• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Merebaknya tuntutan daerah untuk memekarkan diri merupakan bentuk dari adanya kekuatan (power) sebagai akibat dari ketidakpuasan daerah terhadap tata pemerintahan yang sentralistik. Sistem pemerintahan sentralistik di zaman orde baru dianggap sebagai pemerintahan yang hanya menjadikan daerah sebagai objek pembangunan pemerintah pusat tanpa keterlibatan rakyat secara langsung didalam proses perencanaan dan pengelolaan daerahnya.

Menurut Rustiadi et al. (2009), ada dua hal penting yang harus dilakukan untuk mewujudkan penyelenggaraan daerah yang berbasis rakyat, yaitu yang pertama penguatan capacity building ditingkat komunitas dan pemberian otonomi yang cukup bagi masyarakat untuk melaksanakan pembangunan secara mandiri. Menurutnya, pemberian otonomi perlu untuk menyelesaikan suatu masalah ditingkat lokal, namun karena tidak diberikan kewenangan, atau karena kewenangannya hanya ditangan institusi pemerintah sehingga terjadi inefisiensi dalam pembangunan karena terlalu luasnya kapasitas pemerintah hingga menyelesaikan masalah-masalah berskala kecil.

Menurut Juanda (2007), bahwa keadaan dimana terjadi kesenjangan akibat tidak meratanya pembangunan dapat memicu peluang bagi provinsi, kabupaten dan kota untuk melakukan pemekaran sebagai dampak dari kebijakan otonomi daerah. Hal ini tercermin dari perkembangan jumlah daerah yang dimekarkan sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2007 mencapai 33 propinsi yang semula di era Orde Baru hanya ada 27 provinsi, dan jumlah wilayah kabupaten kota sebanyak 459 di era reformasi yang sebelumnya hanya 246 kabupaten dan kota.

Dimekarkannya provinsi Gorontalo dari induknya Provinsi Sulawesi Utara sebagai provinsi ke-32 adalah wujud dari semangat otonomi daerah dalam upaya mengatur dan mengelola wilayahnya semaksimal mungkin sesuai dengan potensidan tujuan pembentukan Provinsi Gorontalo yakni memajukan daerah,

membangun kesejahteraan rakyat, memudahkan pelayanan dan memobilisasi pembangunan bagi terciptanya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Sumber : BPS Provinsi Gorontalo Tahun 2012

Gambar 1 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Nasional & Provinsi Gorontalo

Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi provinsi Gorontalo di atas rata-rata pertumbuhan nasional, sebagaimana Gambar 1 berada, sejatinya dibarengi dengan peningkatan pembangunan manusia seutuhnya.Sebagaimana pendapat Rustiadi et al. (2009) bahwa otonomi daerah mengisyaratkan perlunya peningkatkan kualitas hidup penduduk yang lebih baik secara fisik, mental maupun secara spiritual. Bahkan secara eksplisit disebutkan bahwa pembangunan sumberdaya manusia secara fisik dan mental mengandung makna peningkatan kapasitas dasar penduduk yang kemudian akan memperbesar kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan yang berkelanjutan, yang pada akhirnya bermuara kepada Indeks Pembangunan Manusia.

Meski mencatat peningkatan dalam pertumbuhan ekonomi dan kemajuan dalam berbagai pembangunan daerah, Provinsi Gorontalo ternyata menghadapi masalah diberbagai hal, utamanya dalam pembangunan manusia.Beberapa persoalan pembangunan manusia yang dihadapi Provinsi Gorontalo seperti,

tingginya angka kematian bayi dan gizi buruk, rendahnya angka partisipasi sekolah serta kecilnya pendapatan per kapita.

Secara umum status pembangunan manusia di Provinisi Gorontalo masih berada pada tingkat yang relatif rendah. Data time seriesyang dikeluarkan BPS berturut-turut mulai tahun 2002 sampai dengan 2009 menunjukkan tingkat Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Gorontalo yang berada di bawah rata-rata IPM nasional. Dalam peringkat secara nasional (33 propinsi) Gorontalo menduduki peringkat ke 24 pada tahun 2002, kemudian mengalami penurunan peringkat pada tahun 2004 yaitu pada peringkat 28, naik kembali pada peringkat 25 di tahun 2005 selanjutnya pada 3 tahun berturut-turut tidak mengalami perubahan dalam peringkatnya yaitu tetap bertahan di peringkat ke 24 sebagaimana tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1 Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Antar Provinsi di Sulawesi dan Indonesia Tahun 2002-2009

Provinsi

2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009

IPM Ran IPM Ran IPM Ran IPM Ran IPM Ran IPM Ran IPM Ran

Sulawesi Utara 71.3 2 73.4 2 74.2 2 74.3 2 74.6 2 75.1 2 75.6 2 Sulawesi Tengah 64.4 22 67.3 22 66.4 21 66.3 22 68.3 22 70.0 22 70.7 22 Sulawesi Selatan 65.3 21 67.8 21 68.0 23 68.8 23 69.6 21 70.2 21 70.9 20 Sulawesi Tenggara 64.1 26 66.7 25 67.5 24 67.8 25 68.3 25 69.0 25 69.5 25 Gorontalo 64.1 24 65.4 28 67.4 25 68.0 24 68.8 24 69.2 24 69.7 24 Sulawesi Barat - - 64.4 29 66.7 29 67.6 29 67.7 28 68.5 27 69.1 27 Indonesia 65.8 68.7 69.5 70.1 70.5 71.1 71.7 Ran = Ranking Sumber : BPS Tahun 2010

Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia antara Provinsi Gorontalo, Sulawesi Utara, dan Indonesia, menunjukkan meski Provinsi Gorontalo mengalami peningkatan dalam pencapaian Indeks Pembangunan Manusia untuk setiap tahunnya namun kondisi tersebut masih jauh bila dibandingkan dengan Provinsi induknya yaitu Sulawesi Utara. Pada tabel di atas, terlihat bahwa Sulawesi Utara mampu melampaui Indeks Pembangunan Manusia Indonesia atau berada di urutan peringkat ke-2 setelah DKI Jakarta.Sedangkan Indeks

Pembangunan Manusia Provinsi Gorontalo berada di bawah rata-rata Indeks Pembangunan Manusia Indonesia. Namun demikian IPM Provinsi Gorontalo, bila dibandingkan dengan Provinsi Sulawesi Barat masih lebih tinggi dibandingkan dengan IPM di Provinsi Sulawesi Barat, Kondisi ini dapat dilihat lebih jelas dalam Gambar 2 Perbandingan IPM antara Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo dan Indonesia berikut.

Sumber BPS Tahun 2010

Gambar 2 Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)Antara Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Gorontalo, dan IndonesiaTahun 2002–2009

Kondisi kesehatan Provinsi Gorontalo belum menunjukkan perbaikan yang signifikan, hal ini diwarnai dengan masih tingginya angka kematian bayi (Infant Mortality Rate) dan gizi buruk di Provinsi Gorontalo sebagaimana hasil pemantauan Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Kementerian Kesehatan, selama tahun 2005 sampai dengan 2009, yang mengemukakan bahwa jumlah temuan kasus balita gizi buruk terbesar terdapat di empat provinsi yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur dan Gorontalo. Keempat provinsi ini selalu hadir berturut-turut dari 2005-2009. Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2005, 2007 dan 2008, menduduki posisi teratas sedangkan tahun 2006 dan 2009

masing-masing ditempati Jawa Tengah dan Jawa Timur dan Gorontalo. Keempat provinsi ini selama 5 tahun berturut-turut (2005-2009) masuk ke dalam kategori 10 provinsi dengan kasus gizi buruk tertinggi, sebagaimana gambar 3:

NTT Jateng Jatim GTO 13569 30933 1435 1334 6391 2005 2006 2007 TAHUN N 2008 2009 2497 1782 9610 12507 12422

Gambar 3 Perkembangan Jumlah Kasus Gizi Buruk 4 Provinsi Tahun 2005- 2009.

Dibidang pendidikan, data Susenas yang diolah tahun 2008 menyebutkan

berdasarkan distribusi wilayah provinsi kondisi Angka Partisipasi Sekolah pada kelompok umur 13-15 tahunyang terendah berada di provinsi Gorontalo. Sedangkan kelompok umur 16-18 tahun beberapa provinsi yang pencapaiannya dibawah 50 adalah Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, NTT, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Gorontalo dan Sulawesi Barat.

Perbandingan ini memperlihatkan bahwa distribusi Angka Partisipasi Sekolah di Provinsi Gorontalo masih perlu mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah, utamanya terkait dengan rendahnya Angka Partisipasi Sekolah untuk kelompok umur 13-15 tahun dan Kelompok Umur 16-18 Tahun. Tabel 2 di bawah

ini memperlihatkan Angka Partisipasi Sekolah di beberapa Provinsi di Indonesia menurut usia sekolah, jenis kelamin dan provinsi pada tahun 2008.

Tabel 2. Angka Partisipasi Sekolah (APS) beberapa Provinsi di Indonesia menurut usia sekolahJenis kelamin dan provinsi tahun 2010

PROVINSI LAKI-LAKI PEREMPUAN

7-12 13-15 16-18 7-12 13-15 16-18 Bangka Belitung 96.04 78.49 42.87 97.46 79.94 48.55 Jawa Barat 97.94 80.64 46.77 98.42 79.57 46.18 Nusa Tengara Timur 93.66 76.44 47.65 93.78 78.42 47.48 Kalimantan Barat 96.80 84.49 48.52 97.36 83.12 49.80 Kalimantan Selatan 97.72 78.99 49.15 97.24 78.33 48.66 Sulawesi Utara 97.48 86.90 52.07 98.22 89.05 61.16 Sulawesi Tengah 97.39 79.03 47.78 96.92 82.47 50.14 Sulawesi Selatan 95.31 77.16 49.98 95.95 79.89 53.06 Sulawesi Tenggara 97.28 84.30 54.76 98.00 86.47 61.90 Gorontalo 93.57 69.92 41.97 94.46 83.10 54.16 Sulawesi Barat 93.62 72.16 41.45 95.26 77.21 44.88 Indonesia 97.68 84.13 54.81 97.98 84.69 54.59

Sumber : Diolah dari Susenas, 2011

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa Angka Partisipasi Sekolah laki-laki lebih rendah dibanding Angka Partisipasi Perempuan.Ini menunjukkan bahwa perempuan mempunyai keinginan untuk memperbaiki tingkat pendidikan yang lebih baik lagi dibanding laki-laki.Hal ini perlu mendapatkan perhatian, karena sebagai calon kepala rumah tangga, sedianya laki-laki lebih mempunyai peran penting dalam rangka meningkatkan taraf hidup rumah tangganya dengan memperbaiki tingkat pendidikannya. Angka Partisipasi Sekolah tersebut, menunjukkan persentase penduduk dengan berbagai kelompok usia baik laki-laki dan perempuan dalam upaya meningkatkan tingkat partisipasinya dalam pendidikan.Demikian pula dalam hal pendapatan per kapita masyarakat di Provinsi Gorontalo, meskipun mangalami kenaikan dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), namun jumlah penduduk miskin di provinsi Gorontalo

terus bertambah, sebagaimana perbandingan penduduk miskin antar propinsi pada tabel 3.

Tabel 3 Perbandingan Jumlah Penduduk Miskin Indonesia dalam ribu Tahun 2009

No Provinsi Perkotaan Perdesaan Perkotaan +

Perdesaan

1 Nangroe Aceh Darussalam 195.9 763.9 959.8

2 Sumatera Utara 761.7 852.1 1613.8 3 Sumatera Barat 127.3 349.9 477.2 4 Riau 245.1 321.6 566.7 5 Jambi 120.1 140.2 260.3 6 Sumatera Selatan 514.7 734.9 1249.6 7 Bengkulu 131.8 220.2 352 8 Lampung 365.6 1226 1591.6

9 Kep. Bangka Belitung 36.5 50.2 86.7

10 DKI Jakarta 379.6 0 379.6 11 Kepulauan Riau 69.2 67.1 136.3 12 Jawa Barat 2617.4 2705 5322.4 13 Jawa Tengah 2556.4 3633.2 6189.6 14 DI Yogyakarta 324.2 292.1 616.3 15 Jawa Timur 2310.6 4340.6 6651.2 16 Banten 371 445.7 816.7 17 Bali 115.1 100.7 215.8

18 Nusa Tenggara Barat 560.4 520.2 1080.6

19 Nusa Tenggara Timur 119.3 979.1 1098.4

20 Kalimantan Barat 127.5 381.3 508.8 21 Kalimantan Tengah 45.3 154.6 199.9 22 Kalimantan Selatan 81.1 137.8 218.9 23 Kalimantan Timur 110.4 176.1 286.5 24 Sulawesi Utara 72.7 150.9 223.6 25 Sulawesi Tengah 60.9 463.8 524.7 26 Sulawesi Selatan 150.8 880.9 1031.7 27 Sulawesi Tenggara 27.2 408.7 435.9 28 Gorontalo 27.5 194.1 221.6 29 Sulawesi Barat 48.3 122.8 171.1 30 Maluku 44.7 346.7 391.4 31 Maluku Utara 9 96 105

32 Irian Jaya Barat 9.5 237 246.5

33 Papua 31.6 701.5 733.1

Indonesia 12786.5 22194.8 34963.3

Sumber : Data Dan Informasi Kemiskinan BPS, Tahun 2010

Pertumbuhan ekonomi Gorontalo di atas ternyata tidak disertai pemerataan pembagian pendapatan, bahkan kesenjangan semakin melebar antarkelompok pendapatan.Pembangunan yang mengejar laju pertumbuhan ekonomi dan sentralistik justru menimbulkan ketimpangan ekonomi dan kemiskinan di

beberapa wilayah. Pembangunan yang tidak memperhatikan interaksi antarwilayah atau interaksi antara wilayah lemah akan menjadi awal munculnya ketimpangan. Ketimpangan yang terus berlanjut akan memperbesar jumlah kemiskinan. Kemiskinan dengan sendirinya akan menurunkan tingkat pembangunan manusiasebagaimana diungkapkan oleh Todaro(2000).

Sumber : BPS Provinsi Gorontalo, Tahun 2011

Gambar 4. IPM Kabupaten dan Kota di Provinsi Gorontalo

Mencermati ketimpangan atas pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan manusia di Provinsi Gorontalo baik dalam hal pendapatan, kecukupan pangan, kesehatan, usia harapan hidup, pendidikan dan kesempatan kerja atau perumahan yang merupakan indikator komponen kebutuhan dasar manusia yang dapat diagregatkan ke dalam ukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menunjukkan kinerja yang kurang menggembirakan sebagaimana Gambar 4 yang menunjukkan peringkat IPM per kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo masih jauh dari harapan.

Dokumen terkait