• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang Masalah

Otonomi daerah menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem pemerintahan yang desentralisasi. Dalam Ketentuan Umum Bab I Pasal 1 ayat 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah dijelaskan bahwa Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi. Pelaksanaan desentralisasi akan mendorong pelaksanaan pembangunan yang menyeluruh di daerah. Hal ini disebabkan oleh makin terbukanya peluang bagi daerah untuk memanfaatkan sumber daya dan sumber pendanaan yang dimiliki.

Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Tujuan dilaksanakannya otonomi daerah adalah agar pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berusaha mencapai efisien, efektif dan lebih bertanggung jawab. Harapan dilaksanakannya otonomi daerah atau disentralisasi yaitu agar pemerintah daerah lebih fleksibel dalam mengatur strategi pembangunannya, karena dengan desentralisasi pemerintah akan lebih dekat dengan masyarakatnya, sehingga makin banyak keinginan masyarakat dapat dipenuhi oleh pemerintah. Dengan desentralisasi diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan

kepada masyarakat dan kemakmuran seluruh masyarakat Indonesia pada masa yang akan datang. Otonomi bagi pemerintah daerah merupakan peluang dan sekaligus tantangan. Peluang disini bagi pemerintahan daerah yang memiliki potensi sumber daya alam yang memadai untuk mengelola sendiri potensi tersebut, sedangkan bagi pemerintah daerah yang mempunyai sumber daya alam yang kurang memadai justru merupakan tantangan. Masalah yang sering muncul dalam melaksanakan otonomi daerah adalah prospek kemampuan pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan fungsinya sebagai penyelenggara pembangunan.

Masalah yang penting dalam kerangka otonomi daerah adalah menyangkut pembagian atau perimbangan pusat dan daerah. Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah sangat penting dan harus memperhatikan keadilan politik dan keadilan ekonomi. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain seperti bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman, selain PAD kemandirian keuangan daerah juga disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil.

PAD selalu dipandang sebagai salah satu indikator atau kriteria untuk mengukur ketergantungan suatu daerah kepada pusat, pada prinsipnya semakin besar sumbangan PAD kepada APBD maka akan menunjukkan semakin kecil ketergantungan daerah kepada pusat. Dengan demikian maka suatu daerah yang kinerja keuangannya dinyatakan baik berarti daerah tersebut memiliki kemandirian keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah.

Berdasarkan data dari www.djpk.depkeu.go.id, fenomena mengenai tingkat kemandirian keuangan daerah adalah ketergantungan pemerintah daerah yang tinggi terhadap pemerintahan pusat yang dapat dilihat dari aspek keuangan. Ketergantungan terlihat dari relatif rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dominannya transfer dari pusat. Fenomena tersebut dapat dilihat dari tabel 1.1 dibawah ini yang menggambarkan realisasi penerimaan daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Sumatera Utara periode 2011-2013.

Tabel 1.1

Perbandingan PAD dan Transfer dari Pemerintah Pusat Kabupaten/kota di wilayah Provinsi Sumatera Utara 2011-2013

Ket: Dalam Jutaan Rupiah Kabupaten/

Kota

2011 2012 2013

PAD TPP PAD TPP PAD TPP

Kab. Asahan 31,844 629,142 37,895 751,913 53,692 878,628 Kab. Dairi 17,673 443,722 20,912 521,886 29,933 600,146 Kab. Deli

Serdang

213,782 1,064,006 291,018 1,237,551 328,348 1,401,726 Kab. Tanah Karo 35,363 515,454 41,243 615,142 46,343 704,069 Kab. Labuhan Batu 50,959 460,032 59,439 591,821 49,785 21,030 Kab. Langkat 34,541 928,573 129,243 1,060,399 65,521 1,233,279 Kab. Mandailing Natal 27,526 539,496 21,274 624,737 47,666 702,429 Kab. Nias 18,944 336,708 29,822 351,220 44,726 415,088 Kab. Simalungun 42,543 828,603 61,246 1,021,460 97,915 1,119,108 Kab. Tapanuli Selatan 57,464 450,931 56,418 547,420 69,220 611,458 Kab. Tapanuli Tengah 18,210 421,698 21,137 507,033 23,211 603,804 Kab. Tapanuli Utara 36,063 488,403 34,023 567,953 75,909 1,275,095 Kab. Toba Samosir 14,188 380,231 16,543 463,268 19,803 499,263 Kota Binjai 26,470 401,835 48,178 482,078 49,173 530,809 Kota Medan 995,072 1,422,442 1,147,124 1,417,186 1,206,170 1,506,316 Kota Pematang Siantar 44,793 403,598 49,915 494,526 61,358 559,741 Kota Sibolga 21,663 290,946 26,698 333,435 29,458 388,296 Kota Tanjung Balai 27,089 312,341 27,702 350,520 31,921 418,300 Kota Tebing Tinggi 32,739 304,033 47,331 357,857 53,200 427,473

Kota Padang Sidempuan 21,465 357,577 23,622 421,732 35,018 489,006 Kab. Pakpak Bharat 6,306 250,595 6,353 282,389 9,081 350,859 Kab. Nias Selatan 23,031 399,714 15,592 471,771 - - Kab. Humbang Hasundutan 12,870 374,194 17,902 439,194 17,633 519,014 Kab. Serdang Berdagai 35,894 572,521 39,275 671,124 50,375 742,398 Kab. Samosir 14,202 334,265 17,460 380,799 26,661 441,138 Kab. Batu Bara 13,241 442,376 16,558 524,477 - - Kab. Padang Lawas 7,628 316,710 9,881 410,794 23,140 442,927 Kab. Padang Lawas Utara 8,728 337,797 12,798 415,651 5,805 251,604 Kab. Labuhan Batu Selatan 17,081 350,529 18,977 413,225 26,072 510,631 Kab. Labuhan Batu Utara 10,518 416,851 18,971 481,110 25,651 541,453 Kab. Nias Utara 6,655 282,795 5,671 318,496 8,857 363,089 Kab. Nias Barat 2,864 251,084 5,461 305,295 7,224 303,732 Kota Gunung

Sitoli

6,051 313,141 9,330 378,060 - -

Sumber : Data diambil dari Laporan Realisasi Anggaran Kabupaten/Kota di Wilayah Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2011-2013.

Tabel diatas menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah dan transfer dari pemerintah pusat pada kabupaten/kota di Sumatera Utara mengalami peningkatan. Akan tetapi, meningkatnya jumlah penerimaaan pendapatan asli daerah (PAD) saja tidak cukup untuk meningkatkan tingkat kemandirian keuangan suatu daerah. Untuk meningkatkan tingkat kemandirian keuangan daerah, selain dengan meningkatkan pendapatan asli daerah maka jumlah kontribusi pendapatan asli daeranya juga harus lebih dominan dibandingkan dari penerimaan sumber lainnya. Sedangkan tabel diatas menunjukkan kontribusi pendapatan asli daerah memang meningkat setiap tahunnya

tetapi bila dibandingkan dengan penerimaan yang lain dalam bentuk transfer dari pemerintah pusat kontribusi pendapatan asli daerah masih rendah. Artinya, jika dilihat dari tabel diatas menggambarkan bahwa belum maksimalnya kinerja pemerintah daerah dalam mencapai kemandirian daerahnya.

Masalah lain yang dihadapi daerah untuk mewujudkan kemandirian keuangan dan mengelola sumber daya keuangan yang dimiliki secara optimal sesuai kebutuhan pembangunan di daerah yaitu ketergantungan daerah akan sumber-sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan serta pelayanan kepada masyarakat yang masih sangat tinggi terhadap pemerintah pusat, artinya dapat mengindikasikan bahwa kemampuan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk mengendalikan sumber keuangan dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat menjadi terbatas.

Penelitian mengenai tingkat kemandirian keuangan daerah telah banyak dilakukan, dimana menunjukkan hasil temuan yang berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan Lugina (2012) menunjukkan bahwa hanya pendapatan asli daerah yang berpengaruh pada kemandirian keuangan daerah. Sedangkan transfer pemerintah pusat dan investasi tidak berpengarruh terhadap kemandirian keuangan daerah. Penelitian yang dilakukan Marizka (2013) menunjukkan bahwa PAD berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah, DBH dan DAU tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah, dan DAK berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Penelitian yang dilakukan Siagian(2014) menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah

dan Dana Bagi Hasil secara parsial tidak berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah , Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus secara parsial berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah, dan PAD, DAU, DAK, DBH secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen yaitu tingkat kemandirian keuangan daerah.

Penelitian terdahulu tersebut memiliki perbedaan hasil penelitian dan jika dilihat dari tabel realisasi penerimaan menggambarkan bahwa belum maksimalnya kinerja pemerintah daerah dalam mencapai kemandirian daerahnya. Dengan demikian, yang membedakan penelitian saya dengan sebelumnya yaitu terletak pada variabel-variabel bebas, penulis menambahkan satu variabel moderasi yaitu Investasi. Persamaan penelitian saya dengan penelitian sebelumya yaitu sama-sama menggunakan Kemandirian Keuangan sebagai variabel dependen. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian sejenis dengan mengambil sampel pada pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

Dari uraian diatas, maka penulis melakukan penelitian dengan judul

“Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah dengan Investasi sebagai Variabel Pemoderasi pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Periode 2011-2013”.

Dokumen terkait