• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR SIMBOL L, LWL Panjang garis air

1.1. Latar Belakang

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam 40 tahun terakhir telah terjadi peningkatan kebutuhan akan kapal-kapal penumpang dan kargo ditinjau dari aspek hambatan dan tenaga penggerak yang semakin efisien sehingga mampu mengurangi kebutuhan energi, terutama bahan bakar minyak (BBM) yang bersumber dari energi fosil. Selain itu, faktor dinamika gerak kapal (seakeeping) yang menggambarkan kemampuan dan kenyamanan kapal ketika beroperasi di laut tenang (calm water) dan perairan bergelombang (oblique seas) juga memperoleh perhatian yang sangat penting. Berbagai bentuk dan konfigurasi kapal kemudian dikembangkan dan meliputi bentuk-bentuk kapal lambung tunggal (monohull), kapal lambung ganda (twinhull, catamaran), dan kapal lambung banyak (multihull). Penelitian tentang berbagai bentuk badan kapal tersebut dilakukan di berbagai negara, antara lain dilaporkan di dalam Turner dan Taplin (1968) menjelaskan perhitungan tenaga penggerak kapal katamaran ukuran besar, Larsson dan Baba (1969) membahas pembagian komponen hambatan kapal, Pien (1976), Miyazawa (1979) dan Liu dan Wang (1979) menjelaskan penenentuan hambatan interferensi kapal katamaran, Insel dan Molland (1992) melakukan penelitian sistematis menggunakan model NPL dan series-64 dan mengusulkan formulasi matematis perhitungan hambatan kapal katamaran, Utama (1999) menjelaskan perhitungan hambatan kapal katamaran secara eksperimental dan numerik, dan Utama dkk (2008) membahas perhitungan hambatan kapal katamaran dan trimaran untuk aplikasi penumpang di perairan sungai secara eksperimental.

Ketiga moda kapal tersebut umumnya dibangun untuk aplikasi kapal penumpang (ferries), sarana olahraga (sporting craft) dan kapal riset oseanografi (oceanographic research vessels) (Utama, 2008). Dari ketiga jenis tipe kapal tersebut, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan yang perlu diperhatikan ketika kita akan mempergunakannya. Kapal-kapal berbadan tunggal (monohull) memang telah ada sejak dahulu dan telah banyak digunakan untuk

2

aplikasi kapal-kapal penumpang, pengangkut kontainer dan kargo cair, kapal perang, dan lain-lain. Bentuk lambung tunggal (monohull) antara lain dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Kira-kira sejak 30 tahun terakhir, perkembangan dan permintaan terhadap tipe kapal-kapal (multihulls) semakin meningkat. Kapal-kapal jenis ini apabila dibandingkan dengan kapal-kapal berbadan tunggal (monohulls) mempunyai beberapa kelebihan antara lain tata letak akomodasi yang lebih menarik, adanya peningkatan stabilitas melintang dan dalam sejumlah kasus mampu mengurangi kapasitas tenaga penggerak kapal untuk mencapai kecepatan dinas tertentu. Penggunaan kapal katamaran pada umumnya adalah untuk kapal penumpang cepat dimana lambung yang ramping (slender) memungkinkan adanya pengurangan hambatan sebagai akibat dari berkurangnya luas permukaan basah badan kapal dan selanjutnya menghasilkan kapasitas motor induk (main engine) yang lebih kecil dan konsumsi BBM yang lebih efisien serta lebih ramah lingkungan.

Gambar 1.1. Kapal penumpang monohull, (wikipedia, 2010)

Secara ekonomis, data dan fakta ini menunjukkan bahwa biaya operasional kapal katamaran dapat menjadi lebih murah dibandingkan sebuah kapal berbadan tunggal yang setara. Keuntungan yang sama dipercaya dapat diaplikasikan pada pengoperasian kapal – kapal penumpang yang tidak membutuhkan kecepatan terlalu tinggi seperti untuk angkutan sungai dan kapal-kapal penyeberangan untuk

3

menggantikan peranan feri roro berbadan tunggal yang disinyalir bermasalah dengan persoalan stabilitas dan keselamatan (Utama dkk, 2009). Suatu hal yang membuat kapal katamaran menjadi populer dan sukses digunakan dalam moda transportasi adalah tersedianya area geladak (deck area) yang lebih luas, tingkat stabilitas yang lebih nyaman dan aman (Seif, 2004, dan Zouridakis, 2005). Contoh dari sebuah kapal katamaran diperlihatkan pada Gambar 1.2.

Kapal katamaran memiliki sarat air yang rendah sehingga kapal ini dapat dioperasikan pada perairan dangkal dan kemudian bentuk lambung yang langsing (slender) dapat memperkecil timbulnya sibakan air (wavewash) dibanding kapal lambung tunggal (monohull). Konsep kapal katamaran paling banyak dipilih dan mendapatkan perhatian karena sejumlah kelebihannya antara lain memiliki luasan geladak yang lebih besar dan stabilitas melintang yang lebih baik dibandingkan kapal berbadan tunggal (Insel dan Mollland, 1992). Sejumlah hasil penelitian memperlihatkan bahwa konfigurasi kapal katamaran dapat memperbaiki karakteristik hambatan kapal seperti yang dilakukan oleh Matsui dkk (1993), Molland dan Utama (1997), Couser dkk (1997), Couser dkk (1998), Molland dkk (2000), dsn Utama (2006). Keberadaan 2 lambung (demihull) yang saling berdekatan pada jarak tertentu telah menimbulkan apa yang disebut hambatan interaksi atau interferensi dimana efeknya dapat menguntungkan atau malahan merugikan kapal itu sendiri. Fenomena menarik lainnya adalah perilaku gerakan kapal akibat pengaruh gelombang yang lebih popular disebut seakeeping. Sejumlah hasil penelitian memperlihatkan bahwa konfigurasi kapal katamaran dapat memperbaiki kualitas seakeeping kapal (Wellicome dkk, 1998).

Gambar 1.2. kapal penumpang katamaran (high speed catamaran), (wikipedia, 2009)

4

Di samping kedua bentuk lambung kapal monohull dan katamaran, bentuk lambung kapal berbadan tiga (trimaran) juga mengalami perkembangan yang cukup pesat di seluruh dunia pada saat ini. Istilah trimaran dalam abad ke-20 diyakini berhubungan dengan kata ‘tri’ dan ‘(cata) maran’ dimana diketahui pertama kali dikembangkan oleh Victor Thechet, perintis dan perancang kapal-kapal berbadan banyak (multihulls) kelahiran Ukrainia. Namun demikian, kapal-kapal trimaran (tradisional) dipercaya pertama kali dibangun oleh suku bangsa Polynesia di Pasifik Selatan kira-kira 4.000 tahun yang lalu. Popularitas kapal katamaran dan trimaran, terutama sebagai kapal layar, berkembang pada tahun 1960an dan 1970an.

Contoh aplikasi kapal tradisional trimaran diperlihatkan pada Gambar 1.3. Selanjutnya, dalam konteks kapal modern aplikasi trimaran diawali pada kapal perang (lihat contoh Gambar 1.4) dengan pertimbangan kualitas stabilitas dan seakeeping yang lebih baik, dan belakangan berkembang untuk aplikasi kapal penumpang (lihat contoh Gambar 1.5).

Gambar 1.3. Perahu tradisional trimaran, (wikipedia, 2008)

5

Gambar 1.5. Kapal penumpang trimaran, (wikipedia, 2010)

Pada saat ini ketika pertumbuhan ekonomi meningkat dan didukung oleh program tol laut dan perwujudan Indonesia sebagai poros maritim dunia, maka kebutuhan akan kapal sangatlah besar bagi negara-negara kepulauan seperti halnya negara Indonesia yang merupakan salah satu negara kepulauan terbesar yang dikelilingi oleh beribu-ribu pulau yang terbentang di wilayah perairan Nusantara.

Papanikolaou dkk (2005) memberikan data perbandingan kebutuhan untuk masing-masing tipe kapal seperti disajikan pada Gambar 1.6. Terlihat dengan jelas tipe katamaran mendominasi kebutuhan akan kapal-kapal modern kira-kira 34%. Kebutuhan tipe kapal trimaran digologkan ke kelompok tidak dikenal (unknown) dan kebutuhannya relatif kecil (0.5%). Seiring dengan perkembangan jaman dan perbaikan sistem transportasi global maka kebutuhan akan kapal trimaran menunjukkan kecenderungan meningkat terutama untuk fungsi kapal perang dan kapal penumpang (Kurultay, 2003).

6

Gambar 1.6. Advance marine vehicle, (Papanikolaou dkk,2005) Seperti halnya kapal katamarn, maka kapal trimaran juga memiliki karakteristik hambatan dan gerak kapal (seakeeping) yang sangat baik, sehingga selain efisien dalam konteks konsumsi bahan bakar, kapal trimaran juga memiliki tingkat kenyamanan yang tinggi.

Moda kapal trimaran sangat layak dioperasikan di perairan Indonesia, meliputi perairan tertutup (danau dan sungai), terbatas (selat, antar pulau yang berdekatan), dan terbuka (misalnya Laut Jawa dan Laut Arafura). Contoh aplikasi pada perairan terbatas dan terbuka adalah wilayah Kepulauan Maluku. Perairan Maluku memiliki dua zona laut yang berbeda karateristik yaitu laut terbatas yang masih dikatagorikan laut tenang karena tinggi gelombang masih di bawah 1 meter dan perairan laut terbuka dengan tinggi gelombang dapat mencapai ketinggian 3-5 meter (BMKG Maluku, 2014). disertai dengan kondisi cuaca yang sangat ekstrim dan cepat berubah sehingga menyebabkan ketidaknyamanan dan selanjutnya dapat mengancam keselamatan jiwa di laut.

Dengan jarak antara pulau yang bervariasi, dimana ada yang dekat dan ada pula yang sangat jauh jaraknya, sehingga untuk menjangkau satu pulau ke pulau lain dapat melewati perairan terbatas dan bisa juga melewati laut terbuka. Gambar 1.7 menggambarkan kondisi alur perairan Maluku serta letak geografis dan posisi dari pulau-pulau yang terbentang pada kepulauan Maluku. Selanjutnya, Gambar 1.8a menggambarkan contoh pelayaran jarak dekat dan Gambar 1.8b memperlihatkan contoh pelayaran jarak jauh. Kedua jarak pelayaran yang berbeda tersebut menggambarkan kondisi gelombang yang berbeda, dimana pada jarak

7

dekat tinggi gelombang rata-rata berkisar 0-1 m atau berada pada sea state 0-2 dan pada pelayaran jauh tinggi gelombang di atas 1 m dan bahwa dapat mencapai 3-4 m atau berada pada sea state 3 ke atas (Bhattacaryya, 1978 dan Rawson dan Tupper, 2001).

Gambar 1.7. Peta Kepulauan Maluku

Gambar 1.8 Pelayaran (a) Jarak dekat, (b) Jarak jauh

Besarnya permintaan akan kapal untuk memenuhi kebutuhan transportasi laut di Kepulauan Maluku (Provisi Maluku dan Maluku Utara), menuntut tersedianya kapal dari berbagai tipe dan bentuk dalam jumlah yang memadai. Kapal-kapal

8

tersebut dapat berupa kapal tipe displasemen dan semi-displasemen (planning). Menurut catatan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (2014), sebagian besar kapal yang beroperasi di Perairan Maluku mempunyai panjang (LBP) di bawah 60 meter. Kapal-kapal tersebut, sebagian besar, tidak dapat beroperasi secara maksimal pada kondisi cuaca yang tidak menguntungkan (severe weather) terutama pada bulan April sampai Juni dan bulan Oktober sampai Desember dimana tinggi gelombang mencapai 3-5 meter (BMKG Maluku 2014). Disertasi ini dimaksudkan untuk meneliti karakteristik moda kapal trimaran yang layak dioperasikan pada perairan terbatas dan terbuka seperti Perairan Maluku. Aspek yang diteliti adalah persoalan hambatan (resistance) dan dinamika kapal (seakeeping) dan dilaksanakan melalui kajian empiris, pengujian model di towing tank, dan pengembangan model numerik berbasis computational fluid dynamics (CFD).

Dokumen terkait