogen bebas di udara
untuk pembentukan protein, dan menjadi komponen pembentuk enzim pada
bakteri bintil akar tanaman Leguminosae. Gejala kekurangannya adalah daun
berubah warna, keriput dan melengkung seperti mangkuk. Muncul
bintik-bintik kuning di setiap lembaran daun dan akhirnya mati. Pertumbuhan
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di lahan masyarakat kelurahan Medan Selayang,
kecamatan Medan Tuntungan, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang
25 m di atas permukaan laut, yang dimulai dari akhir bulan Februari hingga bulan
April 2008.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih sawi varietas
Tosakan sebagai objek penelitian; pupuk anorganik Vittana (15:11:15), urea,
SP-36, dan KCl sebagai perlakuan; kompos; kapur Dolomit (CaMg(CO3)2) untuk
menetralkan pH tanah, insektisida dan fungisida, serta bahan-bahan lain yang
diperlukan.
Alat yang digunakan adalah cangkul untuk mengolah tanah; meteran untuk
mengukur luas lahan dan tinggi tanaman; gembor untuk menyiram tanaman;
handsprayer untuk mengaplikasi pupuk cair dan pestisida; pacak sampel,
timbangan, alat tulis, kalkulator, ember, serta alat lain yang mendukung penelitian
ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
V0 = Kontrol (tanpa pupuk)
V1 = Pupuk Vittana (15:11:15) 1,5 g/l
V2 = Pupuk Vittana (15:11:15) 2,0 g/l
V3 = Pupuk Vittana (15:11:15) 2,5 g/l
V4 = Pupuk N, P, dan K Rekomendasi Setempat
Jumlah ulangan = 3 ulangan
Jumlah plot = 15 plot
Ukuran plot = 150 x 140 cm
Jumlah tanaman/plot = 25 tanaman
Jumlah tanaman sampel/plot = 4 tanaman
Jumlah seluruh tanaman = 375 tanaman
Jumlah seluruh tanaman sampel = 60 tanaman
Jarak tanam = 30 x 25 cm
Jarak antar plot = 45 cm
Jarak antar ulangan = 70 cm
Model Analisis
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam berdasarkan model
linier sebagai berikut :
Yij = µ + ρi + αj + εij
Yij = Hasil pengamatan pada blok ke-i yang diberi perlakuan pupuk anorganik
pada taraf ke-j
µ = Nilai tengah
αj = Pengaruh perlakuan pupuk anorganik pada taraf ke-j
εij = Pengaruh galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan pupuk anorganik
pada taraf ke-j
Untuk hasil sidik ragam yang berbeda nyata, maka dilakukan analisis
lanjutan dengan menggunakan Uji Beda Jarak Nyata Duncan (BJND) pada taraf
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Lahan
Areal penanaman yang akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan dari
gulma yang tumbuh di areal tersebut. Kemudian lahan diolah dan digemburkan
dengan menggunakan cangkul dengan kedalaman olah kira-kira 20 cm. Setelah itu
dibuat plot-plot dengan ukuran 150 x 140 cm serta jarak antara plot 45 cm dan
jarak antar blok 70 cm. Seminggu sebelum penanaman, lahan diberi kapur dolomit
yang ditaburkan di atas lahan, kemudian digaru agar tanah tercampur dengan
kapur.
Penyiapan Kecambah
Sehari sebelum penanaman, benih sawi dikecambahkan di atas koran yang
telah dilembabkan di atas nampan. Benih sawi tersebut kemudian ditutup dengan
kertas koran yang telah dilembabkan juga.
Penanaman Kecambah
Benih sawi yang telah dikecambahkan selama sehari kemudian
dipindahkan ke lapangan. Pertama dibuat dahulu lubang tanam dengan jarak
tanam 30 x 25 cm, kemudian ditambahkan kompos sebanyak 110 g per lubang
tanam. Lalu kecambah sawi ditanam sebanyak 3 kecambah per lubang tanam.
Pemupukan Dasar
Pemupukan dasar dilakukan bersamaan dengan penanaman kecambah
sawi di lapangan. Pupuk yang diberikan adalah urea, SP-36, dan KCl dengan
dosis masing-masing 75 kg/ha, 50 kg/ha, dan 50 kg/ha.
Aplikasi Vittana
Aplikasi Vittana pertama sekali dilakukan pada saat sawi berumur 14 hari
setelah tanam (hst) dengan menggunakan handsprayer. Setelah itu pupuk
diaplikasikan dengan selang waktu 7 hari sekali hingga tanaman berumur 35 hst.
Pupuk yang diaplikasikan sesuai dengan perlakuan sebagai berikut:
V1 = Vittana 1,5 g/l
V2 = Vittana 2,0 g/l
V3 = Vittana 2,5 g/l
Aplikasi N (Urea), P (SP-36), dan K (KCl)
Pupuk urea diberikan dalam dua tahap yaitu pada saat pemupukan dasar
dan pada 21 hst dengan dosis masing-masing 75 kg/ha pada setiap tahapnya.
Sedangkan SP-36 dan KCl hanya diberikan sekali pada saat pemupukan dasar
dengan dosis masing-masing 50 kg/ha.
Pemeliharaan Tanaman
Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari dengan menggunakan gembor, tetapi
Penjarangan
Penjarangan dilakukan dengan menyisakan satu tanaman yang baik yang
pertumbuhannya baik dan normal. Penjarangan dilakukan dengan cara memotong
tanaman yang pertumbuhannya kurang baik dengan menggunakan gunting pada
saat tanaman berumur 7 hst.
Penyulaman
Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang mati atau
pertumbuhannya abnormal dengan tanaman cadangan dan paling lama dilakukan
pada satu minggu setelah tanam.
Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan agar tanaman tidak mudah rebah dan berdiri
tegak. Pembumbunan dilakukan dengan cara membuat gundukan tanah di
sekeliling tanaman pada saat tanaman berumur 7 hst.
Penyiangan
Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan cara mencabut gulma
atau dengan menggunakan cangkul untuk menghindari persaingan dalam
mendapatkan unsur hara dari dalam tanah. Penyiangan dilakukan sesuai dengan
kondisi di lapangan.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menyemprotkan
insektisida dan fungisida di seluruh permukaan tanaman dengan menggunakan
Pemupukan Susulan
Pemupukan susulan dilakukan pada saat sawi berumur 21 hst. Pupuk yang
diaplikasikan adalah urea dengan dosis anjuran 75 kg/ha.
Panen
Panen dilakukan pada saat sawi berumur 42 hst. Panen dilakukan dengan
cara mencabut tanaman hingga ke akarnya. Kemudian tanaman dibersihkan dan
dicuci dari tanah dan kotoran-kotoran yang menempel.
Pengamatan Parameter
Tinggi Tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal batang sampai bagian
tanaman tertinggi dengan menggunakan meteran, dilakukan pada saat sawi
dipanen.
Jumlah Daun (helai)
Dihitung seluruh daun yang ada. Dilakukan bersamaan dengan pengukuran
tinggi tanaman.
Berat Basah Tajuk (g)
Berat basah tajuk ditimbang pada saat panen setelah terlebih dahulu
tanaman dibersihkan dari kotoran dan dipisahkan dari bagian bawah tanaman.
Berat Basah Akar (g)
Berat basah akar ditimbang pada saat panen setelah terlebih dahulu
Rasio Tajuk Akar
Rasio tajuk akar dihitung dengan menggunakan rumus:
Berat basah tajuk (g) Rasio tajuk akar =
Berat basah akar (g)
Bobot Jual Per Tanaman (g)
Bobot jual per tanaman ditimbang pada saat panen dengan menggunakan
timbangan. Bagian tanaman yang ditimbang adalah bagian yang sudah
dibersihkan dari kotoran dan dipisahkan dari bagian bawah tanaman serta
bagian-bagian tanaman yang rusak atau tidak dapat dikonsumsi lagi.
Bobot Jual Per Hektar (ton)
Bobot jual per hektar dihitung dengan cara mengkonversi bobot jual per
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tinggi Tanaman (cm)
Menurut daftar sidik ragam (lampiran 2), perlakuan berpengaruh tidak
nyata terhadap tinggi tanaman sawi. Rataannya dapat dilihat pada tabel 2 di bawah
ini.
Tabel 2. Data Rataan Tinggi Tanaman (cm)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
V0 59,25 56,63 58,88 174,75 58,25 a
V1 52,83 61,13 55,38 169,33 56,44 a
V2 55,78 54,38 59,13 169,28 56,43 a
V3 58,88 58,13 54,25 171,25 57,08 a
V4 58,88 58,50 59,38 176,75 58,92 a
Berdasarkan tabel 2 di atas, tinggi tanaman sawi tertinggi terdapat pada
perlakuan V4 yaitu 58,92 cm, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan
V2 sebesar 56,43 cm.
Jumlah Daun (cm)
Daftar sidik ragam pada lampiran 4 menunjukkan bahwa perlakuan yang
diberikan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun sawi. Rataannya dapat
Tabel 3. Data Rataan Jumlah Daun (helai)
Tabel di atas menunjukkan jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan
V1 yaitu 19,67 helai, sedangkan yang paling sedikit terdapat pada perlakuan V3
yaitu 17,00 helai.
Berat Basah Tajuk (g)
Daftar sidik ragam pada lampiran 6 menunjukkan perlakuan yang
diberikan berpengaruh nyata terhadap berat basah tajuk sawi. Dapat pula dilihat
bahwa perlakuan kontrol berbeda nyata dengan perlakuan V1, V2, V3, dan V4,
perlakuan V1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan V2, V3, dan V4, perlakuan V2
tidak berbeda nyata dengan perlakuan V1, V3, dan V4, perlakuan V3 tidak berbeda
nyata dengan perlakuan V1, V2, dan V4, begitu juga dengan perlakuan V4 tidak
berbeda nyata dengan perlakuan V1, V2, dan V4. Rataan berat basah tajuk dapat
dilihat pada tabel 4 di bawah ini.
Menurut tabel 4 di atas, berat basah tajuk tertinggi terdapat pada perlakuan
V1 yaitu 483,58 g, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan V0 sebesar
338,67 g.
Histogram data rataan berat basah tajuk dapat dilihat di bawah ini.
V0
Gambar 1. Rataan Berat Basah Tajuk
Grafik hubungan antara Vittana dan berat basah tajuk dapat dilihat pada
gambar 2 di bawah ini.
Gambar 2. Hubungan antara Vittana dan Berat Basah Tajuk
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa hubungan antara Vittana dan berat
basah tajuk membentuk hubungan yang bersifat kuadratik dimana berat basah
Berat Basah Akar (g)
Daftar sidik ragam pada lampiran 8 menunjukkan bahwa perlakuan yang
diberikan berpengaruh tidak nyata terhadap berat basah akar. Rataannya dapat
dilihat pada tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Rataan Berat Basah Akar (g)
Data berat basah akar di atas menunjukkan berat basah akar tertinggi
terdapat pada perlakuan V2 yaitu 11,54 g, sedangkan yang terendah terdapat pada
perlakuan V0 yaitu 8,88 g.
Rasio Tajuk Akar
Perlakuan yang diberikan pada sawi menunjukkan pengaruh yang tidak
nyata terhadap parameter rasio tajuk akar (daftar sidik ragam pada lampiran 10)
Rataannya dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini.
Menurut tabel 6 di atas, perlakuan V3 menunjukkan rasio tajuk akar
tertinggi yaitu 48,88, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan V0 yaitu
38,70.
Bobot Jual Per Tanaman (g)
Daftar sidik ragam pada lampiran 12 menunjukkan perlakuan yang
diberikan berpengaruh nyata terhadap bobot jual sawi per tanaman. Dapat pula
dilihat bahwa perlakuan kontrol berbeda nyata dengan perlakuan V1, V2, V3, dan
V4, perlakuan V1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan V2, V3, dan V4, perlakuan
V2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan V1, V3, dan V4, perlakuan V3 tidak
berbeda nyata dengan perlakuan V1, V2, dan V4, begitu juga dengan perlakuan V4
tidak berbeda nyata dengan perlakuan V1, V2, dan V4. Rataannya dapat dilihat nyata menurut Uji Beda Jarak Nyata Duncan pada taraf 5%.
Dari tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa bobot jual tertinggi terdapat pada
perlakuan V1 yaitu 444,67 g, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan
V0 yaitu 296,67 g.
Histogram data rataan berat bobot jual per tanaman dapat dilihat di bawah
V0
Gambar 3. Rataan Bobot Jual Per Tanaman
Grafik hubungan antara Vittana dan bobot jual per tanaman dapat dilihat
pada gambar 4 di bawah ini.
Ŷ = 297,68 + 164,5x - 48,858x2
Gambar 4. Hubungan antara Vittana dan Bobot Jual Per Tanaman
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa hubungan antara Vittana dan bobot
jual per tanaman membentuk hubungan yang bersifat kuadratik dimana bobot jual
per tanaman maksimum terdapat pada perlakuan Vittana 1,68 g/l yaitu sebesar
436,15 g.
Bobot Jual Per Hektar (ton)
Dari daftar sidik ragam (lampiran 14) diketahui bahwa perlakuan
berpengaruh nyata terhadap bobot jual sawi per hektar. Dapat pula dilihat bahwa
perlakuan kontrol berbeda nyata dengan perlakuan V1, V2, V3, dan V4, perlakuan
berbeda nyata dengan perlakuan V1, V3, dan V4, perlakuan V3 tidak berbeda nyata nyata menurut Uji Beda Jarak Nyata Duncan pada taraf 5%.
Menurut tabel 8 di atas, bobot jual per hektar tertinggi terdapat pada
perlakuan V1 yaitu 27,01 ton, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan
V0 yaitu 18,02 ton.
Histogram data rataan bobot jual per hektar dapat dilihat di bawah ini.
V0
Gambar 5. Rataan Bobot Jual Per Hektar
Grafik hubungan antara Vittana dan bobot jual per hektar dapat dilihat
Ŷ = 18,084 + 9,9933x - 2,9681x2
Gambar 6. Hubungan antara Vittana dan Bobot Jual Per Hektar
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa hubungan antara Vittana dan bobot
jual per hektar membentuk hubungan yang bersifat kuadratik dimana bobot jual
per hektar maksimum terdapat pada perlakuan Vittana 1,68 g/l yaitu sebesar
Pembahasan
Pengamatan parameter tinggi tanaman menunjukkan, perlakuan yang
diberikan mempunyai pengaruh yang tidak nyata terhadap tinggi tanaman. Tabel 2
menunjukkan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan V4 yaitu 58,92 cm,
sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan V2 sebesar 56,43 cm.
Penyebabnya adalah pada perlakuan V4 yaitu perlakuan N, P, dan K rekomendasi
setempat, unsur hara terutama nitrogen yang diberikan dalam bentuk urea dapat
langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Sehingga tinggi tanaman yang diberi
perlakuan N, P, dan K dibanding dengan Vittana tidak terpaut angka yang cukup
tinggi atau bisa dikatakan tinggi tanaman yang didapat hampir merata nilainya.
Hal ini sesuai dengan literatur dari Hakim, dkk, (1986) yang menyatakan bahwa
bentuk urea (H2NCONH2) dapat dimanfaatkan tanaman, karena urea secara cepat
dapat diserap melalui epidermis daun. Namun nitrogen juga mudah tercuci, baik
oleh air hujan maupun karena penguapan, sedangkan jumlah nitrogen dalam tanah
sedikit. Hal ini mungkin yang menyebabkan sawi yang diberi perlakuan Vittana
(2,0 g/l) mengalami pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih rendah dari perlakuan
N, P, dan K. Ini sesuai dengan literatur dari Hakim, dkk, (1986) bahwa jumlah
nitrogen di dalam tanah sedikit sedangkan yang diangkut tanaman berupa panen
setiap musim banyak. Di samping itu senyawa nitrogen anorganik sangat larut dan
mudah hilang dalam air drainase atau alang ke atmosfer. Namun efek nitrogen
terhadap pertumbuhan akan jelas dan cepat. Ini berkaitan dengan perlakuan
kontrol atau tanpa pemberian pupuk sama sekali, yang menunjukkan tinggi
walaupun jumlahnya terbatas (sedikit), sehingga sawi yang tidak diberi pupuk
juga akan mengalami pertambahan tinggi tanaman yang sama dengan sawi yang
diberi pupuk.
Perlakuan yang diberikan pada sawi menunjukkan pengaruh yang tidak
nyata terhadap parameter jumlah daun. Jumlah daun sawi terbanyak terdapat pada
perlakuan V1 yaitu 19,67 helai, sedangkan yang paling sedikit terdapat pada
perlakuan V3 yaitu 17,00 helai. Kedua perlakuan di atas sama-sama merupakan
perlakuan Vittana walaupun dosisnya berbeda. Vittana tersebut mengandung
unsur hara makro, yang salah satunya kalium, dimana kalium berperan sebagai
aktivator dari berbagai enzim yang esensial dalam reaksi-reaksi fotosintesis dan
respirasi, serta untuk enzim yang terlibat dalam sintesis protein dan pati serta
dalam proses membuka dan menutupnya stomata (Lakitan, 2007). Namun
konsumsi kalium yang berlebih tidak lantas menaikkan produksi tanaman, seperti
pada V3 (2,5 g/l) hasilnya lebih rendah bila dibandingkan V1 (1,5 g/l). Literatur
dari Hakim, dkk, (1986) menyatakan bahwa kehilangan kalium dari tanah
disebabkan karena pencucian. Apalagi pada tanah-tanah ringan dan banyak
mengandung pasir, kehilangan kalium akan lebih besar akibat drainase. Selain
akibat pencucian juga disebabkan terangkut oleh tanaman yang konsumsinya
berlebihan. Yang dimaksud dengan konsumsi berlebihan adalah adalah naiknya
serapan kalium tidak lagi diikuti oleh bertambahnya produksi. Dengan kata lain,
jumlah kalium yang diserap oleh sawi yang diberikan kedua perlakuan di atas
tidak berbeda atau hampir sama. Faktor lain yang mempengaruhi ketidaksediaan
bahwa pemberian kapur ke dalam tanah dapat menyebabkan kalium tanah menjadi
tidak tersedia.
Pada pengamatan berat basah tajuk diketahui bahwa perlakuan
berpengaruh nyata terhadap parameter ini. Berat basah tajuk tertinggi terdapat
pada V1 yaitu 483,58 g, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan V0 yaitu
338,67 g. Hal ini disebabkan pupuk Vittana mengandung nitrogen yang sangat
berperan penting pada masa vegetatif tanaman dibanding dengan perlakuan
kontrol yang tanpa perlakuan sama sekali. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Mhd. Rahim Harahap (2007) pada sawi yang diberi perlakuan
pupuk anorganik nitrogen memberikan hasil yaitu analisis keragaman
menunjukkan bahwa pupuk anorganik nitrogen memberikan pengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman, berat segar tanaman dan berat segar bagian atas tanaman.
Selain itu, sebelum penanaman dilakukan pengapuran yang menyebabkan serapan
nitrogen dalam bentuk amonium dan nitrat menjadi lebih baik dan seimbang.
Analisis tanah menunjukkan pemberian kapur menaikkan pH tanah dari 4 menjadi
6. Hal ini sesuai dengan literatur dari Mengel dan Kirkby (1987) yang
menyatakan bahwa pada pH rendah, nitrat diserap lebih cepat dibandingkan
dengan amonium, sedangkan pada pH netral, kemungkinan penyerapan keduanya
seimbang.
Dari data berat basah akar diketahui bahwa perlakuan berpengaruh tidak
nyata terhadap parameter ini. Berat basah akar tertinggi terdapat pada perlakuan
perlakuan V2 yaitu 11,54 g, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan V0
pupuk. Hal ini disebabkan kandungan hara yang terdapat di dalam pupuk tersebut
memberikan pertumbuhan yang lebih baik daripada tanaman yang tidak diberi
perlakuan. Pupuk Vittana yang diaplikasikan terutama mengandung nitrogen yang
memacu pertumbuhan tanaman dengan baik. Hal ini sesuai dengan literatur dari
AgroMedia (2007) yang menyatakan bahwa dalam jaringan tumbuhan, nitrogen
memiliki manfaat untuk memacu pertumbuhan tanaman secara umum, terutama
pada fase vegetatif. Selain itu juga, pupuk Vittana memiliki kandungan lain,
seperti zinc yang berguna dalam pertumbuhan akar, dan jika terjadi kekurangan
maka pertumbuhan akar dapat terganggu. Ini sesuai dengan literatur dari
AgroMedia (2007) yaitu zinc membantu dalam pembentukan auksin, klorofil, dan
karbohidrat. Namun jika kekurangan daun menjadi berwarna kuning pucat atau
kemerahan, muncul bercak-bercak putih di permukaan daun hingga akhirnya
mengering, berlubang, dan mati. Perkembangan akar tidak sempurna, sehingga
pendek dan tidak subur.
Perlakuan yang diberikan terhadap sawi menunjukkan hasil yang tidak
nyata terhadap parameter rasio tajuk akar, hal ini dapat dilihat pada daftar sidik
ragam pada lampiran 10. Sawi yang diberi perlakuan V3 menunjukkan rasio tajuk
akar yang paling tinggi yaitu 48,88, sedangkan rasio tajuk akar yang terendah
terdapat pada sawi yang tidak diberi perlakuan apapun (kontrol) sebesar 38,70.
Hal ini mungkin disebabkan Vittana pada taraf tersebut (2,5 g/l), kandungan N
yang diberikan sudah melebihi kebutuhan sawi tersebut, sehingga pertumbuhan
tajuk mendominasi daripada pertumbuhan akar. Ini menyebabkan terjadinya
peningkatan rasio tajuk akar (rasio S-R). Hal ini sesuai dengan literatur dari
N menyukai pertumbuhan pucuk dalam hubungannya dengan pertumbuhan akar,
yaitu meningkatkan rasio S-R. Jadi kandungan N tinggi memungkinkan
pertumbuhan pucuk merampas karbohidrat yang tersedia; meningkatnya
pertumbuhan pucuk menyebabkan makin besarnya penaungan daun yang terletak
di sebelah bawah, yang selanjutnya makin memperburuk situasi. Tambahan lagi,
pasokan N yang lebih besar cenderung meningkatkan tingkat auksin, yang
mungkin menghambat pertumbuhan akar. Hal ini juga sesuai dengan literatur dari
Murata (1969) yang menyatakan bahwa pemupukan N mempunyai pengaruh yang
nyata terhadap rasio S-R. Di daerah yang kandungan N-nya tinggi, sekitar 90%
dari hasil fotosintesis dibagikan ke ujung, dibandingkan dengan hanya 50% ke
ujung di tanah yang kandungan N-nya rendah. Pertumbuhan ujung yang baru,
dirangsang oleh N, merupakan tempat pemanfaatan hasil asimilasi yang lebih kuat
dibandingkan dengan akar.
Pengamatan yang dilakukan pada bobot jual per tanaman dan bobot jual
per hektar sawi menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap kedua
parameter tersebut. Bobot jual per tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan V1
yaitu 444,67 g, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan V0 yaitu
296,67 g. Sedangkan bobot jual per hektar tertinggi terdapat pada perlakuan V1
yaitu 27,01 ton, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan V0 yaitu
18,02 ton. Hal ini disebabkan karena pupuk Vittana mengandung unsur-unsur hara
N, P, dan K serta hara lain yang dibutuhkan oleh tanaman dibandingkan dengan
perlakuan kontrol yang hanya mengandalkan unsur hara dari tanah saja. Literatur
dari Sinar Tunas Tani Maju (2008) menyatakan bahwa Vittana merupakan pupuk
seperti Mg, Fe, B, Cu, Zn, dan Mo. Vittana berguna untuk menyuburkan
pertumbuhan tanaman serta untuk mempercepat keluarnya tunas baru. Sehingga
tanaman yang diberi Vittana akan menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik bila
dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberi pupuk atau perlakuan sama
sekali. Hal ini sesuai dengan literatur dari Rosmarkam dan Yuwono (2002) yang
menyatakan bahwa pemupukan nitrogen akan menaikkan produksi tanaman, kadar
protein dan kadar selulosa. Untuk pertumbuhan yang optimum selama fase
vegetatif, pemupukan N harus diimbangi dengan pemupukan unsur lain.
Pembentukan senyawa organik tergantung pada imbangan ion-ion lain, termasuk
Mg untuk pembentukan klorofil dan ion fosfat untuk sintesis asam nukleat.
Penyerapan N nitrat untuk sintesis menjadi protein juga dipengaruhi oleh
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Vittana berpengaruh nyata terhadap berat basah tajuk, bobot jual per tanaman
dan bobot jual per hektar.
2. Vittana berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, berat
basah akar, serta rasio tajuk akar.
Saran
1. Perlu diteliti tentang pemberian Vittana terhadap objek tanaman yang berbeda
untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman tersebut.
2. Untuk mendapatkan hasil yang maksimum, dosis Vittana yang dianjurkan
adalah 1,68 g/l.
DAFTAR PUSTAKA
AgroMedia Pustaka. 2007. Petunjuk Pemupukan, Jakarta.
Cahyono, B. 2003. Teknik dan Strategi Sawi Hijau (Pat-Tsai). Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta.
Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian. 2008. Produksi Tanaman
Sayuran di Indonesia Periode 2003–2006, Jakarta.
Drajat, S. 2007. Menggilanya Pemalsuan Pupuk. [28 Februari 2008].
Gardner, F. P.; R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991 Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan: Herawati Susilo. UI Press, Jakarta.
Hakim, N; M. Y. Nyakpa; A. M. Lubis; S. G. Nugroho; M. A. Diha; G. B. Hong; dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung.
Hanafiah, K. A. 2004. Rancangan Percobaan. Edisi Ketiga. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Harahap, M. R. 2007. Pengaruh Kombinasi Pupuk Organik Salvinia molesta dan
Pupuk Nitrogen Anorganik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Sawi.
Haryanto, W. ; T. Suhartini dan E. Rahayu. 1996. Sawi dan Selada. Penebar Swadaya, Jakarta.
Lakitan, B. 2007. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Lingga, P. dan Marsono. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Margiyanto, E. 2007. Budidaya Tanaman Sawi. [28 Februari 2008].
Murata, Y. 1969. In physiological Aspects of Crop Yield. Editor: J. D. Eastin
et al. Madison, Wis.: American Society of Agronomy. Dalam Fisiologi Tanaman Budidaya. ed. Gardner, F. P.; R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan: Herawati Susilo. UI Press, Jakarta, hal 258.
Nazaruddin. 1999. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah. Penebar Swadaya, Jakarta.
Novary, E. W. 1997. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Penebar Swadaya, Jakarta.
Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Edisi Revisi. AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Rosmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius, Yogyakarta.
Rukmana, R. 2007. Bertanam Petsai dan Sawi. Kanisius, Yogyakarta.
Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid I. Edisi IV. ITB, Bandung.
Sinar Tunas Tani Maju. 2008. Pupuk Daun Lengkap: Vittana, Jakarta.
Sutarya, R. dan G. Grubben. 1995. Pedoman Bertanam Sayuran Dataran Rendah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sutrisna, N. ; S. Suwalan dan I. Ishaq. 2003. Uji Kelayakan Teknis dan Finansial Pupuk NPK Anorganik pada Tanaman Kentang Dataran Tinggi di Jawa Barat.
Wilkinson, S. R. Dan A. J. Ohlrogge. 1962. Agron. Dalam Fisiologi Tanaman Budidaya. ed. Gardner, F. P.; R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991 Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan: Herawati Susilo. UI Press, Jakarta, hal 349.
Lampiran 1. Data Tinggi Tanaman
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
V0 59,25 56,63 58,88 174,75 58,25 a
V1 52,83 61,13 55,38 169,33 56,44 a
V2 55,78 54,38 59,13 169,28 56,43 a
V3 58,88 58,13 54,25 171,25 57,08 a
V4 58,88 58,50 59,38 176,75 58,92 a
Total 285,60 288,75 287,00 861,35
Rataan 57,12 57,75 57,40 57,42
Lampiran 2. Sidik Ragam Data Tinggi Tanaman
Sk dB JK KT Fhit F0.5
Kelompok 2,00 1,00 0,50 0,06 tn 4,46
Perlakuan 4,00 14,97 3,74 0,47 tn 3,64
Galat 8,00 63,81 7,98
Total 14,00 79,77
FK 49461,59
Lampiran 3. Data Jumlah Daun
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
V0 18,5 18,25 19,50 56,25 18,75 a
V1 16,75 21,50 20,75 59,00 19,67 a
V2 16,25 20,25 17,25 53,75 17,92 a
V3 15,75 17,75 17,50 51,00 17,00 a
V4 19,75 21,25 17,00 58,00 19,33 a
Total 87,00 99,00 92,00 278,00
Rataan 17,40 19,80 18,40 18,53
Lampiran 4. Sidik Ragam Data Jumlah Daun
Sk dB JK KT Fhit F0.5
Kelompok 2,00 14,53 7,27 2,95 tn 4,46
Perlakuan 4,00 14,11 3,53 1,43 tn 3,64
Galat 8,00 19,72 2,46
Total 14,00 48,36
FK 5152,27
Lampiran 5. Data Berat Basah Tajuk
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
V0 330,75 341,75 343,5 1016 338,67 e
V1 424,75 526,25 499,75 1450,75 483,58 a
V2 468,25 471,5 392,25 1332 444,00 ab
V3 408,25 479,25 425 1312,5 437,50 abcd
V4 419 485,25 415,75 1320 440,00 abc
Total 2051,00 2304,00 2076,25 6431,25
Rataan 410,20 460,80 415,25 428,75
Lampiran 6. Sidik Ragam Data Berat Basah Tajuk
Sk dB JK KT Fhit F0.5
Kelompok 2,00 7767,77 3883,89 4,02 tn 4,46
Perlakuan 4,00 34672,17 8668,04 8,98 * 3,64
Galat 8,00 7724,81 965,60
Total 14,00 50164,75
FK 2757398,44
Lampiran 7. Data Berat Basah Akar
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
V0 8,38 8,38 9,88 26,63 8,88 a
V1 8,25 13,50 12,13 33,88 11,29 a
V2 9,25 14,75 10,63 34,63 11,54 a
V3 8,63 11,00 8,75 28,38 9,46 a
V4 10,75 11,63 10,25 32,63 10,88 a
Total 45,25 59,25 51,63 156,13
Rataan 9,05 11,85 10,33 10,41
Lampiran 8. Sidik Ragam Data Berat Basah Akar
Sk dB JK KT Fhit F0.5
Kelompok 2,00 19,65 9,83 4,47 * 4,46
Perlakuan 4,00 16,61 4,15 1,89 tn 3,64
Galat 8,00 17,60 2,20
Total 14,00 53,86
FK 1625,00
Lampiran 9. Data Rasio Tajuk Akar
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
V0 39,41 41,06 35,61 116,09 38,70 a
V1 51,49 39,82 41,82 133,12 44,37 a
V2 50,44 33,01 37,29 120,74 40,25 a
V3 52,46 44,99 49,18 146,63 48,88 a
V4 39,50 42,79 41,59 123,88 41,29 a
Total 233,30 201,67 205,50 640,46
Rataan 46,66 40,33 41,10 42,70
Lampiran 10. Sidik Ragam Data Rasio Tajuk Akar
Sk dB JK KT Fhit F0.5
Kelompok 2,00 119,22 59,61 2,76 tn 4,46
Perlakuan 4,00 195,00 48,75 2,25 tn 3,64
Galat 8,00 172,99 21,62
Total 14,00 487,21
FK 27346,04
Lampiran 11. Data Bobot Jual Per Tanaman
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
V0 312,75 255,75 321,50 890,00 296,67 e
V1 388,75 489,25 456,00 1334,00 444,67 a
V2 432,75 438,50 376,75 1248,00 416,00 ab
V3 387,75 450,25 391,00 1229,00 409,67 abc
V4 371,25 442,25 382,00 1195,50 398,50 abcd
Total 1893,25 2076,00 1927,25 5896,50
Rataan 378,65 415,20 385,45 393,10
Lampiran 12. Sidik Ragam Data Bobot Jual Per Tanaman
Sk dB JK KT Fhit F0.5
Kelompok 2,00 3778,68 1889,34 1,29 tn 4,46
Perlakuan 4,00 38359,60 9589,90 6,53 * 3,64
Galat 8,00 11745,70 1468,21
Total 14,000 53883,98
FK 2317914,15
Lampiran 13. Data Bobot Jual Per Hektar
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
V0 19,00 15,54 19,53 54,07 18,02 e
V1 23,62 29,72 27,70 81,04 27,01 a
V2 26,29 26,64 22,89 75,82 25,27 ab
V3 23,56 27,35 23,75 74,66 24,89 abc
V4 22,55 26,87 23,21 72,63 24,21 abcd
Total 115,01 126,12 117,08 358,21
Rataan 23,00 25,22 23,42 23,88
Lampiran 14. Sidik Ragam Data Bobot Jual Per Hektar
Sk dB JK KT Fhit F0.5
Kelompok 2,00 13,95 6,97 1,29 tn 4,46
Perlakuan 4,00 141,57 35,39 6,53 * 3,64
Galat 8,00 43,35 5,42
Total 14,00 198,86
FK 8554,41
Lampiran 15. Hasil Uji Analisis Tanah Pada Petak Percobaan di Kebun Medan Selayang, Kec. Medan Tuntungan
Jenis Analisis Satuan Hasil Analisis Metode
pH (H2O) - 4,14 pH-meter
C-Organik % 2,67 Spectrophotometery
N-total % 0,14 Kjeldahl
P-Bray ppm 5,30 Spectrophotometery
Ca me/100g 9,85 AAS
Mg me/100g 0,31 AAS
Na me/100g 0,15 AAS
K me/100g 0,03 AAS
KTK me/100g 21,95 AAS
Al-dd me/100g 0,42 Titrimetry
Cu ppm 0,79 AAS
Zn ppm 20,85 AAS
Mn ppm 67,06 AAS
Fe ppm 30,54 AAS
Tekstur-pasir % 40,95 Hydrometer
-debu % 40,90 Hydrometer
-liat % 18,65 Hydrometer
Lampiran 16. Deskripsi Sawi Varietas Tosakan
Produsen Benih : PT. East West Seed Indonesia
Nama lain : Caisim (Bangkok)
Umur tanaman : 40 – 50 HST
Bentuk tanaman : besar, semi buka dan tegak
Batang : tumbuh memanjang dan memiliki banyak tunas
Tangkai daun : panjang dan langsing
Warna tangkai daun : hijau tua
Bentuk daun : lebar, panjang, dan memiliki pinggiran daun rata
Warna daun : hijau
a
b
Lampiran 18. Bagan Plot Penelitian
150 cm
140 cm
Keterangan:
Luas plot = 150 cm x 140 cm
a x b = jarak tanam (30 x 25 cm)
Lampiran 19. Jadwal Kegiatan Penelitian
Jenis Kegiatan Minggu Ke -
1 2 3 4 5 6 7 8
Penyiraman Setiap hari dan disesuaikan dengan
kondisi di lapangan
Penyulaman X
Pembumbunan X
Penyiangan Sesuai kondisi di lapangan
Pengendalian Hama dan Penyakit Sesuai kondisi di lapangan
Pemupukan Susulan X
Bobot Jual Per Hektar (ton/ha) X
Keterangan:
Lampiran 20. Foto Lahan
Perlakuan V0 (kontrol)
Perlakuan V1
Perlakuan V3