• Tidak ada hasil yang ditemukan

Langkah-langkah Penyelesaian Nusyuz Oleh Suami dan Istri

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NUSYUZ

D. Langkah-langkah Penyelesaian Nusyuz Oleh Suami dan Istri

Berdasarkan dua subjek nusyuz yang berbeda dalam al-Qur‟an yaitu dari pihak suami dan istri, maka langkah-langkah penyelesaiannyapun tidak sama antar satu dan yang lainnya.

1. Penyelesaian nusyuz yang dilakukan oleh Istri

Ada beberapa tahapan upaya mengatasi nusyuz yang harus dilakukan Suami terhadap Istri yang durhaka yaitu:

a. Suami memberi nasihat Sebagaimana Allah berfirman:

َّنُهْوُظِعَف َّنُهَزوُشُن َنوُفاََتَ ِتيَّلاَو

Dan perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya maka nasehatilah mereka. (Q.S .An-Nisȃ (4):34)

Suami berhak memberi nasihat kepada istrinya bila tanda-tanda kedurhakan istri sudah tampak, nasihat terbaik adalah dengan mengembalikan si istri kepada Allah. Istri yang baik akan terus

59

26

terdidik dengan nasihat yang baik dari suami. Sebab itulah, bagi suami hendaknya menjadi psikiater, sekiranya ia menasihati istri dengan dengan hal yang sesuai baginya dan menyelaraskan wataknya serta sikapnya, di antara hal yang dapat dilakukan suami adalah seperti memperingatkan dengan hukuman Allah bagi perempuan yang bermalam sedangkan suami marah dengannya, mengancam dengan tidak memberi sebagian kesenangan materiil, mengingatkan istri pada sesuatu yang layak dan patut dan menyebutkan dampak-dampak nusyuz, di antaranya bisa berupa perceraian yang berdampak baginya keretakan eksistensi keluarga dan terlantarnya anak-anak.60

Ingatkan mereka bahwa tindakannya dapat menyakiti hati suami dan telah durhaka kepada suaminya, dengan demikian peran suami harus memberikan nasihat sebagai peringatan dan pengajaran kepada istrinya dengan menjelaskan tindakan yang telah dilakukan adalah salah menurut syara‟ dan dapat menimbulkan resiko ia dapat kehilangan haknya.

Apabila dengan nasihat seorang istri dapat kembali dalam keadaan semula sebagai istri yang baik, dan melaksanakan kewajibannya, permasalahan nusyuz sudah terselesaikan di tahap menasihati dan tidak boleh diteruskan. Namun, apabila seorang istri setelah diberikan nasihat sebagai pengajaran belum kembali dalam keadaan semula sebagai istri yang baik, dan tidak melaksanakan kewajibannya, maka langkah penyelesaian nusyuz diteruskan ketahap berpisah tempat tidur.

b. berpisah tempat tidur

Langkah penyelesaian ini dilandasi firman Allah sebagai berikut:

ِع ِجاَضَلمٱ ِفي َّنُهْوُرُجْهٱَو

60

Ali Yusuf As-Subkhi, Fikih Keluarga, Pedoman Berkeluarga dalam Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), cet-2, h. 303.

Dan tinggalkanlah mereka dari tempat tidur. (Q.S An-Nisȃ (4):34) Berpisah dari tempat tidur maksudnya meninggalkan dan menjauhi, seorang suami tidak tidur bersama istrinya, memalingkan punggungnya dan tidak bersetubuh dengannya. Pengajaran yang tersirat dalam hal ini ialah jika istri mencintai suaminya, maka hal itu akan terasa berat baginya, sehingga istri akan kembali baik. Jika istri masih bersikap tidak biasa seperti marah, maka dapat diketahui

nusyuz darinya, sehingga jelas bahwa nusyuz berawal darinya.61

Pembelajaran ditetapkannya hukuman pemisahan ranjang terhadap perempuan termasuk hal yang lebih umum atas hukum Al-Qur‟an, sehingga dirasa lebih bermanfaat dalam menengahi perselisihan dalam keluarga, karena hal tersebut mengingatkan kepada istri dengan kodratnya yang wajib taat terhadap suami.62

Para Mufasir berbeda-beda pendapat tentang pengertian wahjurȗhunna fil madhȃji;I, yaitu:63

1) Menurut Ibn Abbas, jangan disetubuhi, jangan tidur didekatnya atau mengarahkan punggung kepada istri di atas ranjang.

2) Menurut Ikrimah dan Abu Dhuha, jangan diajak bicara dan jangan ditegur meskipun masih dicampuri.

3) Menurut Ibrahim, al-Sya‟bi, Qatadah dan al-Hasan, tidak berkumpul dengannya dan suami tidur diranjang sendiri sehingga istri kembali kepada hal yang diinginkan suami. 4) Menurut Sufyan, tetap diajak bicara dan tetap menggaulinya

tetapi dengan kata-kata keras, kasar, dan meninggi.

61 Ibid, h. 305-306.

62

Ibid, h. 306-307.

63

Haswir, Penyelesaian Kasus Nusyuz Menurut Perspektif Ulama Tafsir, Vol. 11 No. 2, (Al-fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, 2012), h. 254.

28

5) Merunut Muhammad Ali al-Shabuni, berpisah tempat tidur suami dan istri serta tidak menggaulinya.

Dengan berbagai model pisah ranjang di atas, model yang ideal adalah pisah ranjang dan kamar tidur secara hakiki, tidak saling bicara, tidak bergaul walaupun suami tidak meninggalkan tempat tinggal bersama. Sikap mendiamkan istri ini sebenarnya sangat ampuh untuk mengetuk pintu kesadaran istri agar segera menyadari kesalahannya dan kembali menuruti perintah suaminya. Karena bagaimanapun, istri dalam rumah tangga pasti membutuhkan suaminya untuk bertukar fikiran, curhat, musyawarah untuk memecahkan permasalahan rumah tangga. Dengan suami bersikap diam dan menjauh akan membuat istri bingung, hilang ketenangan, dan merasa kesepian.64

Bila dengan pisah ranjang ini istri telah kembali taat, maka persoalan nusyuz telah selesai dan tidak boleh dilanjutkan ketahap berikutnya.65Namun jika langkah pisah ranjang tidak memiliki efek kejeraan bagi istri, maka dapat dilanjutkan dengan langkah memukul.

c. Memukul

Sebagaimana firman Allah:

َّنُهوُبِرْضٱَو

Dan pukullah. (Q.S An-Nisȃ (4):34)

Pemukulan ini tidak wajib secara syara‟ dan juga tidak baik untuk dilakukan, hanya saja langkah ini merupakan cara terakhir bagi suami setelah ia tidak mampu menundukan istrinya, setelah

64 Haswir, Penyelesaian Kasus Nusyuz Menurut Perspektif Ulama Tafsir, Vol. 11 No. 2, (Al-fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, 2012), h. 254-255.

65

Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), cet-2 h. 192.

melakukan langkah-langkah sebelumnya yaitu menasehati, dan pisah ranjang. Adapun bagi suami untuk memukul harus dengan pukulan yang halus tanpa menyakiti, tidak meninggalkan bekas pada tubuh, tidak mematahkan tulangnya, dan tidak mengakibatkan luka, karena yang dimaksud dari pemukulan ini adalah memperbaiki.66

Tindakan memukul boleh dilakukan oleh suami terhadap istrinya yang nusyuz apabila nasehat dan pisah ranjang tidak berguna lagi. Inilah kesepakatan para ulama, hanya saja dalam menghukum dengan memukul istri boleh ditempuh dengan memperhatikan batasan-batasan berikut ini:67

1) Pukulan tidak boleh melukai

اًرْ يَخ ِءاَسِّنلا اِب اوُصوَتْساَوَلاأ

اًئْيَش َّنُهْ نِم َنْوُكِلَْتَ َسْيَل مُكَدْنِع ُناَوَع َّنُهاََّنَِّإَف

ِإَف ٍةَنِّ يَ بُم ٍةَشِحَفِب َْيِْتْأَي ْنَأ َّلاِإ َكِلَذ َرْ يَغ

ِفي َّنُهْوُرُجْهاَف َنْلَعَ ف ْن

ِع ِجاَضَلما

.ٍحِّرَ بُم َرْ يَغ اًبْرَض َّنُهوُبِرْضاَو

Artinya: “Ketahuilah, (aku berwasiat kepada kalian perihal istri-istri kalian, terimalah nasehatku) berbuat baiklah terhadap wanita karena mereka adalah tawanan kalian. Kalian tidak berhak atas mereka lebih dari itu, kecuali jika mereka melalukan perbuatan keji yang nyata. Jika mereka melakukannya, jauhilah mereka ditempat tidur dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan”. (HR. At-Tirmidzi)68

2) Pukulan tidak boleh dari sepuluh kali. Berdasarkan sebuah hadits yang menyatakan bahwa Nabi SAW bersabda:

66

Ibid, h. 307-309.

67 Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, Fiqhus Sunnah Lin Nisȃ: Panduan Fikih Lengkap Bagi Wanita,(Solo: Pustaka Arafah, 2014), h. 734.

68

Abu Isa Muhammad bin Isa At-Tirmidzi, Eksiklopedia Hadis 6, Jami‟ At-Tirmidzi, Penerj: Tim Darussunnah, dkk, (Jakarta: Almahira, 2013), h. 410.

30

َأ َةَرْشَع َقْوَ ف َديَِيَ َلا

ِللاِدْوُدُح ْنِم ِّدَح ِفي َّلاِإ َطاَوْس

”Hendaklah jangan memukul lebih dari sepuluh kali cambukan, kecuali dalam hukuman hudud yang ditetapkan

Allah.”(HR. Bukhari dan Muslim).69

3) Menghindari pemukulan pada daerah wajah

Dalam hadits Mu‟awiyah bin Haidah dinyatakan bahwa Rasulullah SAW Bersabda:

ِتْيَ بلا ِفي َّلاِإ ُرَجْهَ ت َلاَو َحِّبَقُ ت َلاَو َهْجَولا ِبِرْضَت َلا

“Janganlah memukul wajah ataupun menghina. Dan jangan pula menjauhi istri (hajr) kecuali didalam rumah.”(HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad).70

Berlandaskan hadits tersebut, tindakan pemukulan yang dilakukan oleh suami tidak pada daerah wajah, karena wajah menghimpun keindahan.71Dan jangan pula mengandung unsur penghinaan, tetapi sebaiknya mempertimbangkan keringanan pada celaan ini karena lebih layak dari berbagai arah.

4) Ada dugaan kuat pukulan akan membuat istri menyadari kesalahannya.

Bagaimanapun pukulan dalam kontek ini merupakan salah satu sarana memperbaiki kondisi, dan sebuah sarana tidak dianggap sah jika ada dugaan kuat tidak terimplementasikan tujuan yang dimaksud. Jika suami memang tidak yakin bisa menginsyafkan istrinya dengan pukulan, maka ia sebaiknya tidak memukul.

69

HR Bukhari, bab ta‟zir dan adab, Mausuat al-Hadits an-Nabawi al-Syarif: Al-Ishdar

Al-Tsaniy, 6456-6458.

70

HR Abu Dawud, bab hak suami atas perempuan, Mausuat Hadits an-Nabawi

al-Syarif: Al-Ishdar Al-Tsaniy, 2141

71

5) Menghentikan pukulan jika istri telah menyatakan taat kembali dan menarik pembangkangannya.

Dari penjelasan-penjelasan panjang tentang tujuan dibalik langkah-langkah preventif atas perbuatan nusyuz istri, kita ketahui bahwa memukul istri di sini bukan dimaksudkan untuk menyiksa, menghina, melecehkan, dan menyakiti istri atau memaksa melakukan sesuatu yang tidak disukainya. Tetapi pukulan yang dimaksud yaitu untuk mendidik.

Jadi, ketika langkah di atas mulai dari memberikan nasehat yang baik, memisahkan istri di tempat tidur lain, dan memukulnya, tentu saja tidak perlu diambil ketika terjadi keharmonisan di antara dua belah pihak, yaitu suami dan istri. Ketiga langkah itu baru dapat diambil ketika terjadi sebuah penyimpangan yang dilakukan istri, ketika nasehat yang baik tidak lagi didengar, memisahkan istri dari tempat tidur tak lagi di hiraukan, maka penyimpangan dan kemaksiatan yang dilakukan oleh istri terkadang tidak bisa diluruskan dengan cara lain selain cara ketiga.72

2. Penyelesaian nusyuz yang dilakukan oleh suami

Allah SWT telah memberikan solusi dari setiap permasalahn yang ada, termasuk dalam permasalahan nusyuz, tindakan yang perlu diambil oleh seorang istri dalam menangani nusyuz suami telah dinyatakan dalam Al-Qur‟an ialah dengan cara menasehati, kemudian melakukan perdamaian dan memperbaiki diri dari pihak istri, jika ada sikap istri yang tidak disukai suami atau dengan mengurangi hak-hak dari pada istri. Kemudian langkah selanjutnya yaitu membuat pengaduan kepada hakim atau menggugat cerai. Penjelasan dari ketiga cara penyelesaian saat suami nusyuz yaitu:

a. Nasehat

72

32

Suami istri mempunyai hak yang sama antara satu sama lain dalam melaksanakan tugas mengajak kearah kebaikan dan mencegah kemungkaran. Istri berhak menasehati suami agar kembali bertanggung jawab kepada keluarga dan mengingatkannya tentang azab yang akan diterima bagi suami yang mengabaikan istri dan tidak melaksanakan tanggung jawab terhadap istri dan keluarganya.73

Allah SWT telah mensifatkan suami sebagai pemimpin bagi istri dan keluarga, bukan berarti istri tidak ada hak untuk menegur suami yang nusyuz. Seorang istri perlu menjalankan tugas mereka sebagai istri untuk menasehati suami agar kembali kejalan yang benar, dengan harapan nasehat akan menyadarkan suami untuk dapat kembali melaksanakan tanggung jawab mereka.74

b. Perdamaian

Jika seorang istri merasa suaminya kurang memperhatikannya karena beberapa hal seperti karena urusan pekerjaan sehingga tidak ada waktu lagi bagi suami untuk mengurus rumah tangganya terlebih mengurus istrinya. Maka apabila pihak istri merasa takut terjadi sesuatu hal yang tidak baik kerena suaminya lebih mementingkan urusan pekerjaannya dari pada keluarga, lebih baik kalau istri mengadakan perdamaian dengan suaminya.75

Perdamaian yang dimaksud adalah istri yang mengurangi hak-haknya yang perlu ditunaikan oleh suami. Tindakan ini bertujuan untuk menembalikan ketentraman dan keamanan dalam kehidupan rumah tangga. Tindakan perdamaian ini juga merupakan

73

Norzulaili Mohd. Ghazali, Nusyuz, Syiqaq, dan Hukum Menurut Al-Qur‟an, Sunnah

dan Undang-undang Keluarga Islam, h. 22-23.

74

Ibid, h. 25.

75

Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsȋr Ahkam, (Medan: Kencana Prenada Media Group, 1962), h. 316.

salah satu cara penyelesaian untuk menghadapi nusyuz suami, sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. An-Nisȃ ayat 4.

Menurut pendapat Ibnu Jarȋr al-Ṯhabarȋ firman Allah “Maka keduanya dapat mengadakan perdamaian yang sebenarnya”, Allah mengatakan kepada mereka berdua, “Tidak mengapa” maksud adalah istri yang khawatir suaminya nusyuz atau berpaling darinya maka tidak mengapa jika ia memilih mengalah dan tetap memenuhi hak suaminya agar tali perkawinan antara keduanya tetap berlanjut.

76

Firman Allah SWT “Jika kamu memperbaiki (pergaulan dengan istrimu) dan memelihara dirimu dari nusyuz dan sikap acuh tah acuh”, artinya jika kalian telah berbuat baik terhadap istri kalian dan apabila kalian membenci sikap dan prilaku mereka, bersabarlah dan penuhilah hak-hak mereka. Selain itu perlakukanlah ia dengan baik dan bertakwalah kepada Allah atas tindakan zalim mereka.77

Aneka sebab nuzul QS an-Nisȃ ayat 4 yang diriwayatkan oleh para ulama kesemuanya dengan kerelaan istri mengorbankan sebagian haknya demi kelanggengan rumah tangga mereka. At- Tirmidzi meriwayatkan bahwa istri Nabi SAW, Saudah binti Zam‟ah khawatir diceraikan oleh Nabi, maka dia bermohon agar tidak diceraikan dengan menyerahkan haknya bermalam bersama Nabi untuk Aisyah.78

Imam Syafi‟I meriwayatkan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan kasus putri Muhammad ibn Malamah yang akan dicerai oleh suaminya, lalu ia bermohon agar tidak diceraikan dan rela dengan apa saja yang ditetapkan suaminya, mereka berdamai dan turun lah ayat ini.79

76

Imad Zaki Al-Barudi, penerjemah: Tim Penerjemah Pena, Tafsȋr al-Qur‟an al-„Aḏȋm

Lin-Nisȃ (Tafsȋr Qur‟an Wanita), (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), h.111.

77

Imad Zaki Al-Barudi, penerjemah: Tim Penerjemah Pena, Tafsȋr al-Qur‟an al-A‟ḏȋm

Lin-Nisȃ (Tafsȋr Qur‟an Wanita), (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), h.113.

78

M. Quraish Shihab, Tafsȋr al-Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, Vol II (Jakarta: Lentera Hati, 2001), h. 605.

79

34

Imam Malik dalam mazhabnya menjelaskan: Apabila seorang suami bersikap nusyuz dan memperlakukan istrinya dengan buruk, istri berhak menyampainkan hal itu kepada hakim, yang selanjutnya berkewajiban menasehati suami. Jika nasehat seperti itu tidak dapat menyadarkan suami, ia dapat memutus mencabut haknya untuk ditaati oleh istrinya untuk sementara waktu, dengan tetap mewajibkan suami memberikan nafkah. Jika tetap tidak direspon oleh suami, hakim boleh menjatuhkan hukuman cambuk atau lain atasnya. 80

Dalam hal mengadakan perdamaian, didukung juga oleh Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 31 ayat 1 dan 2 yang berbunyi : (1) “Hakim memeriksa gugatan perceraian berusaha mendamaikan kedua belah pihak”. Dan (2) “Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang”.

c. Membuat pengaduan kepada hakim

Sekiranya semua langkah penyelesaian telah disebutkan di atas tidak adapat mengubah sikap suami, maka istri bisa mengambil langkah alternatif untuk membuat pengaduan atau memasukan gugatan ke pengadilan agama. Hal ini, karena jika dibiarkan berlarut-larut kemungkinan akan memburuk keadaannya.

Muhammad Uqlah menjelaskan bahwa istri tidak seharusnya berdiam diri apabila suaminya tetap nusyuz, walaupun semua langkah di atas telah dilakukan. Karena jika dibiarkan dikhawatirkan keadaan akan bertambah buruk. Sebaiknya istri hendaklah mengadu kepada pihak-pihak yang dapat menyelesaikan permasalahan mereka seperti ke konsultan hukum atau mengajukan gugatan ke pengadilan agama, seterusnya pengadilan akan

80

mengambil keputusan yang sewajarnya dalam menyelesaikan nusyuz suami.81

81

Norzulaili Mohd. Ghazali, Nusyuz, Syiqaq, dan Hukum Menurut Al-Qu‟an, Sunnah dan

36

Dokumen terkait