• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Topik penelitian ini adalah kecerdasan emosi yang dimiliki para idol Indonesia yang berkecimpung di dunia peridolan dengan aliran Jepang di Indonesia, khususnya di Yogyakarta. Ada empat alasan yang mendorong peneliti tertarik pada topik tersebut. Pertama, peneliti merupakan mantan idol yang juga merasakan bagaimana dinamika selama menjadi idol di tanah air yang kendatinya termasuk dalam kultur Jepang yang kurang umum di mata masyarakat. Idol Jepang berbeda dengan idol Indonesia atau para artis yang menjual sensasi dan memiliki beragam karakter baik maupun buruk yang dapat mereka jual. Idol Jepang biasanya menampilkan karakter yang ceria, polos, dan baik hati kepada para penggemarnya. Mereka diharapkan memiliki kepribadian bak malaikat sehingga hal ini menuntut mereka untuk menunjukkan ekspresi dan emosi mereka secara profesional. Ketika mengalami emosi yang bertentangan dengan ceria dan cenderung negatif, peneliti sulit untuk mengelolanya sehingga dapat

mengekspresikan keceriaan dan emosi yang positif ketika menjadi idol di panggung maupun di bawah panggung. Melihat hal tersebut, peneliti sungguh kagum akan para idol tersebut karena mampu mengelola emosi mereka dengan sangat baik dan luar biasa. Mereka sungguh memiliki kapasitas untuk mengontrol diri dan emosi mereka dan menjadi idol yang sesungguhnya. Sedangkan peneliti merasa kesulitan untuk melakukan hal tersebut ketika menjalani kehidupan sebagai seorang idol.

Kedua, munculnya rasa empati untuk mengetahui bagaimana dinamika idol yang lebih senior dan lebih terkenal di Indonesia ketika mengelola dan mengekspresikan emosinya. Bagaimana perjuangannya di dunia idol yang jarang diketahui oleh masyarakat umum bahkan oleh penggemarnya sekalipun, karena biasanya idol hanya berkecimpung di dunia jejepangan dan mereka tidak terbuka dengan kehidupan pribadinya. Maka mereka cenderung tidak membuka dirinya di depan umum dan mereka menyimpan cerita pribadinya masing-masing.

Ketiga, peneliti merasa penasaran tentang kehidupan ganda idol dengan kehidupan nyata orang tersebut memiliki perbedaan yang cukup signifikan pada diri sang idol. Adanya perbedaan karakter orang tersebut ketika menjadi idol dan ketika ia berfungsi dalam sistem

masyarakat merupakan hal yang menarik untuk diteliti lebih jauh.

Menarik untuk diteliti bahwa perbedaan karakter dan cerita mereka untuk mengolah emosinya sehingga mereka dapat memilah perilaku yang tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang dihadapinya.

Keempat, sebagai mahasiswa psikologi, peneliti memiliki kapasitas untuk meneliti dan menyampaikan bagaimana kepedulian terhadap dunia idol di tanah air, bagi yang telah menjadi idol maupun mereka yang berkeinginan untuk menjadi idol. Peneliti ingin idol menjadi lebih menyeimbangkan antara kehidupan pribadi dan kehidupan idolnya supaya tidak terlalu jauh dalam mengaplikasikan kehidupan gandanya. Sebagaimana kehidupan ganda yang dimaksud adalah sebuah profesionalitas ketika menjadi seorang seorang idola yang dikagumi oleh para penggemarnya dan ketika ia sedang menjadi seseorang dalam sistem masyarakat dengan membawa identitas dirinya yang asli. Dengan penelitian ini, idol diharapkan lebih peka terhadap dirinya dan orang lain di sekitarnya untuk dapat menunjukkan emosi dan dirinya secara baik. Selain itu, idol juga diharapkan untuk lebih dewasa dalam mengatur emosinya dan menyeimbangkan antara identitas dirinya sendiri dan identitas dirinya ketika menjadi seorang idol.

Idol sendiri masuk dalam kategori J-Pop atau musik pop yang berasal dari Jepang. Namun, bagaimana perkembangan budaya pop sendiri di Indonesia? Perkembangan budaya pop di Indonesia sudah melalu fase yang cukup panjang setelah Indonesia merdeka.

Perkembangan tersebut tidak lepas dari adanya globalisasi dan perkembangan zaman. Globalisasi sendiri sering dikaitkan dengan ekspansi ekonomi secara mendunia pada akhir abad ke-20 ini (Saleha, 2013). Walaupun begitu, globalisasi berkembang menyangkut bidang budaya dan terbagi menjadi lima dimensi yaitu ethnosapes, technosapes, financescapes, mediascapes, dan ideoscapes (Appadurai dalam Saleha, 2013). Kemudian penyebaran budaya pop ini didukung oleh media, sehingga dapat dianggap sebagai globalisasi pada dimensi mediascapes.

Indonesia yang terpapar globalisasi dan perkembangan zaman ini berdampak pada perkembangan budaya pop dari segala bidang seperti musik, hiburan televisi, film, sastra, dan berbagai bidang lainnya.

Budaya pop itu sendiri merupakan ragam tindakan komunikatif yang disajikan untuk masyarakat luas atau sebagian besar rakyat ‘biasa’, atau oleh rakyat, maupun keduanya (Heryanto, 2012). Lalu bagaimana dengan budaya pop global yang mempegaruhi budaya pop di Indonesia?

Budaya pop yang berkembang di Indonesia ada banyak, seperti

budaya pop yang berasal dari Jepang, Barat, Tiongkok/Taiwan, dan Korea Selatan. Dalam penelitian ini berfokus pada idol yang mengarah pada budaya pop Jepang. Umumnya, produk budaya pop Jepang yang dikenal oleh dunia, juga Indonesia, di antaranya adalah manga (komik Jepang), anime (kartun animasi Jepang), dorama (drama televisi Jepang), dan musik populer Jepang seperti J-pop dan J-rock. Namun, sebelum internet dapat diakses bebas seperti sekarang, awalnya adalah kartun animasi Jepang yang dicintai oleh semua orang, yaitu Doraemon, yang memiliki andil cukup besar dalam perkembangan budaya pop Jepang di Indonesia. Doraemon yang mulai menyebar di berbagai negara Asia menjadi tokoh animasi yang semakin populer dengan nilai budaya dan gaya hidup lokal setempat (Shiraishi dalam Saleha, 2013).

Aliran globalisasi budaya ini bukan berarti proses homogenisasi, tetapi akhirnya melahirkan keragaman dan hibriditas. Contohnya adalah Doraemon yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan sudah disesuaikan dengan budaya setempat sehingga mendapat sambutan yang baik dan populer di masyarakat. Walaupun budaya subkultur Jepang yang memiliki identitas yang unik, bila dilihat dari perkembangannya dapat disebarkan dengan mudah dan cepat, maka cukup banyak masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia, mendapat apresiasi yang baik sehingga dapat terus

berkembang hingga saat ini.

Selain itu, budaya pop dari Taiwan dan Tiongkok juga berperan dalam perkembangan budaya pop di Indonesia. Awalnya, bersama telenovela Amerika Latin, film silat dan ilmu sejarah dari Hong Kong, Taiwan dan Tiongkok menemukan banyak penggemar yang penuh antusias sepanjang tahun 1970-an dan 1980-an ketika Indonesia di bawah pemerintahan Orde Baru (Heryanto, 2015). Namun produk Taiwan yang sangat meledak pada masanya adalah serial drama Meteor Garden pada tahun 2001. Menurut Ariel, asal-usul transnasional Meteor Garden memberikan banyak hikmah sehingga serial dram ini sangat sukses di Indonesia.

Budaya pop Barat juga memiliki andil yang cukup besar bagi perkembangan budaya pop di Indonesia. Seperti yang disebutkan sebelumnya, telenovela Amerika Latin pernah sukses diterima masyarakat Indonesia. Selain itu, musik pop Barat juga mempengaruhi perkembangan musik tanah air. Menurut Denny Sakrie (2015), pada tahun 1960-an, sejumlah band tumbuh pesat dengan kecenderungan membawa lagu-lagu Barat yang saat itu dipengaruhi oleh musik grup-grup British Invasion serta rock psikedelik. Sebut saja dari The Beales, The Rolling Stones, The Hollines, Herman’s Hermits, Yardbirds, The Kinks, John Mayall, dan The Bluesbreakers memiliki massa sendiri dikalangan remaja Indonesia saat itu. Selain itu, di Jakarta juga mulai

muncul nama band anak muda dengan orientasi musik berkiblat Inggris dan Amerika, seperti The Lords, The Flower Poetman, dan lainnya. Selain itu, sampai saat ini budaya pop Barat yang masih sering dijumpai seperti film Barat, serial Netflix, dan musik-musik pop Barat.

Budaya pop dari Korea Selatan, atau lebih dikenal sebagai Gelombang Korea atau Hallyu, juga sudah ada di Indonesia lebih dari satu dekade dari tahun 2002 (Nugroho, 2014). Awal mula perkembangan Hallyu akibat film serial drama Korea Selatan seperti Endless Love pada tahun 2002 (Suminar, 2018). Banyak faktor yang mendasari kesuksesan serial drama tersebut, seperti kisah romantisme yang menyedihkan dan tragis namun menghanyutkan penontonnya, ketampanan dan kecantikan dengan kemampuan akting yang baik. Di samping itu, perkembangan musik industri Korea Selatan juga semakin timbul semenjak tahun 2009 seperti yang masyarakat kenal sekarang sebagai K-Pop (Nugroho, 2014). Menurut Riani Suminar (2018), dengan mengusung tema dance pop dengan kiblat pop Barat, kemampuan menari, wajah menawan, dan lirik lagu yang seringkali dicampur antara Bahasa Korea dan Bahasa Inggris sukses meledak di Indonesia. Yuli Pramita dan Syafri Harto (2016) juga mengatakan bahwa popularitas Hallyu di Indonesia ditandai dengan terselenggaranya serangkaian kegiatan pameran kebudayaan Korea sejak tahun 2009-2011 yaitu “Korea-Indonesia Week”.

Di tengah maraknya berbagai budaya pop di Indonesia, budaya pop Jepang, khususnya dalam bidang musik, dengan keunikannya ia masih memiliki penggemar tersendiri di kancah musik tanah air. Tentu saja musik pop dengan ciri khas pop Jepang yang dibawakan idol juga masih memiliki tempat di hati para penggemarnya. Contoh seperti JKT48 yang masih memiliki segmen pasarnya sendiri sebagai idol dalam dunia pop Jepang di Indonesia.

Idol sendiri biasanya memiliki gambaran seorang ideal atau sempurna yang tidak dapat digapai dan sesuatu yang tersedia dan tidak terbatas secara seksual. Idol bukan hanya untuk para pria, namun juga untuk para kaum konsumen kapitalis. Biasanya para penggemar menyukai idol mereka karena idol dilihat sebagai suatu lambang ideal seorang manusia, yaitu dengan fisik yang sempurna, visual yang menarik, dan hati yang baik.

Salah satu contoh indikator idol di Indonesia yang tampak bahagia dan profesional dalam kehidupan idolnya adalah dengan kesuksesan grup dan banyaknya penggemar yang mereka miliki. Seperti grup bernama LuSca yang berdomisili di Bandung. Dengan beranggotakan enam orang perempuan muda, mereka mampu memiliki pengikut Instagram sebanyak 5.026 pengikut, 3.063 pengikut di Twitter, dan halaman mereka di Facebook disukai para pengikutnya mencapai

14.155 penyuka (dilihat 29 Juli 2020 pukul 18:43). Grup tersebut menjadi grup idol dengan pengikut terbanyak di seluruh tanah air.

Mereka memiliki citra grup yang ramah pada para penggemarnya, ceria, dan profesional. Selain itu, JKT48 juga menjadi salah satu idol usungan negara matahari yang mendulang kesuksesan di Indonesia.

Berbeda dari LuSca, sister group AKB48 ini merupakan grup idol yang didirikan oleh orang asli Jepang, namun anggotanya merupakan perempuan-perempuan Indonesia yang terpilih melalui seleksi ketat sesuai dengan standar orang Jepang. Mereka sukses membawa nama JKT48 di dunia musik tanah air dan memiliki banyak penggemar dari seluruh penjuru Indonesia.

Selain Ibukota, Bandung juga merupakan pusat perkembangan idol di nusantara. Banyak grup-grup idol besar yang telah memiliki prestasi tinggi seperti pernah tampil di Jepang, Thailand, dan Singapore, dan pernah diundang sebagai pengisi acara di berbagai kota di Indonesia, mereka berdomisili di kota dengan sebutan Paris Van Java ini. Sebut saja LuSca, Daisy, Noir, dan banyak grup idol atau idol sendiri yang berkembang di Bandung. Selain idol, penggemar- penggemarnya juga tidak pernah surut di kota tersebut dan senantiasa mendukung idol favoritnya. Terbukti hingga sekarang, mereka masih tidak hilang eksistensinya dan masih cukup sering mengisi acara-acara dengan

nuansa Jepang.

Selain Bandung, Yogyakarta juga menjadi salah satu kota yang memiliki banyak idol lokal yang berkembang beserta penggemarnya.

Di kota pelajar ini juga kerap menggelar acara-acara khusus idol dengan tema dan pengisi acara oleh idol itu sendiri. Selain acara khusus idol, acara dengan nuansa kultur Jepang atau acara mereka dan selalu mendatangkan penggemarnya untuk meramaikan acara-acara tersebut. Tidak jauh berbeda dengan Bandung, Yogyakarta juga memiliki banyak grup idol lokal yang berkembang dan berdiri secara mandiri. Beberapa grup idol terkenal yang ada di Yogyakarta seperti Momiji Velvet, Minerva Land, Nanoka, Kohisekai, dll. Mereka cukup terkenal hingga kerap mendapat undangan tampil di luar kota seperti Jakarta, Semarang, Malang, Purwokerto, dan Solo. Mereka memiliki fanbase sendiri yang mendukung mereka dalam menjalankan kegiatan idol.

Menjadi idol merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Dengan berbagai aturan tertulis maupun tidak tertulisnya, seorang idol diharapkan mampu mengendalikan dirinya saat di atas maupun di bawah panggung. Namun, mereka juga memiliki kelalaian akan sesuatu dan bertindak gegabah. Contohnya adalah berita tentang anggota grup idol yang berkencan secara diam-diam. Seperti yang

dilansir pada bernas.id mengenai berita perkencanan idol JKT48, seorang member JKT48 ketahuan saat bermesraan di gym dengan laki-laki yang diduga pacarnya dan berada di kelab malam. Padahal, mereka memiliki peraturan yang disebut golden rules, seperti yang tercantum pada berita di detikhot.com, bahwa dari awal terbentuknya grup tersebut, member JKT48 tidak boleh berpacaran dengan siapapun. Hal tersebut tidak boleh dilanggar oleh setiap member yang telah menjalin kontrak dengan grup besar 48 usungan negeri matahari tersebut. Tetapi, memiliki peraturan tersebut bukan berarti para member tidak pernah tidak mematuhinya. Seperti yang tercantum dalam artikel berita liputan6.com, seorang member AKB48, Minami Minegishi, tertangkap basah keluar dari apartemen pacarnya. Setelah itu, ia langsung merasa bersalah dan menghukum dirinya sendiri dengan mencukur habis rambutnya. Oleh CEO AKB48, Minami dijatuhi hukuman berupa diturunkan pangkatnya dari member menjadi trainee. Selain itu, dilarang untuk minum minuman beralkohol dan masuk ke kelab malam.

Selain itu, ada contoh menarik lain yang menceritakan bagaimana perbedaan reaksi idol lokal terhadap perlakuan tidak senonoh yang dilakukan oleh para fansnya. Peneliti sebagai mantan idol, juga memiliki pengalaman tersebut. Ketika peneliti masih aktif dan baru

awal menjadi idol beberapa tahun lalu, beberapa fns ketika meminta untuk foto bersama, mereka memeluk pinggang, menggandeng tangan, memegang kepala, dan banyak lagi. Peneliti merasa perlakuan mereka tidak menyenangkan, namun karena masih belum biasa berinteraksi dengan fans, walau peneliti tidak nyaman dan takut, peneliti membiarkan perlakuan tersebut namun setelah foto peneliti kabur ke tempat teman-teman idol lain. Saat itu peneliti takut apabila mengutarakan ketidaksukaan, maka fans akan merundung atau menganggap sombong.

Peneliti juga memiliki teman satu grup idol yang pernah mengalami pengalaman tidak mengenakkan dari salah satu fansnya.

Teman peneliti yang merupakan salah satu idol lokal ini sebut saja bernama Siti. Suatu ketika ia dihampiri oleh salah satu fansnya kemudian fans tersebut meminta untuk foto bersama. Sesudah sesi foto itu, fans tersebut tiba-tiba memeluk Siti. Ia hanya bisa diam mematung ketika dipeluk karena kaget. Namun setelah sadar, Siti langsung melepas pelukan fans tersebut dan lari menuju staff grup idolnya dan langsung diantar ke ruang ganti. Di sana, ia menangis karena mengalami pelecehan dari seorang fansnya. Bahkan ketika ia menangis, ia tidak dapat menceritakan apa yang terjadi. Peneliti mendengar kejadian yang dialami Siti dari seorang staff yang melihat

dan mengantarnya tersebut. Siti hanya mengangguk dan setelah menangis, ia baru bisa menceritakan kembali. Hal itu kemudian menjadi suatu masalah yang cukup panjang antara grup idol tersebut, khususnya Siti, dengan fans yang melakukan pelecehan tersebut.

Tidak jauh berbeda dengan cerita seorang idol senior di Bandung yang sudah go internasional. Lila, yang saat itu sudah menjadi idol selama empat tahun, mengalami pelecehan oleh salah seorang fansnya.

Ketika berinteraksi dengan fansnya, Lila merasa ada yang menepuk pantatnya. Kemudian ia tahu bahwa yang melakukan hal tidak senonoh tersebut adalah fansnya yang bernama, sebut saja, Agung.

Walau awalnya Agung tidak mengakui perbuatannya, namun Lila dengan tenang dan kalem menasehati Agung untuk lain waktu tidak dilakukan kembali kepada siapapun. Lila kemudian mengutarakan perasaan tidak sukanya terhadap perbuatan pelecehan Agung namun tetap dengan tenang. Walau setelah itu Lila lebih berhati-hati dengan Agung, namun Lila kemudian tidak menghindari Agung sepenuhnya.

Lila hanya akan berinteraksi dengan Agung seperlunya. Namun Lila juga mengaku bahwa kemampuan untuk mengutarakan suatu hal kepada fans ketika menjadi idol memang butuh waktu dan pengalaman.

Terlihat dari pemaparan fenomena di atas bahwa pentingnya para

idol membutuhkan setidaknya dua jenis keterampilan. Pertama, keterampilan menimbang-nimbang berbagai emosi dan melawan pikiran-pikiran lain. Seperti kasus atau skandal yang menimpa Minami member AKB48, ia tidak dapat melawan emosi atau pikiran mengenai konsekuensi dan perbuatannya yaitu pergi ke apartemen pacarnya dan bahkan tidak akan berpacaran apabila Minami lebih memilih keterikatannya dengan AKB48 untuk tidak menjalin hubungan dengan siapapun. Kedua, keterampilan dalam menangani emosi diri sendiri dan menanggapi perlakuan yang kurang menyenangkan dengan cara yang bijaksana. Dalam contoh di atas, terlihat perbedaan cara menanggapi antara Siti dan Lila dalam menanggapi perlakuan tidak menyenangkan, lebih tepatnya pelecehan, oleh fansnya. Lila dapat menangani emosi dirinya dengan baik sehingga dapat memberikan respon yang lebih bijaksana yaitu mengutarakan perasaan tidak nyamannya dengan baik kepada fans tersebut. Sedangkan, Siti kurang dapat menangani emosi dirinya sehingga ia langsung berlari ketika ia mengalami pelecehan tersebut.

Beragam cara menanggapi dan berinteraksi seorang idol ketika diperlakukan tidak baik oleh fans di sini bisa disebutkan bahwa mereka memiliki apa yang dinamakan regulasi emosi. Hal tersebut merupakan salah satu aspek kecerdasan emosi, yaitu teori yang dibesarkan oleh

Salovey Mayer. Regulasi emosi, menurut Salovey Mayer (2000), adalah cara seseorang untuk mengendalikan emosinya agar berperilaku dengan bijak sesuai dengan emosi yang dirasakannya saat itu. Selain regulasi emosi, ada tiga aspek lain yaitu persepsi-identifikasi emosi, asimilasi emosi, dan pemahaman penalaran emosi. Salah satu aspek yang juga muncul dalam cerita Lila di atas yaitu aspek asimilasi emosi.

Asimilasi emosi, menurut Salovey Mayer (2000), adalah kemampuan untuk menggabungkan pengalaman terhadap suatu emosi tertentu dengan emosi yang dirasakannya saat itu dan lingkungannya. Dalam cerita Lila, ia menyebutkan bahwa kemampuan mengutarakan emosi yang sedang dirasakannya, khususnya yang bernuansa negatif seperti rasa tidak nyaman, memerlukan jam terbang dan pengalaman. Dari cerita singkat Lila dalam dunia peridolnya, setidaknya Lila telah memiliki dua aspek dalam kecerdasan emosi.

Tidak sedikit yang menyukai dan mendalami teori yang dikembangkan oleh Salovey ini. Para peneliti di dunia cukup banyak menerbitkan jurnal ilmiah maupun buku-buku yang berkaitan dengan kecerdasan emosi. Dengan adanya alat ukur berupa skala kuantitatif yang dapat mengukur kecerdasan emosi, penelitian tentang kecerdasan emosi tersebut berkembang cukup pesat dengan menggunakan alat ukur tersebut, yaitu The Mayer-Salovey-Caruso Emotional

Intelligence Test (MSCEIT). Skala tersebut juga banyak dikembangkan sehingga memiliki alat tes untuk berbagai golongan dan kepentingan seperti untuk umum, remaja, anak, dll.

Di Indonesia sendiri, sudah banyak penelitian yang membahas tentang kecerdasan emosi, seperti penelitian yang dilakukan oleh Devi Sari Nastiti dan Fitri Andriani yang berasal dari Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya (2014). Mereka meneliti tentang hubungan antara kecerdasan emosional dengan gaya manajemen konflik pada wanita dewasa awal yang telah menikah. Penelitian kuantitatif yang mereka lakukan menggunakan metode korelasi.

Penelitian lainnya adalah penelitian yang menjabarkan hubungan antara self compassion dengan resiliensi pada mantan pecandu narkoba dewasa awal. Penelitian itu dilakukan oleh Rizki Febrinabilah dan Ratih Arruum Listiyandini dari Fakultas Psikologi Universitas YARSI (2016). Penelitian lain mengenai kecerdasan emosi di Indonesia dilakukan oleh A. A. Anwar Prabu Mangkunegara dan Mela Puspitasari dari Universitas Mercu Buana Yogyakarta (2015). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh kecerdasan emosi dan stress kerja terhadap kinerja pada guru. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan korelasi product moment.

Dari beragam penelitian di atas, hanya sedikit yang melakukan penelitian kualitatif mengenai kecerdasan emosi. Maka peneliti ingin melakukan penelitian secara kualitatif. Di Indonesia, masih sedikit juga yang melakukan penelitian kecerdasan emosi yang dilihat dari lingkup lain selain dalam lingkup pendidikan dan dunia perindustrian.

Selain itu, masih sedikit literatur mengenai idol dan penelitian ilmiah dan yang memiliki idol sebagai target group. Salah satu karya ilmiah yang melihat idol Jepang sebagai subjek penelitian adalah Idol and Celebrity in Japanese Media Culuture (Galbraith & Karlin, 2012).

Buku tersebut berisi jurnal-jurnal ilmiah tidak hanya mengambil sudut pandang idol, namun juga teori film, budaya selebriti, dan para penggemarnya. Mereka melihat dengan perspektif industri serta pengaruhnya dalam ekonomi, sosial, politik, dan lintas budaya. Buku tersebut dibuat dengan melihat fenomena AKB48 yang memiliki dampak besar bagi dunia idol Jepang dan bahkan media Jepang sendiri.

Selain itu, Grant Jun Otsuki (2013) juga meneliti tentang bentuk tubuh dan karya sebuah grup idol Jepang bernama Perfume dan teknologi musiknya. Penelitian lainnya dilakukan oleh Yuen Shu Min (2007) berjudul Pop-Idol Concerts in Contemporary Japan – Queering Gender, Sexuality and Ethnicity. Penelitian ini lebih berfokus pada penampilan dan konser idol Jepang itu sendiri. Berdasarkan

penelitian-penelitian tersebut, belum ada penelitian yang mengambil

penelitian-penelitian tersebut, belum ada penelitian yang mengambil

Dokumen terkait