• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Lanjut Usia (Lansia)

Menurut Santrock (2002) lansia disebut sebagai masa dewasa akhir, yang dimulai pada usia 60-an dan diperluas sampai sekitar 120 tahun, memiliki rentang kehidupan yang paling panjang dalam perkembangan manusia lima puluh tahun sampai enam puluh tahun.

Menurut para ilmuan lain ( dalam Papalia, 2001) yang mempelajari tentang lansia

dan membaginya kedalam tiga kelompok yaitu: (1) usia tua muda (young old) berusia

65-74 tahun, biasanya masih aktif dan fit; (2) usia tua (old old) berkisar antara usia 75-84

tahun dan; (3) usia lanjut (oldest old) berusia 85 tahun keatas telah mengalami kesulitan

dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini menggunakan definisi menurut program dunia kesehatan lansia adalah individu yang berusia 55 tahun keatas. Menurut program dunia kesehatan lanjut usia adalah individu yang berusia 55 tahun keatas. Definisi ini berpatokan pada umur harapan hidup tahun 1955 yang berkisar 61-63 tahun dan umur masa pensiun 55 tahun serta UU no. 4 tahun 1965.

2.Tugas Perkembangan Lansia.

Menurut Havighurst ( dalam Hurlock, 1999) sebagaian tugas perkembangan lanjut usia lebih banyak berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang daripada kehidupan orang lain. Adapun tugas perkembangan tersebut antara lain:

1. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan.

Hal ini sering diartikan sebagai perbaikan dan perubahan peran yang pernah dilakukan didalam maupun diluar rumah. Mereka diharapkan untuk mencari kegiatan sebagai pengganti tugas-tugas terdahulu yang menghabiskan sebagaian besar waktu kala mereka masih muda.

2. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya income (penghasilan)

keluarga.

Pada usia ini, lansia sudah memasuki masa pensiun dan tidak bekerja lagi, sehingga pemasukan yang ada hanya berasal dari dana pensiun maupun dari pemberian anak-anak mereka.

3. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.

Sebagaian besar orang lansia perlu mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan peristiwa kematian suami atau istri. Kejadian seperti ini lebih menjadi masalah dengan peristiwa kematian suami atau istri. Dimana kematian suami berarti berkurangnya pendapatan dan timbul bahaya karena hidup sendiri dan melakukan perubahan dalam aturan hidup.

4. Membentuk hubungan dengan orang-orang yang sesuai.

Pada lansia, mereka membangun ikatan dengan anggota dari kelompok usia mereka, untuk menghindari kesepian akibat ditinggalkan anak yang tumbuh besar dan masa pensiun.

5. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan.

Menyadari bahwa menurunnya kesehatan dan fungsi-fungsi fisik, pada masa lansia mereka berusaha untuk mempertahankan dan mengatur kegiatan sehari-hari yang berhubungan dengan kesehatan, yakni berolahraga maupun mengatur pola makan.

6. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.

Pada lansia, individu mengalami perubahan peran. Dimana, para lansia mempunyai pengalaman lebih daripada orang yang lebih muda, sehingga peran lansia biasanya diminta untuk memberi pendapat, masukan ataupun kritikan, dan partisipasi lansia terhadap kehidupan sosial menurun biasanya disebabkan oleh masalah fisik.

3. Beberapa Masalah Yang Umum Dialami Oleh Para Lansia

Berikut ini ada beberapa masalah yang sering dihadapi oleh lansia sehubungan dengan berbagai perubahan dan penurunan yang terjadi pada lanjut usia tersebut:

1. Masalah yang berhubungan dengan keadaan fisik. Keadaan fisik yang lemah dan

tak berdaya sehingga menyebabkan harus bergantung pada orang lain (Hurlock, 1999)

2. Masalah status ekonomi, berkaitan dengan hal-hal seperti penghasilan, jaminan

sosial, perumahan, kendaraan, jaminan pelayanan medis, dan lain-lain (Monks, 1999).

3. Masalah sosial berkaiatan dengan bagaimana mencari teman baru untuk

menggantikan suami atau istri yang telah meninggal, pindah ke panti dan peran sosial yang baru ( Monks, 1999).

4. Masalah pensiun hal ini terkait dengan keadaan ekonomi, meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua ( Papalia, 2001).

5. Masalah-masalah kesehatan, biasanya ketuaan menjadikan manusia rentan

terhadap berbagai penyakit. Pada lansia biasanya penyakit yang dialami berupa

penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, TBC paru, darah tinggi, jantung,

kanker, gangguan pernafasan, radang sendi, osteoporosis dan alzheimer

(Santrock, 2002).

6. Masalah yang berkaitan dengan penurunan fungsi berpikir, seperti dengan

menurunnya daya ingat, kemampuan konsentrasi, memecahkan masalah, penurunan Fluid Intellegence, dan lain-lain ( Santrock, 2002).

7. Masalah psikologis terutama muncul bila lansia tidak berhasil menemukan jalan

keluar masalah yang timbul sebagai akibat dari proses menua. Rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima kenyataan baru seperti penyakit yang

tidak kunjung sembuh, kematian pasangan, depresi, dan post power syndrome, the

empty nest (Munandar, dkk, 2001).

8. Masalah seksual, bagi lansia yang masih mempunyai pasangan sering terjadi

masalah dalam aktivitas seksual. Hal ini disebabkan oleh penyakit yang mungkin diserita salah satu pasangan hidup lansia tersebut atau karena suami mengalami kesulitan dalam mencapai orgasme, sehingga mempengaruhi keinginannya untuk melanjutkan hubungan seksual (Papalia, 2001).

4.Gambaran Emosi pada Lansia

Pada umumnya emosi lansia memiliki tingkat sensitifitas emosional yang

meningkat, kurang gairah, kurang mampu menghadapi tekanan (stress), merasa rendah

diri, mudah tersinggung dan merasa tidak berguna lagi. Keadaan seperti ini tentunya akan membuat kondisi emosi yang dirasakan akan semakin tidak stabil, apalagi diikuti dengan ketidakberhasilan menemukan jalan keluar dari masalah yang timbul sebagai akibat dari proses menua (Achir dalam Munandar, 2001).

Satu dari beberapa penelitian yang berdasarkan pengalaman emosi dan usia yang dilakukan oleh Malatesta dan Kalnok (1984) (dalam Robert dkk, 2004). Mereka melakukan survey terhadap 240 orang kulit putih yang berasal dari kelas menengah yang dibagi kedalam 3 kategori usia 17-34, 35-56, dan 57-88. Mereka menemukan bahwasanya tidak ada kecenderungan untuk responden-responden yang lebih tua (usia 66 tahun) untuk lebih memiliki respon-respon yang negatif. Mereka juga menemukan lebih banyak persamaan daripada perbedaan diantara kategori-kategori diatas. Perbedaan gender kecil kebanyakan responden-responden tua tidak merasa bahwa emosi mereka berubah seiring berjalannya usia. Pengalaman emosi sama pentingnya antara orang-orang usia tua dengan usia menengah tetapi tidak terlalu penting bagi orang-orang dewasa usia muda. Kesedihan kebanyakan disebabkan oleh masalah-masalah fisik untuk orang dewasa didalam seluruh kategori seluruh usia. Sebagai contoh 55% dari dewasa muda melaporkan bahwa kesedihan itu berhubungan dengan masalah fisik, dibandingkan dengan 66% pada usia menengah dan 79% pada usia tua. Disisi lain masalah-masalah

personal losses menyebabkan kesedihan 45% dewasa muda, 34% usia menengah dan

menjadi sumber yang lebih besar atas kesedihan berdasarkan usia tetapi asumsi

bahwasanya personal lossess menjadi masalah yang lebih sering ditemukan terhadap

distress dalam kehidupan selanjutnya bisa menjadi tidak akurat.

Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya masalah kesehatan menjadi masalah utama yang membuat keadaan emosional pada lansia menjadi lebih sering tidak stabil.

C. EMOSI

1. Pengertian Emosi

Emosi berasal dari bahasa latin ’movere’ yang artinya menggerakkan, sehingga

emosi berarti sesuatu yang mendorong terjadinya perubahan suatu keadaan (Kalat, 2005). Emosi menurut Goleman (2004) ialah pergolakan pikiran dan perasaan, termasuk setiap keadaan mental yang hebat, meluap-luap dan berujung pada timbulnya suatu perasaan yang khas, perubahan fisiologis tertentu serta kecenderungan untuk bergerak.

Sementara itu, Preez (dalam Martin, 2003) menjelaskan emosi dalam tiga pengertian. Pertama, emosi adalah suatu reaksi tubuh menghadapi situasi tertentu. Kedua, emosi adalah hasil proses persepsi terhadap situasi. Ketiga, hasil reaksi kognitif (berpikir) terhadap situasi spesifik.

Pengertian emosi lebih lengkap dijelaskan oleh Atkinson dan Hilgard (2003) emosi merupakan suatu keadaan psikologis yang disebabkan oleh peristiwa, objek atau orang yang secara khusus meliputi penilaian secara kognitif (interpretasi individu terhadap suatu peristiwa), pengalaman subjektif (emosi yang dirasakan individu), kecenderungan berpikir dan bertindak (individu berpikir tentang respon emosi apa yang

akan ditampilkannya), perubahan tubuh secara internal (adanya perubahan fisiologis akibat emosi yang muncul seperti detak jantung, pernapasan dan tekanan darah), ekspresi wajah (emosi yang dirasakan dapat ditunjukkan melalui ekspresi wajah, yang terlihat dari mata, bibir, hidung, dll) dan respon terhadap emosi (bagaimana individu menunjukkan emosi yang dirasakannya melalui tingkah laku, atau nada suara).

Frijda (dalam Pluutchick, 1994) mengemukakan bahwa emosi timbul ketika suatu peristiwa memiliki makna pribadi bagi individu, atau jika situasi tersebut dapat bermanfaat atau merugikan kepentingannya. Frijda (1986) menggambarkan emosi sebagai perubahan kesiapan tindakan yang ditimbulkan oleh kejadian yang berarti. Ketika

individu mengalami suatu kejadian maka ia melakukan apppraisal yang dapat

menyebabkan kesiapan tindakan menjadi berubah.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas disimpulkan bahwa emosi ialah suatu perasaan yang timbul sebagai respon terhadap stimulus tertentu yang melibatkan pengalaman subjektif, respon fisiologis dan ekspresi yang dapat diamati, serta juga melibatkan penilaian secara kognitif, kecenderungan berpikir dan bertindak serta respon terhadap emosi.

2 Jenis-Jenis Emosi

Lafreniere (1999) membagi emosi menjadi dua kelompok yaitu :

a. Emosi positif yaitu emosi yang dikehendaki seseorang, seperti :

1) Gembira

Kegembiraan, keriangan dan kesenangan timbul akibat rangsangan seperti keadaan fisik yang sehat atau keberhasilan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ada

berbagai macam ekspresi kegembiraan, dari yang tenang sampai meluap-luap. Seiring dengan bertambahnya usia, lingkungan sosial akan memaksa individu untuk mampu mengendalikan ekspresi kegembiraannya agar dapat dikatakan dewasa atau matang (Lazarus dalam Lafreniere, 1999).

2) Rasa ingin tahu

Rangsangan yang menimbulkan emosi ingin tahu sangat banyak. Contohnya sesuatu hal yang aneh dan baru akan menyebabkan seseorang berusaha mencari tahu hal tersebut (Izard dalam Lafreniere, 1999).

3) Cinta

Perasaan yang melibatkan rasa kasih sayang baik terhadap benda maupun manusia (Lazarus dalam Lafreniere, 1999).

4) Bangga

Suatu perasaan yang dapat meningkatkan identitas ego seseorang misalnya dengan cara berhasil mencapai sesuatu yang bernilai atau dapat mewujudkan keinginan, seperti meraih prestasi (Lewis dalam Lafreniere, 1999).

b. Emosi negatif yaitu emosi yang tidak dikehendaki seseorang, seperti :

1) Marah

Emosi marah pada umumnya ditimbulkan oleh berbagai macam rintangan terhadap aktivitas dan keinginan yang dapat berasal dari orang lain maupun ketidakmampuan diri sendiri. Selain itu, marah juga dapat muncul karena kejengkelan yang bertumpuk. Reaksi kemarahan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu impulsif dan ditekan. Rasa marah sebenarnya menunjukkan bahwa sebenarnya perasaan kita sedang tersinggung.

Rasa marah merupakan emosi yang paling sulit untuk diterima dan diungkapkan (Lazarus dalam Lafreniere, 1999).

2) Sedih dan depresi

Sedih adalah bentuk yang lebih ringan dari trauma psikis yang disebabkan oleh hilangnya sesuatu yang dicintai atau kegagalan mewujudkan keinginan. Bentuk yang lebih berat dari sedih disebut depresi. Perbedaan antara sedih dan depresi adalah sedih biasanya tidak menghalangi individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Depresi dapat dilihat dengan ciri khasnya yaitu cara berpikir yang tidak realistis, sering merasa diri tidak berharga, sering merasa bersalah terhadap sesuatu yang sesungguhnya dia tidak bertanggung jawab dan ada kemungkinan untuk melukai diri sendiri serta mengakhiri hidup (Bowlby dalam Lafreniere, 1999).

3) Takut

Emosi takut merupakan reaksi dari rangsangan yang terjadi secara tiba-tiba dan mengancam serta tidak memiliki kesempatan untuk menyesuaikan diri dengan situasi tersebut. Rasa takut juga muncul jika seseorang tidak bisa melakukan sesuatu sebaik yang dia inginkan (Witherington & Campos dalam Lafreniere, 1999).

4) Cemburu

Cemburu merupakan emosi yang biasanya dirasakan seseorang saat orang yang dicintai mengalihkan perhatian dan cintanya kepada orang lain (Saarni dalam Lafreniere, 1999).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa emosi terbagi dua yaitu emosi positif (seperti gembira, rasa ingin tahu, cinta dan bangga) dan emosi negatif (seperti marah, sedih, depresi, takut dan cemburu).

3. Pengertian Regulasi Emosi

Regulasi emosi ialah kapasitas untuk mengontrol dan menyesuaikan emosi yang timbul pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi

yang tepat meliputi kemampuan untuk mengatur perasaan (regulate feeling), reaksi

fisiologis (regulate physiology), kognisi yang berhubungan dengan emosi (

emotion-related cognitions), dan reaksi yang berhubungan dengan emosi (emotion-related

behavior) (Shaffer, 2005).

Regulasi emosi diartikan sebagai:

“..., the process of initiating, maintaining, modulating or changing the

occurence, intensity, or duration of internal feeling states and emotion-related

physiological processes, often in the service of accomplishing one’s goal”

(Eisenberg et al., dalam Garnefski et al.. 2002: 404 dalam Karista, 2005) Defenisi lainnya adalah:

“....the process of managing responses taht ariginate within cognitive experiental,

behavioral-expressive, and physiological biochemical components (Brenner &

Salovey, 1997: 170).

Dengan demikian dapat disimpulan bahwa regulasi emosi merupakan proses memulai, mengatur, memodulasi, atau mengubah kejadian, intensitas, atau durasi dari kondisi perasaan internal yang melibatkan aspek kognitif, perilaku dan fisiologis untuk mencapai tujuan.

Sementara itu, Gross (1999) menyatakan bahwa regulasi emosi ialah strategi yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar untuk mempertahankan, memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi dan

perilaku. Seseorang yang memiliki regulasi emosi dapat mempertahankan atau meningkatkan emosi yang dirasakannya baik positif maupun negatif. Selain itu, seseorang juga dapat mengurangi emosinya baik positif maupun negatif.

Sedangkan menurut Gottman dan Katz (dalam Wilson, 1999) regulasi emosi merujuk pada kemampuan untuk menghalangi perilaku tidak tepat akibat kuatnya intensitas emosi positif atau negatif yang dirasakan, dapat menenangkan diri dari pengaruh psikologis yang timbul akibat intensitas yang kuat dari emosi, dapat memusatkan perhatian kembali dan mengorganisir diri sendiri untuk mengatur perilaku yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Walden dan Smith (dalam Eisenberg, Fabes, Reiser & Guthrie 2000) menjelaskan bahwa regulasi emosi merupakan proses menerima, mempertahankan dan mengendalikan suatu kejadian, intensitas dan lamanya emosi dirasakan, proses fisiologis yang berhubungan dengan emosi, ekspresi wajah serta perilaku yang dapat diobservasi.

Thompson (dalam Eisenberg, Fabes, Reiser & Guthrie 2000) mengatakan bahwa regulasi emosi terdiri dari proses intrinsik dan ekstrinsik yang bertanggung jawab untuk mengenal, memonitor, mengevaluasi dan membatasi respon emosi khususnya intensitas dan bentuk reaksinya untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi yang efektif meliputi kemampuan secara fleksibel mengelola emosi sesuai dengan tuntutan lingkungan.

Aspek penting dalam regulasi emosi ialah kapasitas untuk memulihkan kembali keseimbangan emosi meskipun pada awalnya seseorang kehilangan kontrol atas emosi yang dirasakannya. Selain itu, seseorang hanya dalam waktu singkat merasakan emosi yang berlebihan dan dengan cepat menetralkan kembali pikiran, tingkah laku, respon

fisiologis dan dapat menghindari efek negatif akibat emosi yang berlebihan (Sukhodolsky, Golub & Cromwell dalam Gratz & Roemer, 2004).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi ialah suatu proses intrinsik dan ekstrinsik yang dapat mengontrol serta menyesuaikan emosi yang muncul pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan yang meliputi kemampuan mengatur perasaan, reaksi fisiologis, cara berpikir seseorang, dan respon emosi (ekspresi wajah, tingkah laku dan nada suara) serta dapat dengan cepat menenangkan diri setelah kehilangan kontrol atas emosi yang dirasakan.

4. Ciri-Ciri Regulasi Emosi

Individu dikatakan mampu melakukan regulasi emosi jika memiliki kendali yang cukup baik terhadap emosi yang muncul. Kemampuan regulasi emosi dapat dilihat dalam lima kecakapan yang dikemukakan oleh Goleman (2004), yaitu :

a. Kendali diri, dalam arti mampu mengelola emosi dan impuls yang merusak dengan efektif

b. Memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan orang lain c. Memiliki sikap hati-hati

d. Memiliki adaptibilitas, yang artinya luwes dalam menangani perubahan dan tantangan

e. Toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi

f. Memiliki pandangan yang positif terhadap diri dan lingkungannya

Menurut Martin (2003) ciri-ciri individu yang memiliki regulasi emosi ialah :

b. Mampu mengubah emosi negatif menjadi proses belajar dan kesempatan untuk berkembang

c. Lebih peka terhadap perasaan orang lain

d. Melakukan introspeksi dan relaksasi

e. Lebih sering merasakan emosi positif daripada emosi negatif

f. Tidak mudah putus asa dalam menghadapi masalah

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri individu yang dapat melakukan regulasi emosi ialah memiliki kendali diri, hubungan interpersonal yang baik, sikap hati-hati, adaptibilitas, toleransi terhadap frustasi, pandangan yang positif, peka terhadap perasaan orang lain, melakukan introspeksi dan relaksasi, lebih sering merasakan emosi positif daripada emosi negatif serta tidak mudah putus asa.

5. Aspek-aspek Regulasi Emosi

Menurut Gratz dan Roemer (2004) ada empat aspek yang digunakan untuk menentukan kemampuan regulasi emosi seseorang yaitu :

a. Strategies to emotion regulation (strategies) ialah keyakinan individu untuk dapat

mengatasi suatu masalah, memiliki kemampuan untuk menemukan suatu cara yang dapat mengurangi emosi negatif dan dapat dengan cepat menenangkan diri kembali setelah merasakan emosi yang berlebihan.

b. Engaging in goal directed behavior (goals) ialah kemampuan individu untuk

tidak terpengaruh oleh emosi negatif yang dirasakannya sehingga dapat tetap berpikir dan melakukan sesuatu dengan baik.

c. Control emotional responses (impulse) ialah kemampuan individu untuk dapat

mengontrol emosi yang dirasakannya dan respon emosi yang ditampilkan (respon fisiologis, tingkah laku dan nada suara), sehingga individu tidak akan merasakan emosi yang berlebihan dan menunjukkan respon emosi yang tepat.

d. Acceptance of emotional response (acceptance) ialah kemampuan individu untuk

menerima suatu peristiwa yang menimbulkan emosi negatif dan tidak merasa malu merasakan emosi tersebut.

Garnefski et al. (2001) (Dalam Karista, 2005) mengemukakan bahwa regulasi emosi melibatkan aspek biologis, sosial, perilaku, dan proses kognitif baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Menarik napas panjang ketika stress merupakan contoh regulasi emosi dalam aspek biologis. Dalam aspek sosial, regulasi emosi dilakukan dengan membangun hubungan interpersonal dengan orang lain dan mencari sumber dukungan. Dalam aspek perilaku, emosi diregulasi dengan melakukan berbagai perilaku yang bertujuan agar kondisi yang dialami seseorang tidak memberikan pengaruh negatif pada dirinya. Terakhir emosi dapat diregulasi melalui proses kognitif tidak sadar (seperti:

denial, projection) dan sadar (blamming others, rumination, dsb).

6. Strategi Regulasi Emosi

Setiap individu memiliki cara yang berbeda dalam melakukan regulasi emosi. Menurut Gross (1998) ada dua strategi dalam melakukan regulasi emosi, yaitu :

a. Antecedent-focused strategy

Antecedent-focused strategy ialah strategi yang dilakukan seseorang saat emosi

Antecedent-focused merupakan strategi dalam regulasi emosi dengan mengubah cara berpikir

seseorang menjadi lebih positif dalam menafsirkan atau menginterpretasi suatu peristiwa

yang menimbulkan emosi. Oleh karena itu, strategi ini disebut juga dengan cognitive

reappraisal. Antecedent-focused strategy dapat mengurangi pengaruh kuat dari emosi

sehingga respon yang ditampilkan tidak berlebihan. b. Respon-focused strategy

Respon-focused strategy ialah bentuk dari pengaturan respon dengan menghambat

ekspresi emosi berlebihan yang meliputi ekspresi wajah, nada suara dan perilaku. Strategi

ini disebut juga dengan expressive suppression. Respon-focused strategy hanya efektif

untuk menghambat respon emosi yang berlebihan, namun tidak membantu mengurangi

emosi yang dirasakan. Individu yang sering menggunakan respon-focused strategy

membuat seseorang menjadi tidak jujur dengan dirinya sendiri dan orang lain tentang apa yang mereka rasakan serta akan menimbulkan perasaan negatif, daripada individu yang

menggunakan antecedent-focused strategy. Penelitian membuktikan bahwa

antecedent-focused strategy lebih efektif sebagai strategi regulasi emosi daripada respon-focused

strategy.

Menurut Gross (2001) regulasi emosi dapat dilakukan individu dengan banyak cara, yaitu:

a.Situation selection

Suatu cara dimana individu mendekati/menghindari orang atau situasi yang dapat menimbulkan emosi yang berlebihan. Contohnya, seseorang yang lebih memilih nonton dengan temannya daripada belajar pada malam sebelum ujian untuk menghindari rasa cemas yang berlebihan.

b.Situation modification

Suatu cara dimana seseorang mengubah lingkungan sehingga akan ikut mengurangi pengaruh kuat dari emosi yang timbul. Contohnya, seseorang yang mengatakan kepada temannya bahwa ia tidak mau membicarakan kegagalan yang dialaminya agar tidak bertambah sedih.

c. Attention deployment

Suatu cara dimana seseorang mengalihkan perhatian mereka dari situasi yang tidak menyenangkan untuk menghindari timbulnya emosi yang berlebihan. Contohnya, seseorang yang menonton film lucu, mendengar musik atau berolahraga untuk mengurangi kemarahan atau kesedihannya.

d.Cognitive change

Suatu strategi dimana individu mengevaluasi kembali situasi dengan mengubah cara berpikir menjadi lebih positif sehingga dapat mengurangi pengaruh kuat dari emosi. Contohnya, seseorang yang berpikir bahwa kegagalan yang dihadapi sebagai suatu tantangan daripada suatu ancaman.

e. Respon modulation

Usaha individu untuk mengatur dan menampilkan respon emosi yang tidak berlebihan. Contohnya, seseorang yang tidak memperlihatkan ekspresi kemarahannya pada orang lain.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa macam

strategi dalam regulasi emosi yaitu antecedent-focused strategy, respon-focused strategy,

situation selection, situation modification, attention deployment, cognitive change dan

7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Regulasi Emosi

Williams dari Universitas Duke mengatakan bahwa latihan fisik khususnya yang

mengandung nilai relaksasi seperti meditasi dan hatha yoga dapat mempengaruhi

peningkatan regulasi emosi seseorang karena membantu mengurangi kemarahan, rasa cemas dan depresi (Robbins, Powers & Burgess, 1997).

Selain faktor diatas, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi kemampuan regulasi emosi seseorang, yaitu :

a. Usia

Penelitian menunjukkan bahwa bertambahnya usia seseorang dihubungkan dengan adanya peningkatan kemampuan regulasi emosi, dimana semakin tinggi usia seseorang semakin baik kemampuan regulasi emosinya. Sehingga dengan bertambahnya usia seseorang menyebabkan ekspresi emosi semakin terkontrol (Maider dalam Coon, 2005).

Dalam suatu penelitian didapatkan bahwa kemampuan anak melakukan regulasi emosi tanpa bantuan orang lain terus meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.

Selain itu, kemampuan untuk mengevaluasi kontrolabilitas dari suatu stressor dan

memilih strategi regulasi juga meningkat sejalan dengan tahapan perkembangan seseorang (Brenner & Salovey, 1997).

b. Jenis Kelamin

Beberapa penelitian menemukan bahwa laki-laki dan perempuan berbeda dalam

mengekspresikan emosi baik verbal maupun ekspresi wajah sesuai dengan gendernya.

Dokumen terkait