• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Penentuan Nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration)

Nilai MIC adalah nilai konsentrasi terendah dari senyawa antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba uji secara signifikan. Penentuan nilai MIC dilakukan terhadap dua ekstrak kulit kayu mesoyi yaitu ekstrak etanol dan minyak atsiri. Ekstrak etanol akan menunjukkan aktivitas antimikroba kandungan polar dari kulit kayu mesoyi, sedangkan minyak atsiri akan menunjukkan aktivitas antimikroba dari kandungan volatil kulit kayu mesoyi. Penentuan MIC ekstrak etanol kulit kayu mesoyi dilakukan terhadap Bacillus cereus, sedangkan minyak atsiri dilakukan terhadap

Salmonella Typhimurium. Gambar penghambatan B. cereus oleh ekstrak

etanol kulit kayu mesoyi dengan konsentrasi 30% dan 40% pada penentuan nilai MIC metode padat dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Penghambatan pertumbuhan B. cereus oleh ekstrak etanol

Data hasil pengujian difusi sumur dari masing-masing ekstrak dibuat kurva dan dihitung persamaan regresinya. Nilai sumbu X didapat dari menghitung nilai logaritma murni (Ln) dari konsentrasi ekstrak yang digunakan. Nilai diameter penghambatan dikuadratkan, dan menjadi nilai sumbu Y. Setelah mendapat persamaan dengan bentuk y = a + bx, maka dapat dihitung nilai MIC. Cara penghitungannya dapat dilihat pada Lampiran 15 dan Lampiran 16.

Tabel 8. Nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration)

Bakteri Uji Sampel Mesoyi Nilai MIC (% w/w)

Nilai MIC (ppm)

Bacillus cereus Ekstrak etanol 0.557 5570

SalmonellaTyphimurium Minyak atsiri 0.005 50

Nilai MIC seperti pada Tabel 8, menunjukkan bahwa nilai MIC ekstrak etanol terhadap Bacillus cereus sebesar 0.557 (% w/w), sedangkan nilai MIC minyak atsiri terhadap bakteri uji Salmonella Typhimuriumadalah0.005 (% w/w). Nilai MIC minyak atsiri terhadap Salmonella Typhimurium lebih kecil daripada nilai MIC ekstrak etanol terhadap Bacillus cereus. Hal ini menunjukkan bahwa minyak atsiri dapat menghambat pertumbuhan

Salmonella Typhimurium secara lebih efektif daripada kerja ekstrak etanol

dalam menghambat pertumbuhan Bacillus cereus.

Nilai MIC minyak atsiri terhadap bakteri uji Salmonella Typhimurium merupakan nilai MIC yang rendah dibandingkan nilai MIC beberapa rempah lainnya misalnya jinten hitam yang memiliki nilai MIC 0.084% (w/w) terhadap Salmonella Typhimurium. Hal ini berarti Salmonella Typhimurium memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap minyak atsiri mesoyi. Selain itu, diketahui bahwa minyak atsiri rempah yang juga berasal dari kayu, yaitu kayu manis yang lebih tidak efektif daripada minyak atsiri kulit kayu mesoyi. Kayu manis memiliki nilai MIC terhadap Campylobacter jejuni, E. coli,

Salmonella Enteritidis, L. monocytogenes, dan S. aureus pada uji difusi agar dengan masa inkubasi 24 jam, masing-masing sebesar 0.05, 0.05, 0.05, 0.03, dan 0.04% (Smith-Palmer et al., 1998).

2. Uji Fitokimia

Sensitivitas yang tinggi terhadap suatu zat antimikroba sangat terkait dengan senyawa yang terkandung didalamnya, oleh karena itu perlu diketahui komponen aktif yang ada didalam minyak atsiri dan ekstrak etanol mesoyi. Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui senyawa aktif yang

terkandung di dalam ekstrak secara kualitatif. Uji fitokimia pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan senyawa fenol, tanin, saponin, flavonoid, alkaloid, steroid dan terpenoid. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Uji Fitokimia

Sampel Fenol Tanin Saponin Steroid Terpenoid Flavonoid Alkaloid Ekstrak

etanol + - - - + - -

Minyak

atsiri - - - - + - -

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa ekstrak etanol kulit kayu mesoyi mengandung senyawa fenol dan terpenoid, sedangkan minyak atsiri kulit kayu mesoyi mengandung senyawa terpenoid. Tidak banyaknya jenis senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam kulit kayu mesoyi menunjukkan bahwa kulit kayu mesoyi mengandung senyawa yang jumlahnya dominan dan bukan merupakan senyawa aktif umum yang banyak terdapat dalam jenis tanaman atau rempah lainnya. Umumnya minyak esensial rempah mengandung beberapa campuran senyawa dan hanya sedikit yang mengandung satu jenis komponen kimia yang persentasenya sangat tinggi. Beberapa minyak esensial rempah yang memiliki senyawa yang terkandung secara dominan misalnya minyak mustard (Brassica alba) yang mengandung alil isotiosianat 93%, kayu manis (Cinnamomun cassia) mengandung sinamaldehida 97%, dan cengkeh (Eugenia aromatica) yang mengandung senyawa fenol, terutama eugenol, sebesar 85% (Agusta, 2000).

a. Minyak atsiri kulit kayu mesoyi

Komposisi dan kandungan minyak atsiri dari rempah bervariasi antara satu rempah dengan rempah lainnya, bahkan antara rempah yang sejenis. Hal ini tergantung pada cara perawatan pada saat rempah ditanam, geografi, dan kondisi iklim saat pertumbuhan (Lund et al., 2000). Hasil uji

fitokimia menunjukkan bahwa minyak atsiri kulit kayu mesoyi mengandung terpenoid. Hal ini sesuai dengan Agusta (2000) yang menyatakan bahwa minyak atsiri umumnya mengandung monoterpena yang bersifat volatil dan turunan oksigen dari terpen.

Senyawa antimikroba yang terkandung pada rempah-rempah dapat merupakan senyawa yang umum terdapat pada rempah-rempah ataupun senyawa yang tidak terdapat pada rempah lain. Kulit kayu mesoyi terutama minyak atsirinya, memang telah terbukti banyak mengandung senyawa khusus yang disebut mesoyi lakton. Senyawa ini telah dikenal di pasaran karena minyak atsiri kulit kayu mesoyi banyak dijual sebagai bahan campuran parfum (Ketaren, 1985). Dalam perdagangan minyak atsiri, mutu minyak mesoyi ditentukan oleh kandungan laktonnya.

Mesoyi lakton terkandung secara dominan didalam minyak atsiri mesoyi. Senyawa ini merupakan komponen pembentuk bau mesoyi yang sangat khas. Senyawa utama dalam mesoyi adalah mesoyi lakton yang terdiri dari lakton I berkisar antara 55-80% dan lakton II berkisar antara 5- 20% (hasil riset Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat yang tidak dipublikasikan). Selain itu terdapat juga senyawa pinen dan benzil benzoat dalam jumlah kecil. Mesoyi lakton akan memberikan panas bila terkena kulit secara langsung dan dapat menyebabkan iritasi.

Dari hasil uji fitokimia (Tabel 9), minyak atsiri kulit kayu mesoyi diketahui hanya mengandung terpenoid, sehingga diduga mesoyi lakton merupakan senyawa yang termasuk dalam kelas terpenoid. Salah satu golongan utama terpenoid dalam tanaman adalah monoterpenoid yang termasuk didalamnya adalah monoterpena lakton yang lebih dikenal dengan iridoid. Contoh dari monoterpena lakton adalah nepetalakton, yang merupakan senyawa pemberi bau pada Nepeta cataria Labiateal (Suradikusumah, 1989). Monoterpena adalah terpenoid dengan susunan C10, hal ini sesuai dengan struktur kimia mesoyi lakton yang memiliki rumus molekul C10H16O2 (Leffingwell, 1999).

Berdasarkan hasil riset Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat yang tidak dipublikasikan, diketahui bahwa minyak atsiri kulit kayu

mesoyi tidak mengandung eugenol. Eugenol merupakan senyawa yang diketahui memiliki aktivitas antimikroba dan termasuk dalam golongan fenol. Hal ini sesuai dengan hasil uji fitokimia dimana uji terhadap minyak atsiri kulit kayu mesoyi menunjukkan hasil fenol yang negatif. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat telah meneliti sifat fisik senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri mesoyi dari beberapa sampel minyak atsiri kulit kayu mesoyi seperti tertera pada Tabel 10.

Tabel 10. Karakteristik minyak atsiri kulit kayu mesoyi Nilai*) Karakteristik

Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5 Berat jenis (25°C) 0.9860 0.9767 0.9795 0.9840 0.9855 Indeks bias (25°C) 1,4726 1.4747 1.4720 1.4715 1.4734

Putaran optik -88°48’ 97°24’ 89°30’ -82°20’ -86°30’

Bilangan asam 5.20 26.96 20.50 8.15 6.40

*)

Sampel 1-5 diperoleh dari sumber yang berbeda

Sumber: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (tidak dipublikasikan)

b. Ekstrak etanol kulit kayu mesoyi

Ekstrak etanol kulit kayu mesoyi menunjukkan hasil yang positif terhadap adanya senyawa dari golongan fenol dan terpenoid. Menurut Pelczar et. al. (1993), komponen utama pada rempah yang telah diketahui memiliki aktivitas antimikroba adalah komponen fenolik. Komponen fenolik merupakan komponen yang banyak terdapat di alam. Fenol merupakan senyawa yang digunakan sebagai antimikroba dan antiseptik sejak tahun 1867, yaitu untuk membersihkan alat-alat operasi (Davidson, 1993).

Senyawa fenolik diketahui memiliki aktivitas antimikroba dengan beberapa mekanisme penghambatan. Mekanisme fenol dalam menghambat bakteri P. aeruginosa adalah dengan bereaksi dengan komponen fosfolipid pada membran sel yang menyebabkan meningkatnya

permeabilitas. Fenol juga diketahui dapat mempengaruhi enzim yang dimiliki oleh E. coli, yaitu dehidrogenase dan oksidase (Davidson, 1993). Selain itu, fenol diketahui menghambat pertumbuhan mikroba dengan meningkatkan permeabilitas membran sel. Permeabilitas membran sel mikroba berubah karena fenol mengganggu sistem transport, transport elektron, dan produksi energi (Ismaeil dan Pierson, 1990). Komponen fenolik terkandung dalam banyak tanaman dan buah yang telah menjadi konsumsi manusia sehari-hari, karenanya komponen fenolik merupakan komponen pengawet yang lebih aman dibandingkan pengawet sintetik (Davidson dan Naidu, 2000).

Etanol 70% diketahui dapat mengekstrak flavonoid dengan baik. Walaupun begitu, uji fitokimia yang dilakukan terhadap ekstrak etanol menunjukkan hasil flavonoid yang negatif. Flavonoid dan tanin merupakan senyawa yang termasuk kedalam senyawa fenolik. Hal ini berarti senyawa fenolik yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit kayu mesoyi tidak termasuk dalam kelas flavonoid dan tanin. Menurut Ketaren (1985) senyawa fenolik yang terkandung di dalam kulit kayu mesoyi adalah eugenol. Eugenol diketahui memiliki aktivitas antimikroba. Eugenol dapat menghambat pertumbuhan B. subtilis dengan total mikroba 1x105 CFU/ml pada konsentrasi 0.06% (v/v) setelah diinkubasi pada suhu ruang selama 72 jam. Selain itu eugenol juga diketahui sebagai zat antimikroba paling efektif dibandingkan timol, anetol, dan mentol dalam menghambat Salmonella Thypimurium, S. aureus, dan V.

parahaemolyticus (Davidson dan Naidu, 2000).

Hasil uji fitokimia juga menunjukkan bahwa seperti minyak atsiri, ekstrak etanol kulit kayu mesoyi mengandung terpenoid (Tabel 9). Hal ini mungkin terjadi karena terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa. Terpenoid pada tanaman dapat berupa monoterpena dan seskuiterpena yang mudah menguap (C10 dan C15), diterpena yang lebih sukar menguap (C20), dan senyawa yang tidak menguap, yaitu triterpenoid dan sterol (C30), serta pigmen karotenoid (C40) (Harborne, 1996).

Pada penelitian ini, ekstrak etanol didapat melalui ekstraksi pada suhu tinggi dan dihembus dengan gas N2, karenanya terpenoid yang terkandung di dalam ekstrak etanol tidak mungkin monoterpena dan seskuiterpena. Selanjutnya menurut Harborne (1996) triterpenoid dapat dipilah menjadi sekurang-kurangnya empat golongan, yaitu: (1) triterpena sebenarnya, (2) steroid, (3) saponin, dan (4) glikosida jantung. Hasil uji fitokimia menunjukkan negatif terhadap keberadaan steroid dan saponin di dalam ekstrak etanol kulit kayu mesoyi, karenanya terpenoid yang terkandung di dalam ekstrak etanol diduga termasuk dalam golongan diterpena, triterpena sebenarnya, glikosida jantung, atau karotenoid.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait