• Tidak ada hasil yang ditemukan

Latar Belakang Kebangkitan Islam di India

BAB IV PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Kebangkitan Islam di India

Kebangkitan Islam muncul sebagai akibat dari kemunduran dan keterbelakangan yang dialami umat Islam. Keadaan ini menggugah kesadaran para pemikir Islam untuk mencari solusi atas masalah ini. Dimulai dengan gerakan Wahabiyah yang dipimpin Muhammad ibn Abdul Wahab pada abad 18 di Jazirah Arab. Pengaruh Wahabiyah menyebar dengan cepat dari Timur Tengah, Afrika, Asia Tenggara dan anak benua India. Ketika itu pula pergerakan intelektual lain ikut lahir, selama pertengahan terakhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 di daerah-daerah yang berada di bawah dampak kultural dan intelektual Barat (Fazlur Rahman 1985: 20). India merupakan salah satu dari pusat pergerakan ini. Di belahan dunia ini, terjadi perbenturan antar peradaban Barat dan Timur, sistem pendidikan tradisional dan modern, pandangan hidup dunia lama dan baru, serta Islam dengan Kristen telah mencapai puncaknya. (Sayid Ali Nadwi, 2005: 3)

Sejarah masuknya Islam di anak benua India sudah terjadi semenjak masa Nabi Muhammad SAW masih hidup pada abad 7 M. Pedagang-pedagang Arab yang sudah memeluk Islam sudah berhubungan erat dengan dunia timur melalui

pelabuhan-Pada masa ini, Raja Cheraman Perumal, Raja Kadangalur dari pantai Malabar telah memeluk Islam dan menemui Nabi, namanya diganti menjadi Tajudin. Pada masa Umar ibn Khattab, pada tahun 643-644 M Panglima Mughira menyerang Sind, tetapi gagal. Pada tahun itu Abdullah ibn Amar Rabbi sampai wilayah Mekran untuk menyiarkan Islam dan memperluas daerah kekuasaan Islam. Pada masa Usman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib, dikirim utusan ke wilayah India untuk meyelidiki adat istiadat dan jalan-jalan menuju India. Inilah awal mula Islam menyebar ke India melalui jalan darat. (Dudung Abdurahman, 2002:166-167)

commit to user

Awal kekuasaan Islam di wilayah India terjadi pada masa Khalifah Al-Walid, dari dinasti Bani Umayyah pada abad ke 8 M. Penaklukan wilayah ini dilakukan oleh tentara Bani Umayyah di bawah pimpinan Muhammad ibn Qasim. Kemudian muncullah dinasti Ghaznawi mengembangkan kekuasaannya di India di bawah pimpinan. Sultan Mahmud, dan pada tahun 1020 M, ia berhasil menaklukan hampir semua kerajaan Hindu di wilayah ini, sekaligus mengislamkan sebagian masyarakatnya. Setelah dinasti Ghaznawi Hancur, muncul dinasti-dinasti kecil seperti Mamluk (1206-1290), Khalji (1296-1316), Thuglug (1320-1413) dan dinasti-dinasti kecil lain sampai Babur datang pada permulaan abad ke 16 dan membentuk dinasti Mughal di India.

Kerajaan Mughal di India dengan Delhi sebagai Ibukota didirikan Zahiruddin Babur (1482-1530), salah satu cucu Timur Lenk. Ayahnya bernama Umar Mirza, penguasa Ferghana. (Badri Yatim, 2006: 145-147) Setelah kerajaan Mughal berdiri, Raja-Raja Hindu di seluruh India menyusun angkatan perang yang besar untuk menyerang Babur. Pasukan Hindu ini dapat dikalahkan Babur. Babur meninggal pada tahun 1530 M meninggalkan kejayaan yang cemerlang. Pemerintahan selanjutnya dipegang oleh Humayun, putra sulung Babur. Sepanjang masa pemerintahannya selama sembilan tahun 1530-1539 M negara tidak pernah merasa aman. Humayun digantikan anaknya, Akbar. Pada masa Akbar inilah kerajaan Mughal mencapai masa kejayaannya. Kemajuan yang dicapai Akbar masih dapat dipertahankan oleh tiga sultan berikutnya, yaitu Jehangir (1605-1628 M), Syah Jehan (1628-1658 M), dan Aurangzeb (1658-1707 M). setelah itu, kemajuan-kemajuan kerajaan Mughal tidak dapat dipertahankan. (Badri yatim, 2006: 148-149)

Satu setengah abad setelah dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut Aurngzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke 18 M kerajaan memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu di India tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur semakin lama

commit to user

semakin mengancam. Sementara itu, para pedagang Inggris semakin kuat kedudukannya. (Dudung Abdurahman, 2002: 159)

Sejak tahun 1818 M Inggris menjadi kekuatan terkemuka di sebagian besar wilayah India, terutama daerah-daerah yang mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti Bengal, dataran sungai Gangga dan wilayah sekitar lembah sungai Indus. Kehadiran Inggris mendapat reaksi yang beragam dari Umat Islam. Puncak kekuasaan Inggris diraih pada tahun 1857 ketika kerajaan Mughal benar-benar jatuh dan rajanya yang terakhir, Bahadur Syah diusir ke Rangoon (1858). Inggris juga berusaha menguasai Afghanistan (1879) dan kekuasaan muslim Baluchistan juga ditaklukkan (1899). Dengan demikian Imperialisme Inggris telah merata di seluruh anak benua India.

Kehadiran Inggris mendapat reaksi yang beragam dari umat Islam. Ada tiga kelompok yang berbeda strategi dalam merespon imperialisme Inggris. Pertama kelompok yang non kooperatif yang dipelopori ulama tradisional Deoband. Kedua, bekerjasama dengan Inggris diwakili Sayyid Ahmad Khan, dan Ketiga menjaga jarak dengan Inggris yang dipelopori oleh gerakan Aligarh yang merupakan pengikut Ahmed Khan. Kelompok Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa, loyalitas terhadap pemerintah Inggris merupakan suatu keharusan untuk mensejahterakan umat Islam. Sikap bermusuhan akan menghilangkan kesempatan untuk meraih posisi dalam pemerintahan. Usaha Khan yang lain adalah membentuk lembaga pendidikan untuk mencerdaskan umat Islam. Tahun 1859 mendirikan The Translation Society di Moradabad, untuk menerjemahkan buku-buku seni dan sains. Untuk meningkatkan moral dan aktifitas dibentuk majalah Thzib al-Akhlak 1870. Ahmad Khan juga mendirikan perguruan tinggi Mohammadan-Anglo-Oriental College 1876, yang kemudian berubah menjadi Universitas Aligarh 1920 dengan menggunakan kurikulum Barat.

Kelompok penantang mengadakan perlawanan melalui gerakan anti Inggris. Puncaknya adalah meletusnya Revolusi Mutiny tahun 1957. Banyak perwira dan pejabat Inggris dibunuh. Namun, gerakan ini dapat dipadamkan karena tidak didukung kekuatan yang memadai. Revolusi ini dipicu oleh sikap Inggris yang tidak bersahabat dengan rakyat India. Orang-orang India baik yang

commit to user

Hindu maupu Islam tidak diikutsertakan di parlemen. Di samping itu Inggris juga mengintervensi dalam soal-soal keagamaan. Dampak dari revolusi ini justru merugikan Umat Islam yang dianggap sebagai pemicunya. Pemerintah Inggris mulai merangkul orang Hindu dan mengucilkan orang Islam. Keadaan ini menjadikan posisi umat Islam lemah karena dari segi kuantitas tergolong minoritas.

Sejak jatuhnya Mughal dan kekalahan dalam pemberontakan Mutiny tahun 1857, umat Islam India sadar bahwa kedudukannya terancam karena minoritas. Pencarian masa depan yang cerah bagi Umat Islam merupakan usaha untuk menemukan kepribadian, ideologi yang mengesahkan suatu tatanan sosial baru berdasarkan cita-cita dan nilai-nilai Islam. Gerakan Islam memiliki akar sejarah dalam fundamentalis pra-modern, seperti gerakan Syah Waliyullah dari Delhi, dan Sayyid Ahmad Syahid dari Bareilly. Pada abad 19 dan 20 dilanjutkan oleh nasionalis modernis seperti Sir Sayyid Ahmad Khan, Syed Amir Ali dan Muhammad Iqbal. Dukungan lain bersal dari gerakan kebangkitan agama seperti Jamaah Tabligh dari Maulana Muhammad Ilyas, Gerakan Sufi Reformasi Maulana Asyraf Ali Thanavi,

Jamaat-i-Gerakan Khilafat Maulana Muhammad Ali Jauhar, dan gerakan Khaksar dari Allamah Inayatullah Ali Masyriqi. Gerakan-gerakan inilah yang menjadi penggerak utama bagi terwujudnya pembaruan di kalangan Umat Islam India. (Dudung Abdurrahman. 2002: 189-192)

Ahmadiyah sebagai gerakan keagamaan juga merupakan salah satu dari gerakan pembaruan dalam Islam. Ahmadiyah lahir di India pada akhir abad ke 19 di tengah suasana kemunduran Umat Islam India sebagai protes atas infiltrasi budaya. Serangan gencar kaum missionaries Kristen yang memperoleh pengikut-pengikut baru, berdirinya Universitas Aligarh yang membawa paham rasionalis dan westernisasi merupakan tantangan terhadap eksistensi Islam di India.

Sejarah berdirinya Ahmadiyah tidak terlepas dari Mirza Ghulam Ahmad sebagai pendiri gerakan ini. Sebagaimana pemikir Islam lainnya. Mirza Ghulam Ahmad berusaha memperbaiki keadaan umat Islam India melalui pola pikir dan pola sikap dalam memahami Islam yang disesuaikan dengan perubahan zaman.

commit to user

Ahmadiyah sebagai gerakan Islam yang berpusat di India, menekankan aspek-aspek spiritual Islam, yakni gerakan yang bersifat mahdiistik karena adanya keyakinan terhadap al Mahdi. Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku telah diangkat Tuhan sebagai al Mahdi dan al Masih merasa mempunyai tanggung jawab moral untuk memajukan Islam dengan memberikan Interpretasi baru terhadap ayat-ayat

Al-kepadanya.

Ciri lain dari gerakan Ahmadiyah adalah berorientasi pada pembaruan pemikiran yang bercorak liberal. Hal ini dapat dilihat pada kenyataan bahwa pemikiran-pemikiran keagamaan Ahmadiyah lebih bercorak rasional, terutama dalam kajiannya mengenai masalah akidah, seperti kajian persoalan kenabian, wahyu, penjelmaan al-Masih ibn Maryam, dan kemahdian Ahmadiyah. Tokoh ini berkeyakinan bahwa satu-satunya cara mempersatukan umat beragama dan menjauhkannya dari sikap permusuhan hanyalah dengan membawa umat beragama ke dalam Islam sambil menunjukkan bukti-bukti kekeliruannya. Corak pemikiran Mirza Ghulam Ahmad yang liberal dan khas ini merupakan refleksi dari sikapnya membela Islam dari serangan pemeluk Hindu, misionaris Kristen dan peradaban Barat yang semakin merusak masyarakat muslim.

Pada awalnya gerakan ini mendapatkan simpati dan dukungan dari para ulama dan umat Islam kebanyakan, tetapi semenjak pendirinya yaitu, Mirza Ghulam Ahmad menyatakan dirinya sebagai al Masih, al Mahdi dan seorang Nabi, rasa simpati dan dukungan itu berubah menjadi tentangan. Pembaruan Ahmadiyah ini telah menyentuh keyakinan umat Islam yang sangat sensitif, yaitu masih adanya nabi dan wahyu yang diturunk

sesudah kerasulan Muhammad SAW. Inilah yang menyebabkan timbulnya reaksi keras dan permusuhan umat Islam terhadap Ahmadiyah. (Iskandar Zulkarnain, 2005: 76-77)

Berdasarkan latar belakang di atas maka dianggap perlu adanya suatu karya ilmiah untuk mengenang gerakan Ahmadiyah yang dianggap sebagai sebuah gerakan yang mempunyai pengaruh terhadap kebangkitan Islam di India

commit to user

khususnya dan dunia Islam pada umumnya, dengan sebuah judul GERAKAN AHMADIYAH DAN KEBANGKITAN ISLAM DI INDIA (1889-1947)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, kami merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah latar belakang kebangkitan Islam di India? 2. Bagaimanakah proses berdiri dan perkembangan Ahmadiyah?

3. Bagaimanakah peran Gerakan Ahmadiyah dalam kebangkitan Islam di India?

4. Bagaimanakah sikap Muslim terhadap Gerakan Ahmadiyah?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui : 1. Latar belakang kebangkitan Islam di India

2. Proses berdiri dan perkembangan Ahmadiyah

3. Peran Gerakan Ahmadiyah dalam kebangkitan Islam di India 4. Sikap Muslim terhadap Gerakan Ahmadiyah

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian harus dapat diketahui kegunaan dari setiap kegiatan ilmiah, adapun kegunaan penelitian ini adalah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

a. Menambah pengetahuan sejarah, khususnya yang berkaitan dengan Gerakan Ahmadiyah

b. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya tentang Kebangkitan Islam di India

commit to user

2. Manfaat praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

a. Bagi peneliti sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana kependidikan program pendidikan sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Sebagai bahan referensi bagi pemecahan masalah yang relevan dengan masalah ini.

c. Sebagai salah satu karya ilmiah yang diharapkan dapat melengkapi koleksi penelitian ilmiah di perpustakaan khususnya di lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

commit to user

8 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori 1. Kebangkitan Islam

Kata kebangkitan berasal dari bahasa Inggris mengandung

beberapa pengertian, yang pertama mengandung arti bahwa Islam

menjadi penting kembali, yaitu memperoleh kembali prestise dan kehormatan dirinya. Yang kedua

berkaitan dengan masa lalu, masa kejayaan Islam yaitu masa hidup Nabi Muhammad dan para pengikutnya. (Chandra Muzzafar, 1988: 7)

Istilah kebangkitan Islam dipergunakan untuk semua gerakan yang bertujuan memperbaharui cara berfikir dan cara hidup umat Islam. Ibn Taimiyah

(1263- Muhyi atsaris

yakni membangkitkan kembali ajaran-ajaran lama, ajaran Rasulullah dan para sahabatnya dengan berpedoman pada Al Quran dan Hadis. (Lothrop Stoddard, 1966: 297)

Menurut Fazlur Rahman (1985: 22) Semua gerakan kebangkitan Islam memperlihatkan ciri-ciri umum berikut: i) suatu reaksi terhadap kemerosotan sosial moral masyarakat muslim, ii) suatu gerakan untuk kembali ke Islam orisinal menanggalkan tahyul-tahyul yang ditanamkan dalam bentuk-bentuk sufisme populer, meninggalkan gagasan tentang kemapanan dan finalitas mazhab-mazhab hukum tradisional, dan berusaha melaksanakan ijtihad, iii) suatu anjuran untuk melaksanakan pembaharuan ini melalui kekuatan bersenjata (jihad) bila perlu.

Kebangkitan Islam dapat menunjukkan suatu gejala yang pernah terjadi pada masa yang lalu, hingga kebangkitan agama Islam pada masa kini juga menunjukkan gejala-gejala atau unsur-unsur dalam kebangkitan Islam di masa lampau. Kejayaan Islam di masa lampau telah menjadi pijakan atau menjadi tolak ukur yang baik bagi kebangkitan umat Islam di masa kini, yaitu kebangkitan yang

commit to user

pernah dialami oleh Nabi Muhammad bersama para sahabatnya, sehingga peristiwa itu menjadi sangat berpengaruh terhadap proses berpikir pelaku-pelaku kebangkitan Islam dewasa ini. Menurut kalender Islam, dunia saat ini telah memasuki abad ke 15. dalam pandangan-pandangan beberapa sejarawan serta ahli tasawuf, pada 7 abad pertama merupakan masa pertumbuhan peradaban Islam secara sempurna, 7 abad berikutnya merupakan masa kemerosotan umat Islam. Maka pada abad ke 15 ini diharapkan Islam akan mencapai puncak kejayaan lagi. (Chandra Muzaffar, 1988: 32).

Gejala kebangkitan dewasa ini bukanlah merupakan gejala yang terjadi secara tiba-tiba, tetapi ada keterkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang sebelumnya. Gejala kebangkitan Islam sebenarnya sudah dimulai sejak 200 tahun yang lalu dengan munculnya gerakan Wahabi di daerah Nedjed Arab Saudi. Gerakan Wahabi dipelopori oleh Muhammad Abdul Wahab. (Lotroph Stodard,1960: 33-34)

Gerakan Wahabi bertujuan semata-mata untuk memperbaiki

kepincangan-Islam sejati. Tauhid kepincangan-Islam diajarkan dalam serba kesederhanaan tanpa kompromi, -satunya pedoman bagi segala laku perbuatan manusia. Wahabisme menolak semua upaya untuk menafsirkan hukum Allah secara historis dan kontekstual dengan kemungkinan adanya penafsiran ulang ketika kondisi berubah. Dengan kata lain Wahabisme menolak Ijtihad. Penyerdehanaan doktrin ini dibarengi dengan pelaksanaan yang keras sekali sehingga dianggap berpandangan picik dan sangat tidak toleran terhadap semua kepercayaan yang bertentangan dengan kepercayaannya. (Hanafi, 1995: 150).

Pada dasarnya Aliran Wahabi merupakan kelanjutan dari aliran salaf yang telah ditetapkan Ibn Taimiyah. Menurut Ibn Taimiyah metode aliran salaf hanya percaya kepada aqidah-aqidah dan dalil-dalil Nya yang ditujukan oleh nash karena nash merupakan wahyu Tuhan pada Nabi. Gerakan salaf bertujuan utama mengembalian a

commit to user

khurafat yang disisipkan kepadanya, agar semua mahzab dipersatukan kembali kepada kelompoknya yang asli yakni kitabullah dan sunah, berpegang teguh pemakaian ijtihad dan menolak taqlid. Ketetapan hukum Islam dijalankan dengan ijtihad-ijtihad baru dengan demikian segarlah terus pemikiran Islam sesuai perkembangan jaman (Hanafi, 1995: 140)

Gerakan Salafi (purifikasi) mendapat inspirasi dari pengaruh gerakan

hadis atau kembali ke kemurnian ajaran Islam. Purifikasi sendiri berarti kembali kepada semangat islam yang murni dan membebaskan umat Islam dari tahyul, bidah, churafat, dan syirik. Gerakan purifikasi berarti rasionalisasi yaitu menghapus budaya-budaya lama untuk diganti budaya baru atau mengganti tradisi lama dengan etos baru. Purifikasi sendiri menitik beratkan pada pemurnian akidah Islam. (Faisal Ismail, 2001: 170)

Pembaharuan atau Modernisasi adalah memurnikan Islam dari unsur-unsur jahiliyah, lalu sesudah itu berusah memelihara kelangsungan ajarannya yang murni (Abul Ala Maududi, 1984: 42). Pembaruan menginginkan terjadinya aktualisasi Islam pada berbagai aspek kehidupan sosial kultural. Gerakan pembaruan islam menolak taqlidisme. Faham kepengikutan terhadap mahzab tanpa kritis. Kaum modernis membangkitkan semangat berfikir di kalangan umat agar terlepas dari belenggu kebekuan dan kejumudan berfikir. Modernisasi gerakan pembaruan pemikiran untuk mencari pemecahan atas berbagai persoalan yang dihadapi dengan merujuk al quran dan sunnah sebagai landasan yang sekaligus juga memberi pengarahan kearah pemikiran yang harus dikembangkan. Praktek sinkretisme, mistisme, dan kolonialisme menjadi latar belakang kemunculan gerakan pembaruan yang bercorak puritanisme dengan ijtihadiyah. (Amin Abdullah, 2000: 47)

Munculnya gerakan Wahabi inilah yang merupakan pemicu semangat umat Islam di seluruh dunia untuk kembali bangkit menegakkan ajaran Islam. Gerakan Wahabi pada abad 18 sangat berpengaruh terhadap proses kebangkitan Islam pada masa sesudahnya. Gerakan Wahabi pengaruhnya dapat tersebar cepat

commit to user

ke berbagai negara, hal ini karena pusat gerakan Wahabi di kota Nedjed terletak pada posisi yang strategis dan sering didatangi manusia dari berbagai negara yang sedang menjalankan ibadah Haji ke tanah suci Mekkah. Dari orang-orang yang sedang menjalankan ibadah Haji tersebut pengaruh gerakan Wahabi dibawa pulang dan dikembangkan di negaranya masing-masing, maka jadilah orang-orang yang membawa ajaran Wahabi tersebut sebagai reformer murni. (Lothroph Stoddard, 1966: 30-31)

Pengaruh Ajaran Wahabi tersebar ke berbagai dunia Islam dengan bentuk modernisasi yaitu purifikasi dengan mempergunakan Ijtihad. Pengaruhnya tersebar antara lain di negara India bagian utara yang dibawa oleh Said Ahmad

Said Muhammad Sanusi. Kemudian muncul pula Jamaludin al Afghani seorang reformer yang ajarannya diteruskan oleh Muhammad Abduh, seorang pembawa perbaikan di Universitas Al Azhar. Di Asia Tenggara pada awal abad 20 muncul intelektual Islam seperti Daud Patani, Tok Kenai, Syekh Al Hadi, dan lain-lainnya. (Chandra Muzaffar, 1988: 9)

Para intelektual ini beranggapan bahwa masyarakat harus ditata atas dasar Quran dan sunnah. Ini berarti bahwa nilai, prinsip, dan peraturan yang terkandung dalam Al Quran dan Sunnah harus dipegang dalam lingkup politik, ekonomi, kebudayaan, pendidikan, hukum, dan administrasi. Hal fundamental bagi keyakinan ini adalah pengakuan eksplisit bahwa Quran dan Sunnah memberikan suatu cara hidup yang kesucian dan kemurniannya tidak boleh dinodai oleh interpretasi-interpretasi baru yang dipengaruhi waktu dan lingkungan. Ide-ide dan kelembagaan baru dapat diterima sepanjang prinsip utama tersebut tidak diganggu gugat dengan cara apapun. (Chandra Muzaffar, 1988: 14)

Pemikiran para intelektual ini, menumbuhan kesadaran terhadap umat Islam untuk kembali ke ajaran Islam dan kesadaran untuk mengamalkan Islam secara kaffah atau menyeluruh dalam segala aspek kehidupan, dan menjadikan agama Islam sebagai satu-satunya pedoman hidup. Dengan kenyataan-kenyataan yang telah terjadi di berbagai belahan bumi tentang fenomena kebangkitan Islam, maka tidak dapat disangkal lagi bahwa adanya proses kebangkitan Islam memang

commit to user

akan terjadi dan tak ada satu kekuatan apapun yang akan sanggup membendung arus kebangkitan Islam yang terjadi di seluruh belahan bumi.

Sejarah mengajarkan, bahwa jika ada kemauan yang sungguh-sungguh untuk suatu proses perbaikan diri, maka perbaikan itu akan datang juga. Satu hal yang sudah pasti terjadi, bahwa semangat untuk perbaikan yang secara sungguh-sungguh dan ikhlas tersebut yang dilakukan dalam berbagai manifestasi, kini sudah terjadi perubahan yang nyata dalam dunia Islam seluruhnya, dunia Islam sekarang ini sudah berbeda dengan dunia Islam satu abad lalu ( L Stoddard, 1966: 44-45)

Pada saat ini perlu disadari oleh umat Islam, bahwa kebangkitan Islam pada hari ini hanya merupakan suatu bagian dari mata rantai kebangkitan Islam. Untuk mengetahui atau memahami kebagkitan Islam sebenarnya, tidak bisa dengan cara melihat adanya Islam di hari ini atau bagaimana Islam yang akan datang. Namun sebaliknya untuk mengetahui kebangkitan Islam yang sebenarnya adalah dengan melihat bagaimana kebangkitan Islam 15 abad yang lalu sebagai tolok ukurnya.

Dari berbagai gerakan Islam yang muncul dari abad 19 hingga kini terdapat berbagai macam corak gerakan. Ada gerakan yang menekankan pada aspek Islam tertentu atau menekankan kehidupan duniawi dari individu-individu

gerakan puritanis dan fundamentalis Islam. Dalam tataran politis ada gerakan negara Islam dan ada pula gerakan pembebasan seperti gerakan rakyat Afghanistan, Aljazair, dan Khasmir. Semua dipandang sebagai gerakan yang muncul karena dipengaruhi Islam dan merupakan bagian-bagian dari seluruh gerakan yang berkesinambungan.

Dalam kaitannya dengan gerakan-gerakan Islam di India, gerakan Ahmadiyah dimasukkan dalam gerakan teologi dan intelektual. Sebagai gerakan dakwah, gerakan Ahmadiyah menitikberatkan gerakannya pada aspek spiritual Islam, yang bersifat mahdiistis, yaitu suatu keyakinan bahwa al-Mahdi dipandang sebagai juru damai yang mempunyi tugas menyatukan seluruh umat Islam seperti zaman Nabi Muhammad, dan menciptakan perdamaian dunia. Di samping itu,

commit to user

gerakan Ahmadiyah juga menempatkan diri sebagi gerakan pembaruan mengembalikan umat Islam pada pangkal kebenaran Islam, berdasarkan Al Quran, hadist, dan menyebarkannya menurut ajaran Mirza Ghulam Ahmad berdasarkan wahyu yang diterimanya. Ahmadiyah berkeyakinan bahwa satu-satunya jalan untuk mempersatukan umat beragama adalah dengan menjauhkan sikap bermusuhan diantara mereka dengan jalan membawa mereka ke dalam Islam.

2. Paham Ahmadiyah

Nama Ahmadiyah berasal dari nama sifat Rasulullah saw, Ahmad (yang terpuji), yakni yang menggambarkan suatu keindahan/kelembutan, yang diambil dari surat ash shaf ayat 6 yang berbunyi sebagai berikut :

Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata: "Hai Bani Israel, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)" Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata" (Q.S ash shaf:6)

Sebagai sebuah ajaran keagamaan, Ahmadiyah tidaklah sama dengan ajaran keagamaan yang lain. Hal ini dapat dilihat dari kajiannya mengenai

Dokumen terkait