• Tidak ada hasil yang ditemukan

Langkah-Langkah Penggunaan AHP

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Metode Proses Hierarki Analitik

2.3.3 Langkah-Langkah Penggunaan AHP

Saaty (1991) menjelaskan terdapat beberapa langkah dalam penggunaan metode AHP sebagai suatu alat untuk memecahkan persoalan. Langkah-langkah yang dimaksud adalah :

a. Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan yang diinginkan.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi persoalan dengan melakukan analisa atau pemahaman yang mendalam terhadap persoalan yang dihadapi dan ingin dipecahkan. Setelah itu dapat dilakukan pengidentifikasian dan pemilihan unsur-unsur yang masuk komponen sistem, seperti focus, forces, actors, objectives dan scenario. Dalam AHP sendiri tidak terdapat prosedur yang pasti untuk mengidentifikasi komponen-komponen sistem. Komponen-komponen sistem dapat diidentifikasikan berdasarkan kemampuan pada analisa untuk menemukan unsur-unsur yang dapat dilibatkan dalam suatu sistem.

b. Membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajerial secara menyeluruh.

Hirarki merupakan suatu abstraksi struktur suatu sistem yang mempelajari fungsi interaksi antar komponen dan dampaknya terhadap

sistem. Abstraksi ini mempunyai bentuk saling berkaitan. Struktur hirarki disusun berdasarkan jenis keputusan yang akan diambil berdasarkan sudut pandang dari tingkat puncak sampai ke tingkat dimana dimungkinkan campur tangan untuk memecahkan persoalan tersebut. Hirarki yang terbentuk dalam metode AHP sendiri dapat berupa hirarki lengkap dan tak lengkap. Dalam suatu hirarki lengkap, semua unsur pada satu unsur pada satu tingkat memiliki hubungan dengan semua unsur yang ada pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian, hirarki yang terbentuk adalah hirarki tidak lengkap. Pada struktur hirarki lengkap, jumlah tingkatan komponen sistem yang terdapat dalam hirarki tergantung pada pilihan peneliti. Tingkat 1 Fokus Tingkat 2 Faktor Tingkat 3 Aktor Tingkat 4 Tujuan Tingkat 5 Alternatif

Gambar 2. Model struktur hirarki dalam metode AHP (Fewidarto, 1996) G  F1  F2  F3  Fn  A1  A2  A3  An  On1  O31  O21  O11  S111  S211  S311  Sn11 

c. Menyusun matriks banding berpasangan.

Matriks perbandingan berpasangan ini berfungsi untuk mengetahui kontribusi dan pengaruh setiap unsur yang relevan atas setiap kriteria yang berpengaruh yang berada di tingkat atasnya. Pada matriks ini, pasangan- pasangan unsur dibandingkan berkenaan suatu kriteria di tingkat lebih tinggi. Dalam membandingkan dua (2) unsur, biasanya memberi suatu pertimbangan yang menunjukkan dominasi bilangan bulat. Matriks ini memiliki satu (1) tempat untuk memasukkan bilangan itu dan satu tempat lain untuk memasukkan nilai kebalikannya.

d. Mendapatkan semua pertimbangan yang diperlukan untuk mengembangkan perangkat matriks dilangkah tiga (3).

Setelah matriks pembanding berpasangan antar unsur dibuat, dilakukan pembandingan berpasangan antar setiap unsur pada kolom ke-I dengan setiap kolom pada baris ke-j. Pembandingan berpasangan antar unsur tersebut dilakukan dengan pertanyaan “seberapa kuat unsur pada baris ke-1 didominasi atau dipengaruhi, dipenuhi, diuntungkan oleh focus dipuncak hirarki, dibandingkan dengan kolom ke-j ?”, apabila unsur-unsur yang dipertimbangkan merupakan sebuah peluang atau waktu, maka pertanyaannya adalah “seberapa lebih mungkin suatu elemen baris ke-i dibandingkan dengan elemen dipuncak hirarki ?”. Untuk mengisi matriks banding berpasangan, digunakan skala banding yang tertera pada Tabel 1. Angka-angka yang tertera menggambarkan relatif pentingnya suatu unsur dibandingkan dengan unsur lainnya sehubungan dengan sifat kriteria tertentu. Pengisian matriks hanya dilakukan untuk bagian di atas garis diagonal dari kiri ke kanan bawah.

Tabel 1. Definisi dan nilai pendapat kualitatif skala perbandingan Saaty Intensitas

pentingnya

Definisi Penjelasan

1 Kedua unsur sama pentingnya Dua unsur menyumbang sama besar pada sifat itu 3 unsur yang satu sedikit lebih

penting daripada lainnya

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu unsur atas unsur lainnya

5 Unsur yang satu sangat penting daripada unsur lainnya

Pengalaman dan

pertimbangan dengan kuat menyokong satu unsur atas unsur lainnya

7 Satu unsur jelas lebih penting daripada unsur lainya

Bukti yang menyokong unsur yang satu atas yang lainnya memiliki tingkat penegasan yang tertinggi yang mungkin menguatkan 9 Satu unsur mutlak lebih penting

daripada unsur lainnya

Bukti yang menyokong unsur yang satu atas yang lainnya memiliki tingkat penegasan yang tertinggi yang mungkin menguatkan 2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dua

pertimbangan yang berdekatan

Kompromi diperhatikan di antara dua pertimbangan Kebalikan Jika untuk aktivitas I mendapat satu angka bila dibandingkan

dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i.

e. Memasukkan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utama. Angka 1 sampai 9 digunakan bila F1 lebih mendominasi

atau mempengaruhi sifat fokus puncak hirarki (x) dibandingkan Fjx namun

bila F1 kurang mendominasi, atau kurang mempengaruhi sifat X

dibandingkan Fjx maka digunakan angka kebalikannya. Matriks di bawah

garis diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya. Contoh, bila unsur F24 memiliki nilai 7, maka nilai unsur F24 adalah 1/7.

f. Melaksanakan langkah 3, 4 dan 5 untuk sesama tingkat dan gugusan dalam hirarki tersebut. Pembandingan dilanjutkan untuk semua unsur pada setiap tingkat keputusan yang terdapat pada hirarki, berkenaan dengan kriteria unsur di atasnya. Matriks perbandingan dalam AHP dibedakan menjadi dua (2) yaitu Matriks Pendapat Individu (MPI) dan Matriks Pendapat Gabungan (MPG)

1) MPI adalah matriks hasil pembandingan yang dilakukan individu. MPI memiliki unsur yang disimbolkan dengan aij yaitu unsur matriks

pada baris kolom ke-i dan kolom ke-j. MPI dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. MPI G A1 A2 A3 … An A1 a11 a12 a13 … a1n A2 a21 a22 a23 … a2n A3 a31 a32 a33 … a3n … … … An an1 an2 an3 … ann (Sumber : Marimin, 2004)

2) MPG adalah matriks baru yang unsurnya (gij) berasal dari rataan

geometrik pendapat-pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10% dan setiap unsur pada baris dan kolom yang sama dari MPI yang satu dengan MPI yang lain tidak terjadi konflik. MPG dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. MPG X G1 G2 G3 … Gn G1 G11 G12 G13 … G1n G2 G21 G22 G23 … G2n G3 G31 G32 G33 … G3n … … … Gn Gn1 Gn2 Gn3 … Gnn

Rumus Rataan geometrik adalah :

gij = ∏ ij ………(1)

dengan : n = jumlah responden (pakar) aij(k) = sel penilaian setiap pakar

g. Menggunakan komposisi secara hirarki untuk membobotkan vektor-vektor mutu prioritas itu dengan bobot kriteria-kriteria dan menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah berikutnya dan seterusnya. Vektor prioritas dapat dihitung dengan rumus :

VP (Vektor Prioritas) =

∑ ∏ ………(2)

Dimana :

VE (Vaktor Eigen) =

ij

……….(3) Dengan : aij = unsur MPB pada baris ke-I dan kolom ke j

n = jumlah unsur yang diperbandingkan h. Mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hirarki.

Pengukuran konsistensi ini diperlukan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang berpengaruh terhadap kesahihan hasil. Langkah yang digunakan adalah mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas kriteria bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi

dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks konsistensi acak, yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Dengan cara yang sama setiap indeks konsistensi acak juga dibobot berdasarkan prioritas kriteria bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Rasio konsistensi hirarki harus 10% atau kurang. Jika tidak, mutu informasi harus diperbaiki, antara lain dengan memperbaiki cara menggunakan pertanyaan ketika melakukan pengisian ulang kuesioner, atau lebih baik dalam mengarahkan responden yang mengisi kuesioner. Namun batasan diterima, atau tidaknya konsistensi suatu matriks sebenarnya tidak ada yang baku, seperti Fewidarto (1996) menjelaskan bahwa jika tingkat inkonsistensi 10% ke bawah tidak dicapai maka dapat digunakan batas lebih besar, atau bahkan rataan CR penilaian pakar.

Rumus untuk perhitungan uji konsistensi adalah : 1) CI (Indeks Konsistensi)

CI = ………(4)

Dengan : CI = Indeks Konsistensi λ max = Eigen value maksimum

n = jumlah unsur yang diperbandingkan dimana :

λmax = ∑ ……….(5)

i) VB (Nilai Eigen) = ………(6) ii) VA (Vektor Antara) = aij x VP ……….(7)

Lebih lanjut ingin diketahui apakah CI dengan besaran cukup baik atau tidak, maka perlu diketahui rasio konsistensinya (CR) dengan rumus yaitu :

2) CR (Rasio Konsistensi)

CR =

………(8)

RI adalah indeks acak yang dikeluarkan oleh OAK RIDGE

LABORATORY, dari matrik berorde 1 – 15 dengan menggunakan

contoh berukuran 100. Tabel RI tersebut dimuat pada Tabel 4 : Tabel 4. Indeks Acak

N 1 2 3 4 5 6 7

RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 N 8 9 10 11 12 13 14 RI 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 Sumber : Fewidarto, 1996

Dokumen terkait