• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.5. Uji Analisis Regresi II dengan Variabel Moderasi

4.1.5.1. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui kondisi data yang digunakan dalam sebuah penelitian. Hal ini dilakukan agar diperoleh model analisis yang tepat untuk digunakan dalam penelitian ini. Adapun uji asumsi klasik yang dilakukan meliputi; Uji

normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang digunakan memiliki distribusi normal atau mendekati normal dengan melihat normal probability plot. Uji normalitas yang pertama dilakukan adalah berdasarkan grafik secara histogram yang terlihat pada gambar 4.7.

Gambar 4.7 Grafik Histogram

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS (Juni, 2016)

Berdasarkan gambar 4.7 terlihat bahwa pola distribusi normal, akan tetapi jika kesimpulan normal atau tidaknya data hanya

dilihat dari grafik histogram, maka hal ini dapat menyesatkan khususnya untuk jumlah sampel yang kecil. Metode lain yang digunakan dalam analisis grafik adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi normal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang akan menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Uji normalitas dengan melihat normal probability plot dapat dilihat dalam gambar 4.8 berikut:

Gambar 4.8 Grafik Normal P-Plot

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS (Juni, 2016)

Berdasarkan Gambar 4.8 P-Plot di atas menunjukkan bahwa data telah terdistribusi secara normal karena distribusi data residualnya mengikuti arah garis diagonal (garis normal). Pengujian normalitas data secara analisis statistik dapat dilakukan dengan melakukan uji Kolmogorov-Smirnov. Data yang terdistribusi normal

ditunjukkan dengan nilai signifikansi di atas 0.05. Sedangkan, data yang tidak berdistribusi normal ditunjukkan dengan nilai signifikansi dibawah 0.05 (Ghozali,2007:12).

Tabel 4.12

Uji Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardiz ed Residual

N 39

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation .01636242 Most Extreme Differences Absolute .183 Positive .161 Negative -.183 Kolmogorov-Smirnov Z 1.144

Asymp. Sig. (2-tailed) .146

a. Test distribution is Normal.

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS (Juni, 2016)

Berdasarkan hasil uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov (Data Asli) diatas, terlihat bahwa data telah terdistribusi dengan normal yang mana terlihat bahwa nilai signifikansi diatas 0.05 yaitu sebesar 0.146 dan nilai Kolmogorov-Smirnov Z sebesar 1.144.

b. Uji Heteroskedastisitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan

ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas, dan jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain berbeda disebut heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat grafik scatterplot, dengan dasar analisis (Ghozali, 2005:139).

1. Jika pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan grafik scatterplot ditunjukkan pada Gambar 4.9 berikut:

Gambar 4.9 Grafik Scatterplot

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS (Mei 2016)

Pada grafik scatterplot diatas, terlihat titik-titik menyebar secara acak, serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat gejala heteroskedastisitas pada model regresi yang digunakan.

c. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan linear antara variabel independen dalam model regresi dimana prasyarat dalam model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas. Pada uji multikolinearitas ini dapat dilihat melalui nilai inflation factor (VIF) dan Tolerance.

Tabel 4.13 Uji Multikolinearitas Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Collinearity Statistics B Std.

Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) -.016 .026 Zscore(Komite Audit) .000 .000 .258 .055 18.205 (Zscore(GCG) .000 .000 .192 .268 3.738 AbsKOA.GCG - 3.060E-6 .000 -.489 .063 15.752 a. Dependent Variable: MANJLABA

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS (Juni, 2016)

Berdasarkan aturan Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance, apabila VIF melebihi angka 10 atau Tolerance kurang dari 0.10 maka dinyatakan terjadi gejala multikolinearitas, sebaliknya apabila VIF kurang dari 10 atau Tolerance lebih dari 0.10 maka dinyatakan tidak terjadi gejala multikolinearitas. Dalam penelitian ini data yang digunakan dalam uji multikolinearitas ini adalah data dari variabel independen. Berdasarkan tabel 4.13 diatas diketahui masing-masing nilai VIF berada dibawah 10, dan nilai Tolerance diatas 0.1, maka dapat dipastikan data dari variabel independen tidak terjadi multikolinearitas.

Uji autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah sebuah model regresi terdapat korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 atau sebelumnya (Ghozali, 2005). Jika terjadi korelasi dinamakan ada masalah autokorelasi. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi, peneliti menggunakan Durbin-Watson (DW test). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Pengambilan keputusan pada asumsi ini memerlukan dua nilai bantu yang diperoleh dari tabel Durbin Watson, yaitu nilai dl dan du untuk K = jumlah variabel bebas dan n = jumlah sampel. Jika nilai DW berada diantara nilai du hingga (4-du), berarti asumsi tidak terjadi autokorelasi terpenuhi. Adapun kriteria dalam penentuan autokorelasi adalah sebagai berikut :

1) Jika Dw < Dl atau Dw > 4-Dl maka terdapat autokorelasi.

2) Jika Dl < Dw < Du atau 4-Du < Dw < 4-Dl maka status autokorelasi tidak dapat dijelaskan (inconclusive).

3) Jika Du < Dw < 4-Du maka tidak terjadi autokorelasi (Non Autokorelasi).

Hasil pengujian autokorelasi dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.14 Uji Autokorelasi Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 .277a .077 -.003 .017049 2.140

a. Predictors: (Constant), AbsKOA.GCG, (Zscore(GCG), Zscore(Komite Audit)

b. Dependent Variable: MANJLABA

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS (Juni, 2016)

Tabel 4.14 digunakan untuk melihat nilai Durbin Watson yang didapat dengan menggunakan bantuan SPSS Versi 20. Tabel DW menunjukkan bahwa dengan n = 39, K = 2, maka akan diperoleh nilai dl = 1.3821 dan du = 1.5969 dan 4-du = (4 –1.5969) = 2.4031.

Berdasarkan hasil pengujian Durbin-Watson dengan SPSS maka diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 1.3821< 2.140 < 4 – 1.5969 yang berarti berdasarkan kriteria Durbin-Watson hasil tersebut tidak terjadi autokorelasi.

4.1.5.2. Uji Hipotesis

Hasil regresi linear pengaruh umur perusahaan terhadap audit delay dengan ukuran perusahaan sebagai variabel moderasi ditunjukkan pada Tabel 4.15 berikut:

Tabel 4.15

Uji Analisis Regresi dengan Variabel Moderasi Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardiz ed Coefficient s t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) -.016 .026 -.617 .541

Zscore(Komite Audit) .000 .000 .258 .373 .712 (Zscore(GCG) .000 .000 .192 .612 .544 AbsKOA.GCG -3.060E-6 .000 -.489 -.758 .454 a. Dependent Variable: MANJLABA

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS (Juni, 2016)

Berdasarkan Tabel 4.15 diketahui bahwa variabel Good Corporate Governance sebagai variabel moderasi tidak mampu memoderasi hubungan antara komite audit dengan manajemen laba karena nilai signifikansinya 0.454 > 0.05.

4.2. Pembahasan

1. Pengaruh Kualitas Audit dan Komite Audit terhadap Manajemen Laba

Dokumen terkait