• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 30-43)

Bab ini menjelaskan tentang laporan hasil asuhan keperawatan keluarga. Laporan asuhan asuhan keperawatan keluarga terdiri dari pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

3.1 Pengkajian

Strategi yang dipilih untuk membantu keluarga Bapak M dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang sedang dihadapi yaitu home based service programs. Menurut Stanhope dan Lancester (2004) home based service programs adalah pemberi layanan kesehatan mengunjungi rumah keluarga di suatu komunitas agar dapat memberikan pelayanan kesehatan berupa edukasi dan promosi. Program ini dijalankan dengan melakukan kunjungan rumah ke keluarga Bapak M untuk memberikan pelayanan kesehatan. Bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan yaitu promosi dan edukasi kesehatan tentang gizi seimbang.

Asuhan keperawatan keluarga yang diberikan berlandaskan pada teori model Family Centre Nursing Friedman (Friedman dkk, 2003). Oleh karena itu pengkajian keluarga yang dilakukan adalah mengidentifikasi data sosiokultural, data lingkungan, struktur keluarga, fungsi keluarga, strategi koping dan stres keluarga. Selain itu dilakukan juga pengkajian individu sebagai anggota keluarga yang mengidentifikasi data mental, sosial, fisik, spiritual dan emosi. Berikut adalah hasil pengkajian pada keluarga Bapak M.

Keluarga Bapak M (33 tahun) menjadi keluarga kelolaan selama sekitar enam pekan. Rumah Bapak M bertempat di Jalan Dongkal RT 04 RW 03 kelurahan Sukatani, Kecamatan Tapos, Depok. Bapak M dan keluarga telah menempati rumah tersebut selama 7 tahun. Lingkungan rumah Bapak M cukup bersih. Ibu A selalu membersihkan rumah dan pekarangan setiap hari. Di lingkungan sekitar

rumah banyak anak-anak kecil sebaya dengan An. A. Seringkali ketika dilakukan kunjungan rumah, An. A sedang bermain dengan teman-temannya.

Keluarga Bapak M merupakan tipe keluarga inti. Keluarga terdiri dari Ayah, Ibu dan dua orang anak. Ketiga anggota keluarga yang lain yaitu Ibu A (30 tahun) istri dari Bapak M, An. A (8 tahun) dan An. D (3 tahun). Saat ini keluarga Bapak M berada pada tahap perkembangan IV yaitu keluarga dengan anak pertama usia sekolah. Bapak M bekerja sebagai seorang satpam dan disela – sela waktunya juga bekerja sebagai penjaga parkir di sebuah minimarket. Ibu A bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan wawancara, Bapak M dan Ibu A tidak memiliki keluhan maupun data abnormal untuk masalah kesehatan. Hasil pemeriksaan fisik pada An. D ditemukan masalah kesehatan ISPA dan karies gigi. Pemeriksaan fisik pada An. A didapatkan data bahwa berat badan An. A adalah 21kg dan tinggi badannya 129 cm. Kemudian dihitung nilai indeks massa tubuh dari nilai berat badan dan tinggi badan yang didapat, dan disesuaikan dengan umur (IMT/U) menggunakan tabel antropometri dari Kementrian Kesehatan RI diketahui bahwa An. A berada pada rentang -3 standar deviasi sampai -2standar deviasi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa An.A dinyatakan kurus.

Hasil wawancara dengan Ibu A pada saat pengkajian diketahui bahwa terdapat beberapa data maladaptif pada keluarga Bapak M yang berkaitan dengan kondisi gizi kurang pada An. A. Ibu A mengatakan bahwa An. A susah makan dan sering tidak menghabiskan makanan yang diberikan. Ibu A mengakui bahwa beliau jarang masak karena repot. Selama ini Ibu A sering membeli masakan jadi di warung. Ibu A juga mengakui bahwa ia jarang menyuruh anak-anaknya makan dan tidak ada kebiasaan makan bersama di rumah. Ibu akan memberi anaknya makan hanya jika anak meminta. Ibu A juga mengatakan karena jarang menyediakan makanan di rumah, Ibu A setiap hari mengijinkan anak-anaknya jajan dan selalu memberi uang jajan. Menurut Ibu A, Anak A sangat suka jajan sosis, nugget, dan juga goreng-gorengan. Ibu A mengatakan An. A memiliki

riwayat dirawat di rumah sakit saat bayi karena masalah pencernaan. Ibu A juga mengatakan tidak memberi An. A ASI eksklusif dan ASI sampai 2 tahun dengan alasan ASI nya sedikit.

Selanjutnya pengkajian terkait pengetahuan keluarga tentang gizi seimbang. Ibu A sebagai sumber informasi utama mengatakan bahwa Ibu tidak tahu pengertian gizi dan gizi seimbang. Ibu A mengatakan gizi kurang yaitu memiliki badan yang kurus. Ibu A mengatakan akibat dari gizi kurang adalah gampang sakit dan mengatakan bahwa penyebab gizi kurang karena makan sedikit. Ibu A menyatakan cara merawat anak dengan gizi kurang adalah dengan meberinya banyak makan.. Ibu mengungkapkan bingung kenapa anaknya susah sekali makan dan tidak tahu harus berbuat apa, sehingga tidak berbuat apa-apa dan membiarkan saja kondisi tersebut. Ibu A mengatakan tidak pernah membawa Anak A ke pelayanan kesehatan untuk mengkonsultasikan masalah anaknya.

3.2 Perencanaan

Setelah pengkajian pada keluarga kemudian dilakukan identifikasi keluarga, subsistem keluarga dan masalah kesehatan individu untuk menegakkan diagnosa keperawatan (Friedman dkk, 2003). Dari data-data yang ditemukan, dirumuskan dua diagnosa utama pada An. A yaitu ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh dan kerusakan gigi. Hasil skoring menunjukkan diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh merupakan diagnosa utama pada An. A.

Kemudian untuk menyelesaikan masalah tersebut maka disusunlah perencanaan untuk melakukan asuhan keperawatan keluarga pada keluarga Bapak M khususnya pada An.A. Rencana asuhan keperawatan yang dibuat memiliki tujuan umum dan beberapa tujuan khusus. Tujuan umum atau tujuan jangka panjang dari rencana asuhan keperawatan ini adalah setelah dilakukan intervensi keperawatan, keluarga mampu meningkatkan kebutuhan nutrisi An. A yang ditandai dengan peningkatan berat badan. Tujuan khusus ataupun tujuan jangka pendek yang

dibuat mengacu pada lima tugas keluarga. Tujuan khusus dari intervensi ini yaitu setelah dilakukan perawatan diharapkan keluarga dapat:

a. mengenal masalah kurang gizi (tugas keluarga pertama).

b. mengambil keputusan untuk merawat keluarga yang mengalami kurang gizi (tugas keluarga kedua).

c. merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kurang gizi (tugas keluarga ketiga).

d. memodifikasi lingkungan untuk merawat anggota keluarga yang mengalami kurang gizi (tugas keluarga keempat).

e. memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada (tugas keluarga kelima).

Tujuan khusus pertama yaitu keluarga mampu mengenal masalah kurang gizi. Pada tujuan pertama ini, diharapkan keluarga mampu menyebutkan definisi gizi. Defenisi gizi yaitu zat-zat yang ada di dalam makanan yang diperlukan tubuh untuk kelangsungan hidupnya (Depkes RI, 2004). Kemudian keluarga diharapkan dapat menyebutkan kembali pengertian kurang gizi. Kurag gizi yaitu suatu keadaan dimana tubuh tidak mendapatkan zat-zat tubuh tertentu dari makanan (Depkes RI, 2004).

Keluarga juga diharapkan dapat menyebutkan tanda dan gejala pada masalah kurang gizi yaitu badan kurus tidak mau makan, rambut tipis dan mudah rontok, lemah dan pucat, kulit kering dan kusam, pusing, kaki, tangan, dan sekitar mata bengkak, otot mengecil atau lembek (Supariasa dkk, 2004). Keluarga juga diharapkan dapat menyebutkan penyebab timbulnya masalah kurang gizi yang terdiri dari makanan yang masuk ke dalam tubuh kurang dari kebutuhan, pemilihan, pengolahan bahan makanan dan penyimpanan makanan tidak tepat, komposisi makanan yang tidak seimbang, makan tidak teratur, memiliki penyakit tertentu, dan pola asuh yang salah (Depkes RI, 2004). Dan yang terakhir, keluarga diminta untuk dapat mengidentifikasi anggota keluarga yang mengalami kurang gizi.

Tujuan khusus kedua yaitu keluarga mampu mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga yang mengalami kurang gizi. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, keluarga dijelaskan akibat dari kurang gizi yaitu daya tahan tubuh kurang, gangguan pertumbuhan, mudah terserang penyakit, prestasi belajar menurun, perilaku tidak tenang, mudah tersinggung, cengeng, dan sering bingung (Depkes RI, 2004). Setelah dijelaskan keluarga diminta agar dapat mengulang kembali hingga keluarga dapat memutuskan untuk merawat anggota keluarga yang mengalami kurang gizi.

Tujuan khusus ketiga adalah keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kurang gizi. Langkah yang pertama yaitu keluarga dijelaskan tentang gizi seimbang dan triguna makanan. Gizi seimbang adalah adalah gizi yang didapat dari berbagai jenis makanan yang dibutuhkan dan bermanfaat untuk tubuh manusia dengan komposisi yang seimbang atau tidak lebih dan tidak kurang (Pratiwi dkk, 2010).

Dalam tumpeng gizi seimbang, bahan makanan dikelompokkan berdasarkan fungsi utama zat gizi yang lebih dikenal dengan istilah “Triguna Makanan”. Triguna makan terdiri dari sumber zat tenaga, zat pengatur, dan zat pembangun (Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, 2002). Zat tenaga bermanfaat untuk memberikan energi pada tubuh. Energi yang dihasilkan oleh zat tenaga berguna untuk menunjang aktivitas sehari-hari seperti bekerja, belajar, dan bermain. Contoh bahan makanan sumber tenaga adalah padi-padian, umbi-umbian, dan tepung-tepungan. Zat pengatur bermanfaat untuk melancarkan kerja fungsi organ tubuh karena mengandung berbagai vitamin dan mineral. Makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-buahan. Zat pembangun berperan penting dalam proses pertumbuhan, perkembangan, serta kecerdasan. Sumber bahan makanan yang mengandung zat pembangun berasal dari nabati adalah kacang-kacangan, tempe, dan tahu. Sedangkan sumber bahan makanan yang berasal dari hewan adalah telur, ikan, ayam, daging, susu beserta olahannya (Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, 2002). Keluarga diberikan penjelasan

sehingga mampu mengelompokkan bahan makanan yang disediakan berdasarkan konsep triguna makanan.

Kemudian keluarga diberikan penjelasan cara penyajian makanan yaitu jenis makanan bervariasi, mengkombinasikan jenis makanan hewani dan nabati, perhatikan jadwal menu makanan, dan memberikan jumlah makanan sesuai dengan kebutuhan (Eriska, 2013). Selain itu akan dijelaskan pula cara mengatasi anak yang tidak mau makan. Cara untuk mengatasinya yaitu jangan dipaksa, beri makan sesuai selera anak dan tidak membosankan, jangan memberi makanan manis sebelum makan, sajikan makanan dalam bentuk menarik, dan berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering (Eriska, 2013). Mahasiswa bersama keluarga kemudian membuat jadwal makan anak dan jadwal menu makanan yang akan dimasak oleh ibu .

Kemudian keluarga diajarkan cara memilih makanan yang benar yaitu harganya terjangkau, nilai gizinya baik, bahan makanan masih segar atau tidak busuk, dan mudah didapat (Eriska, 2013). Selain itu diajarkan cara mengolah makanan yang benar yaitu: bahan makanan, sayuran dan buah, dicuci dahulu baru dipotong-potong; sayuran dimasak jangan terlalu lama; alat-alat masak bersih; dan cuci tangan sebelum masak. Selanjutnya, mahasiswa dan Ibu A bersama-sama membuat satu menu untuk satu kali makan dan menyusun dengan tampilan menarik agar An. A dan An. D tertarik untuk memakannya. Selain itu, mahasiswa dan Ibu A bersama-sama membuat salah satu cemilan kesukaan An. A yaitu nugget. Mahasiswa memberikan resep membuat nugget sayur pada Ibu A dan bersama-sama memasaknya di dapur.

Tujuan khusus keempat yaitu keluarga mampu memodifikasi lingkungan untuk merawat anggota keluarga yang mengalami kurang gizi. Modifikasi lingkungan yang dapat dilakukan untuk mendukung peningkatan status gizi anak yaitu dengan cara makan bersama anggota keluarga lain, menggunakan alat makan yang menarik, makan sambil bercerita, jenis makanan bervariasi dan menarik (Eriska, 2013).

Tujuan khusus kelima yaitu keluarga mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang ada untuk meningkatkan status gizi anak. Keluarga harus mampu menyebutkan fasilitas pelayanan kesehatan yang terdapat disekitar lingkungan tempat tinggal terkait dengan peningkatan status gizi anak. Keluarga dapat menyebutkan fasilitas kesehatan yang dapat dikunjungi seperti puskesmas, rumah sakit, dan klinik dokter. Keluarga dapat menyebutkan manfaat mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan yaitu mendapatkan pemeriksaan kesehatan anak dan mendapatkan penyuluhan atau pendidikan kesehatan. Dan yang terakhir keluarga bersedia mengunjungi pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan kesehatan anak atau anggota keluarga yang lain.

3.3 Implementasi

Pelaksanaan rencana keperawatan dilakukan pertama kali pada tanggal 19 Mei 2014. Pada saat pemberian implementasi anggota keluarga yang hadir yaitu Ibu A, An. A, dan An. D. Implementasi pertama dilakukan dengan menjelaskan tujuan khusus kesatu sampai ketiga. Penjelasan tujuan khusus kesatu yaitu mengenal masalah dimulai dengan menjelaskan pengertian gizi dan gizi kurang. Setelah yakin keluarga paham, kemudian dilanjutkan dengan menjelaskan tanda dan gejala kurang gizi. Setelah dijelaskan, ibu diminta untuk menyebutkan mana diantara tanda-tanda tersebut yang terdapat pada An.A. Setelah itu keluarga dijelaskan mengenai penyebab timbulnya masalah kurang gizi. Dan terakhir, keluarga diminta untuk mengidentifikasi anggota keluarga yang mengalami masalah kurang gizi. Setelah keluarga menyebutkan anggota keluarga yang mengalami masalah kurang gizi, maka dilanjutkan pada

penjelasan tujuan khusus yang kedua.

Tujuan khusus yang kedua yaitu keluarga mampu mengambil keputusan dalam merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kurang gizi. Sebelumnya keluarga dijelaskan terlebih dahulu tentang akibat dari kurang gizi. Kemudian mahasiswa menanyakan kepada keluarga akibat dari kurang gizi yang mana yang

sudah tampak pada An. A. Keluarga menyebutkan tiga akibat yaitu mudah sakit, prestasi belajar menurun dan bertubuh kecil. Selanjutnya keluarga mengambil keputusannya untuk merawat An. A yang mengalami masalah kurang gizi.

Tujuan khusus yang ketiga yaitu keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kurang gizi. Pertama keluarga dijelaskan tentang 4 cara mengatasi kurang gizi yaitu makan makanan yang seimbang, makan sesuai dengan kebutuhan tubuh, makan yang teratur, dan menggunakan prinsip penyajian makanan. Setelah itu keluarga dijelaskan tentang gizi seimbang dan konsep triguna makanan beserta contohnya, jumlah makanan yang dibutuhkan anak usia sekolah dalam satu hari.

Kemudian keluarga diminta untuk mengklasifikasikan bahan makanan berdasarkan konsep triguna makanan. Kegiatan mengklasifikasikan bahan makanan berlangsung seru dan ramai karena melibatkan seluruh anggota keluarga. Mahasiswa menggunakan bahan makanan tiruan (foodmodel) yang dipinjam dari kampus. Sebelumnya mahasiswa juga menyiapkan tiga piring bertuliskan zat tenaga, zat pengatur, dan zat pembangun. Dan selanjutnya tugas keluarga untuk mengelompokkan bahan makanan yang tersedia ke dalam masing-masing kelompok zat makanan.

Setelah itu, mahasiswa melakukan penyuluhan kesehatan yang khusus dilakukan pada An. A. Mahasiswa menanyakan kembali kepada An. A mengenai pengertian gizi seimbang dan konsep triguna makanan serta jumlah makanan yang dibutuhkan anak usia sekolah dalam sehari. An. A dapat menyebutkan kembali dengan benar bahwa gizi seimbang adalah gizi yang didapat dari berbagai jenis makanan yang bermanfaat untuk tubuh dan dimakan dengan tidak lebih dan tidak kurang. An. A juga telah dapat menyebutkan triguna makanan beserta masing-masing ketiga contohnya. Namun, An. A masih belum dapat menyebutkan kembali kebutuhan makan anak usia sekolah dalam satu hari. Kemudian mahasiswa menjelaskan jumlah makanan yang dibutuhkan oleh anak usia sekolah dalam sehari. Jumlah makanan yang dibutuhkan oleh anak usia sekolah adalah:

1. Nasi/pengganti 2-3 piring 2. Lauk hewani 2-4 potong 3. Lauk nabati 2-3 potong 4. Sayur 1-1 1/2 mangkok kecil 5. Buah-buahan 2-3 potong 6. Susu segar 1gelas

Setelah itu mahasiswa memberikan contoh porsi sekali makan yang sesuai untuk anak usia sekolah dengan menggunakan gambar. Contoh porsi makan siang berikut berisi: 1 centong nasi, tempe 1 potong, ikan goreng 1 potong, ½ mangkuk kecil sayur bayam, 1 potong semangka, dan 1 gelas air minum.

Kemudian, agar An. A dapat mengingat dengan baik jumlah makanan yang dibutuhkan oleh tubuhnya, mahasiswa melakukan permainan menyusun gambar makanan dalam 1 piring yang sesuai untuk porsi satu kali makan dan kemudian mewarnai gambar tersebut. An. A terlihat sangat antusias dan bersemangat dalam permainan ini. An. A kemudian memilih-milih potongan potongan gambar makanan yang kemudian disusun dalam 1 piring kertas. An. A memilih gambar 1 centong nasi, 1 potong tempe bacem, 1 potong ikan tongkol goreng sambal, ½ mangkuk sayur tumis buncis jagung, 1 buah jeruk, dan 1 gelas air minum. Setelah itu An. A dengan bersemangat mewarnai potongan-potongan gambar tersebut dan menyusun dalam piring kertas.

Setelah keluarga dan An. A selesai diberikan penyuluhan kesehatan dan menyatakan paham terhadap penjelasan yang diberikan, maka kegiatan dilanjutkan. Kegiatan selanjutnya yaitu menyusun menu dan jadwal makan An. A. Keluarga diminta untuk menyusun rencana menu masakan yang akan dimasak Ibu A selama seminggu. Rencana menu masakan dituliskan ke dalam tabel rencana sesuai dengan jadwal makan anak yaitu pagi, siang, dan sore. Disebelah kolom menu terdapat kolom catatan untuk menuliskan hal yang terjadi nanti apakah Ibu memasak makanan sesuai rencana atau ada perubahan. Setiap makanan yang dimakan An. A pada jam makan, maka jenis makanan tersebut dituliskan di kolom catatan.

Implementasi kedua dilakukan pada tanggal 22 Mei 2014. Pertemuan dimulai dengan memeriksa tabel menu masakan Ibu A. Mahasiswa memeriksa apakah menu yang disusun merupakan menu gizi seimbang, apakah Anak A makan teratur dan memakan menu yang disajikan Ibu A. Mahasiswa kemudian melakukan diskusi dengan Ibu A dan An A mengenai hal yang sudah berhasil dicapai dan hal yang menjadi kendala.

Selanjutnya, mahasiswa menjelaskan kepada keluarga tentang cara memilih dan mengolah makanan yang benar. Setelah keluarga paham maka, kegiatan berikutnya yaitu mendemonstrasikan cara mengolah makanan yang benar. Pada kegiatan ini perawat dan keluarga mengolah makanan sederhana yaitu memasak sayur bayam. Cara yang dilakukan yaitu sayuran dicuci di air mengalir kemudian dipotong-potong dan dimasukkan saat air mendidih. Sebelumnya masukkan terlebih dahulu bawang merah, bawang putih, cabai, garam, dan secukupnya. dan diangkat saat sayuran tidak menjadi layu. Setelah selesai memasak, keluarga diberi penjelasan tentang kunjungan berikutnya yaitu membuat camilan sehat untuk anak yaitu membuat nugget sayur.

Implementasi ketiga dilakukan pada tanggal 26 Mei 2014. Pertemuan dimulai dengan memeriksa tabel menu masakan Ibu A. Mahasiswa memeriksa apakah menu yang disusun merupakan menu gizi seimbang, apakah Anak A makan teratur dan memakan menu yang disajikan Ibu A. Mahasiswa juga melakukan diskusi dengan Ibu A dan An A mengenai hal yang sudah berhasil dicapai dan hal yang menjadi kendala.

Selanjutnya mahasiswa menjelaskan kepada keluarga tentang pengertian camilan sehat, ciri camilan sehat dan akibat mengkonsumsi camilan yang tidak sehat. Setelah keluarga paham, kegiatan berikutnya yaitu mendemonstrasikan salah satu cara membuat camilan sehat yaitu nugget sayur. Pada kegiatan ini mahasiswa dan keluarga mengolah bahan makanan untuk menjadi nugget sayur.

Cara yang dilakukan yaitu campur tepung, telur, garam, gula, dan merica dalam satu wadah. Selanjutnya sayuran bayam dan wortel dicuci di air mengalir kemudian dipotong-potong kecil dan dimasukkan ke dalam wadah berisi adonan tadi. Setelah itu kukus selama 30 menit. Kemudian potong-potong sesuai selera, masukan potongan nugget ke dalam mangkuk berisi kocokan telur, kemudian gulingkan di mangkuk berisi tepung panir. Ulangi sampai dua kali dan selanjutnya goreng sampai berwarna kuning keemasan. Nugget yang belum digoreng bisa disimpan di dalam kulkas selama kurang lebih 2 minggu. Setelah selesai memasak, keluarga diberi penjelasan tentang kunjungan berikut mengenai tujuan khusus empat dan lima.

Implementasi berikutnya dilaksanakan tanggal 29 Mei 2014. Pertemuan dimulai dengan memeriksa tabel menu masakan Ibu A. Mahasiswa memeriksa apakah menu yang disusun merupakan menu gizi seimbang, apakah Anak A makan teratur dan memakan menu yang disajikan Ibu A. Mahasiswa juga melakukan diskusi dengan Ibu A dan An A mengenai hal yang sudah berhasil dicapai dan hal yang menjadi kendala.

Pada pertemuan ini, keluarga dijelaskan tentang cara memodifikasi lingkungan untuk menciptakan suasana yang sesuai dalam merawat anggota keluarga dengan gizi kurang. Terdapat empat cara yang dijalaskan dalam memodifikasi lingkungan yaitu makan bersama anggota keluarga lain, menggunakan alat makan yang menarik, makan sambil bercerita, dan jenis makanan bervariasi serta menarik, serta makan sesuai jadwal. Setelah itu mahasiswa masuk ke tujuan khusus kelima yaitu menjelaskan maanfaat pelayanan kesehatan bagi keluarga.

Selain implementasi yang dilakukan di rumah keluarga Bapak M, keluarga juga diikutkan dalam implementasi kelompok di komunitas RW 03. Implementasi kelompok yang pertama pada tanggal 21 Mei 2014 yaitu penyuluhan gizi seimbang dan memilih jajanan sehat. Sasaran implementasi ini adalah anak-anak usia sekolah di RW 03. An. A ikut hadir pada acara ini dengan didampingi oleh Ibu A. Penyuluhan tentang gizi seimbang disampaikan dengan metode

penyuluhan menggunakan over head projector. Setelah penyuluhan selesai dilanjutkan dengan lomba menyusun dan mewarnai meu gizi seimbang.

Implementasi kelompok yang kedua pada tanggal 30 Juni 2013 yaitu penyuluhan gizi seimbang dan demonstrasi menyusun makanan menarik untuk anak. Sasaran implementasi ini yaitu ibu-ibu di RW 03 yang memiliki anak usia sekolah. Ibu A ikut menghadiri acara penyuluhan tersebut.

3.4 Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan keluarga. Evaluasi menggambarkan keberhasilan dalam proses keperawatan keluarga dan dapat digunakan untuk perencanaan selanjutnya (Friedman, Bowden & Jones, 2003). Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif menghasilkan informasi untuk umpan balik selama program berlangsung dan didokumentasikan dalam catatan perkembangan keluarga dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, analisis, planning). Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi tentang efektifitas pengambilan keputusan. Keberhasilan asuhan keperawatan keluarga yang dilakukan perawat dapat dinilai dari seberapa tingkat kemandirian keluarga dengan mengetahui kriteria atau ciri-ciri yang menjadi ketentuan tingkatan mulai dari tingkat kemandirian I sampai tingkat kemandirian IV.

Evaluasi formatif dilakukan sesaat setelah pemberian intervensi pada setiap implementasi. Hasil evaluasi formatif terlampir dalam catatan perkembangan keluarga. Evaluasi sumatif dilakukan diakhir pertemuan dengan keluarga sekaligus terminasi yaitu pada tanggal 18 Juni 2014. Hasilnya menunjukkan bahwa keluarga Bapak M secara kognitif sudah mengetahui tentang gizi seimbang pada anak usia sekolah. Kemajuan yang dapat dilihat yaitu jadwal menu makanan harian yang disusun Ibu A sebagian besar dijalankan dengan baik dan makanan yang dimasak mengandung konsep gizi seimbang. Ibu A juga mengatakan bahwa An. A saat ini makan teratur 3 kali sehari, mau makan sayur dan mengurangi

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 30-43)

Dokumen terkait