• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam perkembangan industri dibutuhkan material yang memiliki sifat-sifat istimewa seperti logam. Material komposit polimer merupakan salah satu material alternative pengganti logam yang memikili banyak keunggulan, diantaranya memiliki sifat mekanik yang baik, memiliki massa jenis yang lebih rendah, tidak mudah korosi, bahan baku yang mudah didapat, harga yang relatif murah, memiliki sifat isolator panas dan suara, serta dapat dijadikan sebagai penghambat listrik yang baik (Widodo, 2008) .

Material komposit polimer telah banyak dikembangkan dalam berbagai bidang, salah satunya dalam bidang kontruksi. Genteng merupakan komponen penting dalam bidang kontruksi, genteng digunakan sebagai penutup atap rumah agar dapat menahan panas sinar matahari dan guyuran air hujan. Kualitas genteng sangat ditentukan dari bahan dan proses pembuatannya, hal tersebut akan menentukan daya serap air dan sifat mekanik genteng.

Salah satu bentuk genteng berbasis bahan komposit polimer adalah genteng aspal. Saat ini di Indonesia, pemakaian genteng jenis ini masih terbatas, hal ini disebabkan harga genteng yang masih tergolong mahal. Keunggulan genteng jenis ini yaitu tahan lama, pemeliharaannya mudah, fleksibel dan mudah dipasang serta sangat ringan. Umumnya genteng polimer yang ada di pasaran terbuat dari aspal, serat kaca, granules dan material lainnya. Menurut Christiani.

E, 2008, penggunaan serat kaca sebagai bahan penyusun dinilai kurang ramah terhadap lingkungan karena sifatnya yang sukar terdegradasi secara alami.

Indonesia mempunyai kekayaan alam yang luar biasa, ketersediaan serat ijuk di alam masih sangat banyak, pada tahun 2010 luas tanaman aren di Indonesia mencapai sekitar 59.388 ha (Balai Penelitian Tanaman Palma, 2010) namun hingga saat ini serat ijuk belum digunakan secara luas. Aplikasi serat ijuk umumnya masih dilakukan secara tradisional, seperti pembuatan sapu, tali, atap

rumah tradisional dan lain sebagainya. Serat ijuk memiliki banyak keistimewaan, diantaranya sifatnya yang awet tidak mudah busuk hingga ratusan tahun bahkan ribuan tahun serta tahan terhadap segala cuaca, serat ijuk juga memiliki sifat elastis, keras, tahan air dan sulit dicerna oleh organisme perusak (Christiani E, 2008). Jika digunakan sebagai atap, serat ini diduga dapat meredam panas matahari, sehingga memberikan suasana yang sejuk pada bangunan yang beratap ijuk (Ririh, 2011). Karena ketersediaan di alam yang sangat banyak pemanfaatan serat ini diharapkan bisa mengurangi biaya produksi sehingga menghasilkan produk yang lebih murah dan ramah lingkungan.

Disisi lain banyaknya limbah plastik kemasan seperti Styrofoam bekas yang tidak termafaatkan secara optimal menjadi sebuah masalah besar bagi alam,

Limbah polimer bahan kemasan tidak hanya memberikan kontribusi masalah lingkungan yang serius, tetapi juga menyebabkan pemborosan besar sumber daya.

Untuk mengatasi masalah ini dan mendorong pengembangan industri kemasan, kita harus memberi perhatian lebih pada daur ulang limbah kemasan bahan polimer dan penelitian tentang teknik daur ulang baru.

peningkatan substansial limbah menyebabkan polusi lingkungan yang serius.

Sebuah survei di Amerika Serikat mengatakan bahwa polusi kemasan dianggap sebagai polusi utama keempat, tepat setelah air, laut dan polusi udara (Zhang, 2008). Daur ulang limbah merupakan salah satu cara untuk menekan pencemaran lingkungan yang semakin parah, selain itu pemakaian styrofoam bekas juga dapat menghemat biaya produksi sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku impor.

Pemanfaatan limbah plastik dapat dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang (recycle) (Macklin, 2009). Oleh karena itu peneliti ingin meneliti tentang pemanfaatan styrofoam bekas sebagai bahan tambahan dalam pembuatan genteng polimer. Penggunaan styrofoam pada pembuatan genteng polimer dimaksudkan untuk memberi daya rekat yang baik antara bahan dalam campuran. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Zhang, 2008) menunjukkan pencampuran styrofoam dan aspal dapat meningkatkan titik lembek aspal, penurunan penetrasi, dan perbaikan daktilitas yang signifikan terhadap suhu rendah, dengan modifikasi aspal. Sifat keseluruhan dari aspal dimodifikasi telah

meningkat secara signifikan. Spektrum FTIR dan analisa struktur mikro aspal menunjukkan bahwa, efek membengkak dari polimer limbah merata dalam aspal dengan kecepatan tinggi geser dan proses adsorpsi dari komposisi aromatik di EPS adalah alasan utama untuk peningkatan kinerja

Penelitian tentang genteng polimer yang menggunakan bahan baku dari alam dan pemanfaatan limbah sudah mulai dikembangkan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menyangkut pembuatan genteng dan pemanfaatan limbah diantaranya: Ediputra.K (2010), yang membuat genteng dari campuran bahan Aspal, karet alam sir 10 ,Ban bekas (tire rubber) ,Sulfur, dan Bahan adhesive isosianat. Asnawi pada tahun 2011 juga membuat genteng dari pemanfaatan LDPE (Low density polyethilen) bekas, aspal iran dan agregat pasir halus.

Campuran optimum diperoleh pada komposisi aspal, LDPE dan agregat pasir yaitu (70 gr : 30 gr : 300 gr).

Nuning Aisah dkk (2004) membuat komposit serat berpenguat serat sintetis untuk bahan genteng, serat yang digunakan adalah serat gelas tipe woven roving dan choppend strand mat, matrik yang digunakan adalah poliester dan epoksi. Hasil penelitian menunjukkan penambahan kekuatan tarik setiap penambahan lapisan serat. kekuatan tarik tertinggi yang dicapai pada matrik poliester adalah 165,62 MPa

Kartini. R (2002) dalam penelitianya yang berjudul Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit polimer Berpenguat Serat Alam mendapatkan bahwa dengan menggunakan matrik yang sama (poliester) nilai kekuatan tarik komposit berpenguat serat ijuk lebih tinggi bila dibandingkan dengan komposit berpenguat serat pisang

Penggunaan serat ijuk sebagai salah satu bahan penyusun genteng beton telah diteliti oleh Randing, di dalam penelitiannya, Randing menambahkan serat ijuk sebanyak 1 – 2 % dari berat semen. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa penambahan ijuk sebanyak 1 – 2 % dari berat semen dapat mengatasi sifat regasnya serta meningkatkan kekuatan lentur sebesar 12 – 16 %. Kekuatan lentur dari hasil penelitian ini memenuhi syarat mutu tingkat II menurut SK SNI S 04-1989-F spesifikasi bahan bangunan bagian A (Randing, 1995) Hal yang sama juga

dilakukan oleh Sarjono, W (2008) penambahan serat ijuk sebanyak (1 – 5)% pada campuran semen-pasir mampu meningkatkan: (1) kuat tarik belah, dengan peningkatan kuat tarik tertinggi dicapai oleh penambahan ijuk sebanyak 4% yaitu sebesar 34,81 %. (2) kuat desak, dengan peningkatan kuat desak tertinggi dicapai oleh penambahan ijuk sebanyak 4% sebesar 9,86 %. (3) ketahanan kejut.

Widodo. B (2008) melalukan analisa sifat mekanik komposit epoksi dengan penguat serat ijuk model lamina berorientasi sudut acak. Hasil penelitian diperoleh kekuatan tarik dan impak tertinggi pada komposit dengan fraksi berat serat ijuk 40%

Dari beberapa penelitian yang telah diuraikan di atas, belum terlihat ada penelitian yang menggunakan serat alam berupa serat panjang ijuk sebagai penguat dalam pembuatan genteng polimer, pemilihan serat alam untuk menggantikan serat sintetis mempunyai beberapa keuntungan diantaranya dapat menghasilkan produk yang ramah lingkungan, mudah didapat dan lebih murah.

Oleh karena itu peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang penggunaan serat panjang yang berasal dari alam untuk pembuatan genteng polimer, dalam hal ini serat alam yang digunakan adalah serat ijuk yang berasal dari tanaman aren.

Penelitian ini mengkaji pengaruh fraksi berat serat ijuk dan pasir serta pengaruh orientasi serat panjang terhadap karakteristik genteng komposit polimer

Dokumen terkait