• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pekerjaan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat penting bagi masyarakat saat ini. Bekerja merupakan suatu tuntutan yang paling dasar, baik untuk memperoleh imbalan berupa uang, jasa maupun untuk pengembangan diri. Berbagai aktivitas yang terjadi di tempat kerja seperti rutinitas, supervisi, dan kompleksitas tugas mempengaruhi kemampuan seseorang sehingga ia mampu merasakan emosi dan persepsi mengenai tempat kerjanya (Ariati, 2010).

Pada dasarnya setiap organisasi menginginkan dan menuntut agar seluruh karyawan dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan sebaik mungkin. Terdapat sejumlah fakta yang menunjukkan bahwa organisasi yang sukses adalah organisasi yang terlebih dahulu memperhatikan kondisi karyawannya. Kondisi karyawan tersebut dapat dilihat dari kesejahteraan karyawaan (Keyes, Hysom & Lupo, 2000).

Dalam UU 13/2003 disebutkan bahwa kesejahteraan karyawan adalah sesuatu pemenuhan kebutuhan dan atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat. Ketika sebuah organisasi dapat meningkatkan kesejahteraan karyawannya, maka karyawan dapat menempatkan diri mereka

sebaik mungkin ke dalam pekerjaan mereka, memberikan keuntungan bagi perusahaan, dan menghasilkan karya yang lebih kreatif dan inovatif sehingga dapat meningkatakan laju perusahaan secara keseluruhan (Davis, 2012).

Kesejahteraan terdiri dari dua jenis, yaitu kesejahteraan fisik dan kesejahteraan psikologis. Kesejahteraan fisik berkaitan dengan kesehatan jasmani sedangkan kesejahteraan psikologis berkaitan dengan apa yang dirasakan individu dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari. Ryff (1989) menjelaskan kesejahteraan psikologis sebagai hasil evaluasi atau penilaian seseorang terhadap pengalaman- pengalaman hidupnya.

Keberhasilan suatu organisasi salah satunya ditandai dengan karyawan yang merasa sejahtera di tempat kerjanya (Keyes, Hysom & Lupo, 2000). Memperhatikan kesejahteraan psikologis karyawan adalah hal yang sangat penting bagi organisasi karena dapat mempengaruhi bagaimana prilaku karyawan itu sendiri, bagaimana pengambilan keputusan yang dilakukan, serta interaksinya dengan rekan kerja (Warr, 1978 ; Rasulzada, 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Wright et al, (2007) menyebutkan bahwa karyawan yang bahagia lebih dapat menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan pekerjaannya sehingga produktivitas kerjanyanya meningkat. Selain itu, karyawan yang sejahtera dalam pekerjaannya juga memiliki komitmen yang tinggi (Annisa & Zulkarnain, 2013). Penelitian yang dilakukan Cropanzo dan Wright (2000) juga mengatakan bahwa ada korelasi positif antara kesejahteraan psikologis dengan tingkat performansi kerja. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Zamralita dan Suyasa (2008) menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara kepuasan kerja dengan

kesejahteraan psikologis. Hal ini dapat menjadi bukti bahwa kesejahteraan psikologis karyawan sangat bermanfaat bagi perusahaan.

Individu yang memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi adalah individu yang merasa puas dengan hidupnya, memiliki kondisi emosional yang positif, mampu melalui pengalaman-pengalaman buruk atau yang menghasilkan kondisi emosional negatif, memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, mampu menentukan nasibnya sendiri tanpa bergantung dengan orang lain, mengontrol kondisi lingkungan sekitar, memiliki tujuan hidup yang jelas, serta mampu mengembangkan dirinya sendiri (Ryff, 1989).

Lingkungan kerja dapat memiliki dampak positif maupun negatif pada kesejahteraan psikologis karyawan (Briner, 2000). Terdapat perbedaan antara masing-masing individu dalam mempersepsikan lingkungan kerjanya, berdasarkan apa yang dapat dilihat, dirasakan, dijelaskan serta diinterpretasikannya. Individu-individu mempersepsikan dan memberikan makna terhadap lingkungan kerjanya yang memiliki hubungan dengan sebagian dari sistem nilai pribadi (Murphy, 1996). Nilai pribadi sebagai sesuatu yang diinginkan atau dicari seseorang untuk diperoleh karena dianggap sebagai pendukung kesejahteraan (Locke, 1976). Aspek persepsi ini menurut (James & McIntyre, 1996; Murphy, 1996) merupakan sesuatu yang sangat penting bagi individu dalam memberikan makna pada situasi yang dimilikinya. Dengan kata lain, bagaimana individu memaknai lingkungannya akan berpengaruh dalam perilaku yang dimunculkannya. Persepsi anggota organisasi tentang norma yang berkaitan dengan aktivitas kerja organisasi ini disebut iklim organisasi (Armansyah, 1997).

Iklim organisasi dirasakan secara langsung atau tidak langsung oleh karyawan (Gibson, Ivancevich & Donelly, 2000) dan memiliki pengaruh terhadap perilaku anggota organisasi itu sendiri (Denison, 1990). Dengan begitu iklim organisasi dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif terhadap perilaku karyawan sesuai dengan persepsi karyawan terhadap iklim organisasi yang dirasakannya. Karakteristik iklim organisasi sangat berkaitan erat dengan persepsi individu. Melalui persepsi individu, maka diketahui karakteristik iklim organisasi di tempat individu bekerja (Liwin & Stringer, 1968; Steers, 1985).

Banyaknya iklim organisasi sama banyaknya dengan anggota yang ada dalam organisasi (Johannesson, 1973). Artinya organisasi tidak memiliki satu iklim. Hal tersebut bergantung pada bagaimana anggota organisasi mempersepsikan kondisi yang dirasakannya, sehingga tidak ada nilai absolut satu iklim dalam suatu organisasi. Selain itu, persepsi individu terhadap sesuatu dapat berubah tergantung pada situasi yang menyertainya, maka iklim suatu organisasi juga dapat berubah tergantung pada siapa, bagaimana dan kapan individu mempersepsinya. Dengan begitu, satu kondisi tertentu dapat dirasakan baik oleh individu atau kelompok tertentu, dan bisa jadi dalam kondisi yang sama justru dirasakan secara berbeda oleh individu ataupun kelompok lainnya.

Iklim organisasi selalu mempengaruhi kondisi dan perilaku individu dalam perusahaan. Iklim organisasi yang baik akan mempengaruhi kondisi kerja karyawan sehingga semangat akan tumbuh pada karyawan. Tercapainya tujuan organisasi sangat dipengaruhi oleh iklim organisasi tersebut (Hepner, 1973). Iklim organisasi mampu mengelola kebutuhan-kebutuhan organisasi secara optimal

sehingga dapat menciptakan suasana lingkungan internal (lingkungan psikologis) yang menunjang tercapainya tujuan organisasi atau perusahaan. Karakteristik atau dimensi iklim organisasi mempengaruhi motivasi anggota organisasi untuk berperilaku tertentu (Stringer, 2002).

Leigh (1996) menyatakan bahwa iklim organisasi adalah keadaan lingkungan organisasi yang dirasakan oleh karyawan yang mengarah pada aspek- aspek seperti: keamanan psikologis dan kebermaknaan psikologis lingkungan kerja. Keamanan psikologis meliputi kemampuan pikiran dan perasaan karyawan untuk menunjukkan dan mengembangkan diri karyawan tanpa rasa takut terhadap konsekuensi negatif pada citra diri, status dan kelangsungan karirnya. Kebermaknaan psikologis merupakan perasaan karyawan bahwa mereka memperoleh imbalan dari energi fisik, kognitif, dan emosional yang mereka lakukan dalam bekerja. Karyawan merasa bahwa kerja mereka bermakna, jika mereka merasa bahwa pekerjaan tersebut menantang, bermanfaat dan menghasilkan imbalan.

Penilaian individu terhadap situasi organisasi berbeda antara karyawan yang satu dengan karyawan yang lain disebabkan oleh perbedaan dalam kemampuan, nilai-nilai, dan kebiasaan-kebiasaan karyawan yang harus disesuaikan dengan budaya organisasi, perbedaan kontribusi karyawan terhadap organsasi, dan perbedaan dalam gaya manajemen (Aryansah & Kusumaputri, 2013).

Iklim organisasi penting diperhatikan dalam organisasi, sebab keserasian individu dengan organisasi mempunyai pengaruh penting dalam prestasi dan

kepuasan individu dalam organisasi (Stoner, 1978). Iklim organisasi yang positif akan menimbulkan kenyamanan bagi karyawan, saling menghormati antar karyawan, serta kebersamaan dalam bekerja.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi adalah bagaimana persepsi individu terhadap lingkungan organisasi mereka yang akan mempengaruhi perilaku mereka. Iklim organisasi merupakan persepsi tentang apa yang diberikan oleh organisasi dan dijadikan dasar bagi penentuan tingkah laku anggota dalam organisasi. Sedangkan kesejahteraan psikologis menekankan pada bagaimana individu dapat menjalani hidup mereka dalam kondisi dan lingkungan kerja mereka. Untuk itu peneliti ingin mengetahui hubungan iklim organisasi dengan kesejahteraan psikologis karyawan.

Dokumen terkait