• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sesuai dengan Pasal 28A Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa

“setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”, maka jual-belipun adalah hak setiap individu/ manusia, dikatakan demikian karena jual beli merupakan suatu kegiatan manusia yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Dalam suatu transaksi jual beli, apapun jenis benda yang diperjual-belikan mulai dari jual beli biasa seperti jual beli permen di kios-kios sampai jual beli yang dilakukan secara tertulis seperti jual beli tanah, bebas untuk dilakukan dengan syarat tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada transaksi jual beli, terkandung suatu perjanjian yang melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihaknya. Penjual berkewajiban untuk menyerahkan hak milik atas barang yang dijualnya, sekaligus berhak untuk menuntut pembayaran harga yang telah disetujui, sedangkan pembeli berkewajiban untuk membayar harga barang sebagai imbalan haknya untuk menuntut penyerahan hak milik atas barang yang dibelinya.

1

1 Djoko Prakoso dan Bambang Riyadi Lany, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di Indonesia, Jakarta: Bina Aksara, 1987, Hal. 17.

Pembayaran yang harus dilakukan oleh pembeli dapat

ditempuh dengan berbagai cara, yaitu pembayaran secara tunai seketika atau

pembayaran secara cicilan/ kredit, hal ini tergantung dari apa yang disepakati sebelumnya oleh penjual dan pembeli.

Kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari bermacam-macam kebutuhan.

Manusia harus berusaha dengan cara bekerja untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut. Bekerja dapat dilakukan sendiri tanpa harus bekerja pada orang lain, misalnya dengan berwiraswasta. Seorang wiraswasta membutuhkan tempat usaha yang strategis, terutama bila usaha yang digeluti tengah tengah mengalami kemajuan pesat. Untuk mendapatkan tempat usaha yang baru tersebut ada berbagai cara yang dapat ditempuh, diantaranya adalah dengan melakukan jual beli mobil kredit dengan pihak lain. Adanya hubungan jual beli mobil kredit etersebut diawali dengan pembuatan kesepakatan antara penjual dan pembeli yang dituangkan dalam bentuk perjanjian. Perjanjian sendiri bisa berupa perjanjian lisan bisa pula dalam bentuk perjanjian tertulis.

2

Dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebutkan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian, diperlukan 4 syarat, yaitu adanya sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat perikatan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Dengan memenuhi persyaratan ini, masyarakat dapat membuat perjanjian apa saja. Pasal 1320 KUHPerdata disebut sebagai ketentuan yang mengatur asas konsesualisme, yaitu perjanjian adalah sah apabila ada kata sepakat mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian. Hal ini berkaitan dengan asas kebebasan berkontrak dalam membuat semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya, yang disimpulkan dari

2 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1986, hal. 6.

Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, sehingga perjanjian harus dibuat dengan memenuhi ketentuan Undang-Undang, maka perjanjian tersebut mengikat para pihak yang kemudian menimbulkan hak dan kewajiban di antara pihak-pihak tersebut.

Perjanjian merupakan hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang disepakati.

Perjanjian menurut pasal 1313 KUHPerdata, berbunyi : “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih dengan mengikatkan dirinya terhadap satu orang lebih.”

3

3 Salim H.S, Hukum Kontrak & Tehnik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal 25

Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan

oleh manusia adalah, kendaraan roda empat (mobil). Kendaraan roda empat

(mobil) saat ini menjadi salah satu kebutuhan utama transportasi bagi sebagian

masyarakat Indonesia, karena dipandang dari sudut fungsionalnya, kendaraan roda

empat (mobil) dapat dimanfaatkan sebagai sarana transportasi keluarga maupun

mengangkut barang, serta lebih efisien dan praktis untuk dipergunakan berpergian

ke luar kota. Untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan kendaraan roda

empat (mobil), maka banyak perusahaan yang bergerak dibidang jual beli

kendaraan roda empat (mobil). Namun disamping jual beli kendaraan roda empat,

banyak juga perusahaan yang bergerak dalam bidang jual beli mobil secara kredit

tersebut.

Pengertian jual beli berdasarkan ketentuan Pasal 1457 K.U.H.Perdata adalah: Suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain membayar harga yang telah dijanjikan. Hukum perjanjian menganut azas kebebasan berkontrak, yang berarti bahwa hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada seseorang untuk membuat perjanjian, asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum serta kesusilaan. Asas kebebasan berkontrak ini ditafsirkan dari Pasal 1338 ayat (1) K.U.H.Perdata yang menyatakan, bahwa:

Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi

mereka yang membuatnya. Disamping jual beli yang diatur dalam Pasal 1457

K.U.H.Perdata, di dalam praktek dapat terjadi perjanjian jual beli lainnya asal

memenuhi syarat sahnya perjanjian seperti perjanjian jual beli secara tunai,

perjanjian jual beli secara kredit, perjanjian jual beli dengan garansi ataupun tanpa

garansi. Di dalam suatu perjanjian jual beli, pihak pembeli biasanya akan selalu

meneliti keadaan dan kondisi suatu barang yang akan dibelinya, apakah dalam

kondisi baik ataukah ada kecacatan. Namun apabila barang yang dijual belikan

berupa kendaraan roda empat (mobil) secara kredit, maka pihak pembeli tidak

mungkin dapat mengetahui kondisi kendaraan roda empat (mobil) secara kredit

apabila tidak dicoba secara langsung guna mengetahui pakaha berfungsi atau

tidak. Untuk itu seseorang yang membeli kendaraan roda empat (mobil) dapat

menuntut terhadap penjual apabila pada kendaraan roda empat (mobil) yang telah

dibelinya ternyata terdapat adanya cacat tersembunyi yang tidak diketahui pada

saat membeli. Ketentuan ini ditegaskan dalam Pasal 1504 K.U.H.Perdata yang

menyatakan bahwa: Penjual wajib untuk menjamin cacat tersembunyi yang terdapat pada barang yang dijualnya, yang mengakibatkan barang itu tidak dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan atau yang mengurangi daya pemakaian itu sedemikian rupa.

Dalam praktek perjanjian lembaga sewa guna memiliki posisi yang kuat bila di bandingkan dengan pembeli hal ini dikarena adanya resiko yang tidak mau diambil oleh pihak sewa guna apabila terjadinya kemacetan dalam angsuran yang telah ditetapkan kedua belah pihak. Maka dibuatlah klausula-klausula yang memberikan hak kepada penjual untuk menuntut dan penarikan barang menurut perjanjian yang dilakukannya.

Jika terjadi persoalan, umumnya yang ditarik adalah obyek dari perjanjian. Penarikan menurut Undang-Undang akan memerlukan waktu yang relatif lama, karena harus melalui perintah Hakim. Untuk menghindari risiko tersebut, sering pihak penjual menempuh jalan pintas dengan penarikan barang obyek sewa guna (otomotif) secara langsung.4

Sepeti halnya suatu perjanjian antara pelaku usaha yang pada umumnya lebih kuat, dihadapkan dengan pihak konsumen yang cenderung mempunyai posisi lemah, bagi pihak yang lemah hanya terdapat dua pilihan, yaitu apabila mereka membutuhkan jasa atau barang yang ditawarkan kepadanya, maka ia harus menyetujui semua syarat-syarat yang diajukan kepadanya, tanpa menghiraukan apakah konsumen mengetahui dan atau memahami urusan perjanjian tersebut atau tidak, dan sebaliknya, apabila mereka tidak menyetujui syarat-syarat yang diajukan kepadanya, maka mereka harus meninggalkan atau tidak mengadakan perjanjian dengan pelaku usaha tersebut (take it

4 Abdulkadir, Muhammad. Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan.

Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1992, hal 44

or leave it contract). “Dalam perjanjian baku sering ditemukan pencantuman klausula-klausula yang antara lain mengatur cara, penyelesaian sengketa, dan klausula-klausula eksonerasi, yaitu klausula yang mengandung kondisi membatasi atau bahkan menghapus sama sekali tanggung jawab yang semestinya dibebankan kepada pihak pelaku usaha.”5

Pemberian kredit secara luas dimasyarakat seperti pada masa sekarang ini menampakkan adanya usaha untuk memberikan kesempatan bagi pihak ekonomi menengah dan ekonomi lemah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam rangka meningkatkan status sosial dan kesejahteraan masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, kata kredit bukan merupakan hal yang asing bagi masyarakat.Kredit tidak hanya dijumpai di perkotaan namun juga dipedesaan. Karena pada umumnya seperti pada masa sekarang ini dalam memperoleh barang atau kebutuhan hidupnya masyarakat di kota atau di desa memperoleh dengan cara kredit. Yang dimaksud jual beli secara kredit disini adalah jual beli yang cara pembayarannya atau dengan kata lain pembayarannya secara diangsur atau bertahap, tidak sekaligus atau tunai dengan jangka waktu yang telah ditentukan oleh masing-masing pihak yang membuat perjanjian jual beli itu.

Mengingat pentingnya kedudukan cara pemenuhan kebutuhan manusia secara kredit Walaupun telah ada tentang perijinan kegiatan jual beli angsuran dan sewa secara kredit. Namun pengaturan lembaga sewa guna tersebut tidak menjelaskan secara rinci, tentang kedudukan pembeli/penyewa-guna-konsumen dalam lembaga sewa beli.

Keadaan yang demikian telah mendorong instansi terkait untuk melindungi konsumen terhadap keadaan-keadaan yang tidak seimbang yang diciptakan oleh pelaku usaha.

5 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta, 2000, hal. 120

dalam proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, sudah semestinya jika pemberi kredit serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. Perkembangan kebutuhan kredit dan pemberian fasilitas kredit memerlukan jaminan demi keamanan pengembalian atau angsuran kredit tersebut.6

Dalam suatu masyarakat yang sudah sangat berkembang seperti Indonesia, perjanjian jual–beli kendaraan secara kredit yang paling sederhana sampai yang paling canggih setiap hari dibuat, adapun suatui perjanjian yang dibuat ada yang lisan, ada yang dengan akta dibawah tangan,ada pula pihak-pihak yang sengaja datang kepada notaris dan minta agar dibuatkan akta jual-beli,tidak jarang dari perjanjian tersebut tidak dilakukan oleh salah satu pihak,sehingga timbul masalah,apabila tidak dapat diselesaikan secara damai,tentu dengan terpaksa akan diselesaikan dengan jalur pengadilan.

Dari hal di atas maka dapat dilihat dalam jual beli secara kredit mobil di PT BII Finance Center tersebut, memberikan kredit kepada leasing yang mendanai. Karena jual beli mobil secara kredit itu belum lunas pembayarannya atau masih dalam masa cicilan atau masa angsuran sesuai perjanjian kredit jangka waktu kredit yang telah disepakati.

Oleh karena disebabkan hal-hal diatas maka sebagai pembeli yang telah membuat surat perjanjian jual beli mobil secara kredit dengan pihak PT BII Finance Center, yang bersangkutan belum lunas pembayarannya.

7

6 Widjaja, Gunawan dan Kartini Muljadi: Jual Beli, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004, hal 8

7 Ibid, hal 13

Dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Mobil Kredit (Studi pada PT BII Finance Center).”

Dokumen terkait