• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akibat Hukum Terhdap Pembuatan Akta Otentik Yang Tidak Memenuhi Kewajiban Notaris Sebagaimana Diamanatkan Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Akibat Hukum Terhdap Pembuatan Akta Otentik Yang Tidak Memenuhi Kewajiban Notaris Sebagaimana Diamanatkan Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN KEWAJIBAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK MENURUT REVISI UNDANG-UNDANG NOMOR

30

TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

A. Asas-Asas Pelaksanaan Tugas dan Kewajiban Notaris

Asas-asas hukum yang menjustifikasi ke dalam norma-norma hukum

di dalamnya terkandung nilai-nilai ideologis tertib hukum.46

Asas-asas yang terkandung di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris

antara lain adalah asas kepastian hukum, asas persamaan, asas kepercayaan,

asas kehati-hatian, dan asas profesionalitas. Sebagai notaris yang baik,

asas-asas ini tidak dikesampingkan atau dilepaskan dari pelaksanaan tugas dan Pengaturan

dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang revisi Undang-Undang

Jabatan Notaris mengandung asas-asas atau prinsip-prinsip didalamnya

sekaligus sebagai jiwa daripada Undang-Undang Jabatan Notaris itu sendiri,

artinya jika asas-asas atau prinsi-prinsip itu tidak dijalankan oleh Notaris

sebagai pihak yang berwenang melaksanakan tugas dan kewajiban dalam

pembuatan akta otentik, maka Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut tidak

berfungsi sama sekali.

46

(2)

kewajiban notaris. Notaris yang baik dimaksud adalah notaris yang

menjalankan tugas dan kewajiban berdasarkan ketentuan Undang-Undang

Jabatan Notaris dan Kode Etik Profesi Notaris.

1. Asas Kepastian Hukum

Asas kepastian hukum terdapat pada bagian konsideran

Undang-Undang Jabatan Notaris yang menentukan bahwa: “Negara Republik

Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian,

ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan

keadilan”.47 Selanjutnya, “Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan

perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik

mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan

melalui jabatan tertentu”.48 Selanjutnya asas ini disebutkan bahwa “Notaris

merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum

kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi

tercapainya kepastian hukum”.49

Dalam pengaturan Undang-Undang Jabatan Notaris juga ditentukan

asas ini dan berulang-ulang pada bagian penjelasan umum Undang-Undang

47

Konsideran huruf a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN).

48

Ibid., konsideran huruf b Undang-Undang Jabatan Notaris. 49

(3)

Jabatan Notaris. Pasal 15 ayat (1) revisi Undang-Undang Jabatan Notaris

menentukan:

Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang.

Kepastian hukum sebagai jaminan akan perlindungan hukum bagi para

pihak.50

Bertindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku tentunya akan

memberikan kepastian kepada para pihak yang menghadap kepada notaris.

Akta otentik yang dibuat di hadapan atau oleh notaris telah sesuai dengan

aturan hukum yang berlaku, sehingga jika terjadi permasalahan, maka akta

otentik dapat dijadikan sebagai pedoman bagi para pihak.

Pelaksanaan jabatan notaris sebagai pejabat publik yang berwenang

membuat akta otentik guna menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan

hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan yang memerlukan suatu alat

bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau

perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu.

51

Legalitas kewenangan notaris sebagai pejabat publik dalam membuat

50

A. Kohar, Op. Cit., hal. 64. 51

(4)

akta otentik merupakan salah satu cara memberikan kepastian hukum kepada

masyarakat ketika masyarakat membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat

otentik. Jasa notaris dalam proses pembangunan dan proses hukum di

pengadilan merupakan kebutuhan hukum masyarakat yang mendesak, karena

akta otentik yang dibuat notaris adalah bukti sempurna di sidang pengadilan.

Tujuan pelaksanaan tanggung jawab notaris adalah untuk menciptakan

keadilan bagi masyarakat. Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta,

mengatakan keadilan merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari hukum

sebagai perangkat asas dan kaidah yang menjamin adanya keteraturan

(kepastian).52

Implementasi asas kepastian hukum menuntut terpenuhinya hal-hal

sebagai berikut:

Pandangan ini mendasarkan keadilan sebagai tujuan yang

hendak dicapai dari kepastian hukum, dengan perkataan lain kepastian hukum

akan berimplikasi pada keadilan.

53

a. Syarat legalitas dan konstitusionalitas, berarti tindakan pemerintah dan pejabatnya bertumpu pada Perundang-Undangan dalam kerangka konstitusi.

b. Syarat undang-undang menetapkan berbagai perangkat aturan tentang cara pemerintah dan para pejabatnya melakukan tindakan.

c. Syarat Perundang-Undangan hanya mengikat warga masyarakat setelah diundangkan dan tidak berlaku surut (non retroaktif).

d. Peradilan bebas, terjaminnya objektifitas, imparsialitas, adil, dan manusiawi.

Persoalan kepastian hukum bukan lagi semata-mata menjadi tanggung jawab

52

Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 2000), hal. 52-53.

53

(5)

Dalam diktum konsideran Undang-Undang Jabatan Notaris ditentukan

bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menjamin kepastian,

ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan.

Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan

alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau

perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu.

Legalitas kewenangan kepada notaris sebagai pejabat publik dalam

membuat akta otentik merupakan salah satu cara memberikan kepastian

hukum kepada masyarakat ketika masyarakat membutuhkan alat bukti tertulis

yang bersifat otentik. Notaris merupakan pejabat publik yang menjalankan

profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat yang oleh

Undang-Undang Jabatan Notaris diletakkan dasar hukum perlindungan bagi notaris

dan masyarakat yang membutuhkan akta otentik dan jaminan demi

tercapainya kepastian hukum.

Kepastian hukum harus menjadi nilai bagi setiap pihak dalam sendi

kehidupan, di luar peranan negara itu sendiri dalam penerapan hukum legislasi

maupun yudikasi. Setiap orang tidak diperkenankan bertindak semena-mena.

Sehubungan dengan hal tersebut, notaris dalam menjalankan tugas jabatannya

(6)

dengan segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan dalam

akta otektik yang dibuatnya.54

2. Asas Persamaan

Asas persamaan mengharuskan adanya perlakuan yang sama terhadap

semua pihak yang terlibat di dalam pembuatan akta otentik khususnya kepada

para pihak, notaris tidak boleh membeda-bedakan antara satu sama lainnya.

Asas persamaan di hadapan hukum tidak disebutkan secara tegas di dalam

Undang-Undang Jabatan Notaris, akan tetapi dapat dipahami bahwa setiap

pelayanan hukum yang diberikan oleh pejabat umum tidak dibenarkan

membeda-bedakan (tidak berpihak) pelayanan kepada masyarakat yang

membutuhkan.

Larangan tidak berpihak terdapat di dalam Pasal 4 ayat (2)

Undang-Undang Jabatan Notaris mengenai sumpah pada aliena ke-2, Pasal 16 ayat (1)

huruf a revisi Undang-Undang Jabatan Notaris , Penjelasan Pasal 11 ayat (1)

Undang-Undang Jabatan Notaris, Penjelasan Pasal 16 ayat (1) huruf e revisi

Undang-Undang Jabatan Notaris. Sedangkan larangan tidak berpihak terdapat

di dalam Kode Etik Notaris yaitu pada Pasal 3 ayat (4) Kode Etik Notaris.

Sikap tidak berpihak ini mengandung aspek asas persamaan wajib

dilaksanakan oleh setiap notaris.

54

(7)

Oleh karena itu, mengingat profesi notaris merupakan jabatan publik,

maka asas persamaan di hadapan hukum wajib dimiliki dan dilaksanakan oleh

notaris dalam pelaksanaan jabatannya. Bahkan dalam norma dasar yaitu dalam

Undang-Undang Dasar 194555

Negara Indonesia sebagai negara hukum menjamin segala hak warga

negara sama kedudukannya di hadapan hukum dan pemerintahan.

Pelaksanaan tugas dan kewajiban elemen-elemen pemerintahan dilakukan

berdasar pada hukum atau peraturan perundang-undangan.

, asas persamaan diakui dalam konstitusi.

Pengakuan asas persamaan di hadapan hukum demikian menunjukkan bahwa

negara Republik Indonesia merupakan negara hukum (rechstaat).

56

Pada situasi yang

sama setiap orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum, dan pada

situasi yang berbeda diperlukan pula perlakuan yang berbeda. Ketika terjadi

perlakuan yang tidak sama, maka sesungguhnya perlakuan itu merupakan

ketidak-adilan yang serius.57

Sumpah jabatan notaris pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Jabatan

Notaris menentukan, ”bahwa saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan

menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak

berpihak”. Notaris dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya memberikan

pelayanan kepada masyarakat khususnya para penghadap, harus menerapkan

55

Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 ditegaskan: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (amandemen kedua).

56

Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara, (Bandung: Alumni, 1992), hal. 29.

57

(8)

Undang-Undang Jabatan Notaris secara sama pada situasi yang sama saat

pelaksanaan pembuatan akta otentik, tanpa membeda-bedakan mana si kaya

dan si miskin, golongan minoritas maupun mayoritas, warna kulit, laki-laki

maupun perempuan.

Asas persamaan di hadapan hukum disebutkan secara tegas dalam

Pasal 3 ayat (16) Kode Etik Profesi Notaris, ditentukan, “Notaris dan orang

lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris wajib: memperlakukan

setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi

dan/atau status sosialnya”. Menurut Habib Adjie, ada beberapa hal yang

dikecualikan, notaris boleh menolak memberikan pelayanan jasa dalam

membuat akta otentik, antara lain:58

a. Jika notaris sakit sehingga, dipastikan tidak dapat memberikan jasanya. b. Jika notaris cuti karena sebab yang sah.

c. Jika notaris karena kesibukannya sehingga tidak dapat meyalani yang lain. d. Jika surat-surat yang diperlukan untuk membuat akta tidak diserahkan

kepada notaris.

e. Jika penghadap atau saksi yang diajukan oleh penghadap tidak dikenal oleh notaris atau tidak dapat diperkenalkan kepadanya.

f. Jika yang berkepentingan tidak mau membayar bea materai yang diwajibkan.

g. Jika karena pemberian jasa tersebut, notaris melanggar sumpahnya atau melakukan perbuatan melanggar hukum.

h. Jika pihak-pihak menghendaki notaris membuat akta dalam bahasa yang tidak disukainya dengan bahasa yang tidak jelas, sehingga notaris tidak mengerti apa yang dikehendaki oleh penghadap.

58

(9)

Berdasarkan hal-hal yang mendasar dasar penolakan di atas,

pengecualian asas persamaan dapat dipahami karena hal tersebut dibenarkan

oleh hukum. Filosofinya adalah tidak semua hak akan dibenarkan oleh hukum

tetapi hukum di dalam negara hukum harus pula membatasi hak-hak manusia

dengan tujuan menciptakan suatu ketertiban dan keteraturan.

Konsekuensinya adalah jika notaris akan menolak memberikan

jasanya kepada yang membutuhkannya, maka penolakan tersebut harus

merupakan penolakan hukum atau dibenarkan oleh hukum, harus ada alasan

atau argumentasi hukum yang jelas dan tegas sehingga pihak yang bersangga

pihak yang bersangkutan dapat memahaminya.59

Notaris dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak

membedakan satu sama lain berdasarkan ekonomi, status sosial, dan lain-lain.

Bahkan notaris diwajibkan memberikan jasa hukum secara cuma-cuma,

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 37 revisi Undang-Undang Jabatan

Notaris, notaris wajib memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan secara

cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu dan Notaris yang melanggar

ketentuan sebagaimana yang dimaksud dapat dikenai sanksi berupa peringatan

lisan, peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentia dengan

hormat, pemberhentian dengan tidak hormat. Menurut Habib Adji, hanya

59

(10)

alasan hukum yang boleh dijadikan dasar bahwa notaris tidak dapat

memberikan jasa hukum kepada para penghadap.60

3. Asas Kepercayaan

Jabatan notaris merupakan jabatan kepercayaan yang harus selaras

dengan kewajiban menjalankan tugas jabatan notaris dan posisi notaris itu

sendiri sebagai orang yang dapat dipercaya. Pentingnya profesionalisme

notaris karena posisi notaris dalam hal ini sebagai pemegang amanah

(trustee), maka harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang

kepercayaan.

Teori yang melandasi ini dikenal dengan fiduciary duty theory adalah

suatu teori tentang penerapan kewajiban yang telah ditetapkan dalam

undang-undang bagi seseorang yang memanfaatkan orang lain berkenaan dengan

kepentingan pribadi orang lain yang diurus oleh pribadi lainnya untuk

sesaat.61

Posisi trustee mempunyai kewajiban melaksanakan amanah

berdasarkan suatu standar kewajiban (standard of duty) yang paling tinggi

sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dinyatakan oleh hukum. Seseorang

60

Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hal. 32.

61

(11)

pemegang kepercayaan (trustee) harus didasarkan pada kepercayaan dan

kerahasiaan (trust and confidence) yang meliputi ketelitian (scrupulous),

itikad baik (good faith), dan keterusterangan (candor). Hubungan dalam

fiduciary seperti pengurus atau pengelola, pengawas, wakil atau wali, dan

pelindung (guardian), termasuk juga di dalamnya seorang lawyer yang

mempunyai hubungan fiduciary dengan client-nya.62

Seseorang yang memiliki tugas kepercayaan manakala seseorang itu

memiliki kapasitas. Tugas yang dijalankannya bukan untuk dirinya tetapi

untuk kepentingan orang lain.

Jelas berdasarkan teori ini posisi notaris adalah sebagai pemegang

kepercayaan (rustee). Kedudukan notaris diangkat berdasarkan

undang-undang, melaksanakan tugas dan kewajiban berdasarkan undang-undang-undang, dan

diberhentikan juga didasarkan pada undang-undang. Kewajiban notaris

sebagai trustee jelas ditentukan dalam Pasal 16 ayat 1 huruf f revisi

Undang-Undang Jabatan Notaris, yaitu notaris wajib merahasiakan segala sesuatu

mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna

pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang

menentukan lain.

63

62

Ibid, hal. 5. 63

Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 31 dan hal 32.

Hubungan antara orang yang dipercaya

(12)

hubungan kepercayaan.64 Kepercayaan menghendaki kepedulian (care), loyal

(loyality), itikad baik (good faith), kejujuran (honesty), keterampilan (skill)

dalam derajat atau standar yang tinggi.65

Notaris sebagai jabatan kepercayaan wajib menyimpan rahasia

mengenai akta otentik yang dibuatnya, merahasiakan keterangan atau

pernyataan-pernyataan para pihak yang diperoleh dalam pembuatan akta

otentik tersebut, kecuali undang-undang memerintahkannya untuk membuka

rahasia tersebut dan memberikannya keterangan atau penjelasan kepada pihak

berwajib yang memintanya.

Penekanan asas kepercayaan ini

dimaksudkan untuk menghindari terjadinya ketidakpercayaan masyarakat

terhadap kepribadian notaris dalam pelaksanaan jabatannya.

66

64

Ibid, hal. 33. 65

Ibid, hal. 33-34. 66

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia…..Op. cit., hal. 89.

Asas kepercayaan terkandung dalam sumpah jabatan notaris,

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Jabatan

Notaris , menentukan ”Bahwa saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan

merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan

jabatan saya”. Kepercayaan berarti menghendaki saling percaya dengan

konsekeunsi tidak saling membuka rahasia yang dalam hal ini sebagai

pemegang rahasia klien adalah notaris, maka notaris yang wajib merahasiakan

(13)

Bahkan kerahasiaan diwajibkan dalam Pasal 16 ayat (1) revisi

Undang-Undang Jabatan Notaris bahwa dalam menjalankan jabatannya,

“Notaris berkewajiban: merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang

dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai

dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain”.

Namun kerahasiaan bukanlah mutlak bagi notaris tetapi ada pula hak ingkar

bagi notaris untuk mengungkap rahasia itu dalam hal yang dibenarkan oleh

peraturan perundang-undangan.67

4. Asas Kehati-hatian

Asas kehati-hatian merupakan asas terpenting yang wajib diterapkan

dalam kegiatan usahanya berdasarkan kepercayaan, lazimnya diterapkan pada

dunia usaha perbankan yang disebut sebagai prudential banking, tujuannya

untuk menghindari terjadinya ketidakpercayaan masyarakat terhadap dunia

perbankan, maka asas kehati-hatian ini sebagai cara memberikan perlindungan

hukum bagi nasabah penyimpan terhadap kemungkinan terjadinya kerugian.68

67

Putri A.R., Op. cit., hal. 27-28. 68

(14)

Penerapan asas kehati-hatian sebagai upaya pencegahan yang bersifat internal

oleh bank yang bersangkutan.69

Pelaksanaan asas kehati-hatian atau asas kecermatan ini merupakan

asas yang wajib dalam Pasal 16 ayat (1) revisi Undang-Undang Jabatan

Notaris. Asas kecermatan bagi notaris dalam pembuatan akta, diwajibkan: Asas kehati-hatian dapat disandingkan dengan asas kepercayaan, sebab

asas kehati-hatian dilaksanakan sehubungan dengan adanya orang percaya

kepada orang lain. Sehingga asas kehati-hatian ini menghendaki seseorang

dalam melaksanakan tugas, kewajiban, dan wewenang yang dinyatakan oleh

hukum berdasarkan ketelitian dan mewajibkan bertindak seksama.

Ternyata dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a revisi Undang-Undang

Jabatan Notaris, ditemukan asas ini sebagai penafsiran dari bertindak

seksama. Selengkapnya ditentukan dalam pasal tersebut, adalah: ”Dalam

menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban: bertindak amanah, jujur,

saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait

dalam perbuatan hukum”. Bertindak seksama menjadi tumpuan asas

kehati-hatian yang dimaksudkan di sini bersinonim dengan kecermatan.

70

a. Mengenali para penghadap berdasarkan identitas yang diperlihatkan kepada notaris.

b. Menanyakan, kemudian mendengarkan dan mencermati keinginan atau kehendak para penghadap.

69

Ibid., hal. 146. 70

(15)

c. Memeriksa bukti surat yang berkaitan dengan keinginan atau kehendak para penghadap.

d. Memberikan saran dan membuat kerangka akta untuk memenuhi keinginan atau kehendak para penghadap.

e. Memenuhi segala teknik administratif pembuatan akta notaris, seperti: pembacaan, penandatanganan, memberikan salinan, dan pemberkasan untuk minuta.

f. Melakukan kewajiban lain yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan notaris.

Dalam pelaksanaan asas kehati-hatian atau asas kecermatan, notaris

wajib mempertimbangkan, melihat, memeriksa, semua dokumen yang

diperlihatkan para penghadap kepadanya sebelum membuat akta otentik yang

diperlukan para penghadap. Termasuk meneliti semua bukti yang ada,

mendengarkan keterangan, dan pernyataan para penghadap. Keputusan yang

diberikan notaris harus didasarkan pada argumentasi yuridis ketika

menjelaskan prosedural kepada para penghadap, termasuk menjelaskan

masalah-masalah hukum yang timbul di kemudian hari.71

5. Asas Profesionalitas

Pelaksanaan asas kehati-hatian selain kewajiban notaris merupakan

satu di antara cara pemberian perlindungan tidak langsung diberikan oleh

notaris kepada para pihak atau para penghadap untuk mengantisipasi

timbulnya risiko di kemudian hari baik risiko bagi para pihak maupun bagi

notaris itu sendiri, baik risiko kerugian materil maupun risiko immateril dan

risiko hukum.

71

(16)

Pengertian profesi adalah bidang pekerjaan dengan keahlian khusus

dan dilandasai pendidikan keahlian, keterampilan, dan kejujuran.72 Notaris

merupakan jabatan yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada

masyarakat khususnya dalam pembuatan akta otentik.73 Berdasarkan

Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris, maka notaris merupakan satu

di antara profesi hukum yang lain.74 Seseorang dikatakan telah profesional,

dipersyaratkan:75

a. Mempunyai keterampilan tinggi dalam suatu bidang pekerjaan, mahir dalam mempergunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.

b. Mempunyai ilmu pengetahuan yang cukup memadai, pengalaman yang memadai dan memiliki kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah, peka dalam membaca siituasi, cepat dan cermat dalam mengambil keputusan yang terbaik untuk kepentingan organisasi.

c. Mempunyai kemampuan untuk mengantisipasi segala permasalahan yang terbentang dihadapannya.

d. Mempunyai sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka untuk menyimak dan menghargai pendapat orang lain, cermat dalam memiliki hal terbaik bagi perkembangan pribadinya.

Liliana Tedjasaputro, mengatakan bahwa, sebagai perilaku profesi

memiliki unsur-unsur sebagai antara lain:76

a. Memiliki integeritas moral yang tinggi;

b. Harus jujur terhadap klien maupun terhadap diri sendiri;

72

Supriadi, Op. Cit., hal. 16. 73

Diktum Dalam Konsideran huruf c Undang-Undang Jabatan Notaris. 74

Supriadi, Op. Cit., hal. 19. 75

Putri A.R., Op. cit., hal. 30. 76

(17)

c. Sadar akan batas-batas kewenangannya; dan

d. Tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan uang.

Profesionalisme menghendaki bagi notaris harus peka, tanggap,

mempunyai ketajaman berfikir, dan mampu memberikan analisis yang tepat

terhadap setiap peristiwa hukum dan sosial yang muncul sehingga dengan

begitu akan menumbuhkan sikap keberanian dalam mengambil tindakan yang

tepat.77 Keberanian yang dimaksud di sini adalah keberanian untuk melakukan

perbuatan hukum yang benar sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku di samping itu notaris dapat menolak dengan tegas pembuatan akta

yang bertentangan dengan hukum, moral, etika, dan kepentingan umum.78

B. Kewenangan Notaris Membuat Akta Otentik

Asas profesionalitas dalam profesi notaris mengutamakan keahlian

(keilmuan) notaris untuk menjalankan tugas jabatannya berdasarkan

Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Notaris harus dilengkapi

dengan berbagai keahlian dan ilmu pengetahuan serta ilmu-ilmu lainnya yang

diintegrasikan dalam pelaksanaan jabatannya. Profesional menghendaki

seorang notaris tidak boleh menyalahgunakan wewenang atau melakukan

tindakan yang bukan merupakan tugas dan wewenangnya.

Jabatan notaris adalah jabatan umum dan notarisnya sendiri disebut

sebagai pejabat umum. Pengaturannya ditentukan dalam Pasal 1 angka 1

77

Wawan Setiawan, Op. Cit., hal. 25. 78

(18)

revisi Undang-Undang Jabatan Notaris, bahwa, “Dalam undang-undang ini

yang dimaksud dengan notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk

membuat akta otentik dan memilki kewenangan lainnya sebagaimana

dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan Undang-Undang

lainnya”. Dalam ketentuan ini terkandung bahwa ada 2 (dua) wewenang

notaris pertama, membuat akta otentik dan kedua kewenangan lainnya.

Pejabat publik (openbare ambtenaren) yaitu pejabat yang diserahi

tugas untuk membuat akta otentik yang melayani kepentingan publik,

kualifikasi seperti ini diberikan kepada pejabat tata usaha negara. Tetapi

pejabat publik yang dimaksud untuk notaris bukan dalam kategori sebagi

pejabat tata usaha negara. Notaris sebagai pejabat publik dikecualikan sebab

makna publik bagi notaris diartikan bermakna hukum. Sedangkan publik bagi

pejabat tata usaha negara bermakna khalayak hukum.79

Notaris sebagai pejabat publik dikecualikan karena tugasnya sengaja

dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu

(kewenanganya) membantu masyarakat (publik) yang membutuhkan alat

bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaaan, peristiwa atau

perbuatan hukum.

80

79

Habib Adjie, Sanksi Perdata,.Op. cit., hal. 31. 80

Nuzuarlita Permata Sari Harahap, Pemanggilan Notaris Oleh Polri Berkaitan Dengan Akta Yang Dibuatnya, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2011), hal. 64.

Notaris berbeda dari pejabat publik lainnya karena notaris

(19)

atas sesuatu hal tertentu. Pejabat publik misalnya Camat, Notaris, Kepolisian,

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Pejabat Lelang, dan lain-lain.81

1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Notaris sebagai pejabat umum berwenang antuk membuat akta otentik

sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum

lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan

perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan

perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan

notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan,

juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan

hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan

hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus, bagi masyarakat secara

keseluruhan.

Kewenangan notaris dicantumkan dalam Pasal 15 ayat (1), (2), dan (3)

revisi Undang-Undang Jabatan Notaris yang menentukan wewenang utama

notaris adalah membuat akta otentik dan wewenang lainnya. Pasal 15

Undang-Undang Jabatan Notaris, ditentukan:

81

(20)

2. Notaris berwenang pula:

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan

akta;

f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g. Membuat akta risalah lelang.

3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan

diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku dan mengatur jabatan yang bersangkutan. Setiap wewenang ada

batasannya sebagaimana wewenang notaris yang tercantum dalam Pasal 15

revisi Undang-Undang Jabatan Notaris di atas.82

Berdasarkan Pasal 15 revisi Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut

di atas, maka kewenangan notaris dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) Oleh karena wewenang yang

ditentukan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, maka notaris memperoleh

wewenangnya secara atribusi karena diperintahkan atau dilahirkan oleh

wewenang baru dalam undang-undang yaitu Undang-Undang Jabatan Notaris.

82

(21)

yaitu: kewenangan umum notaris, kewenangan khusus, dan kewenangan yang

ditentukan kemudian. Kewenangan umum notaris adalah membuat akta

otentik.83

Akta yang dibuat oleh notaris sebagai pejabat umum dinamakan akta

otentik. Sebagaimana Pasal 1868 KUH Perdata menentukan bahwa, akta

otentik dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa

untuk itu di mana akta dibuatnya. Suatu akta dikatakan sebagai akta otentik

jika terpenuhi syarat-syarat yaitu:84

1. Akta yang dibuat di hadapan pegawai umum yang ditunjuk oleh

Undang-Undang.

2. Bentuk akta dan tata cara membuat akta ditentukan oleh

Undang-Undang.

3. Akta tersebut di buat di tempat di mana pejabat yang berwenang itu

membuat akta.

Wewenang utama notaris adalah membuat akta otentik, tetapi tidak

semua pembuatan akta otentik menjadi wewenang notaris. Akta yang dibuat

oleh pejabat lain bukan menjadi wewenang notaris, seperti akta kelahiran,

pernikahan, dan perceraian dibuat oleh pejabat selain notaris. Akta otentik

yang berwenang dibuat oleh notaris antara lain: membuat akta otentik

83

Zilpiero, “Kewenangan, Kewajiban, dan Larangan Notaris Dalam UUJN”, http://zulpiero.wordpress.com/2010/04/26/kewenangan-kewajiban-dan-larangan-notaris-dalam-uujn/, diakses tanggal 1 Juli 2013.

84

(22)

mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh

peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang

berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik.

Sedangkan kewenangan khusus notaris dalam Pasal 15 ayat (2) revisi

Undang-Undang Jabatan Notaris, antara lain:

1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

2. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; 5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; 6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

7. Membuat akta risalah lelang.

Terdapat pula kewenangan khusus notaris lainnya yaitu membuat akta

dalam bentuk in originali, yaitu akta-akta:85

1. Pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun.

2. Penawaran pembayaran tunai.

3. Protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga. 4. Akta kuasa.

5. Keterangan kepemilikan.

6. Akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Kewenangan membuat akta in originali tersebut di atas tidak

dimasukkan dalam wewenang khusus dalam Pasal 15 ayat (2) revisi

Undang-Undang Jabatan Notaris, tetapi wewenang ini dimasukkan menjadi kewajiban

85

(23)

notaris sebagaimana dalam Pasal 16 ayat (3) revisi Undang-Undang Jabatan

Notaris. Menurut Habib Adjie, dilihat secara substansi Pasal 16 ayat (3) revisi

Undang-Undang Jabatan Notaris harus dimasukkan menjadi kewenangan

khusus notaris ke dalam Pasal 15 ayat (2) revisi Undang-Undang Jabatan

Notaris sebab tindakan hukum yang dilakukan oleh notaris dipastikan

membuat akta tertentu dalam bentuk in originali.

Selain wewenang khusus tersebut, notaris juga memiliki kewenangan

khusus lainnya seperti yang ditentukan dalam Pasal 51 revisi Undang-Undang

Jabatan Notaris, yaitu Notaris berwenang membetulkan kesalahan tulis

-dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada Minuta Akta yang telah

ditandatangani dengan cara membuat berita acara dan memberikan catatan

tentang hal tersebut pada minuta akta asli dengan menyebutkan tanggal dan

nomor akta berita acara pembetulan, serta membuat salinan akta berita acara

pembetulan tersebut wajib disampaikan kepada para pihak. Pelanggaran

terhadap ketentuan diatas mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai

kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan dan dapat menjadi alasan

bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti

rugi, dan bunga kepada Notaris.

Kewenangan notaris yang akan ditentukan kemudian terdapat pada

Pasal 15 ayat (3) revisi Undang-Undang Jabatan Notaris, mengandung prinsip

ditentukan kemudian (ius constituendum) berdasarkan ketentuan

(24)

Tentunya kewenangan itu bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan

oleh legislatif maupun eksekutif atau keputusan badan atau pejabat tata usaha

negara di tingkat pusat dan daerah mengikat secara umum.86

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepada Badan

Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1998 tentang Pelimpahan Wewenang

Pengangkatan dan Pemberhentian Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta

Tanah, menentukan, dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Permen ini, Camat juga dapat

diangkat sebagai PPAT jika di daerah kerja Camat yang bersangkutan dalam

daerah kabupaten/kota yang formasi PPAT-nya dinyatakan masih belum

tertutup, dan BPN berwenang memberhentikan Camat sebagai pejabat

PPAT.

Selain itu, terdapat perluasan kewenangan notaris dalam membuat akta

otentik pada Pasal 15 ayat (2) huruf f revisi Undang-Undang Jabatan Notaris

yaitu membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan. Padahal telah ada

Pejabat Pembuat Akta Tanah maupun Camat juga diperkenankan untuk

membuat akta tanah, walaupun seyogiayanya kewenangan utama Camat

bukanlah untuk membuat akta tanah melainkan pada pokoknya untuk

memberikan pelayanan umum di bidang pemerintahan administrasi dan

kependudukan kepada masyarakat.

87

86

Ibid., hal. 83. 87

(25)

Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan tertentu harus ada

aturan hukumnya. Sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik

dan tidak bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Jika seorang notaris

melakukan tindakan di luar wewenangnya yang telah ditentukan, maka dapat

dikategorikan bahwa perbuatannya itu adalah perbuatan melanggar hukum.88

1. Akta pengakuan anak di luar kawin (Pasal 281 BW).

Sebagaimana di atas bahwa wewenang utama notaris adalah membuat

akta dan akta yang dibuatnya merupakan akta otentik. Selain wewenang

notaris yang ditentukan dalam Pasal 15 revisi Undang-Undang Jabatan

Notaris, ada lagi wewenang lainnya yang terdapat di luar atau selain revisi

Undang-Undang Jabatan Notaris, yaitu berwenang membuat:

2. Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik (Pasal

1227 BW).

3. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi

(Pasal 1405 dan 1406 BW).

4. Akta protes wesel dan cek (Pasal 143 dan Pasal 218 WvK).

5. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) (Pasal 15 ayat

(1) UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah

Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah).

88

(26)

Terkait kewenangan yang terakhir tentang pembuatan SKMHT

ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan

Dengan Tanah, ditentukan bahwa, SKMHT wajib dibuat dengan akta notaris

atau akta PPAT dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:89

1. Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan hak tanggungan;

2. Tidak memuat kuasa substitusi;

3. Mencantumkan secara jelas obyek hak tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitor apabila debitor bukan pemberi hak tanggungan.

Ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan

Dengan Tanah, jelas menentukan suatu kewajiban bagi notaris atau PPAT

untuk membuat SKMHT. SKMHT mengenai hak atas tanah yang sudah

terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan

(APHT) selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan.

SKMHT mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti

dengan pembuatan APHT selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah

diberikan. Ketentuan ini tidak berlaku dalam hal SKMHT diberikan untuk

menjamin kredit tertentu yang ditetapkan dalam peraturan

89

(27)

undangan yang berlaku. SKMHT yang tidak diikuti dengan pembuatan APHT

dalam waktu yang ditentukan, batal demi hukum.90

C. Pengaturan Kewajiban dan Larangan Bagi Notaris Berdasarkan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

Kewajiban adalah segala bentuk beban yang diperintahkan oleh hukum

kepada orang atau badan hukum.91 Kewajiban notaris merupakan sesuatu

yang wajib dilakukan oleh notaris yang diperintahkan oleh revisi

Undang-Undang Jabatan Notaris dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Konsekuensi dari kewajiban adalah, jika tidak dilakukan atau dilanggar, maka

atas pelanggaran tersebut akan dikenakan sanksi hukum terhadap notaris.92

1. Kewajiban Notaris Menurut revisi Undang-Undang Nomor.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Kewajiban notaris selain sebagai kewajiban hukum, juga sebagai

kewajiban moral. Sebab Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris

menentukan bahwa sebelum menjalankan jabatannya, notaris wajib

mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya di hadapan Menteri atau

pejabat yang ditunjuk. Konsekuensi dari pengucapan sumpah/janji untuk

melaksanakan kewajiban sesungguhnya seseorang yang disumpah terikat

90

Pasal 15 ayat (6) UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

91

M. Marwan dan Jimmy P., Kamus Hukum, (Surabaya: Reality Publisher, 2009), hal. 361.

92

(28)

hubungan moralitas dengan tuhannya. Itu berarti mengandung selain sanksi

hukum juga mengandung sanksi moral.

Sumpah/janji notaris sebagaimana ditentukan Pasal 4 ayat (2)

Undang-Undang Jabatan Notaris, “Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya,

dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi,

kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris”. Jika notaris

ternyata tidak menjalankan sumpah/janjinya, maka notaris telah nyata-nyata

melanggar sumpah, dan setiap orang yang bersumpah akan berimplikasi pada

dosa bukan sanksi hukum saja.

Sesuai dengan apa yang disumpahkan/dijanjikan notaris pada saat

pengambilan sumpah/janjinya, maka kewajiban notaris yang akan

dijalankannya itu ditentukan dalam Pasal 16 revisi Undang-Undang Jabatan

Notaris, sebagai berikut:

(1) Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban:

a. Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum; b. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai

bagian dari protokol notaris;

c. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta.

d. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta berdasarkan minuta akta;

e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;

(29)

tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;

h. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;

i. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan;

j. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke daftar pusat wasiat departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) had pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;

k. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;

l. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara republik indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

m.Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris;

n. Menerima magang calon notaris.

(2) Kewajiban menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan akta dalam bentuk Akta in originali.

(3) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah akta: a. Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun;

b. Akta penawaran pembayaran tunai;

c. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;

d. Akta kuasa;

e. Akta Keterangan kepemilikan; atau

f. Akta lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang sama, dengan ketentuan pada setiap akta tertulis kata-kata “BERLAKU SEBAGAI SATU DAN SATU BERLAKU UNTUK SEMUA”.

(5) Akta in originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.

(6) Bentuk dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

(30)

dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris.

(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 7 dikecualikan terhadap pembacaan kepala Akta, komparisi, penjelasan pokok Akta secara singkat dan jelas serta penutup Akta.

(9) Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dan ayat 7 tidak terpenuhi, Akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta dibawah tangan.

(10) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak berlaku untuk pembuatan Akta Wasiat.

(11) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi berupa :

a. Peingatan tertulis.

b. Pemberhentian sementara.

c. Pemberhentian dengan hormat.

d. Pemberhentian dengan tidak hormat.

(12)Selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (11) , pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf j dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.

(13) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis.

Kewajiban notaris pada umumnya adalah memberikan pelayanan

kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan dijiwai oleh Pancasila,

sadar dan taat kepada hukum dan peraturan perundang-undangan, revisi

Undang-Undang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris, sumpah jabatan dengan

(31)

jawab.93

1. Memiliki moral, ahlak, sera kepribadian yang baik

Secara khusus kewajiban notaris diatur dalam revisi Undang-Undang

Jabatan Notaris, dan Kode Etik Notaris sesuai dengan sifat munculnya

kewenangan notaris dilahirkan karena undang-undang (kewenangan atribusi).

Pada Pasal 3 Kode Etik maka Notaris dan orang lain yang memangku

jabatan Notaris wajib :

2. Menghormati dan menjunjung harkat dan martabat Jabatan Notaris 3. Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan

4. Bertindak jujur, m,andirir, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan perundangundangan dan isis sumpah jabatan Notaris.

5. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang te;lah dimilikitidak terbatas pada ilmu pengetahuan dan HUKUM kenotariatan.

6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara

7. Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotarisan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium.

8. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tuigas jabatan sehari-hari

9. Memasang satu buah papan nama didepan/di lingkungan kantornya dengan pilih ukuran yaitu 100cmx40cm, 150cmx60cm atau 200cmx80cm yang memuat : Nama lengkap dan gelar yang sah, tanggal dan nomor surat pengangkatan, tempat kedudukan, alamat kantor dan nomor telpon dan fax

10.Hadir berpartisipasi dan ikut dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh perkumpulan, menghormati, memeatuhi, dan me;laksanakan setiap keputusan perkumpulan

11.Membayar uang iuran perkumpulan secara lengkap 12.Membayar uang duka untuk membantu ahli waris Notaris

13.Mematuhi dan melaksanakaan semua ketentuan tentang honorarium yang ditetapkan perkumpulan

14.Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pewmbuatan, pembacaan dan penandatanganan akta yang dilakukan di kantornya kecuali karena alsanalsan yang sah

93

(32)

15.Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari

16.Memperlakukan klien yang dating dengan baik, tidak membedakan status ekonomi atau status social

17.Melakukan prbuatan-prvbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam :

a. Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang revisi Undang-Undang Jabatan Notaris

b. Penjelasan Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang revisi Undang-Undang Jabatan Notaris

c. Isi Sumpah Jabatan Notaris

d. Anggaran Dasar dan anggaran rumah tangga Ikatan Notaris Indonesia.

Terhadap akta yang dibuat dengan tidak melaksanakan ketentuan Pasal

16 ayat (1) huruf m revisi Undang-Undang Jabatan Notaris, tidak dapat

dijatuhi sanksi yang terdapat pada Pasal 84 dan Pasal 85 Undang-Undang

Jabatan Notaris.94

94

Pasal 84 UUJN menentukan:

Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i, Pasal 16 ayat (1) huruf k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, atau Pasal 52 yang mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan Bunga kepada Notaris.

Pasal 85 UUJN menentukan:

Pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 16 ayat (1) huruf a, Pasal 16 ayat (1) huruf b, Pasal 16 ayat (1) huruf c, Pasal 16 ayat (1) huruf d, Pasal 16 ayat (1) huruf e, Pasal 16 ayat (1) huruf f, Pasal 16 ayat (1) huruf g, Pasal 16 ayat (1) huruf h, Pasal 16 ayat (1) huruf i, Pasal 16 ayat (1) huruf j, Pasal 16 ayat (1) huruf k, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 27, Pasal 32, Pasal 37, Pasal 54, Pasal 58, Pasal 59, dan/atau Pasal 63, dapat dikenai sanksi berupa:

Pelanggaran terhadap Pasal 16 ayat (1) huruf m revisi

Undang-Undang Jabatan Notaris,tidak dapat dikenakan sanksi bahwa akta

yang dibuatnya hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di

a. Teguran lisan; b. Teguran tertulis;

c. Pemberhentian sementara;

(33)

bawah tangan atau akta tersebut tidak menjadi batal demi hukum. Tentunya

jika akta batal demi hukum tetapi pelanggaran terhadap Pasal 16 ayat (1)

huruf m revisi Undang-Undang Jabatan Notaris dapat dikenai sanksi

sebagaimana yang diatur pada Pasal 9 revisi Undang-Undang Jabatan Notaris

, maka hal ini akan merugikan kepada para pihak padahal pelanggarannya

hanya karena akta tidak dibacakan di hadapan para pihak.

Pasal 16 ayat (1) huruf m revisi Undang-Undang Jabatan Notaris

meskipun termasuk sebagai kewajiban notaris tetapi jika notaris tidak

melakukannya, maka terhadap notaris tidak dapat dikenakan sanksi apapun.95

Berarti berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dalam kasus perkara

aquo “mengirimkan akta” dan “tidak dibacakannya akta di hadapan para

penghadap” tidak dapat dijadikan ukuran pelanggaran kewajiban sebagaimana

dimaksud dalam revisi Undang-Undang Jabatan Notaris. Pelanggaran

kewajiban “mengirimkan akta” hanya berlaku untuk “pembuatan daftar akta

yang berkenaan dengan wasiat” (Pasal 16 ayat 1 huruf i dan huruf j revisi Jika notaris tidak membacakan akta di hadapan para penghadap dengan

dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat

itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris, maka notaris tidak bisa dikenakan

sanksi apapun. Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 setelah

adanya revisi Undang-Undang maka Notaris dikenakan sanksi sesuai dengan

Pasal 9 revisi Undang-Undang Jabatan Notaris.

95

(34)

Undang-Undang Jabatan Notaris) yang sanksinya kemungkinan dapat

mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai

akta di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum (Pasal 84

Undang-Undang Jabatan Notaris) atau terhadap notaris dapat dikenai sanksi

berupa: teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara,

pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat

(Pasal 85 Undang-Undang Jabatan Notaris).

Tetapi untuk sanksi akibat pelanggaran karena “tidak dibacakannya

akta di hadapan para penghadap”, jika diperhatikan ketentuan Pasal 84 dan

Pasal 85 Undang-Undang Jabatan Notaris tidak dapat dikenakan sanksi

kepada notaris atau terhadap akta tersebut. Anehnya majelis hakim dalam

Putusan Nomor: 09/Pdt.G/2010/PN-Mbo, memutuskan terhadap perbuatan

para tergugat (I, II, dan II) dijatuhkan putusan “perbuatan melawan hukum”.

Tidak jelas “perbuatan melawan hukum” yang mana yang dimaksudkan oleh

majelis hakim. Putusan tersebut tidak menentukan apakah melanggar hukum

sebagaimana dalam Undang-Undang Jabatan Notaris atau sebagaimana dalam

KUH Perdata.

Jika notaris tersebut “tidak membacakan akta di hadapan para

penghadap”, juga tidak berakibat diperolehnya sanksi bagi notaris yang

beritikad baik, tetapi “tidak membacakan akta di hadapan para penghadap”

dapat dijadikan pula sebagai pertimbangan hakim untuk memperkuat

(35)

“dikirimkannya akta” dan “tidak dibacakannya akta di hadapan para

penghadap”. Padahal pembacaan akta di hadapan para penghadap merupakan

satu di antara kewajiban-kewajiban notaris.

Pembacaan akta di hadapan para penghadap berdasarkan Pasal 16 ayat

1 huruf m revisi Undang-Undang Jabatan Notaris adalah kewajiban notaris.

Hal ini berarti merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan. Dalam

praktiknya pembacaan akta di hadapan para penghadap memberikan manfaat

baik terhadap notarisnya sendiri, terhadap para penghadap, maupun terhadap

akta itu sendiri karena dapat meminimalisir kemungkinan adanya kesalahan

penulisan atau kesalahan isi akta. Sehingga akta yang dibuat dengan

benar-benar sesuai dengan kehendak dan maksud para penghadap.

Pasal 16 ayat (7) revisi Undang-Undang Jabatan Notaris menentukan: “Pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris”.

Ketentuan di atas berarti pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada

ayat 16 ayat (1) huruf m revisi Undang-Undang Jabatan Notaris tidak wajib

dilakukan jika dikehendaki oleh para penghadap agar akta tidak dibacakan

karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya,

(36)

akta) serta pada setiap halaman minuta akta diparaf oleh penghadap, saksi,

dan notaris.

Prinsip pernyataan kehendak adalah penting dalam pembuatan akta

artinya notaris akan melaksanakan tugas dan kewajibannya jika apa yang

dikehendaki para penghadap untuk dibuatkan aktanya yang dibenarkan oleh

hukum, maka notaris tersebut wajib melaksanakan hal itu, termasuk kehendak

para pihak untuk membacakan akta tersebut di hadapan para penghadap.

Muatan Pasal 15 ayat (1) revisi Undang-Undang Jabatan Notaris

mengandung kewenagan notaris membuat akta otentik mengenai semua

perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan

perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan

untuk dinyatakan dalam akta otentik. Selanjutnya Pasal 38 ayat (3) huruf c

revisi Undang-Undang Jabatan Notaris menentukan bahwa badan akta

memuat isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang

berkepentingan.

Mengenai pembacaan akta memiliki arti dan tujuan pembacaan akta di

hadapan para penghadap, menurut Nuzuarlita Permata Sari Harahap:96

Pembacaan akta notaris, merupakan kewajiban di mana pembacaan akta dilakukan di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang berjumlah paling sedikit 2 (dua) orang. Pembacaan ini tidak diwajibkan kepada notaris, apabila penghadap telah membaca sendiri dan mendapat penjelasan dari notaris serta mengetahui isi dari akta

96

(37)

tersebut, dengan persyaratan khusus bahwa pada setiap halaman menita akta itu wajib dibubuhkan paraf para penghadap dan saksi-saksi serta notaris. Pembacaan yang dilakukan oleh notaris maupun dibaca sendiri oleh para penghadap, bertujuan agar para penghadap yang menandatangani akta mengerti aka isi dari akta tersebut sehingga akta notaris benar-benar membuat kehendak atau sesuai dengan kehendak mereka yang menandatangani.

Kewajiban notaris membacakan akta atau tidak dibacakan harus

dicantumkan pada pada bagian akhir akta. Tujuannya agar masing-masing

pihak mengetahui apakah pada waktu pembuatan akta tersebut dibacakan atau

tidak. Hal ini juga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi majelis hakim

yang memeriksa akta tersebut dalam pembuktian. Oleh karena sudah

dibacakan, maka masing-masing para penghadap dianggap sudah tahu isi akta

tersebut.

Undang-Undang Jabatan Notaris menganut prinsip kewajiban ingkar

(verschoningsplicht) bagi notaris.97

1. Siapa yang ada pertalian kekeluargaan darah dalam garis samping dalam derajat kedua atau semenda dengan salah satu pihak;

Kewajiban ingkar notaris diatur dalam

Pasal 1909 BW. Notaris yang diminta sebagai saksi dapat menolak atau

dibebaskan dari kewajibannya untuk memberikan kesaksian sebagaimana

dalam Pasal 1909 BW, bila menyangkut:

2. Siapa yang ada pertalian darah dalam garis lurus tidak terbatas dan dalam garis samping dalam derajat kedua dengan suami atau istri salah satu pihak;

97

(38)

3. Segala siapa yang karena kedudukannya, pekerjaannya atau jabatannya menurut undang-undang diwajibkan merahasiakan sesuatu, namun hanyalah semata-mata mengenai hal-hal yang pengetahuannya dipercayakan kepadanya sebagai demikian.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1909 BW tersebut tampak ketentuan pada

Pasal 1909 ayat (3) BW dibolehkan bagi notaris diwajibkan merahasiakan

segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya. Notaris sebagai saksi dapat

meminta dibebaskan dari kewajibannya untuk memberikan kesaksian, karena

jabatannya menurut Undang-Undang yang diwajibkan untuk

merahasiakannya.

Notaris mempunyai kewajiban ingkar bukan untuk kepentingan diri

notaris, tetapi untuk kepentingan para pihak (klien) yang telah

mempercayakan kepada notaris, bahwa notaris dipercaya oleh para pihak

karena jabatannya mampu menyimpan semua keterangan/pernyataan para

pihak yang pernah diberikan dihadapan notaris yang berkaitan dalam

pembuatan akta.

Kewajiban ingkar notaris juga ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1)

huruf e revisi Undang Jabatan Notaris dan huruf f revisi

Undang-Undang Jabatan Notaris, notaris diwajibkan memberikan pelayanan sesuai

dengan ketentuan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, kecuali ada alasan

untuk menolaknya untuk merahasiakan tentang segala akta yang dibuatnya.

(39)

pengingkaran kewajiban ini tidak dilaksanakan oleh notaris, maka perbuatan

notaris dapat dikatakan melakukan pelanggaran hukum.

Ketentuan kewajiban pengingkaran notaris terdapat pula pada Pasal 16

ayat (1) huruf f revisi Undang-Undang Jabatan Notaris, ditentukan kewajiban

notaris untuk merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan

segala keterangan yang diperolehnya sesuai dengan sumpah/janji jabatan.

Ketentuan ini dikecualikan dari kewajibannya jika terkait dengan suatu akta

yang berkaitan dengan pelanggaran hukum, maka akta tersebut harus dibuka

atau disampaikan oleh notaris kepada pihak berwajib untuk sebagai bukti.98

Bahkan kerahasiaan diwajibkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf f revisi

Undang-Undang Jabatan Notaris bahwa dalam menjalankan jabatannya,

“Notaris berkewajiban: merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang

dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai

dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain”.

Namun kerahasiaan bukanlah mutlak bagi notaris tetapi ada pula hak ingkar

bagi notaris untuk mengungkap rahasia itu dalam hal yang dibenarkan oleh

peraturan perundang-undangan.99

98 Ibid. 99

(40)

2. Larangan Terhadap Notaris Berdasarkan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik

Larangan bagi notaris merupakan ketentuan-ketentuan yang melarang

notaris untuk melakukan sesuatu hal. Pasal 17 revisi Undang-Undang Jabatan

Notaris menentukan larangan bagi notaris, bahwa notaris dilarang:

a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;

b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;

c. Merangkap sebagai pegawai negeri;

d. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara; e. Merangkap jabatan sebagai advokat;

f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;

g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris.

h. Menjadi Notaris Pengganti; atau

i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.

Dalam Kode etik juga mengatur larangan terhadap Notaris, yang diatur

dalam Pasal 4 yaitu notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan

jabatan notaris dilarang :

1. Mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun kantor perwakilan.

2. Memasang Papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi

“Notaris/Kantor Notaris” diluar lingkungan kantor.

3. Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-sama dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau elektronik dalam bentuk : a. Iklan

(41)

e. Kegiatan Pemasaran

f. Kegiatan sponsor baik dalam kegiatan sosial, keagamaan maupun 4. Bekerjasama dengan Biro jasa /orang/ Badan Hukum yang pada

hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien.

5. Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanyatelah dipersiapkan oleh pihak lain.

6. Mengirimkan Minuta kepada Klien untuk ditandatangani 7. Bersaha atau berupaya dengan jalan apapun agara seseorang berpindah

dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui perantara orang lain.

8. Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokmen yang telah diserahkan dan/atau melalui tekanan psikologis dengan maksud agar klien tertsebut tetap membuat akat kepadanya 9. Melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang

menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengn sesama rekan Notaris.

10. Menetapkan honorarium yang hrus dibayatr oleh klien dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan. 11. Memperkerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan

12. Menjelekkan dan/atau memepersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seseorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akyta yang dibuat oleh relan sejawat yang ternyata didalamnya terdapat kesaahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka Notaris tersebut ajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas ksalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui melainkan untuk mencegah timbulnya hal;-hal yang tidak diinginkan terthadap klien yang bersangktan ataupun rekan sejawat tersebut.

13. Membentuk kelompk sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup kemunginan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi.

14. Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan

15. Melakukan perbuatan-prbuatan lain yang secara umum disebut sebagai pelanggaran terthadap Kode Etik Notaris antara lain namun tidak terbatas pada pelanaggaran-pelanggaran terhadap :

a. Ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

(42)

c. Isi sumpah jabatan Notaris

d. Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan/atau keputusan-Keputusan lain yang telah ditetapkan oleh organisasi Ikatan Notaris Indonesia tidak boleh dilakukan oleh anggota

Jika larangan itu tetap dilakukan oleh notaris, maka notaris akan

dikenakan sanksi berupa: teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian

sementara, pemberhentian dengan hormat, atau sanksi pemberhentian dengan

tidak hormat. Jenis sanksi demikian ditentukan dalam Pasal 17 ayat 2 revisi

Undang-Undang Jabatan Notaris. Berbeda dengan larangan sanksi bagi notaris

yang meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 (tujuh) hari kerja

berturut-turut tanpa alasan yang sah.

Dalam notaris yang meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7

(tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah, notaris tidak dapat

dikenakan sanksi Pasal 85 UUJN100

100

Habib Adjie, Hukum Notaris, Op. cit., hal. 91.

, sebab jika dikaitkan dengan Pasal 19 ayat

(1) revisi Undang-Undang Jabatan Notaris, menentukan, “Notaris wajib

mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya”. Berarti dengan

ketentuan Pasal 19 ayat (1) revisi Undang-Undang Jabatan Notaris ini notaris

tidak berwenang menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya. Lebih

jelas disebutkan dalam penjelasan Pasal 19 ayat (1) revisi Undang-Undang

Jabatan Notaris, dengan hanya mempunyai satu kantor, berarti notaris dilarang

(43)

Larangan bagi notaris sebagaimana dalam Pasal 17 revisi

Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut di atas, dimaksud bertujuan untuk menjamin

kepastian hukum bagi masyarakat yang memerlukan jasa notaris, serta

sekaligus mencegah terjadinya persaingan tidak sehat antar notaris dalam

menjalankan jabatannya.101

Larangan bagi notaris juga berlaku ketentuan Pasal 53

Undang-Undang Jabatan Notaris bahwa akta notaris tidak boleh memuat penetapan

atau ketentuan yang memberikan sesuatu hak dan/atau keuntungan bagi:

notaris, istri atau suami notaris, saksi, atau orang yang mempunyai hubungan

kekeluargaan dengan notaris atau saksi, baik hubungan darah dalam garis Selain itu larangan dalam Pasal 52

Undang-Undang Jabatan Notaris menurut hemat penulis bertujuan untuk mencegah

keberpihak notaris.

Pasal 52 Undang-Undang Jabata Notaris melarang notaris membuat

akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan

kekeluargaan dengan notaris baik karena perkawinan maupun hubungan darah

dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan

derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, serta

menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun

dengan perantaraan kuasa, kecuali jika notaris sendiri menjadi penghadap

dalam penjualan di muka umum. Pelanggaran ketentuan ini berakibat akta

hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.

101

(44)

lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat maupun hubungan

perkawinan sampai dengan derajat ketiga.

Tujuan Pasal 53 Undang-Undang Jabatan Notaris ini bermaksud untuk

membatasi wewenang notaris sekaligus juga untuk mencegah terjadinya

konspirasi atau kolusi antar notaris dengan keluarganya, baik istri, suami atau

pihak lain yang memiliki hubungan kekeluargaan dengan notaris atau saksi.

Alasan larangan ini karena hubungan kekeluargaan potensial untuk

menimbulkan perbuatan nepotisme dan kecenderungan bertentangan dengan

hukum atau melawan hukum, yang pada akhirnya akan menguntungkan

notaris, saksi, dan keluarganya tersebut.102

102

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa terdapat satu faktor yang kuat dan berpengaruh signifikan dalam meningkatkan produktivitas kerja anggota kelompok UPPKS di

Hasil penilaian keefektifan dari model memberi rekomendasi untuk dilaksanakan pada sekolah (Eny Winaryati, Setia Iriyanto & Akhmad Faturrohman, 2013b). Melalui

Praktikan bertugas melakukan penagihan pembayaran kepada para pelanggan melalui email, tanggal penagihan dilakukan sesuai dengan tanggal saat pemasangan layanan internet,

: Rating yang memberikan kewenangan kepada pemegangnya untuk melaksanakan pemanduan lalu lintas udara terhadap penerbangan dalam tahap keberangkatan dan kedatangan pesawat

Mahasiswa juga akan menjadi lulusan yang berkualitas apabila terlibat dalam perusahaan yang bergerak dalam bidang web (web developer), karena mereka akan dapat

Pada pengamatan hasil belajar siswa kelas XI kecantikan rambut siklus pertama yang tidak tuntas 9 siswa dengan jumlah nilai kognitif 30% dan nilai psikomotor 70% adalah

Lem ikan dengan bahan baku sisik ikan Kakap Putih ( Lates calcarifer ), ikan Bandeng ( Chanos chanos Forks), dan ikan Nila ( Oreochromis niloticus ) berpengaruh

Langkah ketiga (3) masih berdasar pada sumbu kiblat diletakkan elemen linear pada bagian terluar ruang untuk memperkuat sumbu pada bagian kiblat juga sebagai