• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, berarti manusia tidak dapat hidup tanpa adanya bantuan atau interaksi dengan sesama manusia. Di segala segi kehidupannya, manusia membutuhkan manusia lain. Sehingga muncullah ungkapan “Sitou Timou Tumou Tou”dari masyarakat Minahasa. Menurut Rambet yang dikutip oleh Polii (www.suaramanado.com, 18 Desember 2011),

“Walaupun memiliki arti yang banyak, namun falsafah hidup ini hanya mempunyai satu makna yaitu ‘manusia hidup harus dapat menghidupkan manusia lain’. Sifat mengasihi sesama manusia serta menjaga alam sekitarnya sebagai ciptaan Maha Kuasa adalah kunci dari makna falsafah ini.”

Berdasarkan ungkapan ini, manusia berperan sebagai subjek sekaligus objek.

Dengan kata lain, manusia hidup karena bantuan manusia lain serta bertanggung jawab untuk membantu manusia lain agar dapat hidup.

Sifat sosial yang melekat pada manusia ini mewajibkan tiap-tiap manusia menciptakan interaksi yang baik dengan manusia lain. Manusia kemudian menjalin hubungan dan bekerjasama dengan sesamanya secara berkesinambungan untuk memenuhi kebutuhan dari sifat sosial ini. Menurut Indriyo Gitasudarmo yang dikutip oleh Ardana, Mujiati dan Sriathi (2008: 1), suatu sistem yang terdiri dari pola aktivitas kerjasama yang dilakukan secara

teratur dan berulang-ulang oleh sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan disebut organisasi. Sementara pernyataan Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen yang dikutip oleh Ardana et al. (2008: 2) menyebutkan bahwa organisasi sebagai kumpulan orang yang mengadakan pembagian pekerjaan yang dikoordinasikan untuk mencapai tujuan bersama. Berdasarkan pengertian organisasi menurut Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen di atas, terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

1. Tujuan yang disepakati oleh anggota-anggota organisasi. Tujuan ini menjadi “jiwa” organisasi.

2. Proses yang mengubah masukan/ sumber daya yang dimiliki menjadi keluaran/ hasil sebagaimana diinginkan.

3. Pembagian pekerjaan di antara anggota. Termasuk di sini adalah pembagian tugas dan wewenang secara horizontal maupun vertikal.

4. Kerjasama dan koordinasi supaya pembagian pekerjaan menjadi efektif dan efisien.

Davis (1967: 6) mengemukakan “Organizations are social systems. If one wishes either to work in them or to manage them, it is necessery to understand how they operate”. Organisasi adalah sistem (yang bersifat) sosial. Jika ada yang ingin bekerja di dalamnya (di dalam sistem) atau mengaturnya (mengatur sistem), penting halnya untuk memahami bagaimana mereka (sistem tersebut) beroperasi. Organisasi sebagai produk dari interaksi antar manusia, akhirnya ikut mewarisi sifat sosial dari manusia-manusia yang terlibat di dalamnya.

Namun di sisi lain, tiap manusia yang berinteraksi di dalam organisasi berasal dari berbagai macam latar belakang. Karena sifat sosial organisasi ini diperoleh dari manusia-manusia yang terlibat di dalamnya, maka organisasi perlu memahami hal-hal terkait interaksi antar anggotanya. Interaksi tercipta melalui komunikasi (khususnya lisan) antar manusia dalam organisasi yang memiliki perbedaan latar belakang budaya dan karakteristik individu. Hal ini hendaknya dapat disadari dan dikelola oleh organisasi, agar tercipta kenyamanan kerja (khususnya psikis) bagi manusia di dalamnya sehingga kegiatan operasional perusahaan dapat berjalan baik.

Budaya adalah bentuk jamak dari kata “budi” dan “daya” yang berasal dari cinta, karsa, dan rasa. Kata “budaya” sebenarnya berasal dari bahasa Sanskerta, budhayah, yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal (Setiadi, Hakam dan Efendi, 2013: 27). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa budaya individual lahir dari akal manusia. Setiap daerah di Indonesia memiliki budaya yang berbeda, sehingga tercipta budaya indidivual yang beragam pula. Keragaman budaya individual dapat berpengaruh terhadap keberadaan organisasi yang terlibat di suatu lingkungan budaya.

Menurut Ardana et al., (2008:9) karakteristik individu terdiri atas variabel karakter biografis/ ciri-ciri biografis, kemampuan, kepribadian, pembelajaran/

belajar, persepsi, sikap, kepuasan kerja dan stres. Karakteristik individu ini berpengaruh terhadap interaksi individu yang satu dengan individu yang lain.

Dengan kata lain, karakteristik dari masing-masing individu akan berpengaruh

terhadap cara berkomunikasi serta persepsi masing-masing individu mengenai kenyamanan.

Dalam organisasi apapun, komunikasi menjadi begitu penting karena organisasi mempunyai dua pilar yaitu anggota dan lingkungan. Organisasi akan eksis apabila mampu mengendalikan anggota serta lingkungannya (Ardana et al., 2008: 55). Sementara menurut De Janasz et al. (2015: 153)

“communication is the act of exchanging thoughts, messages, or information”.

Komunikasi merupakan tindakan pertukaran gagasan, pesan atau informasi.

Komunikasi dalam organisasi berperan penting sebagai sarana yang menghubungkan para anggota di dalam organisasi, juga berperan dalam menjaga hubungan dengan lingkungan sekitar organisasi.

Komunikasi dibedakan menjadi verbal dan nonverbal, ditinjau dari cara penyampaiannya. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang pesan-pesannya disampaikan dengan memakai kata-kata, baik melalui lisan maupun tulisan.

Sedangkan komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya disampaikan melalui simbol, isyarat atau perilaku tertentu. Namun dalam komunikasi yang disampaikan melalui lisan, sering kali simbol-simbol nonverbal ikut terlibat. Taylor (1999: 20) mengemukakan bahwa komunikasi nonverbal sering terjadi tanpa disadari, misalnya saat berbicara kita mungkin akan mengayunkan tangan. Lebih lanjut dijelaskan Taylor, sinyal nonverbal semacam itu menambah dampak pada suatu makna, dan mereka bergabung untuk memberikan kesan instan dengan cara yang tidak dapat dilakukan komunikasi tertulis atau panggilan telepon. Taylor (1999: 17) berpendapat

bahwa “Oral communication is the life-blood or our personal and business lives”. Komunikasi antara anggota organisasi sangat penting, karena komunikasi menentukan bagaimana kegiatan organisasi tersebut berjalan.

Organisasi tercipta untuk mewujudkan tujuan yang sama dari sekelompok manusia, tetapi masing-masing manusia dalam suatu organisasi memiliki keragaman (diversity). Keragaman ini mempengaruhi interaksi antar manusia di dalam organisasi, terutama dalam hal komunikasi. Locker dan Kaczmarek (2014: 24) mengatakan, “Miscommunication can also occur because different people have different frames of reference. We always interpret messages in light of our personal experiences, our cultures and subcultures, and even the point in history at which we live”. Miskomunikasi (kesalahan dalam komunikasi) dapat juga terjadi karena orang memiliki perbedaan kerangka acuan. Kita selalu menafsirkan pesan sesuai dengan pengalaman personal, budaya & subbudaya, bahkan kejadian tertentu dalam sejarah hidup kita.

Sehingga tidak jarang orang-orang dari latar belakang budaya berbeda akan mengalami kesulitan berkomunikasi. Kesalahan dalam penyampaian informasi melalui proses komunikasi berdampak pada umpan balik (feedback) yang tidak sesuai dari penerima informasi. Akhirnya, kesalahan berkomunikasi yang parah dapat mengganggu kenyamanan kerja dari pihak-pihak yang terkait dalam proses komunikasi tersebut. Kesalahan dalam komunikasi ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan antara sesama anggota organisasi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) nyaman adalah segar, sehat; sedangkan kenyamanan adalah keadaan nyaman, kesegaran dan

kesejukan. Sanders dan McCormick yang dikutip oleh Hassanah (2017 : 2) menggambarkan konsep kenyamanan sebagai suatu kondisi perasaan dan sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut. Kenyamanan ini bersifat subjektif, karena bersangkutan dengan kejiwaan individual (Rilatupa, 2008: 192). Maka seseorang sulit untuk mengetahui tingkat kenyamanan orang lain secara langsung.

Semakin besar suatu perusahaan, maka semakin banyak pula jumlah karyawan yang dibutuhkan untuk menjalankannya. Banyaknya jumlah karyawan menandakan bahwa terjadi interaksi dari beragam budaya serta karakteristik individu yang dibawa oleh masing-masing karyawan yang bekerja dalam perusahaan. PT. Telekomunikasi Selular (Telkomsel) merupakan badan usaha yang bergerak dalam bidang jasa telekomunikasi selular dari Indonesia.

Karena besarnya cakupan wilayah pelayanannya, Telkomsel membagi wilayah operasionalnya menjadi beberapa area kerja. Kantor Telkomsel Area IV Pamasuka yang berlokasi di Jl. A.P. Pettarani No. 3, Makassar, Sulawesi Selatan ini, tercatat memiliki setidaknya 145 orang karyawan tetap. Hal ini menunjukkan sedikitnya ada 145 karakter unik yang beragam dalam satu area kerja. Hal ini juga memberitahukan secara tidak langsung bahwa setidaknya ada 145 orang yang perlu untuk diperhatikan kenyamanan kerjanya dalam perusahaan. Segala interaksi yang melibatkan berbagai latar belakang budaya dan karakteristik individu sangat mungkin untuk menimbulkan masalah ketidaknyamanan.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Peran Komunikasi Lisan dalam Memediasi Pengaruh Budaya Individual dan Karakteristik Individu terhadap Kenyamanan Kerja Psikis”. Studi kasus pada Telkomsel Area IV Pamasuka di Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

Dokumen terkait