• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

“PELAYANAN INFORMASI UNTUK OBAT-OBAT YANG DIMETABOLISME DI GINJAL”

1.1 Latar Belakang

Penyediaan layanan informasi obat yang objektif merupakan salah satu fungsi farmasis (apoteker) di rumah sakit. Akses kepada informasi obat yang relevan secara klinik, mutakhir, spesifik khas pada pengguna, independen, objektif, dan unbiased adalah dasar untuk penggunaan obat yang tepat. Dokter penulis resep, farmasis, perawat, dan pengguna obat, semuanya memerlukan informasi yang objektif.

Kebanyakan profesional kesehatan di rumah sakit, memperoleh informasi obat yang disebarkan industri farmasi melalui perwakilan perusahaan farmasi. Dalam banyak hal, sulit memperoleh yang sama sekali objektif dari produsen obat. Untuk itu, pelayanan informasi obat perlu dilaksanakan dan dikembangkan bagi tersedianya akses kepada informasi obat yang relevan demi tercapainya penggunaan obat yang efektif dan aman.

Saat ini, telah banyak penemuan informasi baru mengenai kerja obat dan aktifitasnya mempengaruhi fungsi organ manusia. Di antaranya adalah fungsi ginjal yang melakukan metabolisme terhadap obat, hormon, dan xenobiotic. Tidak seperti liver, fungsi metabolisme pada ginjal baru mendapat perhatian sekitar dua puluh tahun belakangan ini (Lohr, 1998). Selanjutnya para ilmuan juga mulai memahami beberapa biotransformasi obat tersebut ternyata berpeluang mempunyai pengaruh buruk terhadap faal ginjal yang diistilahkan dengan nephrotoxicity (nefrotoksisitas).

Penyampaian informasi tentang obat-obat yang dimetabolisme di ginjal merupakan salah satu tugas farmasis dalam pelayanan informasi obat. Pemahaman yang semakin mendalam tentang obat-obat tersebut serta pemahaman tentang cara

metabolisme di ginjal dan persen eliminasi (yaitu persentase jumlah molekul obat yang dieliminasi melalui metabolisme ginjal) obat tersebut, serta beberapa uraian informasi tentang obat yang dimetabolisme di ginjal berdasarkan daftar penjualan obat pada Februari 2008 di Depo Farmasi Griya Husada RSUP Fatmawati Jakarta. Penyusunan tugas khusus ini sendiri merupakan salah satu usaha konkrit bagi tersedianya informasi obat yang objektif dan relevan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penyusunan tugas khusus ini adalah:

1. Untuk mengetahui obat-obat yang di metabolisme di ginjal

2. Untuk mengetahui informasi tentang obat dan penggunaannya untuk obat-obat yang dimetabolisme di ginjal

Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. Konsep upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk rumah sakit. Rumah sakit yang merupakan salah satu sarana kesehatan, merupakan rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien (Departemen Kesehatan, 2006).

Berdasarkan pada peran rumah sakit yang dominan dalam penyelenggaraan usaha penyembuhan dan pemulihan pasien, maka semua tenaga kesehatan yang terlibat berkewajiban memberi pelayanan optimal bagi tercapainya tujuan dari pelaksanaan upaya kesehatan. Sebagai salah satu tenaga kesehatan, farmasis bertanggung jawab memberi pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Tanggung jawab ini mencakup banyak aspek yang terkait dengan obat dan penggunaannya. Mulai dari pengadaan, peracikan, penyimpanan dan pendistribusian, sampai kepada pemantauan terapi, evaluasi, serta pelayanan informasi berkaitan dengan obat dan penggunaannya.

2.1 Pelayanan Informasi Obat

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 1197/Menkes/SK/2004, pelayanan informasi obat adalah kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker

lingkungan rumah sakit

2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi

3. Meningkatkan profesionalisme apoteker 4. Menunjang terapi obat yang rasional

Kegiatan yang dilakukan dalam pelayanan informasi obat meliputi:

1. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif

2. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka

3. Membuat buletin, leaflet, label obat

4. Menyediakan informasi bagi Komite/Panitia Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit

5. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap

6. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya

7. Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian (Departemen Kesehatan, 2006) Peranan apoteker dalam pelayanan informasi obat bukanlah hal yang baru.

Apoteker, secara tradisional adalah sumber utama informasi obat bagi dokter, perawat, penderita, dan profesional kesehatan lainnya. Ketika jumlah jenis obat dan produknya masih sedikit dan pada umumnya mempunyai potensi yang relatif rendah, jumlah yang

tradisional ini. Pertama, jumlah jenis obat dan sediaannya telah sangat besar. Obat yang lebih baru pada umumnya lebih berkhasiat keras, selektif, dan formulasinya juga semakin rumit. Kedua, pustaka berkaitan dengan obat telah begitu banyak, dan sumber pustaka ini sangat beragam, termasuk farmasi, kedokteran, farmakologi, dan biokimia.

Berbagai pustaka tersebut mencakup informasi yang banyak tentang obat baru, kerjanya, penggunaan klinik, efek yang tak dikehendaki, interaksi dengan obat-obat, dan kemanjuran komparatif. Semua informasi ini harus dievaluasi untuk memastikan penggunaan obat yang aman dan efektif, dan hal ini telah memberi beban berat bagi dokter penulis resep dan dokter berpaling ke apoteker untuk meminta informasi obat.

Dalam banyak hal, pustaka sederhana (seperti farmakope dan buku teks) tidak mencukupi untuk melayani jawaban yang memadai. Oleh karena itu, rumah sakit cenderung mengadakan suatu unit baru dalam IFRS, sebagai sumber informasi yang direncanakan, diadakan, dan diorganisasikan dengan baik, dilengkapi dengan staf apoteker spesialis informasi obat, komputer, dan peralatan, yang dapat memberi jawaban pertanyaan berkaitan dengan obat, dengan menggunakan pustaka mutakhir yang tersedia sebagai acuan (Siregar, 2003).

Menurut Prof. Dr. Charles J.P. Siregar, apoteker rumah sakit yang memberi pelayanan sebagai seorang spesialis informasi obat harus mampu melaksanakan tanggung jawab sebagai seorang profesional dalam hal berikut:

1. Menunjukkan kompetensi profesional dan teknik dalam mengevaluasi, menyeleksi secara kritis, dan penggunaan pustaka obat

3. Mempunyai keterampilan komunikasi baik tulisan maupun lisan yang efektif dalam dialog intra/antar rumah sakit, berkaitan dengan informasi farmakoterapi 4. Memiliki kapasitas memberi kontribusi terhadap pendidikan berkelanjutan dari

semua profesi kesehatan

5. Terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam pelayanan pasien dengan obat sebagai kontribusi kepada mutu berkelanjutan dan sebagai pemantau

6. Mengetahui metodologi pengolahan data elektronik yang diperlukan 7. Memenuhi kualifikasi pelayanan profesional dalam mendukung PFT

8. Mendukung dan melengkapi wawasan rekan sejawat dalam IFRS yang menggunakan ketajaman pengetahuan dan keterampilan ilmiah untuk pelayanan farmasi yang tepat dan efektif

9. Memberi kontribusi pada pustaka obat melalui partisipasi yang tepat seperti studi obat klinik dan praklinik, surveilan pengalaman obat klinik dalam rumah sakitnya, percobaan dalam pelayanan profesional, dll.

(Siregar, 2003)

2.2 Pelayanan Farmasi Klinik Dalam Konsultasi dan Pelayanan Informasi Obat

Dokumen terkait