• Tidak ada hasil yang ditemukan

GERAKAN AHMADIYAH DAN KEBANGKITAN ISLAM DI INDIA (1889-1947)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "GERAKAN AHMADIYAH DAN KEBANGKITAN ISLAM DI INDIA (1889-1947)"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

GERAKAN AHMADIYAH

DAN KEBANGKITAN ISLAM DI INDIA (1889-1947)

SKRIPSI

Oleh:

ARFAN BAYU PRAKOSO

NIM: K4404016

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

GERAKAN AHMADIYAH

DAN KEBANGKITAN ISLAM DI INDIA (1889-1947)

Oleh :

ARFAN BAYU PRAKOSO

NIM: K4404016

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sejarah

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)

commit to user

(4)

commit to user

(5)

commit to user

v ABSTRAK

Arfan Bayu Prakoso. K4404016. GERAKAN AHMADIYAH DAN

KEBANGKITAN ISLAM DI INDIA (1889-1947). Skripsi. Surakarta : Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Juli 2011.

Tujuan Penelitian ini untuk mendiskripsikan: (1) Latar belakang kebangkitan Islam di India, (2) Proses berdiri dan perkembangan Ahmadiyah, (3) Peran Gerakan Ahmadiyah dalam kebangkitan Islam di India. (4). Sikap Muslim terhadap Gerakan Ahmadiyah

Penelitian ini menggunakan metode historis. Sumber data yan g digunakan adalah sumber buku literatur, dan surat kabar. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis historis, yaitu analisa yang mengutamakan ketajaman dalam mengolah suatu data sejarah. Prosedur penelitian dilakukan melalui empat tahap kegiatan yaitu: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.

(6)

commit to user

vi ABSTRACT

Arfan Bayu Prakoso. K4404016. Ahmadiyya Movement and Islamic Ressurection in India (1889-1947). Paper. Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University, July 2011.

The aim of this research is to describe: (1) Background of the Islamic revival in India, (2) The process of establishment and development of the Ahmadiyya, (3) The role of the Ahmadiyya Movement in the Islamic revival in India. (4). Muslim attitudes toward the Ahmadiyya Movement.

This research use history methods. Data source used is literature book and newspaper. The technique of data collection is by using library study. Data analysis technique used is historical analysis, that is the analysis giving priority of sharpness in managing a historical data. The research procedure is by employing four stages activitiy thet are heuristic, critic, interpretation, and historiography.

(7)

commit to user

vii MOTTO

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu,

tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi; dan adalah Allah Maha

mengetahui segala sesuatu

(Q. S. Al Ahzab ayat 40)

Sejarah adalah pembebasan dari kepercayaan yang tidak benar, perjuangan

melawan kebodohan dan ketidaktahuan

(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan kepada:

1. Bapak dan Ibu

2. Kakak-Kakak dan Keponakanku

3. Mereka yang telah membantuku

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk

memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan

Hambatan dan rintangan yang penulis hadapi dalam penyelesaian

penulisan skripsi ini telah hilang berkat dorongan dan bantuan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas

Maret Surakarta (UNS) yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP UNS yang telah

menyetujui atas permohonan skripsi ini.

3. Ketua Program Pendidikan Sejarah FKIP UNS yang telah memberikan

pengarahan dan ijin atas penyusunan skripsi ini.

4. Drs. H. Saiful Bachri, M. Pd selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Musa Pelu, S.Pd, M.Pd selaku dosen Pembimbing II yang telah memberikan

pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT membalas amal baik kepada semua pihak yang telah

membantu pembuatan skripsi. Penulis memohon pula maaf apablila terdapat

tindakan dan perkataan penulis yang kurang berkenaan.

Penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan

skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada khususnya dan

perkembangan Ilmu Pengetahuan pada umumnya.

Surakarta, Juli 2011

(10)

commit to user

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN ABSTRAK ... v

HALAMAN ABSTRACT vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Manfaat Penelitiaan ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Kajian teori ... 8

1. Kebangkitan Islam ... 8

2. Paham Ahmadiyah . ... 12

3. Politik Islam ... 18

B. Kerangka Berpikir ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 40

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40

B. Metode Penelitian ... 41

C. Sumber Data ... 42

D. Teknik Pengumpulan Data ... 44

E. Teknik Analisis Data ... 45

(11)

commit to user

xi

BAB IV PEMBAHASAN ... 50

A. Latar Belakang Kebangkitan Islam di India ... 50

1. Latar Belakang Kebangkitan Islam di India ... 50

2. Kebangkitan Islam di India ... 58

B. Proses Berdiri dan Perkembangan Ahmadiyah ... 62

1. Latar Belakang Kehidupan Mirza Ghulam Ahmad ... 62

2. Perkembangan Ahmadiyah 1889-1914 M ... 70

3. Perpecahan Ahmadiyah 1914 M ... 81

C. Peran Ahmadiyah Dalam Kebangkitan Islam di India ... 86

1. Bidang Pemikiran Islam ... 89

2. Bidang Dakwah Islam ... 101

D. Sikap Muslim Terhadap Ahmadiyah ... 105

BAB V PENUTUP ... 116

A. Kesimpulan ... 116

B. Implikasi ... 118

C. Saran ... 118

DAFTAR PUSTAKA ... 120

(12)

commit to user

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : Bendera Ahmadiyah... 127

Lampiran 2 : Pendiri Ahmadiyah dan ... 128

Lampiran 3 : Tokoh- 129

Lampiran 4 : Tokoh- 131

Lampiran 5 : ... 134

Lampiran 6 : 152

Lampiran 7 : Surat Permohonan Ijin Penyusunan Skripsi... 169

Lampiran 8 : Surat Keputusan Dekan FKIP UNS Tentang Izin Penyusunan

(13)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebangkitan Islam muncul sebagai akibat dari kemunduran dan

keterbelakangan yang dialami umat Islam. Keadaan ini menggugah kesadaran

para pemikir Islam untuk mencari solusi atas masalah ini. Dimulai dengan

gerakan Wahabiyah yang dipimpin Muhammad ibn Abdul Wahab pada abad 18 di

Jazirah Arab. Pengaruh Wahabiyah menyebar dengan cepat dari Timur Tengah,

Afrika, Asia Tenggara dan anak benua India. Ketika itu pula pergerakan

intelektual lain ikut lahir, selama pertengahan terakhir abad ke 19 dan awal abad

ke 20 di daerah-daerah yang berada di bawah dampak kultural dan intelektual

Barat (Fazlur Rahman 1985: 20). India merupakan salah satu dari pusat

pergerakan ini. Di belahan dunia ini, terjadi perbenturan antar peradaban Barat

dan Timur, sistem pendidikan tradisional dan modern, pandangan hidup dunia

lama dan baru, serta Islam dengan Kristen telah mencapai puncaknya. (Sayid Ali

Nadwi, 2005: 3)

Sejarah masuknya Islam di anak benua India sudah terjadi semenjak masa

Nabi Muhammad SAW masih hidup pada abad 7 M. Pedagang-pedagang Arab

yang sudah memeluk Islam sudah berhubungan erat dengan dunia timur melalui

pelabuhan-Pada masa ini, Raja Cheraman Perumal, Raja Kadangalur dari pantai Malabar

telah memeluk Islam dan menemui Nabi, namanya diganti menjadi Tajudin. Pada

masa Umar ibn Khattab, pada tahun 643-644 M Panglima Mughira menyerang

Sind, tetapi gagal. Pada tahun itu Abdullah ibn Amar Rabbi sampai wilayah

Mekran untuk menyiarkan Islam dan memperluas daerah kekuasaan Islam. Pada

masa Usman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib, dikirim utusan ke wilayah India

untuk meyelidiki adat istiadat dan jalan-jalan menuju India. Inilah awal mula

Islam menyebar ke India melalui jalan darat. (Dudung Abdurahman,

(14)

commit to user

Awal kekuasaan Islam di wilayah India terjadi pada masa Khalifah

Al-Walid, dari dinasti Bani Umayyah pada abad ke 8 M. Penaklukan wilayah ini

dilakukan oleh tentara Bani Umayyah di bawah pimpinan Muhammad ibn Qasim.

Kemudian muncullah dinasti Ghaznawi mengembangkan kekuasaannya di India

di bawah pimpinan. Sultan Mahmud, dan pada tahun 1020 M, ia berhasil

menaklukan hampir semua kerajaan Hindu di wilayah ini, sekaligus

mengislamkan sebagian masyarakatnya. Setelah dinasti Ghaznawi Hancur,

muncul dinasti-dinasti kecil seperti Mamluk (1206-1290), Khalji (1296-1316),

Thuglug (1320-1413) dan dinasti-dinasti kecil lain sampai Babur datang pada

permulaan abad ke 16 dan membentuk dinasti Mughal di India.

Kerajaan Mughal di India dengan Delhi sebagai Ibukota didirikan

Zahiruddin Babur (1482-1530), salah satu cucu Timur Lenk. Ayahnya bernama

Umar Mirza, penguasa Ferghana. (Badri Yatim, 2006: 145-147) Setelah kerajaan

Mughal berdiri, Raja-Raja Hindu di seluruh India menyusun angkatan perang

yang besar untuk menyerang Babur. Pasukan Hindu ini dapat dikalahkan Babur.

Babur meninggal pada tahun 1530 M meninggalkan kejayaan yang cemerlang.

Pemerintahan selanjutnya dipegang oleh Humayun, putra sulung Babur.

Sepanjang masa pemerintahannya selama sembilan tahun 1530-1539 M negara

tidak pernah merasa aman. Humayun digantikan anaknya, Akbar. Pada masa

Akbar inilah kerajaan Mughal mencapai masa kejayaannya. Kemajuan yang

dicapai Akbar masih dapat dipertahankan oleh tiga sultan berikutnya, yaitu

Jehangir (1605-1628 M), Syah Jehan (1628-1658 M), dan Aurangzeb (1658-1707

M). setelah itu, kemajuan-kemajuan kerajaan Mughal tidak dapat dipertahankan.

(Badri yatim, 2006: 148-149)

Satu setengah abad setelah dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya,

para pelanjut Aurngzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah

dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke 18 M kerajaan memasuki

masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi

kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu

(15)

commit to user

semakin mengancam. Sementara itu, para pedagang Inggris semakin kuat

kedudukannya. (Dudung Abdurahman, 2002: 159)

Sejak tahun 1818 M Inggris menjadi kekuatan terkemuka di sebagian

besar wilayah India, terutama daerah-daerah yang mayoritas penduduknya

beragama Islam, seperti Bengal, dataran sungai Gangga dan wilayah sekitar

lembah sungai Indus. Kehadiran Inggris mendapat reaksi yang beragam dari Umat

Islam. Puncak kekuasaan Inggris diraih pada tahun 1857 ketika kerajaan Mughal

benar-benar jatuh dan rajanya yang terakhir, Bahadur Syah diusir ke Rangoon

(1858). Inggris juga berusaha menguasai Afghanistan (1879) dan kekuasaan

muslim Baluchistan juga ditaklukkan (1899). Dengan demikian Imperialisme

Inggris telah merata di seluruh anak benua India.

Kehadiran Inggris mendapat reaksi yang beragam dari umat Islam. Ada

tiga kelompok yang berbeda strategi dalam merespon imperialisme Inggris.

Pertama kelompok yang non kooperatif yang dipelopori ulama tradisional

Deoband. Kedua, bekerjasama dengan Inggris diwakili Sayyid Ahmad Khan, dan

Ketiga menjaga jarak dengan Inggris yang dipelopori oleh gerakan Aligarh yang

merupakan pengikut Ahmed Khan. Kelompok Sayyid Ahmad Khan berpendapat

bahwa, loyalitas terhadap pemerintah Inggris merupakan suatu keharusan untuk

mensejahterakan umat Islam. Sikap bermusuhan akan menghilangkan kesempatan

untuk meraih posisi dalam pemerintahan. Usaha Khan yang lain adalah

membentuk lembaga pendidikan untuk mencerdaskan umat Islam. Tahun 1859

mendirikan The Translation Society di Moradabad, untuk menerjemahkan

buku-buku seni dan sains. Untuk meningkatkan moral dan aktifitas dibentuk majalah

Thzib al-Akhlak 1870. Ahmad Khan juga mendirikan perguruan tinggi

Mohammadan-Anglo-Oriental College 1876, yang kemudian berubah menjadi

Universitas Aligarh 1920 dengan menggunakan kurikulum Barat.

Kelompok penantang mengadakan perlawanan melalui gerakan anti

Inggris. Puncaknya adalah meletusnya Revolusi Mutiny tahun 1957. Banyak

perwira dan pejabat Inggris dibunuh. Namun, gerakan ini dapat dipadamkan

karena tidak didukung kekuatan yang memadai. Revolusi ini dipicu oleh sikap

(16)

commit to user

Hindu maupu Islam tidak diikutsertakan di parlemen. Di samping itu Inggris juga

mengintervensi dalam soal-soal keagamaan. Dampak dari revolusi ini justru

merugikan Umat Islam yang dianggap sebagai pemicunya. Pemerintah Inggris

mulai merangkul orang Hindu dan mengucilkan orang Islam. Keadaan ini

menjadikan posisi umat Islam lemah karena dari segi kuantitas tergolong

minoritas.

Sejak jatuhnya Mughal dan kekalahan dalam pemberontakan Mutiny tahun

1857, umat Islam India sadar bahwa kedudukannya terancam karena minoritas.

Pencarian masa depan yang cerah bagi Umat Islam merupakan usaha untuk

menemukan kepribadian, ideologi yang mengesahkan suatu tatanan sosial baru

berdasarkan cita-cita dan nilai-nilai Islam. Gerakan Islam memiliki akar sejarah

dalam fundamentalis pra-modern, seperti gerakan Syah Waliyullah dari Delhi, dan

Sayyid Ahmad Syahid dari Bareilly. Pada abad 19 dan 20 dilanjutkan oleh

nasionalis modernis seperti Sir Sayyid Ahmad Khan, Syed Amir Ali dan

Muhammad Iqbal. Dukungan lain bersal dari gerakan kebangkitan agama seperti

Jamaah Tabligh dari Maulana Muhammad Ilyas, Gerakan Sufi Reformasi

Maulana Asyraf Ali Thanavi,

Jamaat-i-Gerakan Khilafat Maulana Muhammad Ali Jauhar, dan gerakan Khaksar dari

Allamah Inayatullah Ali Masyriqi. Gerakan-gerakan inilah yang menjadi

penggerak utama bagi terwujudnya pembaruan di kalangan Umat Islam India.

(Dudung Abdurrahman. 2002: 189-192)

Ahmadiyah sebagai gerakan keagamaan juga merupakan salah satu dari

gerakan pembaruan dalam Islam. Ahmadiyah lahir di India pada akhir abad ke 19

di tengah suasana kemunduran Umat Islam India sebagai protes atas infiltrasi

budaya. Serangan gencar kaum missionaries Kristen yang memperoleh

pengikut-pengikut baru, berdirinya Universitas Aligarh yang membawa paham rasionalis

dan westernisasi merupakan tantangan terhadap eksistensi Islam di India.

Sejarah berdirinya Ahmadiyah tidak terlepas dari Mirza Ghulam Ahmad

sebagai pendiri gerakan ini. Sebagaimana pemikir Islam lainnya. Mirza Ghulam

Ahmad berusaha memperbaiki keadaan umat Islam India melalui pola pikir dan

(17)

commit to user

Ahmadiyah sebagai gerakan Islam yang berpusat di India, menekankan

aspek-aspek spiritual Islam, yakni gerakan yang bersifat mahdiistik karena adanya

keyakinan terhadap al Mahdi. Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku telah

diangkat Tuhan sebagai al Mahdi dan al Masih merasa mempunyai tanggung

jawab moral untuk memajukan Islam dengan memberikan Interpretasi baru

terhadap ayat-ayat

Al-kepadanya.

Ciri lain dari gerakan Ahmadiyah adalah berorientasi pada pembaruan

pemikiran yang bercorak liberal. Hal ini dapat dilihat pada kenyataan bahwa

pemikiran-pemikiran keagamaan Ahmadiyah lebih bercorak rasional, terutama

dalam kajiannya mengenai masalah akidah, seperti kajian persoalan kenabian,

wahyu, penjelmaan al-Masih ibn Maryam, dan kemahdian Ahmadiyah. Tokoh ini

berkeyakinan bahwa satu-satunya cara mempersatukan umat beragama dan

menjauhkannya dari sikap permusuhan hanyalah dengan membawa umat

beragama ke dalam Islam sambil menunjukkan bukti-bukti kekeliruannya. Corak

pemikiran Mirza Ghulam Ahmad yang liberal dan khas ini merupakan refleksi

dari sikapnya membela Islam dari serangan pemeluk Hindu, misionaris Kristen

dan peradaban Barat yang semakin merusak masyarakat muslim.

Pada awalnya gerakan ini mendapatkan simpati dan dukungan dari para

ulama dan umat Islam kebanyakan, tetapi semenjak pendirinya yaitu, Mirza

Ghulam Ahmad menyatakan dirinya sebagai al Masih, al Mahdi dan seorang

Nabi, rasa simpati dan dukungan itu berubah menjadi tentangan. Pembaruan

Ahmadiyah ini telah menyentuh keyakinan umat Islam yang sangat sensitif, yaitu

masih adanya nabi dan wahyu yang diturunk

sesudah kerasulan Muhammad SAW. Inilah yang menyebabkan timbulnya reaksi

keras dan permusuhan umat Islam terhadap Ahmadiyah. (Iskandar Zulkarnain,

2005: 76-77)

Berdasarkan latar belakang di atas maka dianggap perlu adanya suatu

karya ilmiah untuk mengenang gerakan Ahmadiyah yang dianggap sebagai

(18)

commit to user

khususnya dan dunia Islam pada umumnya, dengan sebuah judul GERAKAN

AHMADIYAH DAN KEBANGKITAN ISLAM DI INDIA (1889-1947)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, kami merumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah latar belakang kebangkitan Islam di India?

2. Bagaimanakah proses berdiri dan perkembangan Ahmadiyah?

3. Bagaimanakah peran Gerakan Ahmadiyah dalam kebangkitan Islam di

India?

4. Bagaimanakah sikap Muslim terhadap Gerakan Ahmadiyah?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui :

1. Latar belakang kebangkitan Islam di India

2. Proses berdiri dan perkembangan Ahmadiyah

3. Peran Gerakan Ahmadiyah dalam kebangkitan Islam di India

4. Sikap Muslim terhadap Gerakan Ahmadiyah

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian harus dapat diketahui kegunaan dari setiap kegiatan

ilmiah, adapun kegunaan penelitian ini adalah dapat dikelompokkan menjadi dua,

yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

a. Menambah pengetahuan sejarah, khususnya yang berkaitan dengan

Gerakan Ahmadiyah

b. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis khususnya dan

(19)

commit to user

2. Manfaat praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

a. Bagi peneliti sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana

kependidikan program pendidikan sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Sebagai bahan referensi bagi pemecahan masalah yang relevan dengan

masalah ini.

c. Sebagai salah satu karya ilmiah yang diharapkan dapat melengkapi

koleksi penelitian ilmiah di perpustakaan khususnya di lingkungan

(20)

commit to user

8 BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Kebangkitan Islam

Kata kebangkitan berasal dari bahasa Inggris mengandung

beberapa pengertian, yang pertama mengandung arti bahwa Islam

menjadi penting kembali, yaitu memperoleh kembali prestise dan kehormatan

dirinya. Yang kedua

berkaitan dengan masa lalu, masa kejayaan Islam yaitu masa hidup Nabi

Muhammad dan para pengikutnya. (Chandra Muzzafar, 1988: 7)

Istilah kebangkitan Islam dipergunakan untuk semua gerakan yang

bertujuan memperbaharui cara berfikir dan cara hidup umat Islam. Ibn Taimiyah

(1263- Muhyi atsaris

yakni membangkitkan kembali ajaran-ajaran lama, ajaran Rasulullah dan

para sahabatnya dengan berpedoman pada Al Quran dan Hadis. (Lothrop

Stoddard, 1966: 297)

Menurut Fazlur Rahman (1985: 22) Semua gerakan kebangkitan Islam

memperlihatkan ciri-ciri umum berikut: i) suatu reaksi terhadap kemerosotan

sosial moral masyarakat muslim, ii) suatu gerakan untuk kembali ke Islam

orisinal menanggalkan tahyul-tahyul yang ditanamkan dalam bentuk-bentuk

sufisme populer, meninggalkan gagasan tentang kemapanan dan finalitas

mazhab-mazhab hukum tradisional, dan berusaha melaksanakan ijtihad, iii) suatu anjuran

untuk melaksanakan pembaharuan ini melalui kekuatan bersenjata (jihad) bila

perlu.

Kebangkitan Islam dapat menunjukkan suatu gejala yang pernah terjadi

pada masa yang lalu, hingga kebangkitan agama Islam pada masa kini juga

menunjukkan gejala-gejala atau unsur-unsur dalam kebangkitan Islam di masa

lampau. Kejayaan Islam di masa lampau telah menjadi pijakan atau menjadi tolak

(21)

commit to user

pernah dialami oleh Nabi Muhammad bersama para sahabatnya, sehingga

peristiwa itu menjadi sangat berpengaruh terhadap proses berpikir pelaku-pelaku

kebangkitan Islam dewasa ini. Menurut kalender Islam, dunia saat ini telah

memasuki abad ke 15. dalam pandangan-pandangan beberapa sejarawan serta ahli

tasawuf, pada 7 abad pertama merupakan masa pertumbuhan peradaban Islam

secara sempurna, 7 abad berikutnya merupakan masa kemerosotan umat Islam.

Maka pada abad ke 15 ini diharapkan Islam akan mencapai puncak kejayaan lagi.

(Chandra Muzaffar, 1988: 32).

Gejala kebangkitan dewasa ini bukanlah merupakan gejala yang terjadi

secara tiba-tiba, tetapi ada keterkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang

sebelumnya. Gejala kebangkitan Islam sebenarnya sudah dimulai sejak 200 tahun

yang lalu dengan munculnya gerakan Wahabi di daerah Nedjed Arab Saudi.

Gerakan Wahabi dipelopori oleh Muhammad Abdul Wahab. (Lotroph

Stodard,1960: 33-34)

Gerakan Wahabi bertujuan semata-mata untuk memperbaiki

kepincangan-Islam sejati. Tauhid kepincangan-Islam diajarkan dalam serba kesederhanaan tanpa kompromi,

-satunya pedoman bagi segala

laku perbuatan manusia. Wahabisme menolak semua upaya untuk menafsirkan

hukum Allah secara historis dan kontekstual dengan kemungkinan adanya

penafsiran ulang ketika kondisi berubah. Dengan kata lain Wahabisme menolak

Ijtihad. Penyerdehanaan doktrin ini dibarengi dengan pelaksanaan yang keras

sekali sehingga dianggap berpandangan picik dan sangat tidak toleran terhadap

semua kepercayaan yang bertentangan dengan kepercayaannya. (Hanafi, 1995:

150).

Pada dasarnya Aliran Wahabi merupakan kelanjutan dari aliran salaf yang

telah ditetapkan Ibn Taimiyah. Menurut Ibn Taimiyah metode aliran salaf hanya

percaya kepada aqidah-aqidah dan dalil-dalil Nya yang ditujukan oleh nash karena

nash merupakan wahyu Tuhan pada Nabi. Gerakan salaf bertujuan utama

(22)

commit to user

khurafat yang disisipkan kepadanya, agar semua mahzab dipersatukan kembali

kepada kelompoknya yang asli yakni kitabullah dan sunah, berpegang teguh

pemakaian ijtihad dan menolak taqlid. Ketetapan hukum Islam dijalankan dengan

ijtihad-ijtihad baru dengan demikian segarlah terus pemikiran Islam sesuai

perkembangan jaman (Hanafi, 1995: 140)

Gerakan Salafi (purifikasi) mendapat inspirasi dari pengaruh gerakan

hadis atau kembali ke kemurnian ajaran Islam. Purifikasi sendiri berarti kembali

kepada semangat islam yang murni dan membebaskan umat Islam dari tahyul,

bidah, churafat, dan syirik. Gerakan purifikasi berarti rasionalisasi yaitu

menghapus budaya-budaya lama untuk diganti budaya baru atau mengganti tradisi

lama dengan etos baru. Purifikasi sendiri menitik beratkan pada pemurnian akidah

Islam. (Faisal Ismail, 2001: 170)

Pembaharuan atau Modernisasi adalah memurnikan Islam dari unsur-unsur

jahiliyah, lalu sesudah itu berusah memelihara kelangsungan ajarannya yang

murni (Abul Ala Maududi, 1984: 42). Pembaruan menginginkan terjadinya

aktualisasi Islam pada berbagai aspek kehidupan sosial kultural. Gerakan

pembaruan islam menolak taqlidisme. Faham kepengikutan terhadap mahzab

tanpa kritis. Kaum modernis membangkitkan semangat berfikir di kalangan umat

agar terlepas dari belenggu kebekuan dan kejumudan berfikir. Modernisasi

gerakan pembaruan pemikiran untuk mencari pemecahan atas berbagai persoalan

yang dihadapi dengan merujuk al quran dan sunnah sebagai landasan yang

sekaligus juga memberi pengarahan kearah pemikiran yang harus dikembangkan.

Praktek sinkretisme, mistisme, dan kolonialisme menjadi latar belakang

kemunculan gerakan pembaruan yang bercorak puritanisme dengan ijtihadiyah.

(Amin Abdullah, 2000: 47)

Munculnya gerakan Wahabi inilah yang merupakan pemicu semangat

umat Islam di seluruh dunia untuk kembali bangkit menegakkan ajaran Islam.

Gerakan Wahabi pada abad 18 sangat berpengaruh terhadap proses kebangkitan

(23)

commit to user

ke berbagai negara, hal ini karena pusat gerakan Wahabi di kota Nedjed terletak

pada posisi yang strategis dan sering didatangi manusia dari berbagai negara yang

sedang menjalankan ibadah Haji ke tanah suci Mekkah. Dari orang-orang yang

sedang menjalankan ibadah Haji tersebut pengaruh gerakan Wahabi dibawa

pulang dan dikembangkan di negaranya masing-masing, maka jadilah

orang-orang yang membawa ajaran Wahabi tersebut sebagai reformer murni. (Lothroph

Stoddard, 1966: 30-31)

Pengaruh Ajaran Wahabi tersebar ke berbagai dunia Islam dengan bentuk

modernisasi yaitu purifikasi dengan mempergunakan Ijtihad. Pengaruhnya

tersebar antara lain di negara India bagian utara yang dibawa oleh Said Ahmad

Said Muhammad Sanusi. Kemudian muncul pula Jamaludin al Afghani seorang

reformer yang ajarannya diteruskan oleh Muhammad Abduh, seorang pembawa

perbaikan di Universitas Al Azhar. Di Asia Tenggara pada awal abad 20 muncul

intelektual Islam seperti Daud Patani, Tok Kenai, Syekh Al Hadi, dan

lain-lainnya. (Chandra Muzaffar, 1988: 9)

Para intelektual ini beranggapan bahwa masyarakat harus ditata atas dasar

Quran dan sunnah. Ini berarti bahwa nilai, prinsip, dan peraturan yang terkandung

dalam Al Quran dan Sunnah harus dipegang dalam lingkup politik, ekonomi,

kebudayaan, pendidikan, hukum, dan administrasi. Hal fundamental bagi

keyakinan ini adalah pengakuan eksplisit bahwa Quran dan Sunnah memberikan

suatu cara hidup yang kesucian dan kemurniannya tidak boleh dinodai oleh

interpretasi-interpretasi baru yang dipengaruhi waktu dan lingkungan. Ide-ide dan

kelembagaan baru dapat diterima sepanjang prinsip utama tersebut tidak diganggu

gugat dengan cara apapun. (Chandra Muzaffar, 1988: 14)

Pemikiran para intelektual ini, menumbuhan kesadaran terhadap umat

Islam untuk kembali ke ajaran Islam dan kesadaran untuk mengamalkan Islam

secara kaffah atau menyeluruh dalam segala aspek kehidupan, dan menjadikan

agama Islam sebagai satu-satunya pedoman hidup. Dengan kenyataan-kenyataan

yang telah terjadi di berbagai belahan bumi tentang fenomena kebangkitan Islam,

(24)

commit to user

akan terjadi dan tak ada satu kekuatan apapun yang akan sanggup membendung

arus kebangkitan Islam yang terjadi di seluruh belahan bumi.

Sejarah mengajarkan, bahwa jika ada kemauan yang sungguh-sungguh

untuk suatu proses perbaikan diri, maka perbaikan itu akan datang juga. Satu hal

yang sudah pasti terjadi, bahwa semangat untuk perbaikan yang secara

sungguh-sungguh dan ikhlas tersebut yang dilakukan dalam berbagai manifestasi, kini

sudah terjadi perubahan yang nyata dalam dunia Islam seluruhnya, dunia Islam

sekarang ini sudah berbeda dengan dunia Islam satu abad lalu ( L Stoddard, 1966:

44-45)

Pada saat ini perlu disadari oleh umat Islam, bahwa kebangkitan Islam

pada hari ini hanya merupakan suatu bagian dari mata rantai kebangkitan Islam.

Untuk mengetahui atau memahami kebagkitan Islam sebenarnya, tidak bisa

dengan cara melihat adanya Islam di hari ini atau bagaimana Islam yang akan

datang. Namun sebaliknya untuk mengetahui kebangkitan Islam yang sebenarnya

adalah dengan melihat bagaimana kebangkitan Islam 15 abad yang lalu sebagai

tolok ukurnya.

Dari berbagai gerakan Islam yang muncul dari abad 19 hingga kini

terdapat berbagai macam corak gerakan. Ada gerakan yang menekankan pada

aspek Islam tertentu atau menekankan kehidupan duniawi dari individu-individu

gerakan puritanis dan fundamentalis Islam. Dalam tataran politis ada gerakan

negara Islam dan ada pula gerakan pembebasan seperti gerakan rakyat

Afghanistan, Aljazair, dan Khasmir. Semua dipandang sebagai gerakan yang

muncul karena dipengaruhi Islam dan merupakan bagian-bagian dari seluruh

gerakan yang berkesinambungan.

Dalam kaitannya dengan gerakan-gerakan Islam di India, gerakan

Ahmadiyah dimasukkan dalam gerakan teologi dan intelektual. Sebagai gerakan

dakwah, gerakan Ahmadiyah menitikberatkan gerakannya pada aspek spiritual

Islam, yang bersifat mahdiistis, yaitu suatu keyakinan bahwa al-Mahdi dipandang

sebagai juru damai yang mempunyi tugas menyatukan seluruh umat Islam seperti

(25)

commit to user

gerakan Ahmadiyah juga menempatkan diri sebagi gerakan pembaruan

mengembalikan umat Islam pada pangkal kebenaran Islam, berdasarkan Al

Quran, hadist, dan menyebarkannya menurut ajaran Mirza Ghulam Ahmad

berdasarkan wahyu yang diterimanya. Ahmadiyah berkeyakinan bahwa

satu-satunya jalan untuk mempersatukan umat beragama adalah dengan menjauhkan

sikap bermusuhan diantara mereka dengan jalan membawa mereka ke dalam

Islam.

2. Paham Ahmadiyah

Nama Ahmadiyah berasal dari nama sifat Rasulullah saw, Ahmad (yang

terpuji), yakni yang menggambarkan suatu keindahan/kelembutan, yang diambil

dari surat ash shaf ayat 6 yang berbunyi sebagai berikut :

Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata: "Hai Bani Israel, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)" Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata" (Q.S ash shaf:6)

Sebagai sebuah ajaran keagamaan, Ahmadiyah tidaklah sama dengan

ajaran keagamaan yang lain. Hal ini dapat dilihat dari kajiannya mengenai

masalah akidah, seperti masalah kenabian, wahyu, penjelmaan al-Masih ibn

Maryam, kemahdian dan jihad. (Iskandar Zulkarnain, 2005: 76-77)

Terdapat dua kelompok Ahmadiyah yaitu, Ahmadiyah Qadian, dan

Ahmadiyah Lahore. Perbedaan di antara keduanya hanyalah tentang masalah

kenabian dan khilafat. Mengenai masalah kenabian, Ahmadiyah Qadian meyakini

bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang mujaddid (pembaharu) dan seorang

nabi. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Mirza Tahir Ahmad Khalifatul Masih

IV

(26)

commit to user

dengan saudara-saudara yang lain adalah, bahwa Mahdi masih dinanti-nantikan oleh mereka, menurut pandangan kami Mahdi dan Masih itu telah datang. (Mirza Tahir Ahmad Khalifatul Masih IV 1984: 183)

Ahmadiyah Lahore, beranggapan Mirza Ghulam Ahmad bukan sebagai

nabi, melainkan hanya sekedar mujaddid dari ajaran Islam. Di dalam masalah

khilafat Ahmadiyah Qadian menyakini setelah Khulafaur Rasyidin masih akan

tetap muncul khalifah yakni khalifah (rohani), khalifah yang muncul setelah

meninggalnya Mirza Ghulam Ahmad disebut sebagai Khalifatul Masih. Aliran

Ahmadiyah Lahore berpandangan bahwa setelah Khulafaur Rasidin tidak ada lagi

Khalifah baru, yang ada hanyalah Mujjadid

a. Sejarah singkat berdirinya Ahmadiyah

Gerakan Ahmadiyah lahir akhir abad 19 M ditengah kemunduran kondisi

umat Islam di India pasca Revolusi 1857 dan serangan kelompok Hindu dan

Kristen terhadap Islam. Masa itu muncul sebuah gerakan baru mulai bangkit di

kalangan Hindu yang dikenal dengan nama gerakan Arya Samaj. Gerakan Arya

Samaj memaparkan prinsip-prinsip weda dan menolak ajaran-ajaran baik Islam

Kristen maupun Sikh.

Tahun 1880 Mirza Ghulam Ahmad mulai menulis buku Barahin

Ahmadiyah sebanyak 4 jilid selama 4 tahun. Barahin Ahmadiyah merupakan

respon yang pertama dari kalangan Islam terhadap polemik yang dilontarkan Arya

Samaj. Dalam karyanya ini ia mengemukakan pandangan tentang ajaran Islam

dan melontarkan keberatannya terhadap ajaran-ajaran Arya Samaj, Brahma

Samaj, maupun Kristen. Ketika sedang menyusun buku Barahin Ahmadiyah pada

tahun 1880 Mirza Ghulam Ahmad menginformasikan bahwa dirinya menerima

ilham dari Tuhan yang menugasi ia sebagai mujadid abad keempat belas Hijriah

dan ditunjuk untuk membela perkara-perkara Islam. (Sayid Ali Nadwi, 2005:

31-32)

Tahun 1889 Mirza Ghulam Ahmad membentuk jamaah. Jamaah itu diberi

nama Ahmadiyah. Tahun 1891 Mirza memproklamasikan dirinya adalah al Masih

penyebaran Islam ke wilayah Eropa dan dunia Barat lainnya. Mirza juga mencoba

(27)

commit to user

sebagai al Mahdi dan al Masih dirinya adalah manifestasi Krishna. Pada bulan

Desember 1905 Mirza menganjurkan pembentukan anjuman (masyarakat) yang

kemudian dinamakan Sadr Anjuman Ahmadiyah. Anjuman ini diberikan

kekuasaan penuh untuk mengurusi perkara-perkara yang berkaitan dengan

gerakan Ahmadiyah dan akan menjadi penganti Mirza sepeninggalnya. Mirza

Ghulam Ahmad meninggal tanggal 26 Mei 1908. Penggantinya adalah Maulana

Nuruddin. (Iskandar Zulkarnaen, 2005: 64-67)

Kematian Nurudin membuat Ahmadiyah terpecah menjadi dua aliran.

Aliran pertama adalah Ahmadiyah Qadian di bawah pimpinan Mirza Basirudin

Mahmud Ahmad yang mengangkat diri menjadi Khalifah al Masih II. Aliran

kedua adalah Ahmadiyah Lahore di bawah pimpinan Maulana Muhamad Ali.

Penyebab timbulnya perpecahan adalah: Pertama. Soal keyakinan bahwa Mirza

adalah Nabi, Qadian meyakini Mirza adalah Nabi sedangkan Lahore percaya

Mirza Ghulam Ahmad adalah Mujaddid bukan Nabi. Kedua. Soal penafsiran

terhadap nama Ahmad dalam Alquran ash sahf:6 menurut Qadian penafsiran itu

menunjuk kepada Mirza Ghulam Ahmad sedangkan kelompok Lahore meyakini

penafsiran itu menunjuk Nabi Muhammad. Ketiga. status orang muslim yang

tidak meyakini ajaran Mirza termasuk statusnya sebagai Nabi menurut Qadian

orang tersebut kafir dan berada diluar Islam. Sedangkan menurut Lahore orang

yang tidak percaya bukan kafir dan masih Islam. (http//studiislam.

wordpress.com/ 2007/09/ 22/)

b. Beberapa Pokok Ajaran Ahmadiyah

1) Masalah Al- Mahdi

Doktrin al Mahdi dan al Masih di kalangan Qadian maupun Lahore, tidak

ada perbedaan. Menurut Ahmadiyah doktrin tentang al Mahdi tidak dapat

dipisahkan dari masalah kedatangan Isa al Masih di akhir jaman. Hal itu karena al

Mahdi dan al Masih adalah satu tokoh, satu pribadi yang kedatangannya telah

dijanjikan Tuhan. Al Mahdi ditugaskan Tuhan untuk membunuh Dajjal dan

mematahkan kayu salib, yakni mematahkan argumen-argumen agama Nasrani

dengan dalil-dalil atau bukti-bukti yang meyakinkan serta menunjukkan kepada

(28)

commit to user

kembali Syariat Nabi Muhammad, sesudah umatnya mengalami kemerosotan

dalam kehidupan beragama. (Iskandar Zulkarnain, 2005: 84)

Dalam pandangan Ahmadiyah, al Masih yang dijanjikan kedatangannya

bukanlah pribadi Nabi Isa a.s. yang diutus kepada Bani Israil, melainkan salah

seorang umat Muhammad yang mempunyai persamaan dengan Isa al Masih.

Dengan demikian tokoh itu pulalah yang disebut al Mahdi. Jadi al Mahdi dan al

Masih itu satu pribadi. Ahmadiyah berpendapat bahwa al Masih yang dijanjikan

akan datang di akhir jaman bukanlah Nabi Isa yang telah meninggal, melainkan

seorang muslim yang mempunyai perangai atau sifat-sifat seperti Nabi Isa.

Pengakuan sebagai al Masih itu diumumkan pada 1891 M. pengakuan tersebut

didasarkan wahyu berbahasa Urdu yang ia terima pada tahun 1890 M. Wahyu

yang diturunan Allah kepada Mirza Ghulam Ahmad tersebut dengan sendirinya

juga menjadi dasar bagi kepercayaan kalangan Ahmadiyah Lahore maupun

Qadian. (Ihsan Ilahi Zhohir, 2005 : 194)

2) Masalah Kenabian

Terkait masalah Kenabian, di kalangan Ahmadiyah terdapat perbedaan

antara Ahmadiyah Qadian dan Lahore. Menurut paham Ahmadiyah Qadian,

hanya nabi yang membawa syariat saja yang telah berakhir karena lembaga

kenabian telah ditutup, sedangkan nabi-nabi yang tidak membawa syariat akan

terus berlangsung. Ahmadiyah Qadian menyatakan bahwa Nabi Zhili Ghair at

(hamba tuhan yang mendapat anugrah dari Allah menjadi nabi

semata-mata karena hasil kepatuhan kepada nabi sebelumnya dan juga karena mengikuti

syariatnya) hanya muncul dari seorang ummat, yakni seorang pengikut Nabi

Muhammad saw, yang bernama Mirza Ghulam Ahmad..(Ihsan Ilahi Zhohir, 2005

108)

Adapun Ahmadiyah Lahore, memandang bahwa Mirza Ghulam Ahmad

bukanlah nabi, melainkan seorang Mujaddid (pembaharu agama) abad ke 14 H. Ia

mempunyai persaman dengan nabi dalam hal ia menerima wahyu atau berita

samawi. Oleh karena itu, dalam akidah secara jelas mereka menyatakan bahwa

(29)

commit to user

termasuk rukun iman maka orang yang mengingkarinya tidak dapat dikatakan

kafir (Dede Nasrudin, 2008: 84)

3). Masalah Wahyu

Wahyu menurut Ahmadiyah Lahore dan Qadian, tidak hanya dapat

diterima oleh para Nabi dan Rasul saja. Para Wali dan Mujadid juga dapat

menerima wahyu yang tidak berbeda dengan apa yang diterima oleh para Nabi

dan Rasul. Lebih dari pada itu, orang awampun dapat menerima wahyu yang tidak

berbeda dengan wahyu para Nabi, bilamana mendapatkan kecintaan dari Allah.

Wahyu menurut Ahmadiyah tetap berlangsung seperti halnya dengan kenabian.

Wahyu adalah manifestasi dari sifat rahman dan rahim Allah. Oleh karena itu

anggapan bahwa kasih sayang Allah yang berupa wahyu itu terbatas untuk zaman

dahulu saja dan tidak akan berlangsung terus, samalah halnya seperti

mempercayai bahwa Allah telah kehilangan hidup dan hanya seperti barang mati.

(Hamka Haq Al Badry, 1981: 57)

4). Masalah Jihad

Dalam doktrin tentang Jihad, tidak ada perbedaan antara Ahmadiyah

Qadian dan Lahore. Jihad menurut Ahmadiyah Qadian dan Lahore adalah hal

berusaha sekeras-kerasnya menolak musuh atau untuk melawan barang sesuatu

yang tercela. Jihad yang terbesar dalam Islam adalah tidaklah dengan pedang.

Melainkan dengan al Quran, yaitu kegiatan menyiarkan agama Islam kepada

sekalian bangsa, bahwa orang-orang Islam harus satu golongan untuk

mengundang orang-orang untuk masuk agama Islam. Perang diizinkan hanyalah

sebagai tindakan membela diri terhadap mereka yang mengangkat senjata

terhadap Islam. (Maulana Muhammad Ali, 1953: 17)

Ahmadiyah melalui Maulana Muhammad Ali membagi Jihad menjadi tiga

macam, yakni jihad akbar, jihad kabir dan jihad ashghar. 1) jihad akbar (jihad

terbesar), yaitu jihad melawan setan dan hawa nafsu yang setiap saat menggoda

dan menyesatkan manusia dari jalan benar. 2) jihad kabir ( jihad besar). Yaitu,

menyebarluaskan ajaran al Quran kepada kaum kafir dan musyrik. 3) jihad

ashghar (jihad kecil), yakni jihad yang paling rendah nilainya dan tingkatannya

(30)

commit to user

Dari ketiga macam jihad tersebut, jihad kabir dan jihad akbar yang dilancarkan

gerakan Ahmadiyah untuk membela dan menyiarkan Islam ke seluruh dunia.

Untuk masa kini Ahmadiyah berpandangan bahwa jihad lebih tepat dilakukan

dengan pena atau dengan lisan. (Iskandar Zulkarnain, 2005: 126-128)

5). Masalah Khilafat

Dalam masalah khilafat, Ahmadiyah Qadian dan Lahore terdapat

perbedaan pendapat. Menurut Ahmadiyah Qadian, khilafat itu akan berlangsung

terus menerus sampai waktu yang tak terbatas, karena khilafat itu merupakan

aspek yang sangat asasi dalam agama Islam. Islam tidak akan maju dan

berkembang hanya jika khilafat itu berlangsung secara berkesinambungan.

Menurut Ahmadiyah khalifah-khalifah itu dalam menjalankan tugasnya senantiasa

mendapat bimbingan wahyu dari Allah, sehingga merekapun menerima wahyu

dan ilham dari Tuhan sebagaimana para nabi dan rasul terdahulu. Pada

hakekatnya, khalifah itu menjalankan tugasnya bukanlah atas nama diri sendiri,

tetapi atas nama nabi dan rasul yang diteruskan ajarannya. (Hamka Haq Al Badry,

181: 97-100)

Ahmadiyah Lahore berpendapat, setelah Mirza Ghulam Ahmad maka

tidak akan ada lagi khalifah di kalangan Ahmadiyah. Dasar yang Ahmadiyah

Lahore gunakan adalah al Quran surat an-Nur (24) : 55 dan wasiat Mirza Ghulam

Ahmad sendiri. Dalam wasiatnya, Mirza Ghulam Ahmad sama sekali tidak

menyebutkan tentang khilafat sepeninggal dirinya, yang ada adalah para Mujjadid

yang muncul setiap satu abad termasuk setelah Mirza Ghulam Ahmad. Pandangan

Ahmadiyah Lahore mengenai tidak adanya Khalifah setelah Khulafaur Rasyidin

tersebut merupakan salah satu penyebab yang menimbulkan perpecahan di

kalangan Ahmadiyah (Iskandar Zulkarnaen, 2005 : 123)

Pemahaman Ahmadiyah dan konsep pembaruannya yang tidak sama

dengan pemahaman umum kaum muslim menimbulkan perdebatan dan

mendapatkan tentangan dari mayoritas umat Islam terutama dari kalangan ulama

dan juga gerakan kebangkitan Islam yang lain. Tentangan itu muncul karena

Ahmadiyah dianggap menyebarkan doktrin teologi yang berlawanan dengan

(31)

commit to user

adanya nabi setelah Muhammad. Padahal masalah kenabian merupakan hal

prinsip dalam ajaran Islam. Disamping masalah kenabian terma-terma keagamaan

lain, seperti pengakuan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi dan menerima

wahyu, sebagai Imam Mahdi, dan penjelmaan dari Al Masih ibn Maryam, juga

mengundang reaksi yang keras dari ummat Islam. Pandangan Ahmadiyah

mengenai Jihad juga menimbulkan kontroversi lain. Ahmadiyah tetap setia dan

loyal kepada pemerintah, meskipun pemerintah yang berkuasa adalah pemerintah

kolonial (penjajah), asal pemerintah tersebut tidak menganggu dakwahnya.

Dengan kata lain pembaruan Ahmadiyah bertentangan arus dengan sebagian besar

umat Islam.

3. Politik Islam

a. Pengertian Politik Islam

Islam adalah agama yang sempurna sangat lengkap, sebagai suatu sistem

kehidupan yang tidak saja meliputi tuntunan moral dan peribadatan, tetapi juga

sistem politik termasuk bentuk dan ciri-cirinya, sistem masyarakat, ekonomi dan

sebagainya. Oleh karena itu dalam bernegara umat Islam sebaiknya kembali

kepada sistem kenegaraan Islam. Sistem ketatanegaraan atau politik Islami yang

harus diteladani adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi dan Khulafaur

Rasyidin. (Sayuti Pulungan, 2002: 1)

Azyumardi Azra (1996: 2) menyatakan, Islam adalah sebuah sistem

kepercayaan dimana agama mempunyai hubungan erat dengan politik, dengan

demikian dalam realitasnya komunitas Islam bersifat spiritual dan temporal. Pada

dasarnya dalam Islam tidak terdapat pemisahan antara agama dan politik,

Menurut Bernard Lewis (1994: 3). Pertumbuhan bahasa politik Islam

berkaitan erat dengan pertumbuhan Islam sendiri, bahwa Islam adalah din wa

siyasah (agama dan politik) dalam Islam tidak terdapat pemisahan antara agama

dan politik. Bahasa politik integral dalam bahasa agama

Menurut Hamka (1982: 30I) Islam tidaklah mengenal sama sekali apa

(32)

commit to user

Menurut Ahmad Djazuli (2003:123) ajaran Islam bukan semata-mata

agama belaka, tetapi juga mengatur masalah-masalah negara.

Menurut Hrair Dekmejian yang dikutip oleh Imdadun Rahmat (2005: 14)

Islam merupakan sistem kehidupan yang total, yang secara universal dapat

diterapkan pada semua keadaan, tempat, dan waktu. Pemisahan antara agama

(din) dan negara (dawlah) tidak dikenal dalam Islam. Hukum dalam

sya dan negara

menegakkannya.

Dari penelusuran melalui (http://media.isnet.org/islam/etc/teoripolitik/

html) Beberapa orientalis berpendapat sebagai berikut :

1) Menurut V. Fitzgerald. Islam bukanlah semata agama (a relegion), namun

ia juga merupakan sebuah sistem politik (a political system). Meskipun

pada dekade-dekade terakhir ada beberapa kalangan dari umat Islam yang

mengklaim diri mereka sebagai kalangan modernis, yang berusaha

memisahkan kedua sisi itu, namun seluruh gugusan pemikiran Islam

dibangun diatas fundamental bahwa kedua sisi itu saling bergandengan

dengan selaras, yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

2) C.A. Nallina, mengatakan Muhammad telah membangun dalam waktu

bersamaan agama (a religion) dan negara (a state). Dan batas-batas

teritorial negara yang ia bangun itu terus terjaga sepanjang hayatnya.

3) Menurut Schacht, Islam lebih dari sekedar agama, ia juga mencerminkan

teori-teori perundang-undangan dan politik. Dalam ungkapan yang lebih

sederhana ia merupakan sistem peradaban yang lengkap, yang mencakup

agama dan negara secara bersamaan.

4) Menurut R. Strothmann, Islam adalah suatu fenomena agama dan politik.

Karena pembangunnya adalah seorang Nabi, yang juga seorang politikus

yang bijaksana atau negarawan.

5) D.B Mcdonald, mengatakan di sini (Madinah) dibangun negara Islam yang

pertama, dan diletakkan prinsip-prinsip utama undang-undang Islam.

6) Sir. T. Arnold Menyatakan, adalah Nabi, pada waktu yang sama, seorang

(33)

commit to user

7) Menurut Gibb, Islam bukanlah sekedar kepercayaan agama individual,

namun Islam meniscayakan berdirinya suatu bangun masyarakat yang

independen. Islam mempunyai metode terendiri dalam sistem

kepemerintahan, perundang-undangan dan institusi.

Al Ghazali yang dikutip Sayuti Pulungan (2002: 238) merumuskan teori

hubungan antara agama dan politik yang sangat dekat dan saling bergantung.

Agama adalah dasar dan sultan (kekuasaan politik) adalah penjaganya. Sesuatu

yang tanpa dasar akan runtuh dan suatu tanpa penjaga akan hilang. Pengangkatan

Imam atau penguasa, wajib menurut hukum agama dan tidak ada alasan untuk

meninggalkannya. Dengan demikian ikatan antara agama dan dunia atau antara

agama dan politik secara integral akan menciptakan wibawa kedaulatan negara di

tangan kepala negara yang ditaati, dan memiliki wibawa untuk melindungi

kemaslahatan rakyat.

Menurut pandangan kelompok Ikhwanul Muslimin, Islam adalah agama

dan negara (din wa dawlah) sekaligus. Islam memiliki konsep sosial politik

tersendiri yang harus ditegakkan oleh umat Islam. Selain wilayah

kemasyarakatan, negara juga harus diislamkan. Untuk itu, segala pemikiran

ideologi nilai-nilai dan tindakan kolektif harus bersumber dari Islam. Dengan

sistem kenegaraan. Ia harus menempatkan Islam sebagai sumber satu-satunya.

Syariat Islam harus mengatur perilaku politik, sistem dan aturan

perundang-undangan. Dengan demikian syiar Islam akan menjadi luas dan negara akan

menjadi kuat serta mampu menjamin kehidupan ideal bagi warga negara

(Imdadun Rahmat 2005: 37)

Abul Ala Maududi (1960: 21) mengatakan dasar dari sistem politik Islam

adalah keyakinan atas keesaan dan kekuasaan Allah. Tidak seorangpun berhak

membuat hukum-hukum menurut kekuasaannya sendiri dan tidak seorangpun

diwajibkan kepada hukum-hukum tersebut. Kekuasaan kekuasaan ini hanyalah

kepunyaan Allah

Dari berbagai pendapat tentang pengertian politik Islam di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa Islam sebagai agama yang sempurna mengatur seluruh

(34)

commit to user

politik dan kenegaraan. Islam bukan semata agama tetapi juga sistem politik.

Islam adalah Agama dan politik, keduanya saling berkait dan tidak dapat

dipisahkan, dan dasar dari politik Islam adalah keyakinan atas kedaulatan Tuhan

dimana negara Islam dalam menjalankan pemerintahan berdasarkan

undang-undang Tuhan.

b. Negara Islam

Hakikat sebuah negara dan dasar-dasarnya menurut ajaran Islam. Negara

dapat dikatakan wadah penyaluran aspirasi harapan dan cita-cita anggota yang

tin

secara eksplisit yang memerintahkan atau mewajibkan umat Islam untuk

mendirikan sebuah negara. Negara dalam bahasa Arab dikenal dengan daulah.

Pada hakikatnya istilah daulah tidak t

-unsur dasar dalam

hanya menerangkan unsur-unsur dasar atau prinsip-prinsip umum pemerintahan

Islam secara global. Ayat-ayat yang berhubungan dengan tata cara pemerintahan

tidak banyak. Ayat ayat ini dijabarkan oleh Nabi dalam sunahnya, baik bentuk

perkataan, perbuatan maupun ketetapan. ( Muhammad Iqbal, 2001: 156)

1). Pandangan Islam mengenai negara

Negara atau daulah dalam ajaran Islam, merupakan suatu keniscayaan

dalam kehidupan bermasyarakat. Karena negaralah yang mengatur segala

sendi-sendi kehidupan manusia. Dan aturan-aturan itu berbentuk undang-undang yang

mengikat, mengatur dan memaksa. Mendirikan negara dan memilih kepala negara

dalam prespektif ajaran agama Islam merupakan kebutuhan suatu komunitas yang

tidak dapat dipungkiri karena manusia hidup bersama dalam satu tempat dan

saling berinteraksi, maka diperlukan suatu lembaga khusus mengatur

permasalahan-permasalahan yang terjadi ditengah-tengah mereka yang disebut

negara. (Annajah, No.01/IV/September/ 2008 hal.47)

Secara umum terdapat dua arus pemikiran utama mengenai hukum

menegakkan negara. Golongan pertama mengatakan bahwa negara wajib di

(35)

commit to user

negara didasarkan pada nash. Sebagian yang lain mengatakan bahwa pewajiban

itu didasarkan pada akal. Sebagian yang lainnya lagi mengatakan bahwa

pewajiban itu didasarkan oleh nash sekaligus akal. Golongan kedua mengatakan

bahwa negara boleh ditegakkan, namun tidak harus. Yang harus adalah tegaknya

hukum-hukum Allah dan tercapainya ketertiban dalam kehidupan manusia.

Golongan ini berfikir bahwa apabila semua manusia memiliki kebijaksanaan

maka secara otomatis tatanan masyarakat akan tertib dan hukum-hukum Allah

akan tegak. (http//menaraislam.com/content/view/75/40)

a). Pendapat pertama. Menegakkan negara Islam adalah wajib. Pendapat ini

didukung oleh kelompok Sunni dan Syiah.

(1) Pandangan Sunni.

Pandangan ulama Sunni sepakat bahwa yang menggantikan Nabi tidak

ditentukan oleh teks agama tetapi diserahkan kepada ijtihad dan penalaran

ummat Islam sendiri.

Menurut pandangan Al Mawardi seperti dikutip Muhammad Iqbal

(2001: 204) pendi

kifayah. Menciptakan dan memelihara kemaslahatan adalah wajib,

sedangkan alat untuk terciptanya kemaslahatan tersebut adalah negara.

Maka hukum mendirikan negara juga wajib (fardhu kifayah)

Menurut pendapat Abdul Qadir Al Baghdadi yang dikutip oleh Ulil

Abshar Abdalla (2007: 134) bahwa: (a). Sesungguhnya Imamah adalah

keharusan bagi umat Islam, yaitu untuk memilih seorang Imam

(penguasa), (b). Cara memilih seorang Imam dalam umat Islam adalah

melalui pemilihan dengan cara ijtihad, bukan melalui penunjukan dari

Nabi maupun teks agama. (c). Tidak ada suatu nash atau dalil pun dari

Nabi yang mengharuskan seorang tertentu diangkat sebagai Imam atau

penguasa.

Pendapat yang disampaikan oleh Al -Baghdadi ini wemakili sebagian

besar pendapat di kalangan Sunni. Pendapat ini menujukkan bahwa

memilih seorang Imam adalah wajib, masalah pemilihan penguasa

(36)

commit to user

melalui nash karena urusan politik sangat dibentuk dan dipengaruhi oleh

perubahan jaman, sehingga Islam tidak perlu menetapkan sistem yang

pasti, rigid, dan berlaku sepanjang jaman.

(2). Pandangan Syiah.

Kaum Syiah tetap memelihara konsep dasar yang fundamental tentang

doktrin Imamah sebagai kepemimpinan yang berdimensi spiritual dan

politis. Pandangan Syiah mengenai kepemimpinan, bahwa kepemimpinan

ditetapkan dengan nash dari Allah dan Dari Rasul. Imamah adalah hal

yang fundamental dalam ajaran Islam (ushuludin), dan keyakinan

seseorang tidaklah menjadi sempurna tanpa meyakini Imamah itu. Imamah

bukan urusan yang bersifat umum yang diserahkan kepada umat, dan

menentukan orang untuk memegang jabatan itu menurut kehendak umat,

dan yang berhak memegang otoritas spiritual dan politis setelah Nabi

wafat adalah Ahl al Bait (keluarga Nabi) yaitu Ali bin Abi Thalib dan

keturunannya. Kepemimpinan dan kekuasaan di bidang spiritual dan

politik, dan sifat kekudusan yang ada pada Nabi telah diwariskan kepada

Ali dan berlanjut kepada Imam-imam penerusnya. Perbedaanya terletak

pada Nabi menerima wahyu, sedang imam tidak. Imamah termasuk rukun

agama dan kaidah Islam orang yang tidak meyakini imamah maka ia kafir.

Doktrin ini dipegang oleh Syiah Imamiyah atau Syiah dua belas.

(Annajah, No.10/V/Juli/2009 hal.17-19)

Imam mempunyai kekuasaan dan peranan penting dalam penetapan

hukum dan undang-undang. Imam mempunyai kekuasaan paripurna dalam

penentuan undang-undang, dan setiap perkatanya termasuk bagian dari

syariat. Karena itu kaum syiah menetapkan bahwa seorang imam: 1) harus

(terpelihara) dari berbagai perbuatan salah, lupa dan maksiat.

Seorang imam wajib ishmah (terpelihara dari dosa, baik lahir maupun

batin, baik sebelum menjadi Imam maupun sesudah memangku jabatan

Imamah 2) seorang Imam boleh membuat hal yang luar biasa dari adat

kebiasaan yang mereka sebut mukjizat untuk mengukuhkan

(37)

commit to user

seorang Imam harus mempunyai ilmu yang meliputi setiap sesuatu yang

berhubungan dengan syariat. Pengetahuan yang luas itu bukan melalui

proses belajar dan ijtihad, tapi merupakan ilmu ladunni, yaitu

kemakrifatan yang dilimpahkah Allah kepada para Imam 4) Imam adalah

pembela agama dan pemelihara kemurnian dan kelestariannya agar

terhindar dari penyelewengan. (Sayuthi Pulungan, 2002: 206-207)

b). Pendapat kedua. Negara Islam boleh ditegakkan tetapi tidak harus.

Pandangan ini diwakili oleh kelompok Khawarij, dan Muktazilah.

(1) Pandangan Khawarij

Pembentukan lembaga khalifah atau pemerintahan, menurut Khawarij,

bukanlah merupakan suatu keharusan atau wajib. Hal ini tergantung

kepada kehendak umat apakah suatu pemerintahan perlu dibentuk atau

tidak. Jelasnya Khawarij berpendapat bahwa membentuk pemerintahan

dan mengangkat seorang Imam bukan wajib melainkan keadaanlah

yang mengharuskannya ada. Mengenai kualifikasi bagi seseorang untuk

menduduki jabatan khalifah disamping tidak disyaratkan harus berasal dari

suku tetentu. Menurut Khawarij sang calon harus punya kekuatan ilmu,

berlaku adil, punya keutamaan dan wara . (Sayuthi Pulungan, 2002: 200)

(2) Pandangan Muktazilah

Pemikiran politik muktazilah berpendapat pembentukan lembaga

dasar pertimbangan rasio dan tuntutan muamalah manusia. Urusan

Imamah diserahkan kepada umat, mereka berhak memilih seseorang untuk

melaksanakan hukum-hukum Tuhan dan bukan hak istiwewa keluarga

maupun suku tertentu. Asalkan ia beragama Islam, mukmin , dan bersifat

adil (Sayuthi Pulungan, 2002: 210)

2). Negara Islam (Khilafah)

Kata khilafat diturunkan dari kata khalafa yang berarti seseorang yang

menggantikan orang lain sebagai penggantinya. Istilah khilafat adalah sebutan

untuk masa pemerintahan khalifah. kata khilafat analog dengan kata imamat dan

(38)

commit to user

menegakkan agama dan urusan dunia. Ketiga istilah tersebut merupakan sebutan

bagi institusi politik untuk menggantikan urusan kenabian dalam urusan agama

dan urusan politik. Seseorang yang melaksanakan fungsi kekhalifahan,

keimamahan dan keamiran dalam sejarah islam disebut khalifah, imam, dan amir.

(Sayuti Pulungan, 2002: 45-48)

Menurut pandangan Ibnu Khaldun dalam Annajah

(No.10/V/Juli/2009.hal.24) khilafah adalah tanggung jawab umum yang di

kehendaki oleh peraturan syariat untuk mewujudkan kemaslahatan dunia dan

akhirat bagi umat dengan merujuk kepadanya, karena kemaslahatan akhirat adalah

tujuan akhir, maka kemaslahatan dunia seluruhnya harus berpedoman pada

syariat. Hakikatnya sebagai pengganti fungsi pembuat syariat (Rasulullah) dalam

memelihara urusan agama dan mengatur politik keduniaan.

Menurut Abul Ala Maududi (1960: 45), Negara Islam adalah negara yang

dibentuk atas dasar quran dan sunnah negara yang mencakup semua kehidupan

dan termasuk di dalamnya seluruh soal hidup dimana rakyat dijamin keadilan

sosialnya sesuai dengan keuniversilan hukum Tuhan (divine law)

Menurut Munawar Khalil (1984: 28) Khilafah adalah pimpinan umum

mengenai urusan agama dan dunia sebagai pengganti Nabi dalam memelihara

sesuatu yang termasuk urusan keagamaan yang wajib ditaati umat. Umat Islam

dari masa ke masa wajib hukumnya mendirikan khilafah dan mengangkat khalifah

yang bertanggung jawab atas terpeliharannya hukum-hukum Allah dan menjamin

terlaksananya undang-undang dan hukum-hukum Allah diantara umat islam

Menurut Musfolah Maufur (1990: 58) Khilafah adalah kewajiban terbesar

bagi ummat untuk mewujudkannya dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat

dan individu. khilafah disebut sebagai imamah al kubro. Hukumnya wajib dengan

adanya makmum dikalangan ummat, yaitu sebagai panutan makmum dan kaum

muslim di dalam urusan dunia dan akhirat. Khilafah merupakan suatu sarana

bersatunya muslim untuk mewujudkan idealisme Islam dalam memelihara agama

dan kemaslahatan ummat.

Menurut ibn Taimiyah yang dikutip oleh Mujar Ibnu Syarif (1995: 47)

(39)

commit to user

a

tegaknya negara instrumen yang dimaksud antara lain keadilan, persaudaraan,

penciptaan perdamaian dan lain-lain. Ahmad Djazuli (2003: 393) merincikan

lebih jelas instrumen-instrumen yang harus dipedomani dalam mengelola negara

diantaranya adalah :

(1)Prinsip kehidupan manusia di bumi. Dalam prinsip ini Allah menegaskan

bahwa manusia diciptakan adalah sebagai khalifah yang akan

memakmurkan bumi ini. Karenanya manusia bertanggung jawab untuk

mengelola dan memelihara dari kehancuran.

(2)Prinsip kekuasaan sebagai amanah. Allah memerintahkan manusia

melaksanakan amanah yang diembankan kepadanya. Dalam islam amanah

merupakan sesuatu yang harus dipelihara karena kelak akan dipertanggung

jawabkan kepada Allah. Kekuasaan merupakan salah satu amanah yang

harus dijalankan dengan baik, sesuai dengan perintah-perintahNya. Islam

tidak mentolerir segala bentuk penyimpangan dan penyalahgunaan

kekuasaan.

(3)Prinsip penegakan keadilan. Keadilan merupakan suatu hal yang harus

senantiasa diperjuangkan dan ditegakkan dalam masyarakat.

(4)Prinsip musyawarah. Musyawarah memegang peranan penting dalam

pengambilan keputusan umat beriman

(5)Prinsip persaudaraan dan persatuan. Dalam hal ini Islam mengajarkan agar

umatnya selalu saling menasehati dan melakukan kontrol atas kekuasaan

agar kebaikan selalu terpelihara dalam kehidupan bermasyarakat.

b) Terdapat beberapa sabda nabi yang mengisyaratkan perlunya

kepemimpinan atau pemerintahan. Diantara sabda Nabi yang dimaksud adalah

maka mereka diminta menunjuk salah

c) Beberapa kewajiban agama, seperti mengumpulkan dan mendistribusikan

zakat, jihad, dan lain-lain, tidak akan dapat terlaksanakan dengan baik tanpa

(40)

commit to user

d) Mendirikan negara itu menurut Ibn Taimiyah menjadi penting karena tidak

ada seseorang yang mampu meraih kesejahteraan sempurna baik di dunia maupun

di akhirat, kecuali jika dia tergabung dalam sebuah perkumpulan, mewujudkan

kerjasama dan saling tolong-menolong. Kerjasama dan tolong menolong itu

dimaksudkan untuk menggapai manfaat sekaligus mencegah segala mudharat.

e) Menolak bencana yang disebabkan interaksi antara sesama manusia yang

diprediksikan akan menimbulkan pertikaian dan peperangan, dan pada akhirnya

nanti akan menimbulkan kehancuran umat manusia. Untuk itu diperlukan

intervensi negara dan pemimpin yang ditaati sehingga hal-hal yang bersifat

destruktif dapat ditangani dengan baik

a) Fungsi Negara Islam

(1)Masalah kedaulatan. kedaulatan tertinggi berada di tangan Allah. Allah

sebagai pemegang kedaulatan mutlak dan pemegang otoritas tertinggi

dalam negara.

(2)Pemerintahan berundang undang al quran dan sunnah rasul ditambah hasil

ijtihad khalifah dan keputusan majelis syura jika dalam penyelesaan

masalah yang timbul tidak ada penjelasannya dalam nash syariat.

(3)Kekhalifahan melaksanakan prinsip musyawarah, prinsip musyawarah

bagi semua lapisan masyarakat. (Muhammad Hamidullah,1959: 150)

b) Unsur dan Sendi Negara

Untuk mendirikan negara diperlukan bebrapa unsur dan sendi negara.

(1) Harus ada wilayah. (2) Harus ada Pemerintah sebagai pengelola negara

yang akan menyelenggarakan segala urusan negara dan rakyat. (3) Harus ada

rakyat. (4) keadilan. Keadilan mencakup melaksanakan kewajiban-kewajiban

yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul. (5) Adalah pengelola negara. Raja tidak

mungkin mampu sendirian mengelola urusan kerajaan, karena itu membutuhkan

orang-orang yang membantunya dalam pengelolaan urusan negara dan rakyat.

Unsur-unsur dalam menjamin kerjasama dan ikatan antar warga negara.

(1) Berdasarkan agama yang menjadi tiang penyangga bagi kemaslahatan dan

keutuhan negara. (2) Harus mempunyai pemimpin yang perkasa. Ia berperan

(41)

commit to user

tercapai. (3)Keadilan yang menyeluruh. Terwujudnya keadilan akan menciptakan

persatuan, membangkitkan kesetiaan rakyat, memakmurkan negeri, yang akhirnya

mengamankan kedudukan penguasa. (4) Keamanan negara, keamanan akan

mewujudkan ketentraman batin rakyat dan cita-cita mereka dalam memperoleh

kemaslahatan hidup. (5) wilayah yang subur. (6) Harapan yang optimis. (Sayuthi

Pulungan, 2002: 226-227)

c) Tugas dan Tujuan Negara Islam

Lembaga Imamah mempunyai tugas dan tujuan umum. (1)

Mempertahankan dan memelihara agama menurut prinsip yang ditetapkan dan

apa yang menjadi ijmak oleh generasi salaf. (2). Melaksanakan kepastian hukum

dan berlakunya keadilan yang universal. (Abul Ala Maududi,1960: 35) (3)

Melindungi wilayah Islam dan memelihara kehormatan rakyat agar meraka bebas

dan aman baik jiwa maupun harta. (4) Memelihara hak-hak rakyat dan

hukum-hukum Tuhan. (5) membentuk kekuatan untuk menghadapi musuh. (6) Jihad

terhadap orang-orang yang menentang eksistensi Islam. (7) Memungut pajak dan

sedekah menurut yang diwajibkan syara, nas, dan ijtihad. (8). Mengatur

penggunaan harta baitulmal secara efektif. (9) Meminta nasehat dan pendangan

dari orang-orang terpercaya. (10)Dalam mengatur ummat dan memelihara agama,

pemerintah dan kepala negara harus langsung menanganinya sendiri dan meneliti

keadaan yang sebenarnya. (Sayuthi Pulungan, 2002: 260)

3). Struktur Negara Islam

Taqiyudin an Nabhari (1996: 57) membagi struktur pemerintahan Islam

menjadi delapan jabatan yaitu a). khalifah, b). Muawin Tawfidh, c). Muawin

Tanfidz, d). Amirul Jihad, e). Wali, f). Qadhi, g). Masalih daulah, h). Majlis

Umat.

a) Khalifah (Kepala Negara)

Menurut istilah dan dalam kenyataan sejarah, Khalifah adalah pemimpin

yang menggantikan nabi dalam tanggung jawab umum terhadap pengikut

agama ini untuk membuat manusia tetap mengikuti undang-undang-Nya yang

mempersamakan semua orang didepan kebenaran, dan sebagai khalifah rasul

Referensi

Dokumen terkait

Materi yang didiskusikan antara lain komposisi kelimpahan unsur di alam, komposisi udara bersih dan kering, kandungan mineral utama dalam air laut, dan berbagai mineral

Gerakan politik Yahudi untuk membangunkan sebuah negara bangsa Yahudi (kini dikenali sebagai Israel) dan menakluk dunia7. Fakta

Perubahan kebijakan proteksi berupa peningkatan tarif impor dari 5 persen menjadi 25 persen untuk bawang merah dan jeruk pada skala makro- nasional berpotensi

ANOVA digunakan untuk mengetes hipotesa bahwa rata-rata antara 2 atau lebih group apakah sama dengan membandingkan variansi pada tingkat kepercayaan tertentu.Dengan kata lain,

Pendekatan CSFs terhadap manajemen biaya dan pengendalian praktis pada proyek konstruksi diyakini dapat memberikan fitur-fitur penting dan banyak manfaat, seperti: untuk

Puji syukur ke Hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Profil Protein Ekstrak Biji

Berdasarkan data yang diperoleh ditemukan bahwa kegiatan pembelajaran menggunakan media papan ejaan dengan model pembelajaran NHT dapat menyebabkan: (1)aktivitas siswa

Hal tersebut terbukti bahwa banyak dari orang tua belum punya banyak pengalaman dalam melakukan praktik pencegahan cedera pada anak karena merupakan pengalaman pertama