• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelapa telah dikenal lama sejak zaman peradaban umat manusia dan diketahui dapat tumbuh di daerah tropis. Kelapa (Cocos nucifera) adalah anggota tunggal dalam marga Cocos dari suku aren-arenan atau Arecaceae. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serbaguna, terutama bagi masyarakat pesisir. Kelapa juga adalah sebutan untuk buah yang dihasilkan tumbuhan ini. Ada tiga teori yang menyatakan tentang daerah asal tanaman kelapa. Teori yang pertama memperkirakan tanaman kelapa adalah tanaman yang tumbuh di Amerika, teori yang kedua beranggapan bahwa tanaman kelapa berasal dari daerah pantai kawasan Amerika Tengah, dan teori yang ketiga beranggapan bahwa tanaman kelapa tumbuh dan berasal dari suatu kawasan di Asia Selatan atau Malaysia, atau mungkin daerah Pasifik Barat1.

Kelapa adalah tanaman serbaguna. Seluruh bagian tanaman kelapa bermanfaat bagi kehidupan manusia. Itulah sebabnya tanaman ini telah ratusan tahun dikenal di seluruh kepulauan nusantara. Kelapa dapat tumbuh di semua jenis tanah. Hal ini terbukti dengan adanya tanaman kelapa rakyat yang tumbuh di tanah pekarangan, pertamanan, tempat rekreasi, di pematang sawah dan di kebun bercampur baur dengan macam tanaman lain serta kelapa dapat juga tumbuh di sungai dan lain-lain2. Bagi perkebunan atau perusahaan yang akan mendirikan perkebunan kelapa, memerlukan pertimbangan dan syarat tanah tertentu agar pertumbuhan

1

Setyamidjaja, Djoehana, Bertanam Kelapa. Yogyakarta: Kanisius, 1982, hal. 7.

2

tanaman kelapa cukup baik dan menguntungkan serta dapat menghasilkan buah dengan kualitas yang baik.

Perkebunan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu perkebunan inti rakyat (PIR) yang dikelola oleh perusahaan inti, perkebunan rakyat dan perkebunan besar (plantation). Perkebunan inti rakyat merupakan bentuk usaha pertanian dengan skala kecil, tidak padat modal, tenaga kerja dikelola oleh sekelompok keluarga, serta penggunaan lahan pertanian yang terbatas, sementara perkebunan besar (plantation) merupakan bentuk usaha pertanian dengan skala besar dan kompleks, modal yang besar, areal pertanian luas, memiliki manajemen organisasi yang baik, jumlah tenaga kerja besar, dan sudah menggunakan teknologi yang modern seperti PT Riau Sakti United Plantations yang berada di Pulau Burung.

Pulau Burung merupakan sebuah desa yang berada di Kecamatan Pulau Burung, Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau. Memiliki struktur topografi berupa dataran rendah dan pesisir pantai dengan tekstur tanah gambut dan endapan sungai serta rawa-rawa serta berada pada ketinggian sekitar 1 sampai 4 meter di atas permukaan air laut. Sebagian besar daerah ini sebelum menjadi perkebunan kelapa hibrida pada tahun 1985 merupakan wilayah hutan dan rawa-rawa yang mana di tepian sungai dan muara parit-parit banyak terdapat tumbuhan seperti pohon nipah dan pohon bakau dengan jumlah penduduk yang masih sedikit. Adapun mayoritas penduduk yang mendiami wilayah ini adalah suku Melayu yang merupakan suku asli di Propinsi Riau dan juga terdapat beberapa suku pendatang yang merantau dari luar daerah yang kemudian bermukim dan akhirnya menetap di Wilayah Pulau Burung. Di antara beberapa suku perantau tersebut adalah suku Jawa, Minang, Batak, Bugis, Banjar Kalimantan, dan beberapa suku lainnya yang kemudian berasimilasi dengan kebudayaan setempat3. Penduduk Melayu yang merupakan suku asli Pulau Burung menyambut baik kedatangan para pendatang tersebut, karena mereka

beranggapan bahwa para pendatang tersebut akan membawa perubahan pada kehidupan di wilayah mereka. Keberagaman suku dan budaya di Pulau Burung berlangsung dengan damai dan jarang terjadi pertentangan antara satu suku dengan suku yang lainnya.

Secara historis, masuknya perusahaan perkebunan kelapa hibrida di Wilayah Pulau Burung berawal sekitar tahun 1985, yang diprakarsai oleh sebuah perusahaan swasta yaitu PT Riau Sakti United Plantations yang berada di bawah naungan PT PULAU SAMBU. Perusahaan ini bergerak dibidang pengelolaan perkebunan dan pengembangan produksi hasil-hasil perkebunan seperti tanaman kelapa hibrida, nanas, dan kelapa sawit yang menggunakan media lahan gambut dengan kondisi lahan basah berpori. Dengan melihat kondisi alam yang mendukung untuk perkebunan kelapa hibrida yang memerlukan banyak persediaan air, pihak perkebunan kemudian melihat efisiensi dan kompetensi lahan di daerah Pulau Burung untuk dikembangankan sebagai lahan perkebunan kelapa hibrida yang produktif.

Kelapa hibrida memiliki perbedaan dengan kelapa yang tumbuh dengan sendirinya atau sering disebut kelapa kampung ataupun kelapa dalam. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari bentuk fisik kelapa itu sendiri, seperti batang, daun, buah, sampai pada pola perawatannya. Secara singkat kelapa hibrida merupakan kelapa hasil persilangan antara kelapa dalam (tall) dengan kelapa genjah (dwarf). Sederhananya, kelapa hibrida memerlukan perawatan yang lebih intens daripada tanaman kelapa dalam. Tanaman kelapa sendiri termasuk dalam jenis tanaman perdagangan (commercial crops), karena hasil dari olahan kelapa seperti minyak kelapa, santan kelapa, hingga arang dapat diekspor hingga ke mancanegara.

Pada awalnya bibit-bibit kelapa hibrida yang pertama kali ditanam dan diusahakan oleh

Lampung4. Bibit-bibit kelapa hibrida tersebut dibeli oleh PT Riau Sakti United Plantations untuk kemudian diusahakan dan dikembangkan sendiri oleh mereka. Perusahaan perkebunan kelapa hibrida ini pada awalnya hanya memproduksi buah kelapa hibrida saja yang kemudian dipasarkan ke luar daerah di antaranya ke daerah Kalimantan dan Sulawesi dan juga ke luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Inggris, Jerman, hingga Amerika Serikat, dan dalam perkembangannya kemudian menghasilkan kopra, santan kelapa, minyak goreng, nanas kaleng, dan beberapa produk lainnya yang dikelola sendiri oleh pabrik yang juga berada di bawah naungan perusahaan yang sama.

Dengan dibukanya perkebunan ini pada tahun 1985, Wilayah Pulau Burung yang pada awalnya hanya dihuni oleh penduduk dalam jumlah yang sedikit perlahan berkembang dengan ditandai oleh semakin ramai para perantau dari berbagai suku dan daerah yang datang ke Pulau Burung untuk mencari pekerjaan dan penghidupan yang layak sehingga kondisi demografi di Pulau Burung semakin padat dan ramai. Dengan semakin berkembangnya perusahaan perkebunan tersebut, tentu saja memerlukan lahan tanam yang cukup luas untuk produksi yang semakin besar, demikian pula halnya dengan kuantitas serta kualitas tenaga kerja yang diperlukan untuk mengolah lahan tersebut semakin bertambah pula. Sebagian besar atau hampir keseluruhan wilayah dari Pulau Burung saat ini merupakan daerah perkebunan kelapa hibrida, nanas, dan kelapa sawit. Di mana perkebunan tersebut ada yang milik perusahaan dan ada yang diusahakan oleh masyarakat (plasma).

Sebelum masuknya perkebunan kelapa hibrida PT Riau Sakti United Plantations tahun 1985, Wilayah Pulau Burung merupakan daerah yang ditutupi hutan, rawa-rawa dan lahan gambut dan berpenduduk sedikit. Dengan kondisi alam yang demikian pihak perkebunan pada

4 Data Departemen Research and Advisory PT Riau Sakti United Plantations-Perkebunan tahun 2000, hal.

awalnya mengalami kesulitan untuk melakukan pembukaan lahan tanam. Tahun 1985 merupakan awal dari pendirian perkebunan kelapa hibrida di daerah ini. Proses awal dari pembukaan lahan ini dimulai dengan mendatangkan ahli-ahli topografi untuk membantu memetakan daerah tanam bibit-bibit kelapa hibrida. Penggarapan lahan dilakukan oleh para kontraktor yang diberikan wewenang oleh pihak perkebunan, adapun pada proses penggarapan lahan ini dikerjakan dengan menggunakan bantuan alat berat seperti excavator dan bulldozzer. Lahan yang berupa hutan tersebut ditebang dan dilakukan land clearing serta sisa-sisa penebangan kemudian dibakar hingga lahan benar-benar bersih dan siap untuk proses selanjutnya. Karena merupakan daerah rawa-rawa, tahap selanjutnya yang dilakukan adalah proses kanalisasi atau pembuatan kanal5. Hal ini bertujuan untuk mengeringkan genangan air pada lahan yang akan ditanam bibit kelapa, selain itu, fungsi kanal di sini merupakan jalur transportasi yang kemudian digunakan untuk mengangkut hasil produksi kelapa hibrida tersebut. Pada tahun 1986 mulai dilakukan penanaman bibit-bibit kelapa hibrida setelah semua lahan selesai dan masuk pada tahap siap tanam. Adapun luas daerah tanam yang pertama kali berhasil ditanami bibit kelapa hibrida adalah 112 ha dan jumlah pohon kelapa hibrida yang berhasil ditanam sekitar 18.243 batang pohon (1986)6. Keberhasilan pertama tersebut kemudian berdampak pada masuknya para transmigran dari Pulau Jawa pada tahun 19877. Transmigran ini didatangkan langsung oleh pihak perkebunan. Mereka kemudian bermukim di tempat yang disebut sebagai Kampung Produksi8. Para transmigran ini kemudian dipekerjakan menjadi buruh perkebunan.

5 Kanal merupakan sungai buatan yang berfungsi sebagai jalur transportasi pengangkutan hasil produksi

kelapa hibrida di Wilayah Pulau Burung.

6 Data Departemen Plantation Administration PT Riau Sakti United Plantations-Perkebunan tahun 2000,

hal 1.

7

Wawancara, Bu Rum, Pulau Burung, tanggal 19 Nopember 2013.

8 Kampung Produksi merupakan wilayah perkebunan yang dihuni oleh penduduk yang bekerja sebagai

Perubahan demi perubahan mulai tampak di Desa Pulau Burung setelah berdirinya perkebunan kelapa hibrida (PT Riau Sakti United Plantations). Perkembangan perkebunan yang semakin pesat mendorong bertambahnya kepadatan penduduk Desa Pulau Burung, yang semula hanya dihuni oleh penduduk lokal, namun sejak berdirinya perkebunan di wilayah ini mendorong penduduk baik dari daerah sekitar Pulau Burung maupun dari luar daerah untuk bermigrasi ke Pulau Burung demi mencari penghidupan yang layak. Dengan berdirinya perkebunan kelapa hibrida di Pulau Burung, kondisi demografi di Pulau Burung menjadi ramai padat dan mulai tumbuh menjadi salah satu daerah produsen kelapa hibrida yang memiliki tingkat pertumbuhan penduduk cukup tinggi di Kabupaten Indragiri Hilir yang sebelumnya daerah ini hanya daerah pelosok dengan jumlah penduduk yang sedikit dan sangat terisolir dari daerah-daerah di sekitarnya. Keberadaan perkebunan ini pada intinya menjadi penopang kehidupan sebagian besar penduduk yang tinggal di Pulau Burung dan daerah di sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan perekonomian di Pulau Burung yang semakin membaik, ditandai dengan munculnya pertokoan sebagai sarana distribusi kebutuhan masyarakat yang tinggal di Pulau Burung. Keberadaan pertokoan ini juga sebagai pengganti peran dari pasar seperti pada umumnya yang menyediakan kebutuhan hidup masyarakat. Adapun kegiatan pasar seperti pada umumnya di Pulau Burung dapat dijumpai pada saat penerimaan upah atau gajian para karyawan. Selain itu, keberadaan perkebunan kelapa hibrida di Pulau Burung juga mendorong perubahan fungsi admnistratif pemerintahan di Pulau Burung. Perkembangan penduduk serta semakin padatnya pemukiman penduduk mendorong perubahan sistem administrasi yang pada awalnya Desa Pulau Burung merupakan sebuah desa yang cukup luas dan merupakan bagian dari Kecamatan Kateman menjadi sebuah kecamatan yang berdiri sendiri dan menjadi Kecamatan Pulau Burung pada 26 Mei 20019.

Secara teoritis, pertumbuhan ekonomi yang semakin baik di suatu wilayah, daerah, maupun kawasan tertentu akan diikuti oleh perubahan-perubahan yang mendasar pada aspek- aspek kehidupan masyarakat yang tinggal di wilayah atapun kawasan tersebut. Kebutuhan penduduk dalam beberapa aspek secara perlahan mulai terpenuhi dengan dibangunnya sekolah- sekolah baik sekolah negeri maupun swasta yang diperuntukkan bagi anak-anak karyawan perkebunan maupun untuk umum, puskesmas dan balai-balai pengobatan, tempat-tempat ibadah dan beberapa sarana prasarana penunjang kebutuhan masyarakat lainnya seperti pasar, sarana transportasi, dan jaringan komunikasi dibangun dan diperuntukkan untuk masyarakat yang bermukim di Pulau Burung.

Berdasarkan pemikiran di atas, penulis mengkaji mengenai peranan perusahaan perkebunan kelapa hibrida yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan wilayah di Pulau Burung. Adapun alasan pemilihan judul tersebut adalah ingin memaparkan perkembangan serta pengaruh perkebunan kelapa hibrida PT Riau Sakti United Plantations terhadap perkembangan wilayah Pulau Burung. Pulau Burung pada awalnya adalah wilayah yang dihuni oleh masyarakat melayu yang bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Pola kehidupan mereka masih sangat sederhana dan bersifat tradisional. Mereka masih bercocok tanam dengan sistem berladang. Adapun pada sistem ini penduduk yang akan bercocok tanam maupun berladang akan merambah atau membuka lahan yang baru yang kemudian digunakan sebagai lahan perkebunan dan perladangan mereka. Makanan utama dari penduduk pada saat itu adalah sagu. Setelah berdirinya perkebunan kelapa hibrida PT Riau Sakti United Plantations di Desa Pulau Burung telah membawa banyak perubahan pada kehidupan masyarakat yang merupakan penduduk asli maupun penduduk yang bermigrasi dari luar Pulau Burung yang kemudian menetap dan menjadi pekerja di perkebunan tersebut. Keberadaan perkebunan kelapa

hibrida ini mengakibatkan petumbuhan penduduk di Desa Pulau burung semakin meningkat. Masuknya perkebunan kelapa yang ada di Desa Pulau Burung merupakan penopang perekonomian dan kehidupan masyarakat. Naik turunnya harga kelapa hibrida di pasaran serta melambungnya nilai jual harga kelapa sawit tidak terlalu membawa dampak yang cukup

signifikan dalam perkembangan perkebunan kelapa hibrida di Wilayah Pulau Burung.

Tahun 1985 merupakan tahun berdirinya perkebunan kelapa hibrida PT Riau Sakti United Plantations di Wilayah Pulau Burung. Pendirian PT Riau Sakti United Plantations ini pada akhirnya menjadi tonggak penggerak kehidupan ekonomi masyarakat di Pulau Burung, hal ini ditandai dengan masuknya modal dan tenaga kerja dari luar daerah ke wilayah ini. Penulisan ini diakhiri pada tahun 2001 karena pada periode tahun 2001 perubahan-perubahan yang positif dari keberadaan perusahaan perkebunan kelapa hibrida tersebut dapat dilihat dampaknya terhadap kehidupan masyarakat di Desa Pulau Burung yang sebagian besar menggantungkan hidupnya pada perkebunan kelapa tersebut. Hal ini ditandai dengan kemajuan infrastruktur dibidang kesehatan, pendidikan, sosial-ekonomi, dan transportasi. Selain itu, pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak sehat sebagai akibat dari migrasi di Desa Pulau Burung mendorong perubahan fungsi administratif dari yang sebelumnya Pulau Burung merupakan sebuah desa beralih menjadi sebuah kecamatan pada tahun 2001.

Dokumen terkait