• Tidak ada hasil yang ditemukan

An Analysis Of The Impact Of Regional Development On Human Development (Human Capital) In Gorontalo Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "An Analysis Of The Impact Of Regional Development On Human Development (Human Capital) In Gorontalo Province"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP

PEMBANGUNAN MANUSIA (

HUMAN CAPITAL

)

DI PROVINSI GORONTALO

SYAFRYANTO ADAM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul ANALISIS

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMBANGUNAN

MANUSIA (HUMAN CAPITAL) DI PROVINSI GORONTALO adalah karya

saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2012

(4)
(5)

ABSTRACT

SYAFRYANTO ADAM, AN ANALYSIS OF THE IMPACT OF REGIONAL DEVELOPMENT ON HUMAN DEVELOPMENT (HUMAN CAPITAL) IN GORONTALO PROVINCE. Under the Supervision of ERNAN RUSTIADI and BAMBANG JUANDA.

Every regional proliferation as an attempt in the implementation of regional autonomy is essentially based on the Regional Autonomy Regulation No.32/2004 with the goal to achieve the social welfare. However, this effort is not without obstacles; various kinds of development problems are faced by all regions in Indonesia. The main indicator in the realization of social welfare can be seen from the extent of the role of local government in improving human development. This was also the case with the experience of Gorontalo Province at the post-regional autonomy period, marked by the proliferationn of Gorontalo from its parent Province of North Sulawesi. The various human development issues as the conclusions of this study are strongly influenced by the following various factors. By using the panel data methods to determine the factors that affect Human Development Index (HDI) before and after the regional autonomy, the study obtained the result that the Human Development Index of Gorontalo Province was affected by the high percentage of poor people, a factor that determined the low level of HDI in the province. In addition, the poor health facilities such as hospitals, maternity hospital, health centers and supporting health center, health care workers such as doctors and medical personnel also influenced the HDI in this "Corn" Province. Further, the educational facilities such as the buildings of elementary schools, junior and senior high schools did not have an effect on HDI in the Province of Gorontalo but other aspects such as the quality of teaching staffs (teachers and lecturers) might well affect the level of HDI, whereas the economic growth rate turned out to affect the HDI of Gorontalo Province. This study also found that the literacy rate and the net participation rate did not affect the level of HDI in the province, but the rough participation rate and the school participation rate did. Then, the educational, health and economic budgets could essential affect HDI, but in this study it was found that only the health budget had a significant impact on the HDI of Gorontalo Province, whereas the educational and economic budgets did not significantly do so.

(6)
(7)

RINGKASAN

SYAFRYANTO ADAM, ANALISIS DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP

PEMBANGUNAN MANUSIA (HUMAN CAPITAL) DI PROVINSI GORONTALO.

Di bawah bimbingan ERNAN RUSTIADI dan BAMBANG JUANDA.

Upaya mengimplementasikan otonomi daerah di setiap wilayah pemekaran harus dilandaskan pada Undang-undang Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun 2004 yang pada dasarnya adalah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya. Namun upaya ini menemui berbagai masalah, tidak terkecuali di Provinsi Gorontalo yang dimekarkan dari Sulawesi Utara. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi IPM di Provinsi Gorontalo sebelum dan sesudah otonomi daerah dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik IPM di Kota Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2010. Metode analisis ekonometrika yang dilakukan adalah dengan menggunakan regresi peubah bebas kualitatif dengan 2 kategori (yang berinteraksi dengan peubah bebas lainnya) terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi IPM di Kota Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo.

IPM di Kota Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo sangat signifikan dipengaruhi oleh faktor-faktor berupa rasio tenaga kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa makin bertambahnya tenaga kesehatan di Provinsi Gorontalo, sangat mempengaruhi IPM di Provinsi Gorontalo.Demikian pula rasio atau banyaknya murid SMP terhadap sekolah SMP sangat mempengaruhi membaiknya IPM di Provinsi Gorontalo. IPM sesudah otonomi daerah lebih baik dibanding IPM sebelum otonomi daerah. Dummy kota berinteraksi positif dengan laju pertumbuhan ekonomi, hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Kota Gorontalo sangat mempengaruhi meningkatnya IPM di Kota Gorontalo. Demikian pula dummy kota yang berinteraksi dengan persentase penduduk miskin, hal ini menunjukkan bahwa berkurangnya penduduk miskin di Provinsi Gorontalo sangat mempengaruhi peningkatan IPM di Kota Gorontalo. IPM di Provinsi Gorontalo yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti fasilitas sekolah, tenaga kesehatan dan daya beli terus mengalami perbaikan setiap tahunnya, tetapi masih lebih rendah bila dibandingkan dengan provinsi induknya Sulawesi Utara.

(8)
(9)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya imliah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)
(11)

ANALISIS DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP

PEMBANGUNAN MANUSIA (

HUMAN CAPITAL

) DI

PROVINSI GORONTALO

SYAFRYANTO ADAM

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul Tesis : ANALISIS DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP

PEMBANGUNAN MANUSIA (HUMAN CAPITAL) DI

PROVINSI GORONTALO Nama : Syafryanto Adam

NIM : H152080141

Disetujui Komisi Pembimbing

Diketahui

Tanggal Ujian : 20 Juli 2012 Tanggal Lulus :

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Anggota

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. Ketua

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan

Wilayah dan Perdesaan

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

(14)
(15)

PRAKATA

Segala Puji Bagi Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan keberkahan-NYA yang telah diturunkan ke bumi kepada seluruh ummat manusia sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga selalu tersampaikan kepada Nabiyullah Muhammad SAW atas segala pedoman dan teladan kejujuran dalam menulis karya ilmiah ini.

Karya tulis berjudulANALISIS DAMPAK OTONOMI DAERAH

TERHADAP PEMBANGUNAN MANUSIA (HUMAN CAPITAL) DI

PROVINSI GORONTALO dibuat dalam rangka memenuhi tugas akhir Tesis,

sebagai syarat dalam memenuhi gelar Magister Sainspada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan di Provinsi Gorontalo pada bulan Desember 2010 sampai dengan September 2011.

Pada kesempatan ini, Penulis juga berterima kasih kepada beberapa pihak yang berjasa selama proses penulisan tesis, yakni :

1. Ketua Komisi Pembimbing,Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr, atas bimbingan, saran dan arahan selama proses pembuatan karya tulis ini.

2. Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S., sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan banyak saran yang membangun sehingga penulisan tesis menjadi lebih baik.

3. Dr. Ir. Setia Hadi, MS, Sebagai Penguji Luar komisi yang juga telah memberikan banyak masukan demi kesempurnaan Tesis.

4. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Puteri, Msi, Sebagai Sekretaris Program Studi PWD. 5. Gubernur Provinsi Gorontalo yang telah memberikan beasiwa kepada kami. 6. Walikota Gorontalo, yang telah memberikan izin belajar kepada kami

sehingga dapat menyelesaikan magister di IPB.

7. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Provinsi Gorontalo yang telah memberikan beasiwa kepada kami.

(16)

9. Drs. Wenny Liputo, MM selaku mantan Kadis Dikpora Propinsi Gorontalo (Sekarang Asisten Gubernur Gorontalo) yang telah membantu memberikan Beasiswa kepada kami.

10.Ketua Yayasan Muhammadiyah Cabang Gorontalo.

11.KepalaSekolah, Guru dan Staf di SMA Muhammadiyah Kota Gorontalo. 12.Ibunda Rasina Hasan, serta kakak adikku yang selalu membantu dalam hal

moril dan materil. Makasih atas segala bantuan dan doanya.

13.My Beloved Wife, Ani Noviyanti, makasih atas segala kesabaran, perhatian, bantuan dan juga senyumannya, sehingga Abi bisa menyelesaikan tesis ini. 14.Alifah Aunatullah S.Adam, Putri pertamaku tersayang dan Muhammad Faruq

Abubakrin S.Adam, Putraku tersayang, semoga kamu bisa mengikuti jejak Abi&Ummi, menjadi Da’i/Da’iyah, Alim/Alimah, Hafidz/Hafidzoh, Mujahid /Mujahidah yang sholehah, cerdas, pengertian, perhatian dan kharismatik. 15.Mbak Elva, Mba Nisa, Mba Lisa, Bu Odah (PWD)dan Mbak Dian (PWL)

yang sudah sering direpotkan khususnya dalam hal jadwal bimbingan dan administrasi di PWD dan PWL.

16.Kawan-kawan PWD 2006 : Pak Yunus, Pak Bambang, Bu Alan; PWD 2007 : Pak Bambang, Pak Amir Halid, 2008 :Pak Rudi, Pak Adit, Pak Asep, Pak Hanan, Bu Rika, Bu Andi, Pak Budi, Pak Arief, Pak Arafat, Pak Adriyanus, Bu Nina, PWD 2009 : Pak Alex, Pak Untung, Pak Enirwan, Bu Luh Putu, Bu Linda, Pak Fiman, Pak Puji, Pak Masril, Pak Wawanudin, Pak Dede, Pak Endang, Pak Tabrani dan seluruh angkatan yang telah memberikan support dan banyak berbagi pengalaman.

17.Teman-teman Asrama Mahasiswa Gorontalo di Bogor (RMGB)

18.Wartawan sekaligus kontributor, sdr. Ali Mobili’u, atas bantuan dalam pengumpulan data di Gorontalo

Penyusunan karya tulis ini diakui masih terdapat banyak kekurangan baik dalam penulisan, substansi isi maupun etika tata bahasa. Akhirnya, semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi bangsa Indonesia dan peradaban dunia.

Bogor, Juli 2012

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gorontalo pada tanggal 31Maret 1973 sebagai putra keenam dari delapan bersaudara pasangan Hi.Abdurrahman Adam dan Hj. Rasina Hasan. Penulis memiliki empat orang kakak dari Bapak dan lima orang kakak dan dua orang adik dari Ibu dan Bapak. Pada tahun 2005 menikah dengan dokter Ani Noviyanti dan Alhamdulillah dikaruniai dua orang mutiara hati yang pertama seorang putri bernama Alifah Aunatullah Adam yang sekarang ini berusia 5 tahun, dan si kecil Muhammad Faruq Abubakrin Adam berusia 2 tahun.

Pada tahun 1982 penulis memulai studinya di SD Negeri 3 Ayula, Kecamatan Tapa Kabupaten Gorontalo.Padatahun 1987. Penulis melanjutkan pendidikan menengah di SLTP Negeri TapaKabupaten Gorontalo lulus pada tahun 1989. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 3Gorontalo pada tahun 1991. Setelah menamatkan Diploma Satu (D1) General Managerial and Bussiness of Administration (GMBA) di Bandung tahun 1993, Penulis sembari bekerja di Kantor Konsultan Pajak Drs. Hussein Kartasasmita, pada tahun 2002 melanjutkan kuliah di UNJ dan pada tahun 2005lulus sebagai Sarjana Pendidikan Ekonomi diUniversitas Negeri Jakarta pada Fakultas Ekonomi, Program Studi Ekonomi dan Tata Niaga.

(18)
(19)

DAFTAR ISI

2.1. Paradigma Pembangunan Pasaca Otonomi Daerah ... 13

2.2. Devinisi Otonom Daerah ... 15

2.3. Prinsip Otonomi Daerah ... 15

2.4. Desentralisasi ... 16

2.5. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah &Pembangunan Manusia .. 17

2.6. Indikator Pembangunan. ... 19

2.7. Peran Sentral Human Capitaldalam Pembangunan Ekonomi. 21 2.8.Konsep Global Pembangunan Manusia ... 22

2.9.Indeks Pembangunan Manusia ... 23

2.10. Penyusunan Indeks ... 28

2.11. Peran Alokasi Anggaran dalam Peningkatan IPM ... 29

2.12. Pendidikan &Kesehatan sebagai modal investasi manusia ... 30

2.13. TeoriPendidikan sebagai pendekatan modal manusia ... 30

2.14. Partisipasi Masyarakat Dalam Pendidikan ... 32

2.15. Teori Todaro tentang Pengaruh Pendidikan & Kesehatan .... 34

2.13. Hasil Penelitian Terdahulu ... 36

3.5. Analisis terhadap Faktor-faktor yang mempengaruhi IPM di Kota Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo ... 45

3.6. Pengujian Model dan Hipotesis... 47

3.6.1. Uji F ... 47

3.6.2. Uji t ... 49

3.6.3. Uji Statistik R2 ... 49

3.6.4. Multikolineritas ... 50

(20)

3.8.6. Autokorelasi ... 51

IV. PROFIL PROVINSI GORONTALO, KOTA GORONTALO DAN KABUPATEN GORONTALO ... 53

4.1. Profil Provinsi Gorontalo ... 53

4.1.1 . Letak Geografis dan Luas Wilayah ... 53

4.1.11. Perdagangan, Hotel & Pariwisata ... 62

4.2. Profil KotaGorontalo ... 63

4.3.Profil Kabupaten Gorontalo ... 67

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IPM DI KOTA GORONTALO ... 69

5.1 Perkembangan Pembangunan Manusia di Kota Gorontalo .. 69

5.2 Tinjauan Faktor-faktor yang Mempengaruhi IPM di Kota Gorontalo ... 70

5.2.1. Persentase Penduduk Miskin di Kota Gorontalo ... 71

5.2.2. Fasilitas Puskesmas di Kota Gorontalo. ... 72

5.2.3. Fasilitas Pustu di Kota Gorontalo ... 73

5.2.4. Rasio Dokter di Kota Gorontalo ... 74

5.2.5. RasioTenaga Kesehatan di Kota Gorontalo ... 76

5.2.6. Rasio Bangunan SD Terhadap Jumlah Murid SD di Kota Gorontalo ... 77

5.2.7. Rasio Bangunan SMP Terhadap Jumlah Murid SMP di Kota Gorontalo... 78

5.2.8. Rasio Bangunan SMATerhadap Jumlah Murid SMA di Kota Gorontalo... 79

5.2.7 Laju Pertumbuhan Ekonomi di Kota Gorontalo ... 80

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IPM DI KABUPATEN GORONTALO ... 81

(21)

6.2 Tinjauan Faktor-faktor yang Mempengaruhi IPMdi

Kabupaten Gorontalo ... 82

6.2.1 Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten Gorontalo 83 6.2.2 Fasilitas Puskesmas di Kabupaten Gorontalo. ... 84

6.2.3 Fasilitas Pustu di Kabupaten Gorontalo ... 84

6.2.4 Rasio Dokter di Kabupaten Gorontalo ... 85

6.2.5 RasioTenaga Kesehatan di Kabupaten Gorontalo ... 86

6.2.6 Rasio Bangunan SD Terhadap Jumlah Murid SD di Kabupaten Gorontalo ... 87

6.2.7 Rasio Bangunan SMP Terhadap Jumlah Murid SMP di Kabupaten Gorontalo ... 88

6.2.8 Rasio Bangunan SMA Terhadap Jumlah Murid SMA di Kabupaten Gorontalo ... 89

6.2.7 Laju Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Gorontalo 90 VII. ANALISIS EKONOMETRIKA TERHADAP FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGU- NAN MANUSIADI KOTA DAN KABUPATENGORON- TALO ... 93

7.1. Model terhadapFaktor-faktoryang mempengaruhi IPM di Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo ... 93

7.2. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang mempengaruhiIPM di Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo. ... 94

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IPM DI PROVINSI GORONTALO ... 99

8.1. Perkembangan Pembangunan Manusia di Provinsi Gorontalo ... 99

8.2. Komponen Pembentuk IPM di Provinsi Gorontalo ... 101

8.2.1. Angka Harapan Hidup di Provinsi Gorontalo ... 103

8.2.2. Angka Melek Huruf di Provinsi Gorontalo.. ... 104

8.2.3. Rata-rata Lama Sekolah Provinsi Gorontalo ... 105

8.2.4. Pengeluaran Riil Perkapita di Provinsi Gorontalo ... 107

8.3. Perbandingan IPM ... 108

8.4. Reduksi Shortfalldi Provinsi Gorontalo ... 109

8.5. Tinjauan Faktor-faktor yang Mempengaruhi IPMdi Provinsi Gorontalo ... 110

8.2.1. Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Gorontalo . 111 8.2.2. Fasilitas Puskesmas di Provinsi Gorontalo. ... 112

8.2.3. Fasilitas Pustu di Provinsi Gorontalo ... 114

8.2.4. Status Dokter Umum di Provinsi Gorontalo ... 116

8.2.5. Status Tenaga Kesehatan di Provinsi Gorontalo ... 118

8.2.6. Rasio Bangunan SD Terhadap Jumlah Murid SD di Provinsi Gorontalo ... 119

8.2.7. Rasio Bangunan SMP Terhadap Jumlah Murid SMP di Provinsi Gorontalo... 121

(22)

8.2.7. Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo .. 124

IX. KESIMPULAN DAN SARAN ... 127

9.1. Kesimpulan ... 127 9.2. Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 129

(23)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1 Perbandingan IPM Antar Provinsi di Sulawesidan Indonesia

Tahun2002-2009………. 3

2 Angka Partisipasi Sekolah (APS) beberapa Provinsi di Indonesia

menurut usia sekolahJenis kelamin dan provinsi tahun 2008…. 6 3 Perbandingan Jumlah Penduduk Miskin Indonesia dalam Juta … 7 4 Indikator-indikator Pembangunan Wilayah berdasarkan

basis/pendekatan pengelompokannya……… 20 5 Dimensi dan Indikator IPM……….. 24 6 Nilai Maksimun dan Minimum dari setiap Komponen IPM …… 28 7 Matrik tujuan, metode, data dan sumber data dalam penelitian... 45 8 Luas wilayah Kabupaten Kota di Provinsi Gorontalo ………….. 54 9 Jumlah Penduduk Provinsi Gorontalo menurut Kabupaten/kota

tahun 1999 – 2009 ……… 57 10 Jumlah Penduduk Provinsi Gorontalo Menurut Jenis Kelamin

Tahun 2009………. 58

11 Hasil Estimasi Faktor-faktor Yang Mempengaruhi IPM di Kota

Gorontalodan Kabupaten Gorontalo ……… 96 12 Perbandingan IPM Provinsi Gorontalo, Nasional &

Kabupaten/Kota..……….. 101 13 Komponen Pembentuk IPM Provinsi Gorontalo ……….. 102 14 Angka Harapan Hidup Provinsi Gorontalo Tahun 1999-2009… 103 15 Rata-rata Lama Sekolah Provinsi Gorontalo Tahun

1999-2009... 106 16 Perbandingan Peringkat IPM Antar Provinsi di Sulawesi,dan

(24)

17 Fasilitas PuskesmasMenurut Kabupaten-Kota di Provinsi

Gorontalo……….. 112 18 Puskesmas Pembantu Menurut Kab-Kota di Provinsi

Gorontalo……….. 115 19 Perkembangan SD, Jumlah Murid SD dan Rasio Bangunan SD

terhadap Murid SD, Tahun 1995-2010 Provinsi

Gorontalo.……….. 119 20 Perkembangan SMP, Jumlah Murid SMP dan Rasio Bangunan

SMP terhadap Murid SMP, Tahun 1995-2010 Provinsi

Gorontalo.……… 121

21 Perkembangan SMA, Jumlah Murid SMA dan Rasio Bangunan SMA terhadap Murid SMA, Tahun 1995-2010 Provinsi

Gorontalo.………... 122 22 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo tahun

(25)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Nasional & Provinsi

Gorontalo... 2 2 Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)Antara Provinsi

Sulawesi Utara, Provinsi Gorontalo, dan IndonesiaTahun 2002 –

2009... 4 3 Perkembangan Jumlah Kasus Gizi Buruk 4 Provinsi Tahun

2005-2009 ... 5 4 IPM dan Peringkat IPM Kabupaten dan Kota di Provinsi Gorontalo... 8 5 Pertumbuhan Ekonomi Dengan Pembangunan Manusia... 18 6 Pengaruh Pendidikan Terhadap IPM ... 27 7 Biaya Manfaat Sosial Pendidikan Vs Biaya,Manfaat Individu ... 35 8 Kerangka Pemikiran ... 41 9 Kerangka Alur Penelitian ... 42 10 Peta Lokasi Penelitian... 43 11 Peta Provinsi Gorontalo... 55 12 IPM Kota Gorontalo Tahun 1995 – 2010... 70 13 Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Gorontalo Tahun 1995-2010 72 14 Rasio Puskesmas Dengan Jumlah Penduduk Kota Gorontalo Tahun

1995-2010... 73 15 Perkembangan Rasio Puskesmas Pembantu (Pustu) terhadap

Penduduk Tahun 1995 – 2010 ... 74 16 Rasio Dokter per seratus ribu penduduk di Kota Gorontalo 3 Tahun

(26)

18. Rasio Bangunan SD terhadap Jumlah Murid SD di Kota Gorontalo

Tahun 1995-2010... 77 19. Rasio Bangunan SMP terhadap Jumlah Murid SMP di Kota

Gorontalo Tahun 1995-2010... 78 20 Rasio Bangunan SMA terhadap Jumlah Murid SMA di Kota

Gorontalo Tahun 1995-2010... 79 21 Laju Pertumbuhan Ekonomi di Kota Gorontalo Tahun 1995-2010... 80 22 IPM Kabupaten Gorontalo Tahun 1995 – 2010 ... 81 23 Persentase Kemiskinan Kabupaten Gorontalo Tahun 1995 – 2010 ... 83 24 Rasio Puskesmas Kabupaten Gorontalo Tahun 1995 – 2010 ... 84 25 Rasio Puskesmas Pembantu Kabupaten Gorontalo Tahun 1995 –

2010... 85 26 Rasio Dokter di Kabupaten Gorontalo Tahun 1995 – 2010 ... 86

27 Rasio Tenaga Kesehatan Kabupaten Gorontalo Tahun 1995 – 2010.... 87 28 Rasio Bangunan SD terhadap Murid SD di Kabupaten Gorontalo

Tahun 1995 – 2010... 88 29 Rasio Bangunan SMP per Murid SMP di Kabupaten Gorontalo Thn

1995 – 2010... 89 30 Rasio Bangunan SMA per Murid SMA di Kabupaten Gorontalo Thn

1995 – 2010... 90 31 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Gorontalo Thn 1995 – 2010.. 91 32 Durbin Watson Tes pada Model Faktor-faktor yang Mempengaruhi

IPM di di Kota Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo... 97 33 IPM Provinsi Gorontalo Tahun 1995 – 2010 ... 100 34 Angka Melek Huruf Provinsi Gorontalo Tahun 1999-2009... 105 35 Pengeluaran Riil Perkapita Provinsi Gorontalo Tahun 1999-2009... 107 36 Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi-provinsi di Pulau

SulawesiTahun 2010

...

111 37 Rasio Puskesmas Dengan Jumlah Penduduk Provinsi Gorontalo

(27)

38 Perkembangan Rasio Puskesmas Pembantu (Pustu) terhadap

Penduduk Tahun 1995 – 2010.

...

116 39 Perkembangan Jumlah Dokter di Provinsi Gorontalo 3 Tahun

terakhir (2008-2010)... 117 40 Perkembangan Jumlah Tenaga Kesehatan di Provinsi Gorontalo 3

Tahun Terakhir (2008-2009)... 118 41 Rasio Bangunan SD terhadap Jumlah Murid SD di Provinsi

Gorontalo Tahun 1995-2010 ... 120 42 Rasio Bangunan SMP terhadap Jumlah Murid SMP di Provinsi

Gorontalo Tahun 1995-2010... 121 43 Rasio Bangunan SMA terhadap Jumlah Murid SMA di Provinsi

Gorontalo Tahun 1995-2010... 123 44 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi & PDRB Perkapita Provinsi

(28)
(29)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1 Hasil Olah Data Faktor-faktor Yang Mempengaruhi IPM di Kota

Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo... 133 2 Data aktor-faktor yang Mempengaruhi IPM di Kota Gorontalo ... 134 3 Data faktor-faktor yang Mempengaruhi IPM di Kabupaten Gorontalo… 135 4 Data Panel Faktor-faktor yang Mempengaruhi IPM di Kota Gorontalo

(30)
(31)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.

Merebaknya tuntutan daerah untuk memekarkan diri merupakan bentuk dari adanya kekuatan (power) sebagai akibat dari ketidakpuasan daerah terhadap tata pemerintahan yang sentralistik. Sistem pemerintahan sentralistik di zaman orde baru dianggap sebagai pemerintahan yang hanya menjadikan daerah sebagai objek pembangunan pemerintah pusat tanpa keterlibatan rakyat secara langsung didalam proses perencanaan dan pengelolaan daerahnya.

Menurut Rustiadi et al. (2009), ada dua hal penting yang harus dilakukan untuk mewujudkan penyelenggaraan daerah yang berbasis rakyat, yaitu yang pertama penguatan capacity building ditingkat komunitas dan pemberian otonomi yang cukup bagi masyarakat untuk melaksanakan pembangunan secara mandiri. Menurutnya, pemberian otonomi perlu untuk menyelesaikan suatu masalah ditingkat lokal, namun karena tidak diberikan kewenangan, atau karena kewenangannya hanya ditangan institusi pemerintah sehingga terjadi inefisiensi dalam pembangunan karena terlalu luasnya kapasitas pemerintah hingga menyelesaikan masalah-masalah berskala kecil.

Menurut Juanda (2007), bahwa keadaan dimana terjadi kesenjangan akibat tidak meratanya pembangunan dapat memicu peluang bagi provinsi, kabupaten dan kota untuk melakukan pemekaran sebagai dampak dari kebijakan otonomi daerah. Hal ini tercermin dari perkembangan jumlah daerah yang dimekarkan sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2007 mencapai 33 propinsi yang semula di era Orde Baru hanya ada 27 provinsi, dan jumlah wilayah kabupaten kota sebanyak 459 di era reformasi yang sebelumnya hanya 246 kabupaten dan kota.

(32)

membangun kesejahteraan rakyat, memudahkan pelayanan dan memobilisasi pembangunan bagi terciptanya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Sumber : BPS Provinsi Gorontalo Tahun 2012

Gambar 1 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Nasional & Provinsi Gorontalo

Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi provinsi Gorontalo di atas rata-rata pertumbuhan nasional, sebagaimana Gambar 1 berada, sejatinya dibarengi dengan peningkatan pembangunan manusia seutuhnya.Sebagaimana pendapat Rustiadi et al. (2009) bahwa otonomi daerah mengisyaratkan perlunya peningkatkan kualitas hidup penduduk yang lebih baik secara fisik, mental maupun secara spiritual. Bahkan secara eksplisit disebutkan bahwa pembangunan sumberdaya manusia secara fisik dan mental mengandung makna peningkatan kapasitas dasar penduduk yang kemudian akan memperbesar kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan yang berkelanjutan, yang pada akhirnya bermuara kepada Indeks Pembangunan Manusia.

(33)

tingginya angka kematian bayi dan gizi buruk, rendahnya angka partisipasi sekolah serta kecilnya pendapatan per kapita.

Secara umum status pembangunan manusia di Provinisi Gorontalo masih berada pada tingkat yang relatif rendah. Data time seriesyang dikeluarkan BPS berturut-turut mulai tahun 2002 sampai dengan 2009 menunjukkan tingkat Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Gorontalo yang berada di bawah rata-rata IPM nasional. Dalam peringkat secara nasional (33 propinsi) Gorontalo menduduki peringkat ke 24 pada tahun 2002, kemudian mengalami penurunan peringkat pada tahun 2004 yaitu pada peringkat 28, naik kembali pada peringkat 25 di tahun 2005 selanjutnya pada 3 tahun berturut-turut tidak mengalami perubahan dalam peringkatnya yaitu tetap bertahan di peringkat ke 24 sebagaimana tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1 Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Antar Provinsi di Sulawesi dan Indonesia Tahun 2002-2009

(34)

Pembangunan Manusia Provinsi Gorontalo berada di bawah rata-rata Indeks Pembangunan Manusia Indonesia. Namun demikian IPM Provinsi Gorontalo, bila dibandingkan dengan Provinsi Sulawesi Barat masih lebih tinggi dibandingkan dengan IPM di Provinsi Sulawesi Barat, Kondisi ini dapat dilihat lebih jelas dalam Gambar 2 Perbandingan IPM antara Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo dan Indonesia berikut.

Sumber BPS Tahun 2010

Gambar 2 Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)Antara Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Gorontalo, dan IndonesiaTahun 2002–2009

(35)

masing-masing ditempati Jawa Tengah dan Jawa Timur dan Gorontalo. Keempat provinsi ini selama 5 tahun berturut-turut (2005-2009) masuk ke dalam kategori 10 provinsi dengan kasus gizi buruk tertinggi, sebagaimana gambar 3:

NTT

Gambar 3 Perkembangan Jumlah Kasus Gizi Buruk 4 Provinsi Tahun 2005-2009.

Dibidang pendidikan, data Susenas yang diolah tahun 2008 menyebutkan

berdasarkan distribusi wilayah provinsi kondisi Angka Partisipasi Sekolah pada

kelompok umur 13-15 tahunyang terendah berada di provinsi Gorontalo.

Sedangkan kelompok umur 16-18 tahun beberapa provinsi yang pencapaiannya

dibawah 50 adalah Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, NTT, Kalimantan

Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Gorontalo dan

Sulawesi Barat.

Perbandingan ini memperlihatkan bahwa distribusi Angka Partisipasi

Sekolah di Provinsi Gorontalo masih perlu mendapatkan perhatian khusus dari

Pemerintah, utamanya terkait dengan rendahnya Angka Partisipasi Sekolah untuk

kelompok umur 13-15 tahun dan Kelompok Umur 16-18 Tahun. Tabel 2 di bawah

(36)

ini memperlihatkan Angka Partisipasi Sekolah di beberapa Provinsi di Indonesia

menurut usia sekolah, jenis kelamin dan provinsi pada tahun 2008.

Tabel 2. Angka Partisipasi Sekolah (APS) beberapa Provinsi di Indonesia menurut usia sekolahJenis kelamin dan provinsi tahun 2010

PROVINSI LAKI-LAKI PEREMPUAN

(37)

terus bertambah, sebagaimana perbandingan penduduk miskin antar propinsi pada tabel 3.

Tabel 3 Perbandingan Jumlah Penduduk Miskin Indonesia dalam ribu Tahun 2009

No Provinsi Perkotaan Perdesaan Perkotaan +

Perdesaan

Sumber : Data Dan Informasi Kemiskinan BPS, Tahun 2010

(38)

beberapa wilayah. Pembangunan yang tidak memperhatikan interaksi antarwilayah atau interaksi antara wilayah lemah akan menjadi awal munculnya ketimpangan. Ketimpangan yang terus berlanjut akan memperbesar jumlah kemiskinan. Kemiskinan dengan sendirinya akan menurunkan tingkat pembangunan manusiasebagaimana diungkapkan oleh Todaro(2000).

Sumber : BPS Provinsi Gorontalo, Tahun 2011

Gambar 4. IPM Kabupaten dan Kota di Provinsi Gorontalo

Mencermati ketimpangan atas pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan manusia di Provinsi Gorontalo baik dalam hal pendapatan, kecukupan pangan, kesehatan, usia harapan hidup, pendidikan dan kesempatan kerja atau perumahan yang merupakan indikator komponen kebutuhan dasar manusia yang dapat diagregatkan ke dalam ukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menunjukkan kinerja yang kurang menggembirakan sebagaimana Gambar 4 yang menunjukkan peringkat IPM per kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo masih jauh dari harapan.

1.2. Perumusan Masalah

(39)

pembangunan di Provinsi Gorontalo selama satu dasawarsa (10 tahun) pasca dimekarkan dari Provinsi Sulawesi Utara diwarnai dengan perkembangan pembangunan ekonomi yang begitu pesat, namun nampak pembangunan manusia di wilayah ini masih terjadi ketimpangan dilihat dari angka maupun peringkatnya.

Laju pertumbuhan ekonomi yang mencapai 7,29 persen pada tahun 2008 dan PDRB riil perkapita yang mencapai 2.44 (juta Rupiah) ternyata tidak dibarengi perkembangan pembangunan manusianya dimana IPM Provinsi Gorontalo sejak memisahkan diri dengan provinsi Sulawesi Utara, sampai dengan saat ini masih berada di posisi ke-24. Bahkanpada tahun 2004 dan 2005 mengalami penurunan peringkat yaitu pada posisi 28 pada tahun 2004, dan urutan ke 25 pada tahun 2005.

Pembangunan manusia di Provinsi Gorontalo, tidak dapat dilepaskan dari kondisi geografis dan warisan budaya Provinsi Gorontalo secara turun temurun sejak Gorontalo masih bergabung dengan Provinsi Sulawesi Utara. Kondisi geografis dimana Gorontalo sebelumnya adalah bagian dari Sulawesi Utara yang ketika itu hanya ada Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo menjadikannya kuat dari segala bentuk ronrongan adat dan budaya. Dimana adat dan budaya Gorontalo berasaskan pada falsafah adat bersendikan sara dan sara bersendikan kitabullah. Hal ini memberikan gambaran bahwa pembangunan manusia di Provinsi Gorontalo tidak lepas dari nilai-nilai luhur agama islam yang menyertainya, yang secara tidak langsung mempengaruhi tingkat pendidikan. Dan kualitas pendidikan adalah proksi dari pembangunan manusia.

(40)

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan pembangunan sumberdaya manusia baik dalam hal pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat di Kota Gorontalo sebelum dan sesudah Otonomi Daerah ?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan pembangunan sumberdayamanusia baik dalam hal pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat di Kabupaten Gorontalo sebelum dan sesudah Pemekaran Wilayah ?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan pembangunan sumberdayamanusia baik dalam hal pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat di Provinsi Gorontalo sebelum dan sesudah Otonomi Daerah ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak otonomi daerah dan Pemekaran Wilayah terhadap kesejahteraan masyarakat di Provinsi Gorontalo. Secara rinci tujuannya adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi IPMsebelum dan sesudah Otonomi Daerah di Kota Gorontalo.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi IPM sebelum dan sesudah Otonomi Daerah di Kabupaten Gorontalo;

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi IPM di Provinsi Gorontalo.

1.4. Manfaat Penelitian

(41)

2. Memperoleh alternatif instrumen analisis pembangunan manusia di Provinsi Gorontalo.

3. Memberikan gambaran tentang model pembangunan manusia di Provinsi Gorontalo.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

1) Penelitian akan dilakukan terhadap enam kabupaten/kota yakni Kabupaten

Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Bone

Bolango dan Kabupaten Gorontalo Utara serta satu kota yaitu Kota Gorontalo

yang menjadi unit analisis sedangkan Provinsi Gorontalo menjadi wilayah

referensi.

2) Ruang lingkup penelitian difokuskan pada analisis data pencapaian Indeks

Pembangunan Manusia (IPM), berupa pendidikan yang tercermin pada Angka

Partisipasi Sekolah dan Angka Melek Huruf, kesehatan yang tercermin pada

Angka Harapan Hidup dan Angka Status Kesehatan) dan kehidupan yang

layak yang dicerminkan dengan pengeluaran perkapita riil yang disesuaikan

serta melihat faktor-faktor yang mempangaruhi Indeks Pembangunan

Manusia dengan menganalisis Tingkat Pertumbuhan Ekonomi, dan

Ketimpangan Pembangunan yang menyebabkan perbedaan pada Indeks

Pembangunan Manusia berupa PDRB per kapita, dan Rasio Belanja

(42)
(43)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Paradigma Pembangunan Pasca Otonomi Daerah.

Perkembangan beberapa tahun terakhir ini menunjukkan bahwa masyarakat menuntut hasil pembangunan yang lebih merata dan mengharapkan agar potensi yang dimiliki daerah dimanfaatkan secara maksimal. Untuk merespon keinginan tersebut, pemerintah di era reformasi ini mengeluarkan undang nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999, tentang perimbangan keuangan antara pusat dan pemerintah daerah. Melalui Undang-undang nomor 22 tahun 1999 yang diperbarui dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, berdasarkan prinsip-prinsip otonomi, daerah diberikan wewenang yang luas dalam penyelenggaraan pemerintahan.

(44)

dalam berbagai bentuk “ego-regional” berupa “keengganan” melakukan berbagai bentuk kerjasama inter-regional terutama yang dikoordinasikan oleh pemerintah pusat dan provinsi. Dengan demikian program-program pengembangan kawasan yang ditujukan untuk mendorong keseimbangan pembangunan antarwilayah/kawasan menghadapi tantangan yang berbeda dengan sebelumnya.

Tujuan dari otonomi daerah di Indonesia adalah:(1) Mencegah disintegrasi bangsa; (2) Mendorong demokrasi. (3) Memajukan daerah dengan pembagian tugas-tugas yang lebih jelas antara tingkatan-tingkatan pemerintahan.

Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah bertujuan: (1) Meningkatkan ikutsertaan masyarakat dalam pembangunan daerah, baik dalam perencanaan, pembuatan keputusan, pelaksanaan, pengawasan dan lain sebagainya yang berhubungan dengan proses kerja administrasi pemerintah. (2) Meningkatkan efektifitas pelayanan publik dalam administrasi dan manajemen. (3) Meningkatkan efektifitas dan pemerataan pembangunan daerah. (4) Mewujudkan pemerintahan yang besih dan bertanggung jawab, juga transparansi dan akuntabilitas pemerintahan. (5) Mengembangkan kehidupan politik dan sosial budaya yang lebih produktif. (6) Mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

(45)

2.2. Definisi Otonomi Daerah

Otonomi secara umum sering disebut sebagai devolusi, merupakan pelimpahan wewenang kepada badan hukum lokal di luar organisasi yang memberikan wewenang. Sedangkan secara formal sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah adalah wewenang daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang diserahkan oleh pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Menurut Undang-undang Nomor5 tahun 1974, definisi otonomi daerah adalah penyerahan urusan kepada lembaga pemerintah daerah, yaitu pemberian hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri dalam arti pemerintah daerah.

Pengertian dari Undang-undang Nomor32 tahun 2004 mengandung beberapa segi dasar, yakni: Pertama, bahwa otonomi daerah bukan skema kedaulatan daerah dalam konteks negara federal. Kedua, kebijakan otonomi lebih merupakan perubahan dalam tata susunan kekuasaan, termasuk di dalamnya terdapat perubahan prinsip kerja pemerintahan yang berupa kewenangan untuk mengatur urusan daerahnya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Ketiga, proses politik rezim Orde Baru yang tidak memberi harga pada partisipasi rakyat telah dengan seksama menunjukkan bagaimana akibat dari elitisme dan sentralisasi politik tersebut.

2.3. Prinsip Otonomi Daerah

(46)

Berdasarkan Undang-undang Nomor32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, dalam menyelenggarakan otonomi daerah, terdapat beberapa hak daerah, yakni:Pertama, mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumberdaya nasional yang berada di daerah oleh pemerintah atau yang dikuasakan/diberi ijin. Kedua, memungut pajak daerah dan retribusi daerah.Ketiga, mengelola kekayaan daerah.Keempat, mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah.

Sedangkan dalam penyelenggaraan otonomi daerah sesuai Undang-undang Nomor32 tahun 2004, daerah mempunyai beberapa kewajiban, yakni: Pertama, menyediakan pelayanan umum. Kedua, mengembangkan sumberdaya produktif di daerahnya.Ketiga, meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.Keempat, melindungi masyarakat.Kelima, melestarikan nilai-nilai sosiokultural.Keenam, mengembangkan kehidupan demokrasi.Ketujuh, mengembangkan keadilan dan pemerataan.

2.4. Desentralisasi

Desentralisasi adalah sebuah bentuk pemindahan tanggungjawab, wewenang dan sumber-sumber daya berupa dana maupun personil dari pemerintah pusat ke level pemerintahan daerah. Dasar dari inisiatif seperti ini adalah desentralisasi dapat memindahkan proses pengambilan keputusan ke tingkat pemerintahan yang lebih dekat dengan masyarakat. Alasannya adalah bahwa masyarakat yang akan merasakan langsung pengaruh program pelayanan yang dirancang dan kemudian dilaksanakan oleh pemerintah.

(47)

2.5.Pertumbuhan Ekonomi Wilayah dan Pembangunan Manusia

Menurut Rustiadi et al. (2009), secara umum pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan output produksi yang tinggi memang merupakan kinerja pembangunan yang paling popular. Namun demikian pertumbuhan perekonomian yang pesat tersebut, juga disertai munculnya berbagai masalah berupa penurunan distribusi pendapatan, peningkatan jumlah keluarga di bawah garis kemiskinan serta kerusakan sumberdaya alam akan berdampak paradoks dan mengarah pada kemunduran pembangunan itu sendiri.

Disisi lain pertumbuhan ekonomi merupakan prasyarat bagi tercapainya pembangunan manusia, karena pertumbuhan ekonomi adalah ukuran pencapaian pembangunan melalui peningkatan aktivitas dan produktivitas ekonomi serta peningkatan infrastruktur yang berdampak pada penciptaan lapangan pekerjaan dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan masyarakat. Infrastruktur yang baik adalah sektor pendukung yang paling efektif dan efisien dalam mendukung aktivitas dan produktivitas. Pembangunan akan tercapai jika didukung oleh infrastruktur yang memadai yang diindikasikan dengan layanan kualitas sarana dan prasarana yang baik.

Ketersediaan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, bandara, sistem penyediaan tenaga listrik, irigasi sistem penyediaan air bersih, sanitasi, dan sebagainya merupakan social overhead capital yang memiliki keterkaitan erat dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.Hal tersebut dilihat dari kenyataan bahwa daerah yang mempunyai kelengkapan sistem infrastruktur yang baik mampunyai tingkat laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan ekonomi yang baik pula, dibandingkan dengan daerah yang mempunyai infrastruktur yang terbatas.

(48)

(produksi dan penggunaan faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sebagaimanaTodaro dan Smith (2006).

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses transformasi yang dalam perjalanan waktu ditandai oleh perubahan struktur perekonomian, yaitu perubahan pada landasan kegiatan ekonomi maupun pada kerangka susunan ekonomi masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian, perubahan struktur dan pertumbuhan ekonomi memiliki keterkaitan yang sangat erat.

Sumber : PGSP Laporan Pembangunan Manusia

Gambar 5. Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Manusia

(49)

sangat diperlukan dalam proses produksi maupun dalam menunjang distribusi komoditi ekonomi, telekomunikasi, listrik dan air yang merupakan elemen penting dalam proses produksi dari sektor-sektor ekonomi seperti perdagangan, industri dan pertanian. Sehingga keberdaan infrastruktur akan mendorong terjadinya peningkatan produktivitas bagi faktor-faktor produksi.

Sebagaimana teori Lewis, kondisi pareto optimal akan tercapai bila terjadi mobilitas faktor-faktor produksi (labour) tanpa hambatan untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Daerah-daerah yang memiliki tingkat mobilitas faktor-faktor produksi antara daerah rendah akan menyebabkan pertumbuhan ekonominya rendah. Daerah-daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi di daerah yang bersangkutan memiliki mobilitas antardaerah rendah.

2.6. Indikator Pembangunan

Menurut Rustiadi et al. (2009) secara umum pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan output produksi yang tinggi memang merupakan kinerja pembangunan yang paling popular, namun demikian, pertumbuhan ekonomi yang pesat tersebut jika disertai dengan munculnya berbagai masalah berupa penurunan distribusi pendapatan, peningkatan jumlah pengangguran, peningkatan jumlah keluarga di bawah garis kemiskinan, serta kerusakan sumberdaya alam akan berdampak paradoks dan mengarah pada kemunduran pembangunan itu sendiri. Adanya permasalahan-permasalahan tersebut, pada tahun 1970 para pakar pembangunan mulai mengkaji ulang tolok ukur (indikator) tersebut, bukan hanya pada pertumbuhan output seperti GNP, tetapi harus disertai beberapa tolok ukur lainnya.

(50)

mencakup prasarana dan sarana wilayah, dan (4) sumberdaya sosial. Masing-masing sumberdaya memiliki sifat kelangkaan dan berbagai bentuk karaktersitik yang unik yang menyebabkan pengelolaannya memerlukan pendekatan yang berbeda-beda. Berdasarkan pemahaman bahwa proses-proses pembangunan harus terus mengarah pada semakin meningkatnya kapasitas dari sumberdaya-sumberdaya pembangunan, maka perlu dikembangkan indikator-indikator yang dapat menggambarkan kapasitas dari sumberdaya-sumberdaya pembangunan sebagaimana tabel di bawah ini :

Tabel 4 Indikator-Indikator Pembangunan Wilayah Berdasarkan Basis/Pendekatan Pengelompokan Sumberdaya.

2. Sumberdaya Alam a. Tekanan (Degradasi)

b. Dampak

2.7. Peran Sentral Human Capital dalam Pembangunan Ekonomi

(51)

dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan berkelanjutan. Asas pemerataan merupakan salah satu prinsip pembangunan manusia.Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas fisik dan mental penduduk dilakukan pemerintah melalui pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan yang program pembangunannya dirancang untuk memperluas jangkauan pelayanan pendidikan dan kesehatan dasar.

Menurut Rustiadi et al. (2009) untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, empat hal yang perlu diperhatikan adalah produktivitas, pemerataan, keberlanjutan, dan pemberdayaan.Dalam hal ini perhatian pembangunan bukan hanya pada upaya untuk meningkatkan kapabilitas manusia (melalui investasi masyarakat) saja, tetapi juga pada upaya-upaya pemanfaatan kapabilitas tersebut secara penuh. Namun demikian menurut Rustiadi paradigma pembangunan manusia tidak hanya empat hal tersebut, tetapi adanya pilihan-pilihan tambahan yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat luas seperti kebebasan politik, ekonomi, dan sosial sampai kepada kesempatan untuk menjadi kreatif dan produktif serta menikmati kehidupan sesuai dengan harkat pribadi dan jaminan hak-hak azasi manusia merupakan bagian dari paradigma tersebut. Dengan demikian paradigma pembangunan manusia mempunyai dua sisi, sisi pertama berupa formasi kapabilitas manusia seperti berbaikan taraf kesehatan, pendidikan dan keterampilan, disisi lainnya adalah pemanfaatan kapabilitas mereka untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif, kultural, sosial dan politik.Dengan demikian pembangunan manusia mencakup dimensi yang sangat luas.Pengukuran pencapaian hasil pembangunan manusia di suatu wilayah harus memberikan gambaran tentang dampak pembangunan manusia bagi penduduk dan sekaligus dapat memberikan gambaran tentang partisipasi pencapaian terhadap sasaran ideal.

2.8. Konsep Global Pembangunan Manusia

(52)

perluasan lapangan pekerjaan, kesejajaran, dan perbaikan kualitas lingkungan dan membuka akses bagi orang miskin.

Pertengahan tahun 1980-an indikator pembangunan ekonomi dengan menggunakan GNP tidak lagi sesuai dengan model sekarang (unfashionable).Di tahun 1980-an, GNP sudah tidak lagi dianggap sebagai satu-satunya alat untuk menganalisis dan menegaskan kesejahteraan sosial (social walfare). Gelombang literature pada tahun 1970-an yang menyediakan berbagai data dari berbagai negara (crossnational) sangat bermanfaat untuk menguji dan menganalisis tingkat kesejahteraan masyarakat di masa yang akan datang. Tahun 1990-an UNDP menggunakan Human Development Index(HDI) sebagai indikator untuk menganalisis kesejahteraan sosial yang menggunakan tiga indikator pembangunan yang terdiri dari pendidikan, kesehatan dan daya beli.

UNDP mendefinisikan pembangunan manusia sebagai suatu konsep proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk. Dalam konsep tersebut penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai saran (principal means) untuk mencapai tujuan itu. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, empat hal pokok yang perlu diperhatikan adalah produktivitas, pemerataan, kesinambungan, pemberdayaan (UNDP, 1995: 12). Secara singkat empat hal pokok tersebut mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Produktifitas.

Penduduk harus mampu untuk meningkatkan produktivitas dan untuk berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan pekerjaan nafkah. Pembangunan ekonomi, dengan demikian merupakan himpunan bagian dari model pembangunan manusia.

2. Pemerataan

(53)

3. Kesinambungan

Akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial harus dipastikan tidak hanya untuk generasi sekarang tetapi juga untuk generasi-generasi yang akan datang. Semua sumber daya fisik, manusia dan lingkungan harus selalu diperbarui (replenished).

4. Pemberdayaan

Penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses yang akan menentukan (bentuk) kehidupan mereka, serta untuk berpartisipasi dan mengambil manfaat dari proses pembangunan, karenanya pembangunan harus oleh penduduk bukan hanya untuk mereka.

2.9. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Perhitungan Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) telah mengalami beberapakali perubahan, namun pada prinsipnya tidak banyak yang berubah.Pada tingkat internasional perhitungan Human Development Indexdilakukan untuk membandingkan kemajuan pembangunan manusia antarnegara.Human Development Indexyang sebelumnya ditentukan oleh kombinasi tiga indikator (harapan hidup pada saat lahir, melek huruf dan pendapatan nasional), dalam perkembangannya ditambah satu indikiator yang merupakan bagian dari indikator pendidikan (pengetahuan) yaitu lama sekolah atau rasio partisipasi sekolah.

(54)

Tabel 5 Dimensi dan Indikator IPM

Pembangunan manusia mencakup dimensi yang sangat luas.Upaya membuat pengukuran pencapaian pembangunan manusia yang telah dilakukan di suatu wilayah harus dapat memberikan gambaran tentang dampak dari pembangunan manusia bagi penduduk dan sekaligus dapat memberikan gambaran tentang persentase pencapaian terhadap sasaran ideal. UNDP sejak tahun 1990 menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) merupakan indikator komposit tunggal yang walaupun tidak dapat mengukur semua dimensi dari pembangunan manusia, tetapi mengukur tiga dimensi pokok pembangunan manusia yang dinilai mencerminkan status kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk. Ketiga kemampuan dasar itu adalah umur panjang dan sehat yang akan mengukur peluang hidup, berpengetahuan dan berketerampilan, serta akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup layak.

(55)

IPM = 1/3 (X(1) + X(2) + X(3)) Dimana : X(1) :Indeks Harapan Hidup

X(2) : Indeks Pendidikan = 2/3 (Indeks Melek Huruf) + 1/3 (Indeks Rata-rata lama sekolah)

X(3) :Indeks Standar Hidup Layak

Karena hanya mencakup tiga komponen itu maka IPM harus dilihat sebagai penyederhanaan dari realitas yang kompleks yang tercermin dari luasnya dimensi pembangunan manusia.Oleh karena itu pesan dasar IPM perlu dilengkapi dengan kajian dan analisis yang dapat mengungkapkan dimensi-dimensi pembangunan manusia yang penting lainnya (yang tidak seluruhnya dapat diukur) seperti pemberdayaan perempuan, kebebasan politik, kesinambungan lingkungan dan kemerataan antargenerasi.

Pembangunan manusia mencakup hampir semua aspek kehidupan manusia mulai dari kebebasan menyampaikan pendapat, kesetaraan gender, kesempatan memperoleh pekerjaan, gizi anak, hingga kemampuan untuk membaca dan menulis bagi orang dewasa.Untuk keperluan mengukur hasil-hasil pembangunan manusia, PBB melalui United Nation Development Program (UNDP) telah menetapkan sebuah tolok ukur khusus yang dikenal sebagai human development index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

IPM pada dasarnya adalah nilai yang menunjukkan tingkat kemiskinan, kemampuan baca tulis, pendidikan, harapan hidup, dan faktor-faktor lainnya pada negara-negara di seluruh dunia. Nilai IPM menunjukkan pencapaian rata-rata pada sebuah negara dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia, yakni:

1. Usia yang panjang dan sehat, diukur dengan angka harapan hidup (AHH).

(56)

partisipasi kasar atau rata-rata lama sekolah (RLS) dengan pembobotan satu per tiga.

3. Standar hidup yang layak, yang diukur dengan produk domestik bruto (PDB) per kapita pada paritas daya beli dalam mata uang Dollar AS. Metodologi penghitungan angka IPM pada dasarnya dapat dipelajari. Pertama kali harus diketahui data berupa angka harapan hidup (AHH) dalam satuan tahun, angka melek huruf (AMH) dalam persentase penduduk, angka rata-rata lama sekolah (RLS) dalam satuan tahun dan angka pengeluaran per kapita dalam satuan mata uang. Masing-masing data ini kemudian diubah menjadi indeks kesehatan, indeks pendidikan dan indeks daya beli dengan membandingkannya dengan standar yang ditetapkan oleh UNDP.

Angka IPM sangat dipengaruhi oleh angka rata-rata lama sekolah (RLS), angka melek huruf (AMH), angka harapan hidup (AHH) dan daya beli per kapita.Faktor-faktor tersebut dapat diuraikan berdasarkan masing-masing indeks pendidikan, kesehatan dan daya beli.Selain penyebab langsung, terdapat juga penyebab tidak langsung dan penyebab mendasar.Jika pengaruh masing-masing faktor terhadap masing-masing komponen IPM dapat diketahui, maka pembiayaan program-program APBD yang berkaitan langsung dengan hal tersebut dapat meningkatkan angka IPM secara optimal.

(57)

Sumber : Wibowo 2008

Gambar 6 Pengaruh Pendidikan Terhadap IPM

Kuantitas guru sangat mempengaruhi partisipasi dalam bidang pendidikan dimana semakin banyak jumlah guru maka akan semakin meningkatkan partisipasi dalam bidang pendidikan sehingga mempengaruhi Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Banyaknya guru sangat dipengaruhi oleh seberapa besar daya beli masyarakat dalam membiayai sekolahnya sampai dengan perguruan tinggi. Disamping dipengaruhi oleh seberapa banyak lulusan tersebut mampu mengabdikan ilmunya di bidang pendidikan, dalam hal ini berkaitan dengan kualitas atau mutu tenaga pendidik dilihat dari seberapa besar jumlah tenaga pendidik (Guru) lulusan sarjana (S1).

Angka Melek Huruf (AMH) sangat dipengaruhi oleh seberapa besar jumlah masyarakat yang buta huruf dan droup out (putus sekolah). Penyebab utama dari buta huruf dan droup out dapat dikarenakan sarana dan prasarana pendidikan yang tidak menunjang, seperti jumlah sekolah

(58)

baik SD, SMP dan SMA yang terbatas, ataupun disebabkan oleh jarak menuju sekolah sangat jauh sehingga sulit untuk ditempuh, dapat juga disebabkan oleh kurangnya sarana transportasi menuju sekolah. Disamping kurangnya sarana dan prasarana infrastruktur pendidikan, kualitas dan kuantitas peserta didik juga dipengaruhi oleh seberapa besar daya beli masyarakat dalam membiayai pendidikan dalam hal ini dilihat dari besarnya pendapatan per kapita masyarakat dan juga anggaran pendidikan yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui dana bantuan sekolah.

2.10. Penyusunan Indeks

Sebelum penghitungan IPM, setiap komponen IPM harus dihitung indeksnya. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut: ( X(i,j) – X (i-min) ) digunakan batas maksimum dan minimum seperti terlihat dalam tabel 6.

Tabel 6 Nilai Maksimun dan Minimum dari setiap Komponen IPM Komponen IPM Maksimum Minimum Keterangan Angka Harapan Hidup 85 25 Standar UNDP

Ket. a) perkiraan maksimum pada akhir PJP II Tahun 2018

(59)

2.11. Peran Alokasi Anggaran Pemerintah Dalam Peningkatan IPM Pemerintah Republik Indonesia menaruh perhatian yang besar pada upaya peningkatan angka IPM sebagai indikator keberhasilan pembangunan.Hal ini erat hubungannya dengan upaya pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan kesehatan dan pemerataan pendidikan.Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemerintah RI melalui Anggaran Belanja Negara mengalokasikan dana dalam upaya meningkatkan semua komponen pembentuk IPM melalui Dana Perimbangan seperti Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) kepada tiap daerah untuk keperluan pembangunan daerah. Sebagaimana ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan pasal 40 disebutkan:

1. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar. 2. Celah fiskal merupakan selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas

fiskal.

3. Kebutuhan fiskal diukur dengan menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

4. Kapasitas fiskal diukur berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil (DBH).

5. Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.

(60)

Namun demikian korelasi antara DAU per kapita dengan pertumbuhan angka IPM sangat rendah.Hal ini menunjukkan bahwa DAU tidak banyak digunakan untuk menghasilkan program-program pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang menunjang pertumbuhan angka IPM.

2.12. Pendidikan dan Kesehatan sebagai Investasi Modal Manusia.

Pendidikan adalah hal yang mendasar untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan menjamin kemajuan sosial dan ekonomi.Todarodan Smith (2006), pendidikan dan kesehatan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar, terlepas dari hal-hal yang lain, menurutnya kedua hal itu merupakan hal yang penting.Kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan, dan pendidikan adalah hal yang pokok untuk menggapai kehidupan yang memuaskan dan berharga; keduanya adalah hal yang fundamental untuk membentuk kemampuan manusia yang lebih luas yang berada pada inti makna pembangunan.Lebih jauh lagi kesehatan merupakan prasyarat bagi peningkatan produktivitas, sementara keberhasilan pendidikan juga bertumpu pada kesehatan yang baik.Oleh karena itu, kesehatan dan pendidikan juga dapat dilihat sebagai komponen pertumbuhan dalam pembangunan. Yang vital, sebagai input fungsi agregat. Peran gandanya sebagai input maupun output menyebabkan kesehatan dan pendidikan sangat penting dalam pembangunan ekonomi.

2.13. TeoriPendidikan Kaitannya dengan Modal Pembangunan

Manusia.

(61)

Dalam arti luas, pendidikan mencakup setiap proses, kecuali yang bersifat genetis, yang membentuk pemikiran, karakter, atau kapasitasi fisik seseorang. Pendidikan tersebut berlangsung seumur hidup, karena harus mempelajari cara berfikir dan bertindak yang baru dalam setiap perubahan besar dalam hidup. Dalam arti sempit, pendidikan adalah penanaman pengetahuan, keterampilan dan sikap pada masing-masing generasi dengan menggunakan pranata-pranata, lembaga-lembaga pendidikan formal maupun lembaga pendidikan non formal sebagaimana Manan (1989).

Pendidikan formal atau informal membentuk potensi kematangan organisme.Pendidikan secara informal dipengaruhi oleh lingkungan yang membentuk nilai-nilai dan kebiasaan, sedangkan pendidikan formal merupakan upaya sadar oleh manusia untuk memberikan keterampilan dan cara-cara berpikir yang sangat diperlukan untuk kehidupan di masyarakat sebagaimana Segall et al.(1999).

Teori structural-fungsional yang merupakan consensus, atau equilibrium theory memberikan gambaran bahwa pendidikan sebagai lembaga yang berperan aktif dalam proses perubahan suatu masyarakat, sementara sekolah merupakan masyarakat kecil sebagai agen sosialisasi nilai-nilai moral yang ada dalam kehidupan masyarakat. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang tidak hanya mengajarkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan di kemudian hari untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi lebih jauh dari itu adalah menanamkan nilai-nilai budaya dan disiplin dalam masyarakat, agar anak didik menjadi pekerja dan warga negara yang baik sebagaimana Calhoun et al. (1994).

(62)

Tingkat pendidikan seseorang dapat diukur dari pendidikan yang diperolehnya dari sekolah. Tingkat pendidikan dalam skala status sosial ekonomi. Dalam Warner-meeler-bells dibagi dalam 7 tingkat yaitu 1) bersekolah di bawah 7 tahun, 2) bersekolah selama 7-9 tahun (3) bersekolah 10 sampai 11 tahun 4) tamat sekolah menengah umum, (5) tamat D3/sekolah bisnis (6) tamat 21 perguruan tinggi dan (7) profesional (master, doctor) sebagaimana Stanley dan Hopkinset al.(1978)

Analisis atas investasi dalam bidang kesehatan dan pendidikan menyatu dalam pendekatan modal manusia. Modal manusia (Human Capital) adalah istilah yang sering digunakan oleh para ekonom untuk pendidikan, kesehatan dan kapasitas manusia yang lain yang dapat meningkatkan produktivitas jika hal-hal tersebut ditingkatkan. Sebuah analogi terhadap investasi konvensional dalam modal fisik telah dibuat: Setelah investasi awal dilakukan, maka dapat dihasilkan suatu aliran penghasilan masa depan dari perbaikan pendidikan dan kesehatan. Akibatnya suatu tingkat pengembalian (rate of return) dapat diperoleh dan dibandingkan dengan pengembalian dari investasi yang lain. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memperkirakan nilai diskonto sekarang dari aliran pendapatan yang meningkat yang mungkin dihasilkan dari investasi-investasi ini, dan kemudian membandingkannya dengan biaya langsung dan tidak langsungnya. Tentu saja pendidikan dan kesehatan juga berkontribusi langsung terhadap kesejahteraan, namun pendekatan modal manusia berfokus pada kemampuan tidak langsung untuk meningkatkan utilitas dengan meningkatnya pendapatan.

2.14. Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan

(63)

angka partisipasi sekolah (APS) angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM).

Angka Partisipasi Sekolah adalah proporsi anak sekolah pada usia jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok umur yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. Sedangkan Angka Partisipasi Kasar adalah Proporsi anak sekolah pada suatu jenjang tertentu dalam kelompok umur sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. Angka Partisipasi Murni adalah Proporsi anak sekolah pada suatu kelompok umur tertentu yang bersekolah pada jenjang yang sesuai dengan kelompok umurnya. Menurut definisi, APM selalu lebih rendah dibanding dengan APK. Angka Buta Huruf adalah proporsi penduduk berusia 15 tahun ke atas yang tidak dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya. Angka melek huruf dipengaruhi secara langsung oleh banyaknya siswa yang putus sekolah dan juga banyaknya jumlah penduduk buta huruf.

(64)

Masyarakat yang memiliki daya beli rendah tidak mampu menyediakan biaya pendidikan yang memadai dan biaya transportasi untuk sekolah anak-anaknya.Faktor dukungan keluarga berkaitan erat dengan faktor daya beli.Dukungan keluarga yang lemah dalam menyekolahkan anak-anaknya umumnya terjadi pada keluarga yang memiliki daya beli rendah.Mereka lebih menginginkan anak-anaknya bekerja dari pada menempuh pendidikan.Pada keluarga yang memilik daya beli relatif baik, motivasi keluarga untuk menyekolahkan anak-anaknya relatif tinggi.

Adapun faktor kelembagaan masyarakat lebih berkaitan dengan penyediaan pendidikan non formal untuk menampung siswa yang putus sekolah. Semakin baik kelembagaan di masyarakat akan semakin meningkatkan partisipasi sekolah dan menekan buta huruf. Kelembagaan yang dimaksud dalam hal ini adalah sejenis partisipasi masyarakat untuk membantu sektor pendidikan terutama untuk menyelenggarakan berbagai macam jenis pendidikan non formal seperti pendidikan buta aksara, SLTP terbuka dan lain sebagainya.Penyebab mendasar alokasi anggaran pemerintah berkaitan dengan kemampuan pemerintah menyediakan sarana pendidikan yang memadai bagi masyarakat baik kuantitas maupun kualitasnya. Semakin besar alokasi anggaran pembangunan untuk sektor pendidikan maka akan semakin meningkatkan partisipasi sekolah dan menurunkan angka buta huruf. Alokasi anggaran yang dimaksud bukan hanya untuk penyediaan sarana pendidikan tetapi juga untuk perbaikan kesejahteraan guru termasuk penyediaan subsidi bagi siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu.

2.15. Teori Todaro tentang Pengaruh Pendidikan dan Kesehatan

(65)

keuntungan pendapatan dari pendidikan, harus dibandingkan dengan total biaya yang dikeluarkannya untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi guna memahami nilai modal manusia sebagai sebuah investasi. Biaya pendidikan tersebut meliputi pengeluaran-pengeluaran langsung seperti uang sekolah, atau biaya lain yang khususnya terkait dengan pendidikan, seperti buku-buku, dan biaya tidak langsung berupa pendapatan yang dikorbankan karena siswa tidak dapat bekerja sembari bersekolah sebagaimana gambar 7.

Sumber : Todaro & Smith, Tahun 2009.

Gambar 7 Biaya, Manfaat Sosial Pendidikan Vs Biaya, Manfaat Individu.

Secara formal, keuntungan pendapatan dari tingkat pendidikan oleh Todaro dirumuskan sebagi berikut :

TP=∑

Dimana : TP = Total Pendapatan t = Tahun

(1 + i) = Tahun-tahun bekerja selama hidup. E = Pendapatan dengan pendidikan

(66)

Rumus yang serupa juga berlaku untuk kesehatan, dimana biaya langsung dan tidak langsung dari berbagai sumber yang dicurahkan untuk memperbaiki kesehatan dibandingkan dengan pendapatan ekstra yang diperoleh di masa depan sebagai hasil dari tingkat kesehatan yang lebih baik (seperti status gizi yang lebih baik).

2.16. Hasil-hasil penelitian IPM Terdahulu.

1. Soebeno (2005), berupaya untuk menganalisis pembangunan manusia dan penentuan prioritas pembangunan sosial di Jawa Timur yang menggunakan analisis disparitas, struktur ekonomi dan tipologi wilayah dan analisis IPM menujukkan bahwa meskipun ketimpangan pembangunan antarwilayah di Jawa Timur rendah namun berimplikasi pada pembangunan sosial masyarakat. Rendahnya tingkat pendidikan dan kualitas pendidikan penduduk, angka kematian bayi dan angka harapan hidup masih mewarnai pembangunan di Jawa Timur. Namun disisi lain daya beli penduduk mengalami peningkatan.

(67)

pra-sarana, sementara Kota Gorontalo relatif lebih maju karena menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan.

(68)
(69)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Otonomi daerah erat kaitannya dengan pengembangan wilayah dan lokal yang memandang pentingnya keterpaduan antarsektoral, antarspasial (keruangan), serta antarpelaku pembangunan di dalam dan antardaerah.Sehingga setiap program-program pembangunan sektoral dapat dilaksanakan dalam kerangka pengembangan wilayah.

Penyerahan kewenangan dari pusat ke daerah diikuti juga dengan penyerahan kewenangan pembiayaan bagi penyelenggaraan pemerintahan kepada daerah.Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, dituntut kemandirian dalam menggerakkan roda pembangunan wilayahnya masing-masing baik dari segi perencanaan, pembiayaan maupun pelakasanaannya.Partisipasi aktif masyarakat dalam pembanguan tersebut secara langsung berpotensi untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah yang bersangkutan. Dengan demikian prioritas pembangunan disetiap daerah lebih dititikberatkan pada konsep bottom-up planning yang mengacu kepada kebutuhan daerah dengan memperhatikan potensi dan kemampuan daerah yang bersangkutan.

Terbentuknya Provinsi Gorontalo, diharapkan dapat membawa perubahan besar dalam upaya meningkatkan pembangunan, pelayanan pada pemerintahan dan kemasyarakatan serta memberikan kewenangan dalam memanfaatkan potensi yang ada diwilayahnya.Salah satu indikator dari keberhasilan otonomi daerah dapat diukur dengan seberapa jauh peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM).Keberhasilan pembangunan manusia dapat dilihat dari seberapa besar terpenuhinya kebutuhan minimal yang diperlukan manusia untuk hidup dengan layak.

Gambar

Gambar 1 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Nasional & Provinsi Gorontalo
Gambar 2 Perbandingan IPM antara Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo dan
Gambar  3 Perkembangan Jumlah Kasus Gizi  Buruk  4 Provinsi Tahun 2005-
Tabel 2. Angka Partisipasi Sekolah (APS) beberapa Provinsi di Indonesia menurut
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran merupakan proses ilmiah, karena itu peserta didik dapat dengan aktif menemukan (discovery) suatu konsep atau prinsip pelajaran, sehingga proses pembelajaran

Perubahan tersebut ditandai dengan perubahan karakter hukum internasionalyang bersasis pada kedaulatan negara secara ketat dan kaku ke arah pola hubungan antar negara yang cair

Paragraf 3 : Seharusnya ruang terbuka hijau yang ada di suatu kota memiliki luas paling sedikit 30% dari luas kota tersebut, namun nyatanya aturan ini tidak terpenuhi di seluruh

Sektor yang memberikan kontribusi terbesar ke Negara dalam aspek penerimaan APBN Indonesia pada tahun 2015 adalah Penerimaan dalam negeri yang mencapai angka

Kondisi pembelajaran seperti itu menimbulkan beberapa permasalahan, pertama, siswa belajar haya satu jam pelajaran untuk setiap kelompok sehingga pengerjaan latihan dibutuhkan

[r]

Adalah gaya bahasa sindiran yang paling halus. Kadang yang disindir sampai tidak terasa.Gaya bahasa ini dipakai dengan cara menggunakan kata-kata yang. mengandung arti kebalikan

Untuk mengidentifikasi penerapan experiential marketing yang baik dan tepat untuk mempengaruhi pembelian di Restoran Hanamasa Gubeng Surabaya yang nantinya kepuasan konsumen