• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Latar Belakang Masalah

Laporan keuangan (financial statement) merupakan sumber informasi keuangan yang mempunyai peranan penting bagi pengukuran dan penilaian kinerja suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi. Menurut IAI (2011) tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja perusahaan, serta perubahan posisi keuangan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan harus memiliki karakteristik kualitatif yaitu dapat dipahami, relevan, memiliki keandalan, dan dapat diperbandingkan. Laporan yang berkualitas, terbebas dari rekayasa dan mengungkapkan informasi sesuai dengan fakta yang sebenarnya dibutuhkan dan digunakan oleh banyak pihak (Wicaksono, 2013).

Laporan keuangan yang berisi informasi keuangan disajikan dan disiapkan oleh manajemen suatu perusahaan yang berisi seluruh kegiatan bisnis dari suatu kesatuan usaha dan dapat digunakan sebagai alat pertanggungjawaban dan komunikasi manajemen kepada pihak yang membutuhkannya. Dalam PSAK No. 1 Revisi 2009 mengenai penyajian laporan keuangan, laporan keuangan yang

lengkap terdiri dari beberapa komponen, yaitu : 1. Laporan posisi keuangan pada akhir periode

3. Laporan perubahan ekuitas selama periode 4. Laporan arus kas selama periode

5. Catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lainnya

6. Laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.

Laporan keuangan harus disusun sedemikian rupa agar dapat membantu stakeholder dalam pengambilan keputusan. Namun pada prakteknya seringkali laporan keuangan justru disalahgunakan oleh manajemen dengan melakukan manajemen laba. Fenomena tersebut yang menjadi alasan mengapa penelitian ini dilakukan.

Manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses pelaporan keuangan dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri (manajer). Penelitian yang dilakukan oleh Man (2013) mengungkapkan bahwa manajemen laba merupakan penelitian yang penting karena manajemen laba dapat merusak kredibilitas laporan keuangan, yang memberikan informasi yang berguna bagi para pemangku kepentingan dalam pasar modal. Kebanyakan studi mengenai manajemen laba fokus pada dua jenis manajemen laba umum, yaitu : akrual manajemen dan manipulasi kegiatan ekonomi riil.

Manajemen laba terjadi apabila manajer menggunakan penilaian dalam pelaporan keuangan dan dalam struktur transaksi untuk mengubah laporan

keuangan guna menyesatkan pemegang saham mengenai prestasi ekonomi perusahaan atau mempengaruhi akibat-akibat perjanjian yang mempunyai kaitan dengan angka-angka yang dilaporkan dalam laporan keuangan (Healy & Wahlen, 1999). Adanya kecenderungan investor dan pihak-pihak berkepentingan lainnya yang berfokus pada informasi laba, memicu manajemen perusahaan melakukan disfunctional behaviour berupa tindakan manajemen laba atau manipulasi laba untuk menghasilkan laba yang dianggap normal bagi suatu perusahaan (Bartov, 1993). Keadaan ini diperburuk dengan adanya kesenjangan informasi antara investor dengan manajemen, dimana manajemen mengetahui lebih banyak tentang keadaan perusahaan dan masalah-masalah didalamnya dibandingkan dengan investor, kreditor atau pihak luar lainnya (Purnomo, 2009).

Scott (1997) mengungkapkan bahwa praktik manajemen laba dapat dilakukan dengan pendekatan pemilihan metode akuntansi maupun rekayasa Discretionary Accrual (DA). Pengukuran manajemen laba dilakukan dengan menggunakan proxy Discretionary Accrual (DA) dan dihitung dengan The Modified Jones Model. Discretionary Accrual adalah komponen akrual yang terdapat dalam kebijakan manajer, artinya manajer dapat memberikan intervensi dalam laporan keuangan.

Tindakan campur tangan manajemen terhadap laporan keuangan dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pelaporan keuangan. Manajemen laba juga dapat mempengaruhi kualitas laporan keuangan, selain itu, manajemen laba mengakibatkan investor tidak mendapatkan infornasi yang sebenarnya. Pada penelitian ini memfokuskan untuk melihat praktek manajemen laba melalui

variabel–variabel yang berbicara mengenai kualitas auditor dan komite audit. Menurut Meutia (2004) menyatakan bahwa manajemen laba merupakan usaha pihak manajer yang disengaja untuk mengatur laporan keuangan dalam batasan yang diperbolehkan oleh prinsip-prinsip akuntansi dengan tujuan untuk menunjukkan informasi yang kesannya baik bagi para pengguna laporan keuangan untuk kepentingan pihak manajer. Manajer adalah pelaku utama manajemen laba.

Manajer merupakan pihak yang berhubungan langsung dengan pelaporan keuangan, dengan mengetahui tingkat efisiensi manajer maka dapat disimpulkan apakah tingkat kecakapan seorang manajer yang tinggi akan berarti manajer tersebut tidak melakukan manajemen laba atau sebaliknya (Kusuma dan Isnugrahadi, 2009). Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara oportunistik untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba. Demerjian, dkk. (2006) memperkenalkan pengukuran kecakapan manajerial di bidang keuangan menggunakan Data Envelopment

Analysis (DEA). Dalam penelitiannya, Demerjian, dkk (2006) menguji pengaruh kecakapan manajerial dalam bidang keuangan terhadap kualitas laba. Dalam penelitiannya tersebut, Demerjian, dkk.(2006) menyarankan agar variabel kecakapan manajerial ini diuji pengaruhnya terhadap variabel-variabel lainnya, salah satunya adalah manajemen laba. Seorang manajer dikatakan cakap apabila manajer tersebut memiliki keahlian yang memadai dalam bidang yang menjadi tanggung jawabnya. Keahlian itu bisa didapatkan manajer karena mereka biasanya mempunyai tingkat intelegensia dan tingkat pendidikan yang cukup tinggi.

Pengalaman juga merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan tingkat kecanggihan seorang manajer. Semakin berpengalaman seorang manajer biasanya berbanding lurus dengan pemahaman manajer tersebut akan kondisi bisnis perusahaannya (Isnugrahadi dan Kusuma, 2009). Manajer memiliki wewenang dalam pengambilan keputusan yang ada di perusahaan, manajer juga memiliki peluang untuk mendapatkan informasi lebih lengkap tentang perusahaan daripada pihak lain.

Salah satu bentuk pengambilan keputusan yang dilakukan manajer antara lain judgement terhadap transaksi ekonomi perusahaan. Healy dan Wahlen (1999) dalam Isnugrahadi dan Kusuma (2009) mencontohkan beberapa bentuk dari judgment manajer dalam laporan keuangan tersebut, misalnya adalah pengestimasian kejadian-kejadian yang mengandung nilai ekonomis di masa datang. Widyaningsah (2001) mencoba melihat manajemen laba dari sudut pandang efisiensi. Sudut pandang efisiensi menyatakan bahwa manajer melakukan pilihan atas kebijakan akuntansi untuk memberikan informasi yang lebih baik tentang aliran kas yang akan datang dan untuk meminimalkan biaya keagenan (agency cost) yang terjadi karena konflik kepentingan antara stakeholder dan manajer. Selain disebabkan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer, banyaknya kasus audit failure yang terjadi pada dunia bisnis internasional maupun di dalam negeri telah mendorong banyaknya investigasi yang dilakukan untuk mengetahui faktor yang akan mempengaruhi manajemen laba.

Di Indonesia kasus audit failure terjadi pada perusahaan Kimia Farma dan Bank Lippo (Boediono, 2005). Dalam kasus perusahaan Kimia Farma terjadi

mark up terhadap laba tahun 2001 sedangkan pada Bank Lippo terjadi pembukuan ganda pada tahun 2002. Salah satu penyebab kasus-kasus skandal tersebut adalah kurangnya penerapan Good Corporate Governance. Agency Theory memberikan gambaran bahwa masalah manajemen laba dapat dieliminasi dengan pengawasan sendiri melalui Good Corporate Governance (Iqbal dan Fachriah, 2007).

Good Corporate Governance merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan (Rahmawati, 2013). Konsep Good Corporate Governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Good Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai susunan aturan yang menentukan hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan, dan stakeholder internal dan eksternal yang lain sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya (FCGI, 2003).

Good Corporate Governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kerja. Kinerja keuangan ini dapat diukur oleh faktor keberadaan manajemen laba dan mekanisme dalam pengelolaan perusahaan (Corporate Governance Mechanism).

Disamping itu, Kualitas Audit juga sangat mempengaruhi kesempatan perusahaan untuk melakukan manajemen laba. Dalam penelitian ini Kualitas

Auditor merupakan variabel yang digunakan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi manajemen laba dari lingkungan eksternal perusahaan.

Auditor yang berkualitas tinggi dapat mendeteksi dan memiliki kemampuan untuk mencegah praktik manajemen laba, apabila perusahaan melakukan praktik manajemen laba, maka auditor dapat memberikan opini selain wajar tanpa pengecualian. Meutia (2004) dan Sanjaya (2008) menyatakan bahwa auditor berkualitas tinggi dapat mengurangi kecenderungan manajemen untuk melakukan manajemen laba.

Dalam perkembangannya, peran Komite Audit dalam upaya untuk menjamin kualitas dari pelaporan keuangan perusahaan telah menjadi suatu pertimbangan yang berarti (Lin dkk., 2006 dalam Putri, 2011). Komite Audit yang efektif bertugas sebagai alat untuk meningkatkan efektivitas, tanggung jawab, dan keterbukaan dewan komisaris. Tugas utama komite audit adalah memeriksa dan mengawasi proses pelaporan keuangan dan kontrol internal (Komite Nasional Corporate Governance, 2002). Keputusan Ketua BAPEPAM No.: Kep-29/PM/2004 pada tanggal 24 September 2004 mewajibkan perusahaan yang terdaftar pada BEJ harus memiliki komite audit. Komite audit diwajibkan beranggotakan minimal tiga orang independen dan minimal salah satunya memiliki kemampuan dan pengetahuan dalam bidang akuntansi atau keuangan.

Komite Audit dalam penelitian ini mewakili Dewan Eksekutif yang berada dalam pihak internal, karena komite audit diangkat oleh Dewan Komisaris dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris perusahaan. Bedard dkk (2004) membuktikan bahwa terdapat hubungan antara keahlian komite audit perusahaan

dengan manajemen laba yang dilakukan manajer. Lin (2006) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh komite audit terhadap manajemen laba, hasil penelitian membuktikan bahwa ukuran komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba.

Penelitian ini menggunakan Kualitas Auditor dan Komite Audit sebagai variabel independen dan Good Corporate Governance sebagai variabel pemoderasi dan manajemen laba sebagai variabel dependen.

Perbedaan penelitian ini dengan acuan penelitian adalah penambahan variabel independen yaitu Kualitas Auditor, Komite Audit untuk diuji pengaruhnya terhadap manajemen laba dan Good Corporate Governance sebagai moderating. Kualitas Auditor dan Komite Audit merupakan bentuk pengendalian pemilik terhadap tindakan manajemen, pengujian terhadap variabel tersebut digunakan untuk mengetahui apakah pengendalian yang dilakukan pemilik dapat mencegah tindakan manajemen laba..

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini diberikan judul “Pengaruh Kualitas Auditor, Komite Audit Terhadap Manajemen Laba dengan Good Corporate Governance sebagai Variabel Pemoderasi pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”.

Dokumen terkait