• Tidak ada hasil yang ditemukan

Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kawasan situs Sangiran merupakan salah satu obyek wisata ilmiah yang sangat menarik untuk diteliti dan dikunjungi potensi kepariwisataannya sangat tinggi nilainya bagi ilmu pengetahuan dan merupakan aset yang penting bagi pemerintah Kabupaten Sragen. Sejak ditetapkannya wilayah ini sebagai “World Heritage” oleh UNESCO dan sekarang sangat diperhatikan dalam pengembangannya. Sangiran mempunyai arti yang sangat besar dalam sumbangannya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di dunia khususnya ilmu Arkeologi, ilmu Antropologi, ilmu Geologi, ilmu Paleoanthropologi, ilmu Biologi. Potensi yang ada di Situs Purbakala Sangiran juga bisa dikembangkan sebagai obyek wisata.

Obyek Wisata Situs Purbakala Sangiran mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi obyek wisata yang menarik. Secara umum pembangunan Situs Purbakala Sangiran menyediakan sarana visualisasi kawasan Sangiran dalam bentuk miniatur. Tujuannya adalah menyediakan informasi Situs Sangiran untuk kepentingan pusat informasi Situs Sangiran Indonesia, ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata edukatif, konservasi dan pemberdayaan masyarakat.

Pembangunan Situs Sangiran juga bertujuan untuk mempromosikan Indonesia kepada dunia melalui kekayaan dan keunikan kepurbakalaannya. Lokasi Situs Sangiran terletak di Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen.

1

commit to user

Situs Prasejarah Sangiran yang sangat terkenal di dunia karena potensi berupa temuan fosil dan manusia purba, disamping alat – alat batu peralatan hidup sehari – hari manusia purba yang dulu pernah menghuni daerah tersebut dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 070/0/1997 tertanggal 15 Maret 1997, daerah Sangiran ditetapkan sebagai Cagar Budaya yang dilindungi oleh undang – undang (Bambang Sulistyanto 2003:29).

Dengan ditemukannya Situs Sangiran di Desa Krikilan tersebut, para pengunjung kawasan Cagar Budaya Situs Sangiran semakin lama semakin meningkat. Tanpa disadari pula Desa Krikilan akhirnya menjadi semacam “pintu gerbang” yang harus disinggahi oleh para wisatawan sebelum melakukan perjalanannya di kawasan cagar budaya tersebut. Dampak lebih jauh dengan meningkatnya jumlah wisatawan, masyarakat Desa Krikilan khususnya dapat meningkatkan perekonomian melalui pembuatan souvenir dan barang kerajinan lainnya yang diperdagangkan di depan Situs Sangiran.

Sebelum Situs Sangiran dikelola dan dikembangkan secara maksimal seperti saat ini, Situs Sangiran sudah banyak menarik perhatian pengunjung. Para pengunjung museum ini mempunyai latar belakang yang cukup beragam baik tempat asalnya maupun profesinya. Ada wisatawan nusantara maupun wisatawan asing dan status pekerjaannya pun bermacam – macam.

Profil wisatawan merupakan karakteristik spesifik dari jenis – jenis wisatawan yang sangat berbeda yang berhubungan erat dengan kebiasaan, permintaan dan kebutuhan mereka dalam melakukan perjalanan adalah penting untuk menyediakan kebutuhan perjalanan mereka dan untuk menyusun program promosi yang efektif.

commit to user

Berdasarkan pengalaman nyata di seluruh dunia termasuk di Indonesia, terdapat kemungkinan untuk menyamakan dan membuat hubungan antara kategori – kategori wisatawan serta kebiasaan mereka, namun harus disadari bahwa banyak pengecualian dalam persamaan – persamaan tersebut.

Kecenderungan pada banyak negara dewasa ini, khususnya kaum muda adalah pemberontak melawan keadaan sosial dan bentuk kehidupan pribadi orang lain.

Berdasarkan karakteristiknya, beberapa profil wisatawan dikategorikan sebagai berikut: kebangsaan, umur, jenis kelamin dan status, kelompok sosio ekonomi, konvensi dan konferensi dan kategori minat lainnya (Happy Marpaung 2002:39).

Berdasarkan karakteristik wisatawan di atas, dilakukan adanya penelitian dan sebar angket sehingga dapat mengetahui bagaimana karakteristik wisatawan di Situs Sangiran. Maka diketahui bahwa wisatawan yang berkunjung tidak hanya berasal dari domestik, wisatawan asing pun banyak berkunjung di Situs Sangiran.

Kebanyakan wisatawan yang berkunjung ke Situs Sangiran untuk melakukan berekreasi dan untuk penelitian.

Keberadaan situs Sangiran sangat bermanfaat untuk mempelajari kehidupan manusia pra sejarah karena situs ini dilengkapi dengan fosil manusia purba, hasil – hasil budaya manusia purba, fosil flora dan fauna purba beserta gambaran statigrafinya. Sangiran dilewati oleh sungai yang sangat indah, yaitu Kali Cemoro yang bermuara di Bengawan Solo. Daerah inilah yang mengalami erosi tanah sehinga lapisan tanah yang berbentuk Nampak jelas berbeda antara lapisan – lapisan tanah inilah yang hingga sekarang banyak ditemukan fosil – fosil manusia maupun binatang purba (Alfrida Anjarwati 2009).

commit to user B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah keberadaan Situs Purbakala Sangiran dilihat dari analisis 4A?

2. Bagaimanakah karakteristik wisatawan yang berkunjung ke Situs Purbakala Sangiran di Kabupaten sragen?

3. Apa harapan atau ekspektasi wisatawan setelah berkunjung ke Situs Purbakala Sangiran?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui keberadaan obyek wisata Situs Purbakala Sangiran yang dilihat dari analisis 4A

2. Untuk mengetahui karakteristik wisatawan yang berkunjung ke Situs Purbakala Sangiran di Kabupaten Sragen.

3. Untuk mengetahui harapan atau ekspektasi wisatawan setelah berkunjung ke Situs Purbakala Sangiran.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis

Diharapkan hasil laporan ini dapat mendapat khasanah keilmuan mengenai karakteristik wisatawan yang berkunjung ke Situs Sangiran.

commit to user 2. Manfaat Praktis

Diharapkan laporan Tugas Akhir ini dapat menjadi bahan pengambilan kebijakan instansi yang berkaitan dengan tema peneltian. Misal : Dinas Pariwisata, Investasi dan Promosi Kabupoaten Sragen, pengelola Situs Purbakala Sangiran, Badan Pelestarian Situs manusia Purba Sangiran (BPSMP Sangiran).

E. Kajian Pustaka

Dunia arkeologi Indonesia pertama kali mengenal kata “situs” pada pertengahan tahun 1970-an. Kata ini diciptakan untuk mengganti kata sites yang dalam bahasa Inggris berarti “tempat”. Ketika diperkenalkan di lingkungan Universitas Indonesia, situs lebih banyak diartikan sebagai sebuah “lokasi”, yaitu tempat ditemukannya tinggalan arkeologi. Tinggalan itu sendiri dapat berupa benda, bangunan, atau kompleks yang menjadi bukti. Sekarang, pengertian situs menjadi lebih luas dibandingkan sebelumnya, yaitu sebagai tempat ditemukannya tinggalan - tinggalan arkeologi yang memperlihatkan hubungan kontekstual antara satu dengan lainnya. Sehingga dapat dimaknai bahwa situs sebagai ruang geografis yang menyimpan informasi tentang aktivitas manusia di masa lalu (http://www.tinyurl.com/penyelenggaraan-situs-prasejarah.html).

Kegiatan penelitian purbakala yang semakin meningkat, menyebabkan makin kuatnya kebutuhan sebuah bangunan sebagai tempat penyimpanan hasil temuan yang sekaligus berfungsi sebagai pusat informasi mengenai situs tersebut.

Temuan yang semakin bertambah, baik yang berasal penemuan masyarakat

commit to user

maupun penelitian, pada gilirannya memerlukan sistem penataan pameran / display dan pembuatan label informasi pada masing-masing temuan. Dalam perkembangannya, pusat informasi tersebut akhirnya diubah fungsinya menjadi museum situs purbakala.

Akan halnya dengan situs, walaupun erat hubungannya dengan ruang, tidaklah pernah memiliki konotasi semacam itu. Untuk itu diperlukan batas-batas yang jelas supaya diketahui orang dan dapat diukur luasnya. Pengertian inilah yang digunakan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya, bahwa penetapan sebuah situs harus melalui proses penelitian (http://www.tinyurl.com/penyelenggaraan-situs-prasejarah.html).

Menurut Undang – Undang Nomor 5 tahun 1992 Situs adalah lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya, termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamanannya dan museum situs purbakala adalah museum yang didirikan situs purbakala, merupakan lembaga tetap, bersifat non-profit, terbuka untuk umum yang berfungsi untuk memamerkan, dan mempublikasikan serta meningkatkan pemahaman terhadap nilai penting benda cagar budaya dan situs tersebut, dengan menitikberatkan pada kepentingan penelitian, pendidikan, rekreasi, serta pemberdayaan masyarakat sekitar (http://www.tinyurl.com/penyelenggaraan-situs-prasejarah.html).

Profil wisatawan digunakan untuk mengetahui karakteristik wisatawan baik dari domestik maupun mancanegara. Bicara mengenai wisatawan akan didapat suatu cerita yang panjang tentang mereka yang meliputi : siapa, darimana, mau kemana, dengan apa, dengan siapa, dan kenapa datang kesana. Lebih dari itu

commit to user

profil wisatawan berisi tentang opini (persepsi dan ekspektasi) wisatawan, sebelum, selama, sesudah melakukan kunjungan disuatu daerah.

Data mengenai wisatawan domestik data dijadikan sebagai langkah praktis untuk mengetahui besarnya pendapatan daerah dari sektor pariwisata. Sehubungan dengan hal itu profil wisatawan mancanegara juga dapat dijadikan langkah untuk mengetahui penerimaan devisa nasional dari sektor pariwisata. Perhitungan neraca perjalanan (travel balance) dalam kerangka perhitungan (balance of payment), serta penyusunan Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) guna pengukuran besaran dampak ekonomi pariwisata secara nasional.

Dengan adanya profil wisatawan yang mengarah pada keseimbangan tersebut akan mendorong berbaurnya kemajemukan kehidupan sosial dengan kebudayaan lokal yang akhirnya menempatkan sebuah obyek wisata sebagai wilayah dengan budaya yang dinamis. Dinamika tersebut akan meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan masyarakat dan menjadikan obyek wisata tersebut sebagai aset dan sebagai salah satu tujuan wisata yang diminati oleh wisatawan.

Kepariwisataan tidak menggejala sebagai bentuk tunggal. Istilah ini umumnya sifatnya menggambarkan beberapa jenis perjalanan dan pengnapan sesuai dengan motivasi yang mendasari kepergian tersebut. Orang melakukan perjalanan umtuk memperoleh berbagai tujuan dan memuaskan bermacam – macam keinginan. Di samping itu, untuk keperluan perencanaan dan pengembangan kepariwisataan itu sendiri, perlu pula dibedakan antara pariwisata jenis pariwisata lainnya, sehingga jenis dan macam pariwisata yang

commit to user

dikembangkan akan dapat berwujud seperti diharapkan dari kepariwisataan itu (I Ketut 2000 : 43).

Wisatawan memang sangat beragam, tua – muda, kaya – miskin, asing – domestik, berpengalaman maupun tidak, semua ingin berwisata dengan keinginan dan harapan yang berbeda – beda. Gambaran mengenai wisatawan biasanya dibedakan berdasrkan karakteristik perjalanan (trip descriptor) dan karakteristik wisatawannya (tourist descriptor).Trip Descriptor, wisatawan dibagi ke dalam kelompok – kelompok berdasarkan jenis perjalanannya. Tourist Descriptor, memfokuskan pada wisatawannya, biasanya digambarkan dengan “who, wants, what, why, where, and how much.

Untuk menjelaskan hal tersebut digunakan beberapa karakteristik yaitu : karakteristik Sosio-Demografis mencoba menjawab pertanyaan “who, wants, what”. Pembagian berdasarkan karakteristik ini paling sering dilakukan untuk kepentingan analisa pariwisata, perencanaan, dan pemasaran, karena sangat jelas definisinya dan relative mudah pembagiannya (Kotler, 1996). Yang termasuk karakteristik sosio-demografis diantaranya adalah jenis kelamin, umur, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, kelas sosial, ukuran keluarga atau jumlah anggota keluarga dan lain – lain yang dikolaborasi dari karakteristik tersebut (I Ketut 2000 : 43).

Karakteristik geografis membagi wisatawan berdasarkan lokasi tempat tinggalnya, biasanya dibedakan menjadi desa-kota, propinsi, maupun negara asalnya. Pemabgian ini lebih lanjut dapat pula dikelompokkan berdasrkan ukuran (size)kota tempat tinggal (kota kecil, menengah, besar /metropolitan), kepadatan

commit to user

penduduk di kota tersebut dan lain – lain. Karakteristik ini membagi wisatawan ke dalam kelompok – kelompok berdasarkan berdasarkan kelas sosial, life style dan karakteristik personal. Wisatawan – wisatawan dalam kelompok demografis yang sama mungkin memiliki profil psikografis yang sangat berbeda. Beragamnya karakteristik dan latar belakang wisatawan menyebabkan beragamnya keinginan dan kebutuhan mereka akan produk wisata (Happy Marpaung 2000: 39 - 52).

Pengelompokkan – pengelompokkan wisatawan dapat member informasi mengenai alasan setiap kelompok mengunjungi obyek wisata yang berbeda, berapa besar ukuran kelompok tersebut, pola pengeluaran setiap kelompok,

“kesetiannya” terhadap suatu produk wisata tertentu, sensitivitas mereka terhadap perubahan harga produk wisata, serta respon kelompok terhadap berbagai bentuk iklan produk wisata.lebih lanjut, pengetahuan mengenai wisatawan sangat diperlukan dalam merencanakan produk wisata yang sesuai dengan keinginan kelompok pasar tertentu, termasuk merencanakan strategi pemasaran yang tepat bagi kelompok pasara tersebut.

F. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di kompleks Situs Purbakala Sangiran, yang terletak di Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen dengan luas mencapai 56 km².

Situs Purbakala Sangiran ini dikelola oleh Dinas Pariwisata Investasi dan Promosi Kabupaten Sragen.

commit to user 2. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah diskriptif kualitatif karena data – data yang dikumpulkan berupa kata – kata, pernyataan – pernyataan lisan dan tulisan, baik yang diperoleh melalui angket terbuka, wawancara dan studi dokumen.

3. Sumber Data

a. Sumber data Primer

Sumber data pokok atau utama berupa keterangan atau fakta yang diperoleh secara langsung dari berbagai sumber, yaitu wawancara, observasi, dan angket.

b. Sumber data sekunder

Data tambahan untuk melengkapi data primer yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber data melainkan dari buku – buku, meliputi:

leaflet, booklet, buku literature wisata Kabupaten Sragen dan buku referensi di Laboratorium D III Usaha Perjalanan Wisata.

4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara

Wawancara adalah interaksi dan komunikasi antara pengumpul data dengan nara sumber. Sehingga wawanara dapat diartikan sebagai cara mengumpulkan data dengan cara mengumpulkan data dengan bertanya langsung dengan narasumber dan jawaban – jawaban dicatat atau direkam dengan alat perekam Kusmayadi dan Endar Sugiarto, 2000: 83).

commit to user

Dalam tugas akhir ini dilakukan wawancara kepada Penanggungjawab Obyek Wisata Situs Purbakala Sangiran (Alfrida Anjarwati) dan masyarakat di sekitar kawasan Sangiran yang paham tentang Situs Purbakala Sangiran, serta wawancara kepada pegawai Dinas Kebudayaan Investasi dan Promosi Kabupaten Sragen. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data tentang kunjungan wisatawan, sejarah berdirinya Situs Sangiran, tentang pihak yang mengelola Situs Sangiran.

b. Observasi

Observasi adalah termasuk cara mengupulkan data yang utama dalam penelitian. Observasi biasanya menyangkut situasi sosial suatu sosial tersebut berlangsung, manusia – manusia pelaku (actor) yang menduduki status atau posisi tertentu, kegiatan atau aktifitas para pelaku pada lokasi atau tempat berlangsunya situasi sosial tersebut (Kusmayadi dan Endar Sugiarto,2000:153).

Observasi dilakukan secara langsung di lokasi penelitian pada bulan Juni dan Juli di Situs Purbakala Sangiran. Dalam penelitian ini hal yang dilakukan selama observasi untuk mengamati segala sesuatu yang ada di obyek wisata yang bisa dijadikan data maupun informasi sebagai data tambahan.

c. Angket

Menganalisis data – data yang telah dikumpulkan sehingga data terangkum jelas dan dimanfaatkan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan pada rumusan masalah. Analisis yang digunakan adalah analisa deskriptif kualitatif. Analisa deskriptif kualitatif adalah penelitian yang

commit to user

berusaha mendiskriptifkan atau menggambarkan atau melukiskan fenomena atau hubungan antar fenomena yang diteliti dengan sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta – fakta, sifat – sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. (Kusmayadi dan Endar Sugiarto,2000:29)

Dalam penelitian ini digunakan metode angket langsung, yaitu langsung menyampaikan angket tersebut kepada subjek penelitian, dengan mengkombinasikan bentuk dan jenis pertanyaan. Sample yang digunakan sebanyak 50 responden.

d. Studi Dokumen

Studi pustaka merupakanbahan pendukung dari beberapa hasil – hasil pengumpulan data diatas sebagai acuan suatu pokok bahasan dengan menunjukan bahan – bahan yang akan dikaji dalam penelitian baik dari segi instansi terkait melalui buku – buku untuk mendapatkan informasi secara lengkap. Dalam hal ini studi pustaka diperoleh dari Laboratorium D III Usaha Perjalanan wisata.

Untuk semakin memperkaya data dalam karya tugas akhir ini digunakan juga sumber data yang diperoleh dari Dinas Pariwisata Kabupaten Sragen berupa data statistik tentang jumlah kunjungan wisatawan.

5. Analisis Data

Data dianalisis secara deskriptif kualitatif. Data yang dikumpulkan kemudian dikelompokkan untuk menjawab persoalan yang diajukan dalam rumusan masalah. Teknik ini melihat kaitan antara teori yang ada dengan

commit to user

fenomena yang terjadi sehingga akan mendapat hubungan antara teori yang ada dengan data yang diperoleh dalam penelitian.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Tugas Akhir ini ,erupakan garis besar masalah yang akan dibahas lebih lanjut dan lebih detail. Sistematika ini disusun secara urut dan sederhana, adapun garis besar penulisan tersebut yang dibagi menjadi bab – bab antara lain :

BAB I, bab ini merupakan pendahuluan dan membahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data dan sistematika penulisan.

BAB II, bab ini merupakan gambaran umum kabupaten Sragen dan menjabarkan mengenai gambaran umum tentang Kabupaten Sragen, sejarah Kabupaten Sragen, sekaligus tentang gambaran umum kepariwisataan Kabupaten Sragen dan gambaran umum Situs Pubakala Sangiran dan analisis 4A Situs Purbakala Sangiran.

BAB III, pada bab ini membahas mengenai karakteristik wisatawan, serta harapan – harapan wisatawan untuk Situs Purbakala Sangiran.

BAB IV, bab ini merupakan penutup dan berisi mengenai kesimpulan dan saran.

commit to user BAB II

GAMBARAN UMUM PARIWISATA DI KABUPATEN SRAGEN

A. Keadaan Geografis Kabupaten Sragen

Daerah tujuan wisata merupakan sebuah solusi untuk peningkatan sumber pendapatan daerah dari sektor pariwisata. Pertumbuhan pertambahan dari wisatawan yang berkunjung di daerah tujuan wisata sejak tahun 2004 sampai 2009 lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional (Dinas Pariwisata Investasi dan Promosi Kabupaten Sragen).

Salah satu kota berkembang di Indonesia yang memiliki daya tarik wisata yang potensial terhadap perkembangan pariwisatanya adalah Kabupaten Sragen.

Kabupaten Sragen adalah salah satu kota yang berada di Jawa Tengah. Secara geografis Kabupaten Sragen berada di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Batas wilayah Kabupaten Sragen adalah :

1. Sebelah Utara : Kabupaten Grobogan.

2. Sebelah Selatan : Kabupaten Karanganyar.

3. Sebelah Timur : Kabupaten Ngawi ( Propinsi Jawa Timur ).

4. Sebelah Barat : Kabupaten Boyolali.

Kabupaten Sragen terletak pada : 1. 7°15 LS dan 7°30 LS.

2. 110°45 BT dan 111° BT.

14

commit to user

Wilayah Kabupaten Sragen berada di dataran tinggi dengan rata – rata 109 m di atas permukaan laut. Sragen mempunyai iklim tropis dengan suhu harian yang berkisar antara 19 – 31 °C (Dinas Pariwisata Investasi dan Promosi Kabupaten Sragen).

B. Sejarah Kabupaten Sragen

Hari Jadi Kabupaten Sragen ditetapkan dengan Perda Nomor 4 Tahun 1987, yaitu pada hari Selasa Pon, tanggal 27 Mei 1746 Tanggal dan waktu tersebut adalah dari hasil penelitian serta kajian pada fakta sejarah, ketika Pangeran Mangkubumi yang kemudian hari menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono ke I, menancapkan tonggak pertama melakukan perlawanan terhadap Belanda menuju bangsa yang berdaulat dengan membentuk suatu pemerintahan lokal di Desa Pandak Karangnongko masuk tlatah Sukowati.

Pangeran Mangkubumi adik dari Sunan Paku Buwono II di Mataram sangat membenci Kolonialis Belanda. Apalagi setelah Belanda banyak mengintervensi Mataram sebagai Pemerintah yang berdaulat. Oleh karena itu dengan tekad yang menyala Bangsawam tersebut lolos dari istana dan menyatakan perang dengan Belanda. Atas sikap adiknya tersebut Sunan Paku Buwono II tidak tega kepada adiknya, tapi karena sudah berhutang budi kepada Kompeni, beliau memberi bekal berupa Tombak Pusaka Keraton “Kanjeng Kyai Pleret” dan uang secukupnya (http//Sejarah Singkat Kabupaten Sragen//html).

commit to user

Dalam sejarah peperangan tersebut disebut Perang Mangkubumen (1746 - 1757). Dalam perjalanan perangnya Pangeran Mangkubumi dengan pasukannya sampailah ke Desa Pandak Karangnongko masuk tlatah Sukowati. Di desa ini Pangeran Mangkubumi membentuk Pemerintahan Pemberontak Desa Pandak Karangnongko dijadikan pusat pemerintahan Projo Sukowati dan beliau meresmikan namanya menjadi Pangeran Sukowati serta mengangkat pula beberapa pejabat pemerintahan.

Karena secara geografis Desa Pandak Karangnongko terletak di tepi jalan lintas tentara kompeni Surakarta - Madiun, pusat pemerintahan tersebut dianggap kurang aman, maka kemudian dipindah ke Desa Gebang yang terletak di sebelah tenggara Desa Pandak Karangnongko. Sejak itu Pangeran Sukowati memperluas daerah kekuasaannya serta memperkuat pasukannya dengan bahu membahu bersama saudaranya Raden Mas Said dan Adipati dari Grobogan yaitu KRT Martopuro dan beberapa kerabat yang bersimpati dengan perjuangan Pangeran Mangkubumi.

Pusat Pemerintahan Projo Sukowati yang ada di Desa Gebang ini pun akhirnya tercium oleh Kompeni Belanda yang bekerja sama dengan Kasunanan dan akan mengadakan penyerangan ke Desa Gebang. Pasukan Gabungan antara Kompeni dan Pasukan dari Keraton Surakarta tersebut dipimpin oleh Patih Pringgalaya (Patih dari PB II). Untung rencana tersebut diketahui oleh Petugas Sandi (Intelegent) dan Pangeran Sukowati. Dengan berbagai pertimbangan maka Pusat Pemerintahan akan dipindahkan ke Desa Jekawal. Dalam proses boyongan dari Gebang ke Jekawal (Tangen) tersebut melewati suatu Padepokan yang dipimpin oleh seorang kyai, yakni Kyai Srenggi. Konon Kyai Srenggi ini adalah salah seorang Panglima Perang dari

commit to user

Sunan Amangkurat di Kartasura, yang sebetulnya bernama asli Tumenggung Alap - Alap. Untuk menghilangkan jejak beliau berganti nama Kyai Srenggi.

Pada saat Pangeran Sukowati singgah di padepokan tersebut oleh Kyai Srenggi disuguhi Legen dan Polowijo. Pangeran Sukowati merasa sangat puas dan beliau bersabda bahwa tempat tersebut diberi nama “Sragen” dari kata “Pasarah Legen” dan Kyai Srenggi diberi sebutan Ki Ageng Srenggi. Setelah pusat Pemerintahan berada di Jekawal maka Raden Mas Said diambil menantu oleh Pangeran Mangkubumi / Pangeran Sukowati dikawinkan dengan putrinya bernama BRA Suminten.

Perlawanan Pasukan Pangeran Sukowati semakin kuat dan karena Kompeni merasa terdesak kemudian membuat siasat memecah belah dengan mangadakan Perjanjian Pelihan Negeri atau terkenal dengan Perjanjian Giyanti Tahun 1755 dimana Kerajaan Mataram dipecah menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Jogjakarta dengan mengangkat Pangeran Mangkubumi / Pangeran Sukowati menjadi Sultan Hamengku Buwono I (http//Sejarah Singkat Kabupaten Sragen//html).

Kemudian pada tahun I757 diadakan Perjanjian Salatiga dengan memecah Kasultanan Jogjakarta menjadi Kasultanan dan Paku Alaman serta Kasunanan Surakarta menjadi Kasunanan dan Mangkunegaran, dimana Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa) ditetapkan menjadi Adipati Mangkunegoro I dengan mendapat sebagian wilayah Kasunanan (Wonogiri dan Karanganyar). Sejak Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sultan Hamengku Buwono VII dengan Hamengku Buwono V, daerah Sukowati menjadi kurang terurus karena jauh dari pusat Pemerintahan Kasultanan Jogjakarta. Pada saat itu timbullah perlawanan

commit to user

pemberontakan dari Madiun dan Ponorogo yang ingin menguasai wilayah Sukowati dipimpin oleh Pangeran Ronggo Madiun. Untuk menanggulangi pemberontakan itu.

Raden Tumenggung Kartowiryo, salah seorang punggowo pasukan Pangeran Mangkubumi ditugasi untuk menghadapi kecaman / pemberontakan tersebut. RT Kartowiryo berhasil menumpas pemberontakan Pangeran Ronggo Madiun, dan RT Kartowiryo diangkat sebagai Bupati Penamping (wilayah perbatasan) di wilayah.

Pada tanggal 17 September 1830, terjadilah perjanjian antara Paku Buwono dengan

Pada tanggal 17 September 1830, terjadilah perjanjian antara Paku Buwono dengan

Dokumen terkait