• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

5) Laut China Selatan

1.1 Latar Belakang

Dari awal pembentukannya sampai sekarang, ASEAN telah berusia 49 tahun. Hampir lima dekade kemunculannya, ASEAN telah mengalami banyak perubahan dan perkembangan yang positif dan signifikan yang mengarah kepada pendewasan ASEAN. Tidak ada yang menyangkal bahwa kerjasama ASEAN selama ini masih banyak berkutat pada masalah bilateral yang beragam diantara negara tetangga di kawasan ini.

Kerjasama ASEAN kini menuju tahapan baru yang lebih integratif dan berwawasan futuristik melalui dibentuknya Komunitas ASEAN (ASEAN

Community) pada tahun 2015 lalu, hal ini diperkuat dengan telah disahkannya

Piagam ASEAN (ASEAN Charter) yang secara khusus akan menjadi landasan hukum dan landasan jati diri ASEAN.

Komitmen untuk mewujudkan komunitas ASEAN yang awalnya ditetapkan tahun 2020 dipercepat menjadi tahun 2015 melalui penandatanganan “Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015” pada KTT ke 12 ASEAN di Cebu Filipina pada Januari 2007. Tujuan dari pembentukan Komunitas ASEAN adalah untuk lebih mempererat integrasi ASEAN dalam menghadapi perkembangan konstalasi politik internasional. ASEAN menyadari sepenuhnya bahwa ASEAN perlu

menyesuaikan cara pandangnya agar dapat lebih terbuka dalam menghadapi permasalahan-permasalahan internal dan eksternal.1

Negara-negara ASEAN menyadari perlunya meningkatkan konsolidasi, kohesivitas dan efektivitas kerjasama. Dimana kerjasama-kerjasama dalam ASEAN tidak lagi hanya berfokus pada kerjasama-kerjasama ekonomi namiun harus juga didukung oleh kerjasama lainnya di bidang keamanan dan social budaya.

Agar tercipta keseimbangan tersebut, pembentukan ASEAN didasari dengan tiga pilar, yaitu Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security

Community), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community), dan

Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community). Keseimbangan baru ini diperlukan mengingat banyak masalah bilateral yang terus membayangi dank arena sensitivitasnya perlu didrorong oleh rasa keterbukaan agar urusan tidak menjadi timbunan beban bersama.

Dalam perjalanannya, ada tiga macam konflik yang sering memengaruhi ASEAN, yakni : 1) perselisihan territorial, 2) perselisihan yang mengancam stabilitas keamanan. 3) perselisihan yang muncul sehubungan dengan kebijakan pengelolaan.2 Namun belakangan permasalahan keamanan di kawasan Asia Tenggara lebih berat dengan munculnya serangkaian aksi serangan teroris di berbagai Negara anggota ASEAN. Berbeda dengan konflik yang sering terjadi dimana saling melibatkan dua Negara atau lebih, isu terorisme muncul sebagai musuh baru bersama yang dapat mengancam setiap Negara dan harus dapat

1 M. Rajendran, ASEAN Foreign Relations The Shift to Collective Action, Kuala Lumpur : Arena Buku sdn.hbd, 1985, hal. 28

2

Asvi Warman Adam, dkk, Konflik Teritorial di Negara-Negara ASEAN, Jakarta : PPW-LIPI, 1992, hal. 1-2

ditanggulangi bersama. Isu terorisme adalah isu yang mengancam Negara-negara di Asia Tenggara.

Setiap Negara anggota ASEAN memiliki persepsi ancaman yang berbeda mengenai isu terorisme. Persepsi ancaman terorisme di Vietnam lebih mengarah pada terorisme maritime serta gerakan separatism di Thailand Selatan. Di Malaysia, jaringan kelompok komunis pra 9/11 dan Jamaah Islamiyah pasca 9/11 dipandang sebgai teroris yang merongrong keamanan nasional Malaysia terlebih dengan berlangsungnya peristiwa pembajakan pesawat Malaysia Airlines 653 pada tahun 1977 dan keterlibatan beberapa warga Negara Malaysia yang menjadi pentolan aksi-aksi teror di Indonesia.

Tiga pemboman yang berlangsung di Myanmar (Ranggon,1983: Yangon, 2005 dan 2010) mempersepsikan pemerintahan Myanmar akan eksistensi teroris di negaranya. Agen Korea Utara, United Liberations Front of Assam dan United

National Liberation Front disinyalir sebagai jaringan aktor-aktor teroris di

Myanmar. Berbeda dengan Negara Singapura, meski tergolong aman, pemerintah Singapura tetap waspada dengan ancaman teroris. Terlebih pada 1965, Singapura pernah mengalami pemboman di McdDonald dan pembajakan pesawat Singapore Airlines pada 1991. Pasca tragedi 9/11 pemerintah Singapura aktif dalam serangkaian kerjasama dalam memberantas terorisme, khusunya dalam menghadapi gerakan jaringan Jamaah Islamiyah dan Moro Islamic Liberation

Front.

Begitu juga di Filipina, Filipina juga mengalami serangkaian serangan teroris, seperti pemberontakan Moro National Liberation Front (2001), pembunuhan wisatawan asing di Filipina Selatan (2001), serangan di Manila

(2002), pengeboman pangkalan militer Filipina di Zamoanga (2002), pengeboman Bandara di Davao City (2003) serta penembakan Kapal Ferry (2004). Aksi-aksi teror ini disinyalir dilakukan oleh New People’s Army (NPA), Jamaah Islamiyah,

Moro National Liberations Front (2001), Moro Islamic Liberations Front (MILF)

dan Abu Sayyaf Group (ASG).

Di Kamboja, ancaman teroris bagi pemerintah Kamboja berasal dari sisa-sisa simpatisan Khmer Merah dan Cambodian Freedom Fighters (CFF). Jaringan gerakan ini pernah melakukan pelemparan granat dan serangan terhadap instalasi pemerintahan Kamboja di Amerika Serikat pada tahun 2000. Bagi Negara Brunei Darussalam, meski tidak terjadi serangan-serangan teroris, namun Negara ini sangat aktif melakukan kerjasama menyangkut isu terorisme. Sementara Negara Laos dan Vietnam tergolong sebagai Negara yang aman dari isu terorisme.3

Urgensi terciptanya keamanan regional mendapat porsi atensi yang lebih oleh negara-negara ASEAN. Dalam merespon hal tersebut, Negara-negara ASEAN berpegang teguh pada ASEAN Security Community (ASC). Kesepuluh Negara anggota ASEAN telah menandatangani sebuah konvensi dengan judul ASEAN Convention On Counter Terrorism (ACCT) pada tanggal 13 Januari 2007 di Cebu Filipina. Dengan adanya konvensi ini, Negara-negara anggota ASEAN didorong untuk bekerja secara proaktif serta meningkatkan kerjasama dalam rangka mencegah dan menangani terjadinya aksi-aksi terorisme khusunya di kawasan Asia Tenggara.

Upaya penanganan aksi terorisme ini cukup penting, karena dalam satu dekade terakhir sebagian besar kawasan Asia Tenggara diberi label oleh dunia

3 Yani. Yanyan M, dkk, Keharmonisan Kerjasama Kontra Terorisme Negara-Negara Anggota

ASEAN Dalam Kerangka ASEAN SECURITY COMMUNITY, 2012, Vol. 1-2

internasional sebagai salah satu sarang teroris sehingga menjadi salah satu faktor yang mendorong menurunnya iklim investasi di Asia Tenggara. Oleh karena itu hasil nyata dari konvensi ini diharapkan menjadi sebuah jawaban kepada banyak pihak yang telah berpikiran skeptic terhadapa Negara-negara anggota ASEAN. Hasil nyata dari konvensi ini akan menunjukkan bahwa negara anggota ASEAN mampu bekerjasama untuk mengatasi terorisme dan menjaga kestabilan kawasan. Pada akhirnya diharapkan adanya peningkatan iklim investasi di wilayah ASEAN khususnya di Indonesia.

Dokumen terkait