• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

EDUKASI GIZI SEIMBANG MENGGUNAKAN PERMAINAN

PADA KELUARGA DENGAN ANAK USIA SEKOLAH

DENGANMASALAH KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI

KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH DI RW 03

KELURAHAN SUKATANI DEPOK

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

DEBBY CHRISTY S., S.Kep

0806333700

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI PROFESI

DEPOK

JULI 2014

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

EDUKASI GIZI SEIMBANG MENGGUNAKAN PERMAINAN

PADA KELUARGA DENGAN ANAK USIA SEKOLAH

DENGANMASALAH KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI

KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH DI RW 03

KELURAHAN SUKATANI DEPOK

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

DEBBY CHRISTY S., S.Kep

0806333700

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI PROFESI

(3)
(4)
(5)

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini.Penulisan karya ilmiah akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan kaya ilmiah akhir ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih atas segala bantuan dari segala pihak, sehingga karya ilmiah akhir ini selesai tepat waktu, terutama kepada:

(1) Bapak Agus Setiawan S.Kp., MN, DN, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini;

(2) Seluruh dosen dan karyawan FIK UI yang banyak memberikan pengarahandan motivasi selama masa perkuliahan;

(3) Suami tercinta Erick Ompusunggu, anakku tersayang Kirsten Key, dan kedua orang tua yang sangat akusayang, doa dan dukungan dari kalian yang selalu menguatkanku;

(4) Sahabat-sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Saya berharap semoga karya ilmiah akhir ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu.

Depok, 7 Juli 2014

(6)
(7)

Program Studi :Ilmu Keperawatan

Judul : Edukasi gizi seimbang menggunakan permainan pada keluarga dengan anak usia sekolah denganmasalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di RW 03 Kelurahan Sukatani Depok

Kesibukan masyarakat perkotaan seringkali membuat orangtua kurang memperhatikan pola makan anaknya. Salah satu akibatnya adalah anak mengalami kurang gizi.Kurang gizi dapatmenyebabkan gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Karya ilmiah ini menggambarkan asuhan keperawatan yang diberikan kepada keluarga Bpk. M yang memiliki anak dengan status kurang gizi. Intervensi unggulan yang diberikan adalah edukasi gizi seimbang dengan metode permainan. Tujuannya agar anaktertarik untuk menerima edukasi tentang gizi seimbang sehingga anak mengalami perubahanstatus gizi. Hasil dari asuhan keperawatan yang dilakukan selama 7 minggu menunjukkan peningkatan pengetahuan dan perubahan perilaku keluarga dan anak dalam pola makan sehari-hari.

Kata kunci: asuhan keperawatan keluarga, anak usia sekolah, kurang gizi, penyuluhan kesehatan

ABSTRACT

Name : Debby Christy S., S.Kep Study Program :Nursing

Tittle :Health education using playingmethod in the family of school-age children with imbalance nutrition problem which is less than body required in RW 03 Kelurahan Sukatani Depok

The business of parents in urban cities may lead to neglect of the nutrition need of their children. As the result, the children often suffer from malnourished. Poor nutrition can lead to the disturbance in growth and development of children. This scientific script describies nursing care that was given to Mr.M family who has child with malnourished status.Main intervention that given is health education about balance nutrition with playing method. The purpose of the intervention was to make the child interested in health education about nutrition balance so the nutition statuswill improve. The results of nursing care was family showed an increase in knowledge about nutrition balance and change behavior about daily diet.

Keywords: family nursing care, school-age children, imbalance nutrition, health counseling

(8)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... ... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI... ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... ... x 1. PENDAHULUAN... ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... ... 5 1.3 Tujuan Penelitian... ... 5 1.3.1 Tujuan Umum ... ... 5 1.3.2 Tujuan Khusus ... ... 5 1.4 Manfaat Penelitian ... ... 6 2. TINJAUAN PUSTAKA ... ... 7

2.1 Anak Usia Sekolah... ... 7

2.1.1 Bermain Pada Anak ... 9

2.2 Gizi Anak Sekolah ...…... ... 10

2.2.1 Gizi Seimbang ... ... 10

2.2.2 GiziKurang... ... 12

2.3 Asuhan Keperawatan Keluarga ... 12

2.3.1 Keluarga Dengan Anak Usia Sekolah ... ... 16

2.4 Penyuluhan Kesehatan ... 17

3. LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ... 19

3.1 Pengkajian ... 19

3.2 Perencanaan ... 21

3.3 Implementasi ... ... 25

3.4 Evaluasi ... ... 30

4. ANALISIS SITUASI DAN ASUHAN KEPERAWATAN... . 32

4.1 Profil Lahan Praktek ... ... 32

4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan Konsep Kasus Terkait…... ... 34

4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Lain ... 35

4.4Alternatif Pemecahan Masalah yang Dapat Dilakukan ... .... 37

5. PENUTUP... ... 38

(9)
(10)
(11)

Lampiran 1 Pengkajian keluarga Bapak M Lampiran 2 Analisis data

Lampiran 3 Skoring diagnosa keperawatan Lampiran 4 Rencana asuhan keperawatan

Lampiran 5 Catatan perkembangan implementasi dan evalusi Lampiran 6 Evaluasi sumatif

Lampiran 7 Tingkat kemandirian keluarga Lampiran 8 Media leaflet

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, dan manfaat penulisan. Latar belakang akan menjelaskan fenomena yang terkait dengan penulisan karya ilmiah. Perumusan masalah menjelaskan tentang hal yang akan diuraikan dalam karya ilmiah ini. Tujuan penulisan terdiri dari dua bagian, tujuan umum dan tujuan khusus. Manfaat penulisan menjelaskan manfaat karya ilmiah ini terhadap pendidikan, pelayanan, dan penelitian.

1.1 Latar Belakang

Perkotaan adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis (Dadjoeni, 2003). Kehidupan masyarakat perkotaan mempunyai sifat kreatif, radikal, dan dinamis (Mansyur, 2005). Masyarakat perkotaan memiliki tingkat mobilisasi yang tinggi dimana selalu ada aktivitas dalam 24 jam. Tingkat aktivitas yang tinggi menyebabkan perilaku hidup masyarakat perkotaan cenderung kurang memperhatikan kesehatan (Allender & Spradley, 2010). Masyarakat perkotaan cenderung mengkonsumsi makanan yang tidak sehat, makanan siap saji, atau mengkonsumsi makanan yang tidak memenuhi konsep gizi seimbang serta melewatkan jam makan demi menghemat waktu karena padatnya aktivitas.

Divisi Populasi Departemen PBB Urusan ekonomi dan Sosial (2014) menyebutkan bahwa saat ini lebih dari setengah populasi dunia tinggal di daerah perkotaan. Namun, di Indonesia lebih dari setengah populasi penduduk tinggal di daerah pedesaan. Menurut Badan Pusat Statistik (2010) penduduk Indonesia yang tinggal di daerah perkotaan adalah sekitar 49,79%. Adapun kota Depok merupakan kota yang berada pada peringkat 8 kota besar di Indonesia (BPS, 2010).

(13)

Sensus penduduk di kota Depok tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk kota Depok sebesar 1,7 juta jiwa, dan diperkirakan pada tahun 2011 akan mencapai 1,8 juta jiwa (BPS Depok, 2010). Kecamatan Tapos merupakan kecamatan ketiga dengan penduduk terbanyak di kota Depok, yaitu sekitar 216.581 jiwa. Sebagai kota padat penduduk yang menjadi penunjang Ibukota Negara, tingkat mobilitas masyarakat kota Depok cenderung tinggi. Akibat padatnya aktivitas, masyarakat cenderung kurang memperhatikan pola dan komposisi makanan yang sehat. Pola konsumsi makanan yang tidak sehat tersebut menjadi sangat beresiko terutama untuk anak-anak.

Asupan zat gizi makanan pada seseorang dapat menentukan tercapainya tingkat kesehatan. Pada saat ini diperkirakan 50% dari total rumah tangga mengkonsumsi makanan kurang dari kebutuhan sehari-hari dan sekitar 100 juta orang anak beresiko mengalami berbagai masalah gizi lainnya seperti kurang zat besi, kurang iodium, kurang vitamin A, kurang kalsium, kurang zink, dan lain-lain (Depkes RI, 2008). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) tahun 2007, menunjukkan bahwa prevalensi nasional anak laki-laki usia sekolah yang kurus berjumlah 13,3%, dan prevalensi nasional anak perempuan usia sekolah yang kurus berjumlah 10,9%. Periode anak usia sekolah dimulai saat anak berusia 6 sampai 12 tahun (Wong, 2009). Usia sekolah merupakan awal seorang anak belajar bertanggungjawab terhadap sikap dan perilakunya. Periode ini dianggap sebagai periode laten dalam masa perkembangan anak karena pada periode ini semua hal yang terjadi dan diperoleh akan terus berlanjut hingga ke tahap perkembangan selanjutnya (Muscari, 2005).

Akibat dari gizi kurang pada anak antara lain daya tahan tubuh kurang, gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan, mudah sakit, konsentrasi menurun, serta perilaku tidak tenang, mudah tersinggung, dan sering bingung (Wong, Hockenberry, & Wilson, 2009). Dalam jangka panjang, kurang gizi akan mengakibatkan hambatan pertumbuhan tinggi badan dan akhirnya berdampak buruk bagi perkembangan mental-intelektual individu (Khomsan, 2004). Oleh

(14)

karena itu seharusnya orang tua lebih memperhatikan asupan gizi pada anaknya. Namun, dinamika masyarakat diperkotaan dimana orang tua lebih banyak menggunakan waktu untuk bekerja daripada mengurus anak menyebabkan anak cenderung mengalami ketidakseimbangan nutrisi.

Melihat fenomena tersebut, perawat mempunyai begitu banyak peran yang dapat dilakukan khususnya pada komunitas. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah upaya pendampingan keluarga atau keluarga binaan. Pendekatan yang dilakukan dalam asuhan keperawatan komunitas adalah pendekatan keluarga binaan dan kelompok kerja komunitas. Strategi yang dapat dilakukan untuk pemecahan masalah salah satunya adalah melalui penyuluhan kesehatan/ pendidikan kesehatan. Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktek belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat (Depkes, 2002). Menurut Rusli (2003) pola penyuluhan kesehatan pada anak lebih berhasil jika dilakukan dengan berpedoman pada proses belajar dan bermain. Hasil penelitian Makuch (2005) membuktikan bahwa metode bermain dapat meningkatkan pengetahuan anak lebih baik dibandingkan dengan metode ceramah. Oleh karena itu, metode bermain dianggap lebih efektif dibandingkan metode ceramah pada anak. Berdasarkan hal tersebut, penulis melakukan asuhan keperawatan keluarga pada masyarakat perkotaan dengan masalah gizi pada anak usia sekolah dengan menggunakan pendidikan kesehatan melalui permainan yaitu menyusun gambar dan mewarnai.

Praktik penulis dimulai dengan mendata jumlah anak usia sekolah di kelurahan Sukatani, kemudian bekerjasama dengan para kader untuk mengetahui berapa jumlah anak usia sekolah yang mengalami masalah gizi. Jumlah anak usia sekolah yang berada di RW 03 Sukatani adalah 230 orang. Pengkajian yang dilakukan di Keluarahan Sukatani khususnya RW 03 pada tanggal 12 dan 13 Mei 2013 menunjukkan bahwa terdapat 50% anak yag memiliki status gizi normal, 22% anak yang mengalami masalah gizi kurang, 11% anak gemuk, dan 17% anak

(15)

obesitas.Dari hasil pengkajian juga ditemukan data bahwa 40% anak susah makan, 82,30% anak tidak suka makan sayur, 82,30% anak tidak membawa bekal ke sekolah, 47% anak lebih banyak jajan, 29,40% anak tidak makan bersama keluarga, 47,10% anak tidak memiliki jadwal makan, 82,30% ibu tidak membuat cemilan untuk anaknya, serta 47,10% ibu membiarkan anaknya jajan sembarangan.

Hasil wawancara dengan kader-kader di RW 03 Sukatani menyebutkan tidak ada anak usia sekolah yang mengalami gizi buruk. Namun kader menyebutkan bahwa banyak anak usia sekolah yang kurus karena anak malas makan, suka jajan, dan kurang dipantau orangtua karena orangtua sibuk bekerja. Hasil observasi di lingkungan RW 03 menunjukkan banyaknya warung makanan yang sering didatangi anak-anak untuk membeli cemilan.

Keluarga yang dipilih menjadi keluarga kelolaan yaitu keluarga Bapak M. Keluarga ini merupakan keluarga inti yang terdiri dari Bapak M (kepala keluarga), Ibu A (istri), An. A( anak 8 tahun), dan An. D (3 tahun). Anggota keluarga Bapak M yang mengalami gizi kurang yaitu An. A. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengukuran berat badan An. A 21 kg dan tinggi badan 129 cm. Kemudian dihitung nilai IMT dari nilai berat badan dan tinggi badan yang didapat, dan disesuaikan dengan umur (IMT/U) menggunakan tabel antropometri dari Kemenkes RI diketahui bahwa An. A berada pada rentang -3 standar deviasi sampai -2 standar deviasi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa An.A dinyatakan kurus (gizi kurang).

Penjelasan lengkap tentang asuhan keperawatan yang diberikan kepada keluarga Bapak M akan diuraikan dalam karya ilmiah ini. Asuhan keperawatan keluarga yang diberikan bertujuan untuk membantu keluarga menyelesaikan masalah kesehatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan pada keluarga Bapak M khususnya pada An. A.

(16)

1.2 Perumusan masalah

Padatnya dinamika aktivitas masyarakat perkotaan menyebabkan masyarakat ingin segala sesuatu menjadi praktis dan cepat, termasuk dalam hal makan. Oleh karena itu banyak masyarakat perkotaan yang memilih untuk mengkonsumsi makanan siap saji atau menyediakan makanan seadanya tanpa memperhatikan konsep gizi seimbang sebagai menu makanan sehari-hari. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan, khususnya pada anak-anak. Oleh karena itu, masalah kesehatan yang sering muncul pada anak usia sekolah yaitu masalah ketidakseimbangan gizi. Jika asupan gizi pada anak kurang, maka dapat mengakibatkan masalah pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Keluarga merupakan unit terpenting untuk bertanggung jawab dalam pemenuhan asupan nutrisi pada anak. Pada saat anak berada pada usia sekolah, permainan anak merupakan dimensi baru yang merefleksikan tingkat perkembangan anak yang baru. Bermain tidak hanya meningkatkan keterampilan fisik, kemampuan intelektual, dan fantasi anak tapi juga mengembangkan rasa memiliki dalam kelompok. Oleh karena itu penulis melakukan asuhan keperawatan pada keluarga Bapak M khususnya An. A yang mengalami ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan menggunakan teknik pendidikan kesehatan melalui metode permainan menyusun gambar dan mewarnai.

1.3 Tujuan penulisan

Karya ilmiah ini dibuat dengan beberapa tujuan: 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum karya ilmiah ini adalah untuk menggambarkan hasil asuhan keperawatan keluarga pada keluarga Bapak M khususnya An. A dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus karya ilmiah ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai asuhan keperawatan keluarga yang terdiri dari:

a. Pengkajian keperawatan keluarga Bapak M

(17)

c. Perencanaan intervensi keperawatan dan khususnya inovasi unggulan berupa pendidikan kesehatan melalui metode permainan menyusun gambar dan mewarnai yang diberikan kepada An. A

d. Pembahasan atau analisis asuhan keperawatan yang diberikan kepada keluarga Bapak M

e. Evaluasi keperawatan pada keluarga Bapak M 1.4 Manfaat penulisan

Karya ilmiah ini dibuat dengan beberapa manfaat: a. Pendidikan

Hasil penulisan karya ilmiah ini bermanfaat bagi dunia pendidikan sebagai sumber informasi untuk belajar tentang penerapan asuhan keperawatan keluarga yang memiliki masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan khususnya pada agregate anak usia sekolah.

b. Pelayanan

Hasil penulisan karya ilmiah ini memberikan manfaat untuk menambah sumber informasi bagi dunia keperawatan khususnya keperawatan komunitas dalam menangani kasus keluarga di perkotaan dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan pada agregat anak usia sekolah.

c. Penelitian

Karya ilmiah ini memberikan manfaat sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang memiliki tema sama yaitu asuhan keperawatan keluarga dengan masalah gizi pada anak usia sekolah.

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan teori yang terkait dengan penggunaan metode permainan menyusun gambar dan mewarnai dalam penyuluhan kesehatan pada keluarga dengan anak usia sekolah dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di RW 03 Kelurahan Sukatani Depok. Teori yang terkait meliputi: anak usia sekolah, gizi seimbang, asuhan keperawatan keluarga dan penyuluhan kesehatan.

2.1 Anak Usia Sekolah

Setiap masa usia akan memiliki kerentanan terhadap masalah kesehatan, begitu pula dengan anak usia sekolah. Masalah kesehatan yang terkait nutrisi rentan terjadi pada golongan anak usia sekolah sampai remaja (Eriska, 2013). Anak sekolah biasanya mempunyai banyak perhatian dan aktivitas di luar rumah, sehingga sering melupakan waktu makan (RSCM & PERSAGI, 2003). Selain itu, anak usia sekolah mulai berhubungan dengan selain keluarga seperti guru, teman, pelatih, pengasuh, dan lainnya. Sehingga orang di luar keluarga tersebut turut mempengaruhi konsumsi makan anak (Brown, 2005).

Anak usia sekolah merupakan golongan yang mempunyai karakteristik mulai mencoba mengembangkan kemandirian dan menentukan batasan-batasan norma. Variasi individu mulai lebih mudah dikenali di sini seperti pertumbuhan dan perkembangannya, pola aktivitas, kebutuhan zat gizi, perkembangan kepribadian, serta asupan makanan (Achjar, 2010). Ada beberapa karakteristik lain anak usia ini, yaitu anak banyak menghabiskan waktu di luar rumah, aktivitas fisik anak semakin meningkat, dan pada usia sekolah anak akan mencari jati dirinya.

Anak akan banyak berada di luar rumah untuk jangka waktu antara 4-5 jam. Aktivitas fisik anak meningkat seperti pergi dan pulang sekolah, bermain dengan teman, meningkatkan kebutuhan energi. Apabila anak tidak memperoleh energi

(19)

sesuai kebutuhannya maka akan terjadi pengambilan cadangan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, sehingga anak menjadi lebih kurus dari sebelumnya (Khomsan, 2010).

Terdapat tiga strategi yang biasa dipakai oleh petugas keperawatan kesehatan anak pada komunitas. Menurut Stanhope dan Lancester (2004) Strategi tersebut meliputi home based service programs, program for homeless families, dan day care and school setting.

a. Home-based Service Programs

Maksud dari program ini adalah kunjungan rumah. Pemberi layanan kesehatan mengunjungi rumah keluarga di suatu komunitas agar dapat memberikan pelayanan kesehatan baik promosi maupun edukasi sesuai dengan masalah kesehatan yang terjadi di rumah tersebut. Program kunjungan rumah ini menawarkan beberapa pelayanan sesuai dengan kebutuhan komunitasnya seperti monitoring status kesehatan dari populasi yang rentan, pendidikan dalam membesarkan anak, pelayanan konseling, dukungan sosial, pelayanan klinik, instruksi keamanan. Home based programs telah menunjukkan penurunan angka kelahiran premature dan berat badan bayi lahir rendah, memperbaiki kemampuan parenting bagi orang tua, meningkatkan perkembangan anak yang mengalami kesulitan dan menurunkan biaya perawatan (Olds, 1991) dalam Stanhope dan Lancester (2004). Intervensi dibuat berdasarkan pengkajian dari kebutuhan anak dan keluarga. Area yang bisa dikaji meliputi interakasi dan hubungan, lingkungan, dan ketepatan perkembangan.

b. Programs for Homeless Families

Anak-anak yang tinggal dengan orang tua yang tidak memiliki rumah biasanya tidak diimunisasi dan menderita gizi buruk. Mereka juga mengalami keterbatasan dalam mengakses pelayanan kesehatan. Pada umumnya anak-anak tersebut akan mengalami masalah kesehatan, bahaya lingkungan, dan stress yang kemudian menjadi homeless child syndrome (Redlener, 1991) dalam Stanhope dan Lancester (2004). Pelayanan kesehatan yang diberikan meliputi pemeriksaan fisik, tingkah laku dan pengkajian perkembangan, dukungan nutrisi, tes skrining, dan imunisasi (Stanhope & Lancester, 2004).

(20)

c. Day Care and School

Perawat kesehatan komunitas mendirikan program dan melayani sebagai sumber untuk day care centers dan sekolah. Perawat menyediakan informasi mengenai penyakit dan pencegahan luka kepada pemberi perwatan anak dan guru untuk memperbaiki kesehatan dan keamanan anak. Pendidikan untuk keluarga dari anak fokus pada strategi koping, seperti divisi responsibilitas, identifikasi frustasi, dan menghubungkan dengan perilaku yang menandakan stress dan tensi. Perawat sebagi posisi kunci untuk konsultasi dengan komunitas tersebut melayani sebagai sumber dari program perkembangan (Stanhope & Lancester, 2004).

2.1.1 Bermain pada Anak

Bermain dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Roger dkk (2002) setiap anak ingin selalu bermain, sebab dengan bermain anak merasa rileks, senang, dan tidak tertekan. Dimanapun, dalam kondisi apapun, anak akan berusah mencari sesuatu untuk dapat dijadikan mainan. Kebutuhan bermain sangat mutlak bagi perkembangan anak.

Dalam Tedjasaputra (2004), Sigmund Freud berdasarkan Teori Psychoanalytic mengatakan bahwa bermain berfungsi untuk menekspresikan dorongan impulsif sebagai cara untuk mengurangi kecemasan yang berlebihan pada anak. Menurut Freud, melalui bermain dan berfantasi anak dapat mengemukakan harapan-harapan dan konflik serta pengalaman yang tidak dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata. Teori Cognitive-Developmental dari Jean Piaget juga mengungkapkan bahwa bermain mampu mengaktifkan otak anak, mengintegrasikan fungsi belahan otak kanan dan kiri secara seimbang dan membentuk struktur saraf. Berkaitan dengan itu pula otak yang aktif adalah kondisi yang sangat baik untuk menerima pelajaran.

Anak bermain ditentukan oleh dirinya sendiri, orang lain disekitarnya, lingkungannya, kemampuan dirinya, dan kemampuan orang lain sebagai faktor yang mempengaruhinya (Bardosono, 2009). Untuk itu, satu bentuk permainan

(21)

atau alat permainan sebaiknya diciptakan dengan tujuan yang jelas sehingga pertumbuhan dan perkembangan yang diharapkan dari anak akan dapat dicapai. Melalui bermain anak tidak saja dapat tumbuh secara fisik tetapi juga dapat berkembang secara psikis. Oleh karena itu, berbagai bentuk permainan harus berisi kegiatan-kegiatan yang melibatkan aspek fisik dan psikis (Phelp dkk, 2005) Dengan jalan bermain anak akan melakukan eksperimen-eksperimen tertentu dan bereksplorasi, sambil mengetes kesanggupannya. Melalui bermain anak mendapatkan bermacam-macam pengalaman yang menyenangkan, sambil menggiatkan usaha belajar dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan. Semua pengalamannya melalui bermain akan memberi dasar yang kokoh dan kuat bagi pencapaian macam-macam keterampilan.

2.2 Gizi Anak Sekolah 2.2.1 Gizi Seimbang

Gizi adalah zat makanan pokok yang diperlukan bagi pertumbuhan dan kesehatan badan (KBBI, 2002). Gizi adalah makanan yang bermanfaat untuk kesehatan (Depkes, 2003). Seimbang adalah sama berat, sbanding, dan setimpal (KBBI, 2002). Menurut Pratiwi dkk (2010), gizi seimbang adalah gizi yang didapat dari berbagai jenis makanan yang dibutuhkan dan bermanfaat untuk tubuh manusia dengan komposisi yang seimbang atau tidak lebih dan tidak kurang.

Setiap orang memerlukan lima kelompok zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral) dalam jumlah yang cukup tidak berlebihan dan tidak juga kekurangan untuk meningkatkan kualitas hidup (Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, 2002). Zat gizi terkandung dalam berbagai jenis makanan. Oleh karena itu untuk mencapai masukan zat gizi yang seimbang harus mengkonsumsi berbagai jenis makanan yang mengandung zat gizi yang berbeda-beda (Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, 2002).

(22)

Setiap jenis makanan memiliki peranan masing-masing dalam menyeimbangkan masukan zat gizi bagi tubuh (Eriska, 2013). Peranan tersebut tergambar dalam logo gizi seimbang yang berbentuk kerucut atau tumpeng. Dalam tumpeng gizi seimbang tersebut, bahan makanan dikelompokkan berdasarkan fungsi utama zat gizi yang lebih dikenal dengan istilah “Triguna Makanan”. Triguna makan terdiri dari sumber zat tenaga, zat pengatur, dan zat pembangun (Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, 2002).

Zat tenaga bermanfaat untuk memberikan energi pada tubuh. Energi yang dihasilkan oleh zat tenaga berguna untuk menunjang aktivitas sehari-hari seperti bekerja, belajar, dan bermain. Contoh bahan makanan sumber tenaga adalah padi-padian, umbi-umbian, dan tepung-tepungan. Zat pengatur bermanfaat untuk melancarkan kerja fungsi organ tubuh karena mengandung berbagai vitamin dan mineral. Makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-buahan. Zat pembangun berperan penting dalam proses pertumbuhan, perkembangan, serta kecerdasan. Sumber bahan makanan yang mengandung zat pembangun berasal dari nabati adalah kacang-kacangan, tempe, dan tahu. Sedangkan sumber bahan makanan yang berasal dari hewan adalah telur, ikan, ayam, daging, susu beserta olahannya (Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, 2002).

Selain itu dalam pedoman umum gizi seimbang terdapat tiga belas pesan yang perlu diperhatikan yaitu makanlah aneka ragam makanan, makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi, makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah dari kebutuhan energi, batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi, gunakan garam beryodium, makanlah makanan sumber zat besi, berikan ASI saja pada bayi sampai umur 4 bulan dan tambahkan MP-ASI sesudahnya, biasakan makan pagi, minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya, lakukan aktivitas fisik secara teratur, hindari minuman yang beralkohol, makanlah makanan yang aman bagi kesehatan, bacalah label pada makanan yang dikemas (Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, 2002).

(23)

Ketiga belas pesan tersebut harus diperhatikan dalam menyediakan gizi seimbang untuk keluarga .

2.2.2 Gizi Kurang

Ada beberapa penyebab terjadinya gizi kurang pada anak sekolah. Menurut Moehji (2003) terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi atau memperburuk keadaan gizi pada anak usia sekolah. Faktor pertama yaitu pada usia ini anak sudah mampu memilih dan menentukan makanan yang disukai dan tidak disukai. Dalam hal ini sering kali anak memilih makanan yang salah, terlebih jika orang tua tidak memberi petunjuk atau bimbingan pada anak. Faktor kedua yaitu kebiasaan jajan pada anak. Jika jajanan yang dibeli merupakan makanan yang bersih dan bergizi maka tidak menjadi masalah, namun pada kenyataannya jajanan yang sering dibeli merupakan jajanan yang yang disukai oleh anak saja. Biasanya jajanan yang disukai anak adalah makanan yang manis dan gurih. Faktor ketiga yaitu malas makan di rumah dengan alasan sudah terlalu lelah bermain di sekolah. Gizi yang kurang pada tubuh dapat menyebabkan anak mudah terserang penyakit (Wong, Hockenberry, & Wilson, 2002). Gizi kurang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan terutama pada masa anak usia sekolah. Pada usia 10 tahun perkembangan jaringan otak yang sehat disertai stimulasi akan mencapai 90 persen. Namun tanpa stimulasi perkembangan jaringan otak akan jauh di bawah persentase tersebut. Sedangkan stimulasi perkembangan diperoleh dari gizi bahan makanan yang dimakan. Selain itu pula dapat mengganggu proses pertumbuhan karena anak akan tampak kurus, pendek, dan produktivitas akan menurun. Oleh karena itu penting untuk menjaga keseimbangan gizi makanan yang dikonsumsi oleh anak.

2.3 Asuhan Keperawatan Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu

(24)

atap dalam keadaan saling ketergantungan (DepKes R.I, 2006). Keluarga merupakan sentral pelayanan keperawatan. Disfungsi yang terjadi pada keluarga akan berdampak pada satu atau lebih anggota keluarga atau keseluruhan keluarga. Karakteristik keluarga yang sehat adalah bila anggota keluarganya berinteraksi satu dengan yang lainnya maka setiap anggota keluarga akan terlibat dalam peran masing-masing secara fleksibel. Berdasarkan karakteristik keluarga tersebut maka asuhan keperawatan keluarga pun muncul dengan dilandaskan pada teori model Family Centre Nursing Friedman.

Gambar 2.4 Model Family Centre Nursing Friedman Sumber: Friedman, Bowden dan Jones (2003) Pengkajian keluarga:

• Identifikasi data sosiokultural • Data lingkungan

• Struktur keluarga • Fungsi keluarga

• Strategi koping dan stres keluarga

Pengkajian individu sebagai anggota keluarga:

• Mental

Sosial • Fisik

Spiritual • Emosi

Identifikasi keluarga, subsistem keluarga dan masalah kesehatan individu (diagnosa keperawatan)

Intervensi implementasi dari rencana tindakan Rencana tindakan:

• Setting tujuan

• Identifikasi sumber daya • Alternatif pendekatan • Memilih alternatif tindakan

(25)

Model Family Centre Nursing Friedman seperti pada gambar 2.4 diatas menjelaskan data yang berhasil dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan diagram masalah untuk menyusun diagnosa keperawatan keluarga berdasarkan sifat masalah potensial, resiko, dan aktual. Kemudian disusun perencanaan yang berisikan setting tujuan, mengidentifikasi sumber daya, alternatif pendekatan dan memilih alternatif tindakan. Setelah menyusun rencana kemudian dilakukan intervensi yag diakhiri dengan evaluasi dari keseluruhan asuhan keperawatan yang telah dilakukan.

Dalam pelaksanaan intervensi keperawatan untuk keluarga perawat mengambil peran salah satunya sebagai pendidik. Perawat komunitas harus mampu memberikan informasi kesehatan yang dibutuhkan keluarga melalui pendidikan kesehatan dengan melakukan kunjungan rumah atau pada institusi formal (Stanhope & Lancaster, 2004). Fokus dan isi pendidikan kesehatan kepada keluarga meliputi peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, dan dampak dari penyakit (Friedman, Bowden, & Jones, 2003).

Implementasi kegiatan asuhan keperawatan komunitas ditujukan untuk melakukan perubahan masyarakat baik perubahan pengetahun, sikap, dan perilaku kesehatan. Pendidikan kesehatan merupakan upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Berbagai media dapat digunakan untuk membantu transformasi pengetahuan dari perawat kepada masyarakat. Media yang dapat digunakan antara lain leaflet, poster, flipchart, lembar balik, pemutaran film, papan tulis, sticker, televisi, dan majalah (Notoadmojo, 2010). Media informasi berguna untuk merubah pengetahuan, sikap, dan tindakan keluarga terhadap masalah kesehatan yang dialami keluarga (Friedman, Bowden & Jones, 2003). Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan keluarga. Evaluasi menggambarkan keberhasilan dalam proses keperawatan keluarga dan dapat digunakan untuk perencanaan selanjutnya (Friedman, Bowden & Jones, 2003).

(26)

Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif menghasilkan informasi untuk umpan balik selama program berlangsung dan didokumentasikan dalam catatan perkembangan keluarga dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, analisis, planning). Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi tentang efektifitas pengambilan keputusan.

Keberhasilan asuhan keperawatan keluarga yang dilakukan perawat dapat dinilai dari seberapa tingkat kemandirian keluarga dengan mengetahui kriteria atau ciri-ciri yang menjadi ketentuan tingkatan mulai dari tingkat kemandirian I sampai tingkat kemandirian IV. Terdapat tujuh kriteria tingkat kemandirian yaitu: 1) menerima petugas perawatan kesehatan masyarakat, 2) menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana keperawatan, 3) tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar, 4) melakukan tindakan keperawatan sederhanasesuai yang dianjurkan, 5) memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif, 6) melaksanakan tindakan pencegahan sesuai anjuran, dan 7) melakukan tindakan promotif secara aktif (Depkes R.I, 2006).

Berdasarkan tujuh kriteria tersebut, keluarga dibagi menjadi empat tingkat kemandirian. Keluarga mandiri tingkat I adalah apabila kriteria pertama dan kedua tercapai yaitu keluarga menerima petugas dan pelayanan keperawatan yang diberikan. Keluarga mandiri tingkat II adalah apabila kriteria pertama sampai kriteria kelima tercapai yaitu kriteria pada keluarga mandiri tingkat I ditambah dengan keluarga tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar, melakukan tindakan keperawatan sederhana yang telah diajarkan, dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif. Keluarga mandiri tingkat III yaitu apabila kriteria kesatu sampai keenam terpenuhi, yaitu sama dengan kriteria pada tingkat II ditambah dengan keluarga melaksanakan tindakan pencegahan sesuai anjuran. Keluarga mandiri tingkat empat yaitu apabila kesemua tujuh kriteria tingkat kemandirian keluarga terpenuhi yaitu keluarga sudah mampu melakukan tindakan promotif secara aktif (Depkes R.I, 2006).

(27)

2.3.1 Keluarga Dengan Anak Usia Sekolah

Seorang perawat keluarga harus memahami tugas perkembangan suatu keluarga berdasarkan tahapannya agar dapat memberikan intervensi yang sesuai sehingga dapat membantu keluarga mencapai tugas perkembangan sesuai dengan tahap perkembangannya (Potter & Perry, 2005). Menurut Potter dan Perry (2005) keluarga dengan anak pertama berusia sekolah merupakan keluarga tahap IV. Tugas perkembangan yang harus dicapai pada tahap ini antara lain yaitu mensosialisasikan anak termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya, mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan, memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga, membiasakan belajar teratur, dan memperhatikan anak saat menyelesaikan tugas sekolah.

Periode anak usia sekolah dimulai saat anak berusia 6 sampai 12 tahun (Wong, Hockenberry, & Wilson, 2002). Anak usia sekolah memiliki beberapa tugas perkembangan yang harus diselesaikan. Tugas-tugas perkembangan tersebut antara lain mengembangkan keterampilan sosial yang berimplikasi pada membangun rasa percaya diri, dan mengakui pencapaian yang diperolehnya (fase industri) atau anak berkembang tidak realistis pada pengharapan atau berlebihan terhadap kritik kasar sebagai petunjuk perhatian yang tidak adekuat (Hitchcock, Schubert, & Thomas, 1999).

Laju pertumbuhan selama tahun sekolah awal lebih lambat daripada setelah lahir. Akan tetapi pertumbuhan akan meningkat secara terus-menerus. Laju pertumbuhan setiap anak berbeda-beda. Rata-rata tinggi badan meningkat 5 cm per tahun dan berat badan meningkat 2-3,5 kg per tahun. Banyak anak yang berat badannya dua kali lipat selama anak dalam periode pertengahan (Potter & Perry, 2005).

(28)

2.4 Penyuluhan kesehatan

Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktek belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat (Depkes,2002). Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun secara kelompok dengan meminta pertolongan (Effendy, 2003).

Sasaran penyuluhan kesehatan mencakup individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Penyuluhan kesehatan pada individu dapat dilakukan di rumah sakit, klinik, puskesmas, posyandu, keluarga binaan dan masyarakat binaan (Effendy, 2003). Materi atau pesan yang disampaikan kepada sasaran hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan dari individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, sehingga materi yang disampaikan dapat dirasakan langsung manfaatnya (Effendy, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2007), metode penyuluhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal. Metode yang dikemukakan antara lain :

1. Metode penyuluhan perorangan (individual) Bentuk dari pendekatan ini antara lain : a. Bimbingan dan penyuluhan

b. Wawancara

2. Metode penyuluhan kelompok

Metode ini dilakukan apabila peserta penyuluhan lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok ini adalah ceramah dan seminar.

(29)

Alat bantu penyuluhan adalah alat-alat yang digunakan oleh penyuluh dalam menyampaikan informasi. Alat bantu ini sering disebut alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan meragakan sesuatu dalam proses penyuluhan (Notoatmodjo, 2007).

Pada garis besarnya ada 3 macam alat bantu penyuluhan yaitu alat bantu lihat, alat bantu dengar, dan alat bantu lihat-dengar.

Penyuluhan kesehatan tak dapat lepas dari media karena melalui media, pesan yang disampaikan dapat lebih menarik dan dipahami, sehingga sasaran dapat mempelajari pesan tersebut sehingga sampai memutuskan untuk mengadopsinya ke perilaku yang positif. Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan kesehatan, media ini dibagi menjadi 3 yakni media cetak, media elektronik, dan media luar ruang.

(30)

BAB 3

LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

Bab ini menjelaskan tentang laporan hasil asuhan keperawatan keluarga. Laporan asuhan asuhan keperawatan keluarga terdiri dari pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

3.1 Pengkajian

Strategi yang dipilih untuk membantu keluarga Bapak M dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang sedang dihadapi yaitu home based service programs. Menurut Stanhope dan Lancester (2004) home based service programs adalah pemberi layanan kesehatan mengunjungi rumah keluarga di suatu komunitas agar dapat memberikan pelayanan kesehatan berupa edukasi dan promosi. Program ini dijalankan dengan melakukan kunjungan rumah ke keluarga Bapak M untuk memberikan pelayanan kesehatan. Bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan yaitu promosi dan edukasi kesehatan tentang gizi seimbang.

Asuhan keperawatan keluarga yang diberikan berlandaskan pada teori model Family Centre Nursing Friedman (Friedman dkk, 2003). Oleh karena itu pengkajian keluarga yang dilakukan adalah mengidentifikasi data sosiokultural, data lingkungan, struktur keluarga, fungsi keluarga, strategi koping dan stres keluarga. Selain itu dilakukan juga pengkajian individu sebagai anggota keluarga yang mengidentifikasi data mental, sosial, fisik, spiritual dan emosi. Berikut adalah hasil pengkajian pada keluarga Bapak M.

Keluarga Bapak M (33 tahun) menjadi keluarga kelolaan selama sekitar enam pekan. Rumah Bapak M bertempat di Jalan Dongkal RT 04 RW 03 kelurahan Sukatani, Kecamatan Tapos, Depok. Bapak M dan keluarga telah menempati rumah tersebut selama 7 tahun. Lingkungan rumah Bapak M cukup bersih. Ibu A selalu membersihkan rumah dan pekarangan setiap hari. Di lingkungan sekitar

(31)

rumah banyak anak-anak kecil sebaya dengan An. A. Seringkali ketika dilakukan kunjungan rumah, An. A sedang bermain dengan teman-temannya.

Keluarga Bapak M merupakan tipe keluarga inti. Keluarga terdiri dari Ayah, Ibu dan dua orang anak. Ketiga anggota keluarga yang lain yaitu Ibu A (30 tahun) istri dari Bapak M, An. A (8 tahun) dan An. D (3 tahun). Saat ini keluarga Bapak M berada pada tahap perkembangan IV yaitu keluarga dengan anak pertama usia sekolah. Bapak M bekerja sebagai seorang satpam dan disela – sela waktunya juga bekerja sebagai penjaga parkir di sebuah minimarket. Ibu A bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan wawancara, Bapak M dan Ibu A tidak memiliki keluhan maupun data abnormal untuk masalah kesehatan. Hasil pemeriksaan fisik pada An. D ditemukan masalah kesehatan ISPA dan karies gigi. Pemeriksaan fisik pada An. A didapatkan data bahwa berat badan An. A adalah 21kg dan tinggi badannya 129 cm. Kemudian dihitung nilai indeks massa tubuh dari nilai berat badan dan tinggi badan yang didapat, dan disesuaikan dengan umur (IMT/U) menggunakan tabel antropometri dari Kementrian Kesehatan RI diketahui bahwa An. A berada pada rentang -3 standar deviasi sampai -2standar deviasi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa An.A dinyatakan kurus.

Hasil wawancara dengan Ibu A pada saat pengkajian diketahui bahwa terdapat beberapa data maladaptif pada keluarga Bapak M yang berkaitan dengan kondisi gizi kurang pada An. A. Ibu A mengatakan bahwa An. A susah makan dan sering tidak menghabiskan makanan yang diberikan. Ibu A mengakui bahwa beliau jarang masak karena repot. Selama ini Ibu A sering membeli masakan jadi di warung. Ibu A juga mengakui bahwa ia jarang menyuruh anak-anaknya makan dan tidak ada kebiasaan makan bersama di rumah. Ibu akan memberi anaknya makan hanya jika anak meminta. Ibu A juga mengatakan karena jarang menyediakan makanan di rumah, Ibu A setiap hari mengijinkan anak-anaknya jajan dan selalu memberi uang jajan. Menurut Ibu A, Anak A sangat suka jajan sosis, nugget, dan juga goreng-gorengan. Ibu A mengatakan An. A memiliki

(32)

riwayat dirawat di rumah sakit saat bayi karena masalah pencernaan. Ibu A juga mengatakan tidak memberi An. A ASI eksklusif dan ASI sampai 2 tahun dengan alasan ASI nya sedikit.

Selanjutnya pengkajian terkait pengetahuan keluarga tentang gizi seimbang. Ibu A sebagai sumber informasi utama mengatakan bahwa Ibu tidak tahu pengertian gizi dan gizi seimbang. Ibu A mengatakan gizi kurang yaitu memiliki badan yang kurus. Ibu A mengatakan akibat dari gizi kurang adalah gampang sakit dan mengatakan bahwa penyebab gizi kurang karena makan sedikit. Ibu A menyatakan cara merawat anak dengan gizi kurang adalah dengan meberinya banyak makan.. Ibu mengungkapkan bingung kenapa anaknya susah sekali makan dan tidak tahu harus berbuat apa, sehingga tidak berbuat apa-apa dan membiarkan saja kondisi tersebut. Ibu A mengatakan tidak pernah membawa Anak A ke pelayanan kesehatan untuk mengkonsultasikan masalah anaknya.

3.2 Perencanaan

Setelah pengkajian pada keluarga kemudian dilakukan identifikasi keluarga, subsistem keluarga dan masalah kesehatan individu untuk menegakkan diagnosa keperawatan (Friedman dkk, 2003). Dari data-data yang ditemukan, dirumuskan dua diagnosa utama pada An. A yaitu ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh dan kerusakan gigi. Hasil skoring menunjukkan diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh merupakan diagnosa utama pada An. A.

Kemudian untuk menyelesaikan masalah tersebut maka disusunlah perencanaan untuk melakukan asuhan keperawatan keluarga pada keluarga Bapak M khususnya pada An.A. Rencana asuhan keperawatan yang dibuat memiliki tujuan umum dan beberapa tujuan khusus. Tujuan umum atau tujuan jangka panjang dari rencana asuhan keperawatan ini adalah setelah dilakukan intervensi keperawatan, keluarga mampu meningkatkan kebutuhan nutrisi An. A yang ditandai dengan peningkatan berat badan. Tujuan khusus ataupun tujuan jangka pendek yang

(33)

dibuat mengacu pada lima tugas keluarga. Tujuan khusus dari intervensi ini yaitu setelah dilakukan perawatan diharapkan keluarga dapat:

a. mengenal masalah kurang gizi (tugas keluarga pertama).

b. mengambil keputusan untuk merawat keluarga yang mengalami kurang gizi (tugas keluarga kedua).

c. merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kurang gizi (tugas keluarga ketiga).

d. memodifikasi lingkungan untuk merawat anggota keluarga yang mengalami kurang gizi (tugas keluarga keempat).

e. memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada (tugas keluarga kelima).

Tujuan khusus pertama yaitu keluarga mampu mengenal masalah kurang gizi. Pada tujuan pertama ini, diharapkan keluarga mampu menyebutkan definisi gizi. Defenisi gizi yaitu zat-zat yang ada di dalam makanan yang diperlukan tubuh untuk kelangsungan hidupnya (Depkes RI, 2004). Kemudian keluarga diharapkan dapat menyebutkan kembali pengertian kurang gizi. Kurag gizi yaitu suatu keadaan dimana tubuh tidak mendapatkan zat-zat tubuh tertentu dari makanan (Depkes RI, 2004).

Keluarga juga diharapkan dapat menyebutkan tanda dan gejala pada masalah kurang gizi yaitu badan kurus tidak mau makan, rambut tipis dan mudah rontok, lemah dan pucat, kulit kering dan kusam, pusing, kaki, tangan, dan sekitar mata bengkak, otot mengecil atau lembek (Supariasa dkk, 2004). Keluarga juga diharapkan dapat menyebutkan penyebab timbulnya masalah kurang gizi yang terdiri dari makanan yang masuk ke dalam tubuh kurang dari kebutuhan, pemilihan, pengolahan bahan makanan dan penyimpanan makanan tidak tepat, komposisi makanan yang tidak seimbang, makan tidak teratur, memiliki penyakit tertentu, dan pola asuh yang salah (Depkes RI, 2004). Dan yang terakhir, keluarga diminta untuk dapat mengidentifikasi anggota keluarga yang mengalami kurang gizi.

(34)

Tujuan khusus kedua yaitu keluarga mampu mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga yang mengalami kurang gizi. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, keluarga dijelaskan akibat dari kurang gizi yaitu daya tahan tubuh kurang, gangguan pertumbuhan, mudah terserang penyakit, prestasi belajar menurun, perilaku tidak tenang, mudah tersinggung, cengeng, dan sering bingung (Depkes RI, 2004). Setelah dijelaskan keluarga diminta agar dapat mengulang kembali hingga keluarga dapat memutuskan untuk merawat anggota keluarga yang mengalami kurang gizi.

Tujuan khusus ketiga adalah keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kurang gizi. Langkah yang pertama yaitu keluarga dijelaskan tentang gizi seimbang dan triguna makanan. Gizi seimbang adalah adalah gizi yang didapat dari berbagai jenis makanan yang dibutuhkan dan bermanfaat untuk tubuh manusia dengan komposisi yang seimbang atau tidak lebih dan tidak kurang (Pratiwi dkk, 2010).

Dalam tumpeng gizi seimbang, bahan makanan dikelompokkan berdasarkan fungsi utama zat gizi yang lebih dikenal dengan istilah “Triguna Makanan”. Triguna makan terdiri dari sumber zat tenaga, zat pengatur, dan zat pembangun (Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, 2002). Zat tenaga bermanfaat untuk memberikan energi pada tubuh. Energi yang dihasilkan oleh zat tenaga berguna untuk menunjang aktivitas sehari-hari seperti bekerja, belajar, dan bermain. Contoh bahan makanan sumber tenaga adalah padi-padian, umbi-umbian, dan tepung-tepungan. Zat pengatur bermanfaat untuk melancarkan kerja fungsi organ tubuh karena mengandung berbagai vitamin dan mineral. Makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-buahan. Zat pembangun berperan penting dalam proses pertumbuhan, perkembangan, serta kecerdasan. Sumber bahan makanan yang mengandung zat pembangun berasal dari nabati adalah kacang-kacangan, tempe, dan tahu. Sedangkan sumber bahan makanan yang berasal dari hewan adalah telur, ikan, ayam, daging, susu beserta olahannya (Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, 2002). Keluarga diberikan penjelasan

(35)

sehingga mampu mengelompokkan bahan makanan yang disediakan berdasarkan konsep triguna makanan.

Kemudian keluarga diberikan penjelasan cara penyajian makanan yaitu jenis makanan bervariasi, mengkombinasikan jenis makanan hewani dan nabati, perhatikan jadwal menu makanan, dan memberikan jumlah makanan sesuai dengan kebutuhan (Eriska, 2013). Selain itu akan dijelaskan pula cara mengatasi anak yang tidak mau makan. Cara untuk mengatasinya yaitu jangan dipaksa, beri makan sesuai selera anak dan tidak membosankan, jangan memberi makanan manis sebelum makan, sajikan makanan dalam bentuk menarik, dan berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering (Eriska, 2013). Mahasiswa bersama keluarga kemudian membuat jadwal makan anak dan jadwal menu makanan yang akan dimasak oleh ibu .

Kemudian keluarga diajarkan cara memilih makanan yang benar yaitu harganya terjangkau, nilai gizinya baik, bahan makanan masih segar atau tidak busuk, dan mudah didapat (Eriska, 2013). Selain itu diajarkan cara mengolah makanan yang benar yaitu: bahan makanan, sayuran dan buah, dicuci dahulu baru dipotong-potong; sayuran dimasak jangan terlalu lama; alat-alat masak bersih; dan cuci tangan sebelum masak. Selanjutnya, mahasiswa dan Ibu A bersama-sama membuat satu menu untuk satu kali makan dan menyusun dengan tampilan menarik agar An. A dan An. D tertarik untuk memakannya. Selain itu, mahasiswa dan Ibu A bersama-sama membuat salah satu cemilan kesukaan An. A yaitu nugget. Mahasiswa memberikan resep membuat nugget sayur pada Ibu A dan bersama-sama memasaknya di dapur.

Tujuan khusus keempat yaitu keluarga mampu memodifikasi lingkungan untuk merawat anggota keluarga yang mengalami kurang gizi. Modifikasi lingkungan yang dapat dilakukan untuk mendukung peningkatan status gizi anak yaitu dengan cara makan bersama anggota keluarga lain, menggunakan alat makan yang menarik, makan sambil bercerita, jenis makanan bervariasi dan menarik (Eriska, 2013).

(36)

Tujuan khusus kelima yaitu keluarga mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang ada untuk meningkatkan status gizi anak. Keluarga harus mampu menyebutkan fasilitas pelayanan kesehatan yang terdapat disekitar lingkungan tempat tinggal terkait dengan peningkatan status gizi anak. Keluarga dapat menyebutkan fasilitas kesehatan yang dapat dikunjungi seperti puskesmas, rumah sakit, dan klinik dokter. Keluarga dapat menyebutkan manfaat mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan yaitu mendapatkan pemeriksaan kesehatan anak dan mendapatkan penyuluhan atau pendidikan kesehatan. Dan yang terakhir keluarga bersedia mengunjungi pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan kesehatan anak atau anggota keluarga yang lain.

3.3 Implementasi

Pelaksanaan rencana keperawatan dilakukan pertama kali pada tanggal 19 Mei 2014. Pada saat pemberian implementasi anggota keluarga yang hadir yaitu Ibu A, An. A, dan An. D. Implementasi pertama dilakukan dengan menjelaskan tujuan khusus kesatu sampai ketiga. Penjelasan tujuan khusus kesatu yaitu mengenal masalah dimulai dengan menjelaskan pengertian gizi dan gizi kurang. Setelah yakin keluarga paham, kemudian dilanjutkan dengan menjelaskan tanda dan gejala kurang gizi. Setelah dijelaskan, ibu diminta untuk menyebutkan mana diantara tanda-tanda tersebut yang terdapat pada An.A. Setelah itu keluarga dijelaskan mengenai penyebab timbulnya masalah kurang gizi. Dan terakhir, keluarga diminta untuk mengidentifikasi anggota keluarga yang mengalami masalah kurang gizi. Setelah keluarga menyebutkan anggota keluarga yang mengalami masalah kurang gizi, maka dilanjutkan pada

penjelasan tujuan khusus yang kedua.

Tujuan khusus yang kedua yaitu keluarga mampu mengambil keputusan dalam merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kurang gizi. Sebelumnya keluarga dijelaskan terlebih dahulu tentang akibat dari kurang gizi. Kemudian mahasiswa menanyakan kepada keluarga akibat dari kurang gizi yang mana yang

(37)

sudah tampak pada An. A. Keluarga menyebutkan tiga akibat yaitu mudah sakit, prestasi belajar menurun dan bertubuh kecil. Selanjutnya keluarga mengambil keputusannya untuk merawat An. A yang mengalami masalah kurang gizi.

Tujuan khusus yang ketiga yaitu keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kurang gizi. Pertama keluarga dijelaskan tentang 4 cara mengatasi kurang gizi yaitu makan makanan yang seimbang, makan sesuai dengan kebutuhan tubuh, makan yang teratur, dan menggunakan prinsip penyajian makanan. Setelah itu keluarga dijelaskan tentang gizi seimbang dan konsep triguna makanan beserta contohnya, jumlah makanan yang dibutuhkan anak usia sekolah dalam satu hari.

Kemudian keluarga diminta untuk mengklasifikasikan bahan makanan berdasarkan konsep triguna makanan. Kegiatan mengklasifikasikan bahan makanan berlangsung seru dan ramai karena melibatkan seluruh anggota keluarga. Mahasiswa menggunakan bahan makanan tiruan (foodmodel) yang dipinjam dari kampus. Sebelumnya mahasiswa juga menyiapkan tiga piring bertuliskan zat tenaga, zat pengatur, dan zat pembangun. Dan selanjutnya tugas keluarga untuk mengelompokkan bahan makanan yang tersedia ke dalam masing-masing kelompok zat makanan.

Setelah itu, mahasiswa melakukan penyuluhan kesehatan yang khusus dilakukan pada An. A. Mahasiswa menanyakan kembali kepada An. A mengenai pengertian gizi seimbang dan konsep triguna makanan serta jumlah makanan yang dibutuhkan anak usia sekolah dalam sehari. An. A dapat menyebutkan kembali dengan benar bahwa gizi seimbang adalah gizi yang didapat dari berbagai jenis makanan yang bermanfaat untuk tubuh dan dimakan dengan tidak lebih dan tidak kurang. An. A juga telah dapat menyebutkan triguna makanan beserta masing-masing ketiga contohnya. Namun, An. A masih belum dapat menyebutkan kembali kebutuhan makan anak usia sekolah dalam satu hari. Kemudian mahasiswa menjelaskan jumlah makanan yang dibutuhkan oleh anak usia sekolah dalam sehari. Jumlah makanan yang dibutuhkan oleh anak usia sekolah adalah:

(38)

1. Nasi/pengganti 2-3 piring 2. Lauk hewani 2-4 potong 3. Lauk nabati 2-3 potong 4. Sayur 1-1 1/2 mangkok kecil 5. Buah-buahan 2-3 potong 6. Susu segar 1gelas

Setelah itu mahasiswa memberikan contoh porsi sekali makan yang sesuai untuk anak usia sekolah dengan menggunakan gambar. Contoh porsi makan siang berikut berisi: 1 centong nasi, tempe 1 potong, ikan goreng 1 potong, ½ mangkuk kecil sayur bayam, 1 potong semangka, dan 1 gelas air minum.

Kemudian, agar An. A dapat mengingat dengan baik jumlah makanan yang dibutuhkan oleh tubuhnya, mahasiswa melakukan permainan menyusun gambar makanan dalam 1 piring yang sesuai untuk porsi satu kali makan dan kemudian mewarnai gambar tersebut. An. A terlihat sangat antusias dan bersemangat dalam permainan ini. An. A kemudian memilih-milih potongan potongan gambar makanan yang kemudian disusun dalam 1 piring kertas. An. A memilih gambar 1 centong nasi, 1 potong tempe bacem, 1 potong ikan tongkol goreng sambal, ½ mangkuk sayur tumis buncis jagung, 1 buah jeruk, dan 1 gelas air minum. Setelah itu An. A dengan bersemangat mewarnai potongan-potongan gambar tersebut dan menyusun dalam piring kertas.

Setelah keluarga dan An. A selesai diberikan penyuluhan kesehatan dan menyatakan paham terhadap penjelasan yang diberikan, maka kegiatan dilanjutkan. Kegiatan selanjutnya yaitu menyusun menu dan jadwal makan An. A. Keluarga diminta untuk menyusun rencana menu masakan yang akan dimasak Ibu A selama seminggu. Rencana menu masakan dituliskan ke dalam tabel rencana sesuai dengan jadwal makan anak yaitu pagi, siang, dan sore. Disebelah kolom menu terdapat kolom catatan untuk menuliskan hal yang terjadi nanti apakah Ibu memasak makanan sesuai rencana atau ada perubahan. Setiap makanan yang dimakan An. A pada jam makan, maka jenis makanan tersebut dituliskan di kolom catatan.

(39)

Implementasi kedua dilakukan pada tanggal 22 Mei 2014. Pertemuan dimulai dengan memeriksa tabel menu masakan Ibu A. Mahasiswa memeriksa apakah menu yang disusun merupakan menu gizi seimbang, apakah Anak A makan teratur dan memakan menu yang disajikan Ibu A. Mahasiswa kemudian melakukan diskusi dengan Ibu A dan An A mengenai hal yang sudah berhasil dicapai dan hal yang menjadi kendala.

Selanjutnya, mahasiswa menjelaskan kepada keluarga tentang cara memilih dan mengolah makanan yang benar. Setelah keluarga paham maka, kegiatan berikutnya yaitu mendemonstrasikan cara mengolah makanan yang benar. Pada kegiatan ini perawat dan keluarga mengolah makanan sederhana yaitu memasak sayur bayam. Cara yang dilakukan yaitu sayuran dicuci di air mengalir kemudian dipotong-potong dan dimasukkan saat air mendidih. Sebelumnya masukkan terlebih dahulu bawang merah, bawang putih, cabai, garam, dan secukupnya. dan diangkat saat sayuran tidak menjadi layu. Setelah selesai memasak, keluarga diberi penjelasan tentang kunjungan berikutnya yaitu membuat camilan sehat untuk anak yaitu membuat nugget sayur.

Implementasi ketiga dilakukan pada tanggal 26 Mei 2014. Pertemuan dimulai dengan memeriksa tabel menu masakan Ibu A. Mahasiswa memeriksa apakah menu yang disusun merupakan menu gizi seimbang, apakah Anak A makan teratur dan memakan menu yang disajikan Ibu A. Mahasiswa juga melakukan diskusi dengan Ibu A dan An A mengenai hal yang sudah berhasil dicapai dan hal yang menjadi kendala.

Selanjutnya mahasiswa menjelaskan kepada keluarga tentang pengertian camilan sehat, ciri camilan sehat dan akibat mengkonsumsi camilan yang tidak sehat. Setelah keluarga paham, kegiatan berikutnya yaitu mendemonstrasikan salah satu cara membuat camilan sehat yaitu nugget sayur. Pada kegiatan ini mahasiswa dan keluarga mengolah bahan makanan untuk menjadi nugget sayur.

(40)

Cara yang dilakukan yaitu campur tepung, telur, garam, gula, dan merica dalam satu wadah. Selanjutnya sayuran bayam dan wortel dicuci di air mengalir kemudian dipotong-potong kecil dan dimasukkan ke dalam wadah berisi adonan tadi. Setelah itu kukus selama 30 menit. Kemudian potong-potong sesuai selera, masukan potongan nugget ke dalam mangkuk berisi kocokan telur, kemudian gulingkan di mangkuk berisi tepung panir. Ulangi sampai dua kali dan selanjutnya goreng sampai berwarna kuning keemasan. Nugget yang belum digoreng bisa disimpan di dalam kulkas selama kurang lebih 2 minggu. Setelah selesai memasak, keluarga diberi penjelasan tentang kunjungan berikut mengenai tujuan khusus empat dan lima.

Implementasi berikutnya dilaksanakan tanggal 29 Mei 2014. Pertemuan dimulai dengan memeriksa tabel menu masakan Ibu A. Mahasiswa memeriksa apakah menu yang disusun merupakan menu gizi seimbang, apakah Anak A makan teratur dan memakan menu yang disajikan Ibu A. Mahasiswa juga melakukan diskusi dengan Ibu A dan An A mengenai hal yang sudah berhasil dicapai dan hal yang menjadi kendala.

Pada pertemuan ini, keluarga dijelaskan tentang cara memodifikasi lingkungan untuk menciptakan suasana yang sesuai dalam merawat anggota keluarga dengan gizi kurang. Terdapat empat cara yang dijalaskan dalam memodifikasi lingkungan yaitu makan bersama anggota keluarga lain, menggunakan alat makan yang menarik, makan sambil bercerita, dan jenis makanan bervariasi serta menarik, serta makan sesuai jadwal. Setelah itu mahasiswa masuk ke tujuan khusus kelima yaitu menjelaskan maanfaat pelayanan kesehatan bagi keluarga.

Selain implementasi yang dilakukan di rumah keluarga Bapak M, keluarga juga diikutkan dalam implementasi kelompok di komunitas RW 03. Implementasi kelompok yang pertama pada tanggal 21 Mei 2014 yaitu penyuluhan gizi seimbang dan memilih jajanan sehat. Sasaran implementasi ini adalah anak-anak usia sekolah di RW 03. An. A ikut hadir pada acara ini dengan didampingi oleh Ibu A. Penyuluhan tentang gizi seimbang disampaikan dengan metode

(41)

penyuluhan menggunakan over head projector. Setelah penyuluhan selesai dilanjutkan dengan lomba menyusun dan mewarnai meu gizi seimbang.

Implementasi kelompok yang kedua pada tanggal 30 Juni 2013 yaitu penyuluhan gizi seimbang dan demonstrasi menyusun makanan menarik untuk anak. Sasaran implementasi ini yaitu ibu-ibu di RW 03 yang memiliki anak usia sekolah. Ibu A ikut menghadiri acara penyuluhan tersebut.

3.4 Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan keluarga. Evaluasi menggambarkan keberhasilan dalam proses keperawatan keluarga dan dapat digunakan untuk perencanaan selanjutnya (Friedman, Bowden & Jones, 2003). Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif menghasilkan informasi untuk umpan balik selama program berlangsung dan didokumentasikan dalam catatan perkembangan keluarga dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, analisis, planning). Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi tentang efektifitas pengambilan keputusan. Keberhasilan asuhan keperawatan keluarga yang dilakukan perawat dapat dinilai dari seberapa tingkat kemandirian keluarga dengan mengetahui kriteria atau ciri-ciri yang menjadi ketentuan tingkatan mulai dari tingkat kemandirian I sampai tingkat kemandirian IV.

Evaluasi formatif dilakukan sesaat setelah pemberian intervensi pada setiap implementasi. Hasil evaluasi formatif terlampir dalam catatan perkembangan keluarga. Evaluasi sumatif dilakukan diakhir pertemuan dengan keluarga sekaligus terminasi yaitu pada tanggal 18 Juni 2014. Hasilnya menunjukkan bahwa keluarga Bapak M secara kognitif sudah mengetahui tentang gizi seimbang pada anak usia sekolah. Kemajuan yang dapat dilihat yaitu jadwal menu makanan harian yang disusun Ibu A sebagian besar dijalankan dengan baik dan makanan yang dimasak mengandung konsep gizi seimbang. Ibu A juga mengatakan bahwa An. A saat ini makan teratur 3 kali sehari, mau makan sayur dan mengurangi

(42)

frekuensi jajan. Evaluasi berat badan An. A pada akhir pertemuan naik 4 kg dari 21 kg menjadi 25 kg. Tingkat kemandirian keluarga kemudian dinilai setelah menyusun semua laporan dengan memperhatikan kesuksesan berdasarkan catatan perkembangan keluarga. Berdasarkan data-data tersebut maka tingkat kemandirian keluarga Bapak M berada pada tingkat kemandirian ketiga.

(43)

BAB 4

ANALISIS SITUASI DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Bab ini menguraikan tentang analisis situasi yang berisikan tentang profil lahan praktek, analisis masalah keperawatan dengan konsep terkait kkmp dan konsep kasus terkait, analisis salah satu intervensi yaitu intervensi unggulan dengan konsep dan penelitian lain, serta alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan.

4.1 Profil Lahan Praktek

Lahan praktek yang digunakan adalah RW 03 kelurahan Sukatani kecamatan Tapos. Kecamatan Tapos termasuk daerah padat penduduk di kota Depok. Badan Pusat Statistik (BPS) kota Depok tahun 2010 mengungkapkan bahwa Kecamatan Tapos merupakan kecamatan ketiga dengan penduduk terpadat di kota Depok yaitu 216.581 jiwa. Luas wilayah Kelurahan Sukatani 4,74 km2 dengan jumlah rukun warga (RW) sebanyak 26 dan rukun tetangga (RT) sebanyak 184. Jumlah rumah tangga di Kelurahan Sukatani adalah 16.840 KK. Total penduduk adalah 57.941 jiwa, dengan pembagian berdasarkan jenis kelamin terdiri dari 28.789 orang laki-laki dan 29.152 orang perempuan (BPS Kota Depok 2013).

Tingkat pendidikan masyarakat yang bertempat tinggal di Kelurahan Sukatani adalah sebagai berikut 7.409 orang belum sekolah, 6.310 orang tidak tamat SD/sederajat, 5.176 orang tamat sekolah dasar (SD), 8161 orang tamat sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), 21.437 orang tamat sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA), 3469 orang tamat akademik dan 6495 orang tamat perguruan tinggi. Fasilitas pendidikan atau sekolah yang terdapat di Sukatani terdiri dari 11 taman kanak-anak (TK), 11 SD, 5 SLTP, dan 2 SLTA. Sedangkan fasilitas kesehatan yang dimiliki terdiri dari 1 puskesmas, 1 balai pengobatan, 1 pos KB, dan 26 posyandu.

(44)

Kelurahan Sukatani memiliki 26 rukun warga (RW). RW 03 merupakan salah bagian wilayah dari Kelurahan Sukatani. Wilayah RW 03 terbagi menjadi tujuh rukun tetangga (RT), yaitu RT 01, 02, 03, 04, 05, 06, dan 07. Jumlah kader yang aktif sebanyak 12 orang yang tersebar di semua RT. Mayoritas penduduk di RW 03 beragama Islam dan berasal dari suku Jawa. Keadaan pemukiman di RW 03 cukup padat, dengan mayoritas perumahan merupakan rumah pribadi dan bangunan permanen, dan sebagian kecil terdiri dari rumah kontrakan satu pintu. Letak rumah berdekatan satu dengan yang lain sehingga sirkulasi udara dan pencahayaan sinar matahari kurang baik pada sebagian rumah. Tidak ada tempat pembuangan sampah umum, dan sebagian warga tidak memiliki tempat pembuangan sampah di depan rumahnya.

Fasilitas pelayanan kesehatan yang terdapat di RW 03 adalah praktik dokter, praktik bidan, posyandu, dan posbindu. Pelaksanaan posyandu dan posbindu dilakukan setiap satu kali dalam sebulan. RW 03 memiliki satu posyandu yang terdapat di RT 07. Jumlah anak usia sekolah di lingkungan RW 03 Sukatani adalah 230 anak. Dari hasil pengkajian mahasiswa pada keluarga kelolaan (18 keluarga) didapatkan 40% anak susah makan, 82,30% anak tidak suka makan sayur, 82,30% anak tidak membawa bekal ke sekolah, 47% anak lebih banyak jajan, 29,40% anak tidak makan bersama keluarga, 47,10% anak tidak memiliki jadwal makan, 82,30% ibu tidak membuat cemilan untuk anaknya, serta 47,10% ibu membiarkan anaknya jajan sembarangan. Selain itu, didapatkan data 50% anak memiliki status gizi normal, 22% anak kurus, 11% anak gemuk, dan 17% anak obesitas.

Hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian besar anak usia sekolah yang tinggal di RW 03 sangat suka jajan. Hal ini didukung dengan banyaknya warung-warung yang terdapat di RW 03 sehingga memudahkan anak untuk membeli jajanan atau cemilan yang mereka sukai. Setiap hari selama 24 jam, ada saja warung yang buka sehingga anak-anak dapat membeli jajanan kapan pun mereka mau. Selain itu, banyak juga terdapat warung nasi di lingkungan RW 03. Hal ini

(45)

menyebabkan orangtua seringkali tidak memasak di rumah dan membeli lauk pauk di warung dengan alasan lebih mudah dan tidak repot.

Selain itu, walaupun RW 03 merupakan lingkungan padat penduduk, namun di beberapa titik banyak lahan kosong yang sebenarnya bisa dimanfaatkan oleh warga untuk menanam sayur-mayur dan kebutuhan masak lainnya. Namun dengan alasan sibuk bekerja, masyarakat tidak memanfaatkan lahan tersebut. .

4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan Konsep Kasus Terkait

Masalah kesehatan pada keluarga Bapak M adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan pada An. A. Kota Depok saat ini sedang berkembang dengan pesat dan terjadi peningkatan jumlah penduduk yang signifikan setiap tahunnya. Hal ini juga berdampak pada daerah kecamatan Tapos yang berada dekat dengan jantung kota Depok. Selain itu daerah Tapos menjadi penghubung Jakarta, Depok, dan Bogor melalui akses jalan raya bogor yang melintas disepanjang daerah Tapos. Badan Pusat Statistik (BPS) kota Depok tahun 2013 mengungkapkan bahwa penduduk Kecamatan Tapos yaitu sebanyak 216.581orang. Hal ini menyebabkan masyarakat kota Depok juga mulai merasakan dinamika masyarakat perkotaan.

Sebagian besar orang tua bekerja baik ayah dan ibu. Anak biasa dititipkan ditempat penitipan ataupun dijaga oleh nenek. Orang tua jarang masak di rumah karena sudah banyak tersedia masakan jadi di warung-warung makan maupun restoran. Karena kesibukan orangtua, kandungan gizi dalam makanan tidak menjadi paling utama lagi yang penting makan dan kenyang. Kondisi ini didukung makin banyaknya makanan cepat saji mulai dari yang mahal ada di restoran dan di mall-mall sampai yang murah meriah dipinggir jalan.

Strategi yang dipilih untuk membantu keluarga Bapak M dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang sedang dihadapi yaitu home based service programs.

(46)

Menurut Stanhope dan Lancester (2004) home based service programs adalah pemberi layanan kesehatan mengunjungi rumah keluarga di suatu komunitas agar dapat memberikan pelayanan kesehatan berupa edukasi dan promisi. Program ini dijalankan dengan melakukan kunjungan rumah ke keluarga Bapak M untuk memberikan pelayanan kesehatan. Bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan yaitu promosi dan edukasi kesehatan tentang gizi seimbang. Penjelasan lengakap tentang intervensi yang telah diberikan telah diuraikan di BAB 3.

4.3 Analisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian lain

Inovasi unggulan dalam asuhan keperawatan keluarga yang diberikan pada keluarga Bapak M adalah memberikan penyuluhan kesehatan pada An. A dengan metode permainan menyusun gambar dan mewarnai. Pada awal pengkajian pengetahuan keluarga tentang gizi seimbang kurang baik. Keluarga hanya mengatakan pernah mendengar tentang empat sehat lima sempurna dan menganggap minum susu itu penting. Keluarga mengatakan tidak tahu tentang gizi seimbang.

Saat mahasiswa melakukan pengkajian kepada An. A, An A juga menyebutkan tidak mengetahui mengenai gizi seimbang. An. A juga mengatakan tidak mengetahui akibat bila tidak makan gizi seimbang. An. A mengatakan tidak pernah ada yang mengajarinya mengenai gizi seimbang. An. A mengatakan mudah lupa jika diajari tentang sesuatu, dan cepat bosan ketika belajar sesuatu. Hal ini yang menjadi alasan mengapa penyuluhan kesehatan tentang gizi seimbang melalui metode permainan menyusun gambar dan mewarnai menjadi intervensi unggulan untuk keluarga Bapak M khusunya pada An. A.

Pemberian intervensi berupa pendidikan kesehatan tentang gizi kurang dan gizi seimbang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan keluarga Bapak M akan pentingnya gizi seimbang dan bahayanya jika tidak terpenuhi. Menurut Notoatmodjo (2010) pendidikan adalah pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap dalam kebiasaan perilaku,

(47)

pikiran dan sifatnya. Apabila tahapan pengetahuan sudah tercapai maka selanjutnya sikap, dan praktik penerapan gizi seimbang akan meningkat pula sehingga diharapkan status gizi keluarga Bapak M khususnyan An. A akan ikut meningkat.

Menurut Hermina dkk (2010) metode pendidikan gizi yang pernah dikembangkan sebelumnya kurang melibatkan peran aktif sasaran. Oleh sebab itu perlu dikembangkan pendidikan gizi berbasis game atau permainan yang dapat mendorong sasaran lebih berperan aktif. Menurut Serrano & Anderson (2004) game atau permainan pada anak menyediakan peluang untuk meningkatkan keinginan belajar dan perubahan perilaku pada anak, termasuk perilaku makan dan aktivitas fisik yang sehat.

Pemberian pendidikan kesehatan tentang gizi seimbang melalui metode bermain dinilai efektif seperti yang dibuktikan oleh beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Hermina dn Afriansyah (2010) pada anak usia sekolah di 6 SD di kota Bandung, Bekasi dan Depok menyimpulkan bahwa intervensi pendidikan gizi seimbang melalui mode game play berbasis komputer berdampak positif terhadap minat anak usia sekolah untuk mempelajari tentang konsep gizi seimbang.

US Departement of Agricultural (USDA) mengembangkan permainan edukatif untuk memperbaiki status gizi anak. Permainan ini dinamakan My Pyramid for Kids yang menggunakan konsep “Membantu anak untuk makan dengan baik, melakukan olahraga, dan mendapatkan kesenangan”. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan secara signifikan pada skor pengetahuan gizi, kepatuhan dalam memenuhi pedoman diet dan pedoman piramida makanan yang direkomendasikan setelah perlakuan pendidikan gizi (French et al, 2006). Selain itu, penelitian Colby dan Haldeman (2007) yang menggunakan media teater anak sebagai media pendidikan gizi juga terbukti efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan perubahan perilaku, kepercayaan, dan kebiasaan anak.

Gambar

Gambar 2.5 Model Family Centre Nursing Friedman .....................................
Gambar 2.4 Model Family Centre Nursing Friedman  Sumber: Friedman, Bowden dan Jones (2003) Pengkajian keluarga:

Referensi

Dokumen terkait

Samator Gresik meningkatkan kapasitas produksi oksigen, nitrogen, dan argon dengan cara mendirikan unit Liquid Oxygen, Nitrogen, Argon II ( LONA II ) untuk dapat

Untuk mengetahui tegangan keluaran yang diberikan pada sistem minimum mikrokontroler Arduino Uno dengan cara. menghubungkan probe positif

Ke depan, kami melihat bahwa bisnis dari pengolahan gula akan memberikan kontribusi yang lebih tinggi untuk pendapatan TBLA, karena mereka baru tahun

Gambar 4.3 Kondisi beban harian – daya keluaran PLTB - PLTD 40 kW -kelebihan listrik yang tidak terpakai.. Gambar 4.4 adalah kondisi suplai listrik pada tanggal 5 januari 2009,

Paper ini akan membahas pemikiran dan filosofis kehidupan dari Frank Lloyd Wright yang akan mencakup 6 ide yaitu ide tentang pemahaman agama yang integratif, ide

Dalam konteks kajian ini Model Penerimaan Teknologi adalah untuk menilai persepsi kegunaan, kebolehgunaan, sikap penerimaan dan hajat penggunaan berterusan

Masyarakat di Desa Manurung Kecamatan Malili Kabupaten Luwu Timur mempercayai bahwa tanaman sagu dapat menyembuhkan penyakit rematik. Ketika masyarakat mengalami