• Tidak ada hasil yang ditemukan

Larangan Terhadap Notaris Berdasarkan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik

C. Pengaturan Kewajiban dan Larangan Bagi Notaris Berdasarkan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

2. Larangan Terhadap Notaris Berdasarkan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik

Larangan bagi notaris merupakan ketentuan-ketentuan yang melarang notaris untuk melakukan sesuatu hal. Pasal 17 revisi Undang-Undang Jabatan Notaris menentukan larangan bagi notaris, bahwa notaris dilarang:

a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;

b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;

c. Merangkap sebagai pegawai negeri;

d. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara; e. Merangkap jabatan sebagai advokat;

f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;

g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris.

h. Menjadi Notaris Pengganti; atau

i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.

Dalam Kode etik juga mengatur larangan terhadap Notaris, yang diatur dalam Pasal 4 yaitu notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan notaris dilarang :

1. Mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun kantor perwakilan.

2. Memasang Papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi

“Notaris/Kantor Notaris” diluar lingkungan kantor.

3. Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-sama dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau elektronik dalam bentuk : a. Iklan

b. Ucapan Selamat c. Ucapan Belasungkawa d. Ucapan Terima kasih

e. Kegiatan Pemasaran

f. Kegiatan sponsor baik dalam kegiatan sosial, keagamaan maupun 4. Bekerjasama dengan Biro jasa /orang/ Badan Hukum yang pada

hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien.

5. Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanyatelah dipersiapkan oleh pihak lain.

6. Mengirimkan Minuta kepada Klien untuk ditandatangani 7. Bersaha atau berupaya dengan jalan apapun agara seseorang berpindah

dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui perantara orang lain.

8. Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokmen yang telah diserahkan dan/atau melalui tekanan psikologis dengan maksud agar klien tertsebut tetap membuat akat kepadanya 9. Melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang

menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengn sesama rekan Notaris.

10. Menetapkan honorarium yang hrus dibayatr oleh klien dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan. 11. Memperkerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan

12. Menjelekkan dan/atau memepersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seseorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akyta yang dibuat oleh relan sejawat yang ternyata didalamnya terdapat kesaahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka Notaris tersebut ajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas ksalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui melainkan untuk mencegah timbulnya hal;-hal yang tidak diinginkan terthadap klien yang bersangktan ataupun rekan sejawat tersebut.

13. Membentuk kelompk sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup kemunginan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi.

14. Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan

15. Melakukan perbuatan-prbuatan lain yang secara umum disebut sebagai pelanggaran terthadap Kode Etik Notaris antara lain namun tidak terbatas pada pelanaggaran-pelanggaran terhadap :

a. Ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

b. Penjelasan Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

c. Isi sumpah jabatan Notaris

d. Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan/atau keputusan-Keputusan lain yang telah ditetapkan oleh organisasi Ikatan Notaris Indonesia tidak boleh dilakukan oleh anggota

Jika larangan itu tetap dilakukan oleh notaris, maka notaris akan dikenakan sanksi berupa: teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, atau sanksi pemberhentian dengan tidak hormat. Jenis sanksi demikian ditentukan dalam Pasal 17 ayat 2 revisi Undang-Undang Jabatan Notaris. Berbeda dengan larangan sanksi bagi notaris yang meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah.

Dalam notaris yang meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah, notaris tidak dapat dikenakan sanksi Pasal 85 UUJN100

100

Habib Adjie, Hukum Notaris, Op. cit., hal. 91.

, sebab jika dikaitkan dengan Pasal 19 ayat (1) revisi Undang-Undang Jabatan Notaris, menentukan, “Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya”. Berarti dengan ketentuan Pasal 19 ayat (1) revisi Undang-Undang Jabatan Notaris ini notaris tidak berwenang menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya. Lebih jelas disebutkan dalam penjelasan Pasal 19 ayat (1) revisi Undang-Undang Jabatan Notaris, dengan hanya mempunyai satu kantor, berarti notaris dilarang mempunyai kantor cabang, perwakilan, dan/atau bentuk lainnya.

Larangan bagi notaris sebagaimana dalam Pasal 17 revisi Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut di atas, dimaksud bertujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi masyarakat yang memerlukan jasa notaris, serta sekaligus mencegah terjadinya persaingan tidak sehat antar notaris dalam menjalankan jabatannya.101

Larangan bagi notaris juga berlaku ketentuan Pasal 53 Undang-Undang Jabatan Notaris bahwa akta notaris tidak boleh memuat penetapan atau ketentuan yang memberikan sesuatu hak dan/atau keuntungan bagi: notaris, istri atau suami notaris, saksi, atau orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan notaris atau saksi, baik hubungan darah dalam garis Selain itu larangan dalam Pasal 52 Undang-Undang Jabatan Notaris menurut hemat penulis bertujuan untuk mencegah keberpihak notaris.

Pasal 52 Undang-Undang Jabata Notaris melarang notaris membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan notaris baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa, kecuali jika notaris sendiri menjadi penghadap dalam penjualan di muka umum. Pelanggaran ketentuan ini berakibat akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.

101

lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat maupun hubungan perkawinan sampai dengan derajat ketiga.

Tujuan Pasal 53 Undang-Undang Jabatan Notaris ini bermaksud untuk membatasi wewenang notaris sekaligus juga untuk mencegah terjadinya konspirasi atau kolusi antar notaris dengan keluarganya, baik istri, suami atau pihak lain yang memiliki hubungan kekeluargaan dengan notaris atau saksi. Alasan larangan ini karena hubungan kekeluargaan potensial untuk menimbulkan perbuatan nepotisme dan kecenderungan bertentangan dengan hukum atau melawan hukum, yang pada akhirnya akan menguntungkan notaris, saksi, dan keluarganya tersebut.102

102

Dokumen terkait