• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.8 Sifat- Sifat Material Komposit Polimer

2.3.3 Sifat Termal

Bahan polimer termasuk yang sangat mudah menyala seperti seluloid dan yang dapat habis terbakar sendiri secara spontan walau api dipadamkan setelah penyalaan, seperti pada polikarbonat. Sifat mampu nyala bahan polimer dapat ditentukan dengan beberapa cara, diantaranya:

a. Dengan membakar bahan yang diletakkan mendatar

Cara ini ditetapkan dalam JIS-K6911-1970 dan ASTM-D635-1974. Seperti ditunjukkan Gambar 2.14, nyala api dari alat pembakar bunsen dipegang pada sudut 30o

1. Mampu nyala: terbakar lebih lama dari 180 detik dengan nyala.

, menyalakan spesimen yang diletakkan mendatar untuk waktu selama 30 detik, dan api dijauhkan. Waktu yang diperlukan agar specimen menyala disebut waktu penyalaan dan panjang specimen yang terbakar disebut jarak bakar. Harga-harga tersebut dipakai untuk menyatakan kemampuan nyala dari bahan.

2. Habis terbakar sendiri: jarak bakar lebih dari 25 mm tetapi kurang dari 100 mm

3. Tak mampu nyala: jarak bakar kurang dari 25 mm.

Dalam ASTM, laju bakar menyatakan jarak bakar persatuan waktu, yang dipakai sebagai kemampuan nyala (Surdia, 1995).

Gambar 2.14 Skema krja alat uji nyala (Surdia, 1995)

b. Oleh indek oksigen

JIS-K7201-1972 dan ASTM-D2863-1974 menentukan kemampuan nyala dengan indek oksigen (O.I), yaitu konsentrasi oksigen minimum di dalam campuran oksigen dan nitrogen dalam persen volume yang dibutuhkan untuk membakar bahan.

𝑂. 𝐼 =(𝑂(𝑂2 )

2 )+(𝑁2 )𝑥 100% (2.19) Di mana, O2 adalah laju aliran oksigen dan N2 adalah laju aliran nitrogen

c. Oleh kepekatan asap

Kepekatan asap adalah penting dalam hal terjadi kebakaran, ASTM-D2843_1970 menetapkannya dengan jalan mempergunakan sumber cahaya dalam sebuah ruang yang mempunyai volume tertentu, yang intensitas penyinarannya terinduksi oleh pembakaran

Metode pengujian kemampuan nyala yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara membakar bahan yang diletakkan mendatar (point a) dan cara ini ditetapkan dalam JIS-K6911-1970 dan ASTM-D635-1974.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Polimer dan Laboratorium Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.

3.2 PERALATAN DAN BAHAN 3.2.1 Peralatan

1. Beaker glass 500 ml 2. Ayakan

3. Spatula

4. Neraca Analitik 5. Hot plate

6 Hot Compressor 7. Cetakan

8. Electronic system Universal Tensile Machine Type SC-2DE 9. Impac Wolpert

10. Aluminium Foil 11. Pelat tipis 12. Ekstruder 3.2.2 Bahan

1. Aspal iran tipe penetrasi 60/70 2. Agregat pasir halus

3. Serat ijuk

4. Poliester yucalac 157 BQTN-FR 5. Polisterina foam/Styrofoam bekas 6. Katalis MEXPO

3.3 PROSEDUR PENELITIAN 3.3.1 Persiapan Bahan

A. Penyediaan serat ijuk

Serat ijuk yang diambil dari pohon aren dibersihkan, kemudian dipilih serat dengan diameter 0,1 – 0,4 mm dan dipotong dengan ukuran 15 cm, selanjutnya direndam dalam alcohol 70% selama satu jam, kemudian dikeringkan. Serat ijuk yang telah dipilih ditimbang sesuai dengan massa yang telah ditentukan.

B. Penyediaan Pasir

Pasir yang digunakan adalah pasir sungai, pasir dicuci dan dikeringkan kemudian di saring menggunakan ayakan, lalu ditimbang sesuai dengan komposisi yang akan dibuat. Pasir yang digunakan adalah pasir halus dengan ukuran butiran lebih halus dari saringan No.8 (2,36 mm).

C. Penyediaan poliester dan Polisterina foam

Styrofoam bekas (PS) dicuci dan dikeringkan dibawah sinar matahari, selanjutnya dipotong dengan ukuran 0,5 cm x 0,5 cm, Styrofoam bekas lalu ditimbang sesuai dengan komposisi yang ditentukan, selanjutnya dilarutkan dengan poliester, setelah larut sempurna, ditambahkan katalis MEXPO sebanyak 5% dari jumlah resin poliester, campuran selanjutnya diaduk dengan menggunakan mixer hingga diperoleh larutan yang merata.

3.3.2 Pembuatan Sampel

1. Aspal dimasukkan ke dalam beaker, dan dipanaskan sampai meleleh.

2. Pasir yang sudah ditimbang dimasukkan kedalam aspal yang telah meleleh dan di aduk sampai merata

3. Campuran aspal dan pasir didinginkan hingga suhu ruang

4. Ditambahkan poliester dan Polisterina foam yang telah dilarutkan dan diaduk 5. Campuran dimasukkan kedalam cetakan, serat ditempatkan di tengah-tengan

secara horizontal (komposit-serat-komposit)

6. Campuran selanjutnya dikempa dengan menggunakan kempa panas pada suhu 70o

7. Hasil cetakan didinginkan pada suhu kamar selama satu hari, kemudian dikeluarkan dari cetakan

C selama 30 menit.

8. Perlakuan yang sama juga dilakukan dengan variasi komposisi yang lain (Tabel 3.1).

9 Sampel dipotong sesuai ukuran spesimen masing-masing pengujian dan siap diuji sifat fisis, sifat mekanik dan sifat termal

10.Setelah dilakukan pengujian, dan didapatkan sampel yang optimal, selanjutnya komposisi sampel tersebut dijadikan acuan untuk percobaan selanjutnya dengan mengubah orientasi sudut serat pada sudut 45o dan 90

11. Dilakukan uji fisis, uji mekanik dan uji termal untuk mengetahui pengaruh orintasi sudut serat terhadap kekuatan genteng.

o

Tabel 3.1 Komposisi bahan

No Sampel Komposisi (% berat) dari berat total 360 g

Poliester Aspal Styrofoam bekas Pasir Serat ijuk

Sampel 1 29% 5 % 1 % 65 % 0 %

Sampel 2 29% 5 % 1 % 64 % 1 %

Sampel 3 29% 5 % 1 % 63 % 2 %

Sampel 4 29% 5 % 1 % 62 % 3 %

Sampel 5 29% 5 % 1 % 61 % 4 %

Sampel 6 29% 5 % 1 % 60 % 5 %

3.3.3 Diagram Alir Penelitian

Penelitian di lakukan atas beberapa tahap, dimulai dari persiapan bahan, proses pencampuran, pencetakan sampel dan pengujian. Setelah dilakukan pengujian dan didapatkan hasil dengan karakteristik maksimum maka penelitian dilanjutkan dengan pembuatan sampel untuk mengamati efek perubahan orientasi sudut serat.

Setelah didapatkan hasil keseluruhan baru data selanjutnya dianalisa dan diambil beberapa kesimpulan. Proses selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut ini.

Pasir Aspal

dicuci

dikeringkan dibawah sinar matahari

disaring

Pasir Halus Aspal Cair

dipanaskan pada suhu 56oC

diaduk sampai rata

didinginkan hingga mencapai suhu ruang

Campuran Komposit Campuran Poliyester & PS

 diaduk sampai rata

dituang kedalam cetakan

serat ijuk disusun ditengah (lurus dan satu arah)

dipres menggunakan Hot Pres selama 30 menit

didinginkan pada suhu ruang slama 24 jam

dilepas dari cetakan

Genteng Komposit Polimer

dipotong sesuai ukuran spesimen

Uji Kerapatan Daya Serap Air Uji Tarik Uji Lentur Uji Impak Uji Nyala

Hasil Uji

Genteng dengan komposisi terbaik

Diulangi pembuatan sampel (komposisi terbaik) untuk sudut

orientasi serat 45o dan 90o

Hasil

Selesai

diuji sifat fisis, sifat mekanik dan sifat termal,

3.4 VARIABEL YANG DIAMATI Variabel Bebas

• Komposisi Poliester 29%

• Komposisi aspal 5%

• Komposisi styrofoam bekas 1%

• Komposisi Pasir : (65 %,64%, 63%, 62%, 61%,60%)

• Komposisi serat ijuk : (0%, 1%, 2%, 3%,4%, 5%)

Variabel Terikat

• Kerapatan

• Daya serap air

• Kekuatan tarik

• Kekuatan lentur

• Kekuatan impak

• Waktu nyala dan jarak bakar

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 SIFAT FISIS GENTENG KOMPOSIT POLIMER 4.1.1 Kerapatan

Densitas atau kerapatan merupakan besaran fisis yang menunjukkan besarnya massa suatu benda persatuan volume. Dalam mendesain material komposit kerapatan merupakan besaran yang penting untuk menentukan keberhasilan material yang dibuat.

Data hasil pegujian kerapatan genteng komposit polimer dihitung dengan menggunakan Persamaa 2.11, hasil pengujian dan perhitungan kerapatan selengkapnya disajikan dalam Tabel L.2 pada Lampiran B dan nilai kerapatan rata-rata dapat dilihat dalam Tabel 4.1 berikut ini

Tabel 4.1 Nilai kerapatan rata-rata Nomor

Sampel

Persentase Berat

(Polister : Aspal : PS : Pasir : Ijuk)

Rata-rata Kerapatan

(gr/cm3)

1 (29 : 5: 1 : 65 : 0) 1,79

2 (29 : 5: 1 : 64 : 1) 1,79

3 (29 : 5: 1 : 63 : 2) 1,78

4 (29 : 5: 1 : 62 : 3) 1,77

5 (29 : 5: 1 : 61 : 4) 1,76

6 (29 : 5: 1 : 60 : 5) 1,54

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa nilai kerapatan yang terendah didapat pada sampel 6 dengan komposisi serat ijuk 5% yaitu sebesar 1,54 gr/cm3, sedangkan nilai kerapatan tertinggi didapat pada sampel 1 dan 2 yaitu sebesar 1,79 gr/cm3.

Gambar 4.1 Grafik kerapatan terhadap komposisi serat ijuk

Berdasarkan Gambar 4.1 dapat diamati bahwa kerapatan genteng yang dihasilkan nilainya menurun pada sampel 3, 4, 5 dan 6. pengurangan pasir dan penambahan serat mengakibatkan adanya penambahan fraksi volume, hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan antara kerapatan serat ijuk dan pasir, dengan fraksi berat yang sama antara pasir dan serat ijuk namun fraksi volume keduanya akan berbeda sehingga dengan pengurangan pasir dan penambahan serat ijuk dalam fraksi berat yang sama dapat menambah volume genteng komposit polimer yang dihasilkan, hal ini akan berpengaruh terhadap nilai kerapatan genteng tersebut. Hasil pengujian sampel 2 menunjukkan nilai kerapatannya sama dengan sampel 1 yaitu sebesar 1,79 gr/cm3, penambahan fraksi berat serat ijuk sebanyak 1% belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap volume genteng komposit polimer yang dihasilkan. Untuk sampel 6 dengan komposisi serat 5%, nilai kerapatannya turun sangat rendah, hal ini disebabkan jumlah serat yang digunakan sudah melebihi batas maksimal, ketidak mampuan matrik mengikat serat dalam jumlah yang banyak mengakibatkan sampel rusak, banyak serat yang terlepas dan terjadinya banyak rongga baik dipermuakaan material maupun yang terbentuk di dalamnya.

1,79 1,79 1,78 1,77 1,76

1,54

Dari hasil penelitian dapat dikatakan bahwa penambahan serat ijuk dalam batas ukuran tertentu dapat memperbaiki sifat fisis genteng komposit polimer yang dihasilkan, namun jika serat yang digunakan sudah melebihi batas maksimal maka komposit yang dihasilkan akan rusak.

Saat ini Badan Standarisasi Nasional Indonesia belum mengeluarkan persyaratan khusus untuk genteng polimer, dalam penelitian ini standar yang digunakan mengacu pada spesifikasi sebuah genteng polimer komersil dari Ukraina (Lampiran C). Nilai kerapatan genteng polimer acuan adalah sebesar 1500 kg/m3 atau sama dengan 1,5 gr/cm3 sedangkan nilai kerapatan genteng polimer yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 1786 kg/m3 sampai 1536,28 kg/m3 atau sama dengan 1,79 gr/cm3 sampai 1,53 gr/cm3. Ini artinya kerapatan yang diperoleh dalam penelitian ini lebih besar dibandingkan nilai kerapatan genteng rujukan. tetapi nilai ini masih mendekati dengan nilai kerapatan genteng tersebut, nilai kerapatan yang paling mendekati diperoleh pada sampel 6 dengan komposisi serat 5% yaitu 1536,28 kg/m3. jika ditinjau dari massa genteng per meter, genteng yang dihasilkan dalam penelitian ini jauh lebih ringan dibandingkan dengan massa genteng komersil, massa yang diperoleh dari hasil penelitian adalah 9,1 kg/m2 sedangkan massa genteng komersil adalah 20 kg/m2

4.1.2 Daya Serap Air

Daya serap air merupakan parameter penting dalam perancangan sebuah genteng, genteng yang ideal adalah genteng dengan daya serap air yang minimum sesuai dengan fungsi genteng yaitu melindungi bangunan dari guyuran hujan.

Data hasil pengujian dihitung menggunakan Persamaan 2.12 dan diperoleh daya serap air seperti dalam Tabel L.3 pada Lampiran B, data daya serap air rata-rata dapat dilihat dalam Tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2. Nilai rata-rata daya serap air genteng komposit polimer Nomor

Sampel

Persentase Berat (Polister : Aspal : PS : Pasir : Ijuk)

Berdasarkan data dalam tabel 4.2 di atas diperoleh daya serap air berkisar antara 0,45% sampai 2,40%. Daya serap air terendah didapat pada sampel 1, dimana pada sampel ini tidak ada serat yang digunakan sebagai penguat.

Ketiadaan serat disini membuat ikatan matrik dan pasir menjadi homogen sehingga cacat berupa void yang terbentuk relatif rendah dibandingkan dengan komposit yang mengunakan serat, hal ini sesuai dengan karakteristik matrik poliester, aspal dan styrofoam yang bersifat kedap air

Gambar 4.2 Grafik nilai daya serap air genteng komposit polimer

0,45 0,61 0,73 0,87 0,87

2,4

Dari grafik pada Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa daya serap air meningkat seiring dengan bertabahnya serat.

Jika kita merujuk pada genteng polimer komersil, di mana daya serap airnya sebesar 0,6%, (Lampiran C) maka genteng komposit polimer yang dibuat dalam penelitian ini untuk sampel 1 sampai sampel 5 sudah mendekati nilai tersebut yaitu antara 0,45% sampai 0,87%, nilai daya serap air yang paling mendekati karakteristik genteng acuan diperoleh pada sampel 2 dengan komposisi serat 1% dengan daya serap air yaitu 0,61%. Untuk sampel nomor 6 dimana daya serap airnya sebesar 2,40%, nilai ini sangat jauh berbeda dengan spesifikasi genteng rujukan, hal ini disebabkan oleh penggunaan serat yang terlalu banyak, lemahnya ikatan serat dan matrik dan ketidak homogenan campuran mengakibatkan terjadinya cacat pada komposit yang dihasilkan, selain permukaan komposit yang tidak merata juga dapat menbentuk banyaknya pori di dalam material komposit, Pori-pori yang terjadi pada sampel dapat menjadi reservoir air bebas didalam agregat.

Dari hasil pengujian daya serap air maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan serat ijuk belum bisa dimanfaatkan secara optimal karena semakin banyak serat ijuk yang digunakan justru akan meningkatkan daya serap air genteng yang dihasilkan.

4.2 SIFAT MEKANIK GENTENG KOMPOSIT POLIMER 4.2.1 Kekuatan Tarik

Data hasil pengujian kuat tarik spesimen dihitung menggunakan Persamaan 2.13 data hasil pengujian dan perhitungan selengkapnya disajikan dalam Tabel L.4 pada Lampiran B dan nilai kekuatan tarik rata-rata ditampilkan dalam Tabel 4.3 berikut ini

Tabel 4.3 Nilai rata-rata kuat tarik

Dari hasil penelitian diperoleh kuat tarik terendah pada sampel pertama yaitu sampel yang terdiri dari poliester, aspal, styrofoam bekas dan pasir tanpa menggunakan serat ijuk, kuat tarik yang di dapat adalah 18,84 kgf/cm2. Penambahan serat sebanyak 1% (sampel 2) kuat tarik meningkat sebanyak 217,73% menjadi 59,86 kgf/cm2

Berdasarkan Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa komposisi serat memberi pengaruh terhadap sifat mekanik terutama kuat tarik. Kenaikan nilai kekuatan tarik berbanding lurus dengan jumlah serat yang digunakan, semakin tinggi fraksi volume serat, maka kekuatan tariknya semakin tinggi, karena semakin banyak serat yang digunakan maka semakin banyak komponen penguat untuk menahan beban, tetapi peningkatan fraksi volume serat mempunyai batas maksimum, apabila serat yang digunakan melebihi batas maksimum maka kekuatan tariknya akan menurun, hal ini disebabkan tingkat pembasahan matrik terhadap serat berkurang yang mengakibatkan melemahnya kemampuan matrik mengikat serat.

dan kekuatan tarik terbesar diperoleh pada komposisi serat 4%, penambahan serat ijuk 4% menghasilkan kenaikan kekuatan mencapai 321.13%. Kekuatan tarik genteng komposit polimer kembali melemah pada sampel 6.

Gambar 4.3 Grafik hubungan antara kuat tarik dan komposisi serat ijuk Kekuatan perekatan matrik sangat berpengaruh terhadap kekuatan komposit, jika ikatan matrik dan serat sempurna, maka kekuatan komposit ditentukan oleh kekuatan seratnya, adanya adhesi yang kuat antara matrik dan serat membuat bidang antar muka menjadi kuat. selain itu arah serat juga merupakan hal penting dalam penguatan komposit, karena arah serat berkaitan erat dengan penyebaran gaya yang bekerja pada komposit

Genteng dengan fraksi berat serat ijuk 4% pada penelitian ini mempunyai kekuatan mekanik yang tertinggi, tegangan yang diberikan pada spesimen akan terdistribusi secara merata karena beban yang juga ikut disanggah oleh serat dan matriks disini akan lebih berfungsi sebagai pendistribusi tegangan. Ikatan antara matriks dan filler harus kuat. Apabila ikatan yang terjadi cukup kuat, maka mekanisme penguatan dapat terjadi. Tetapi apabila ikatan antar permukaan partikel dan matriks tidak bagus, maka yang terjadi adalah filler hanya akan berperan sebagai impurities atau pengotor saja dalam spesimen. Hal ini terjadi pada fraksi berat 5% serat ijuk , dimana dengan banyaknya filler, resin sebagai matriks tidak dapat mengikat filler dengan baik, akibatnya filler akan terjebak dalam matriks tanpa memiliki ikatan yang kuat dengan matriksnya. Udara yang terjebak dalam matriks dapat menimbulkan cacat pada spesimen. Akibatnya beban

18,84

atau tegangan yang diberikan pada spesimen tidak akan terdistribusi secara merata. Hal inilah yang menyebabkan turunnya kekuatan mekanik pada komposit.

4.2.2 Kuat Lentur

Kuat lentur merupakan kemampuan benda terhadap pembebanan maksimum persatuan luas. Data hasil pengujian dapat dihitung kekuatan lentur menggunakan Persamaan 2.16. Data selengkapnya disajikan dalam Tabel L.5 pada Lampiran B dan nilai kuat lentur rata-rata disajikan dalam Tabel 4.4 berikut ini.

Tabel. 4.4 Nilai rata-rata kuat lentur Nomor

Sampel

Persentase Berat

(Polister : Aspal : PS : Pasir : Ijuk)

Rata-rata Kuat Lentur (kgf/cm2)

1 (29 : 5: 1 : 65 : 0) 75,96

2 (29 : 5: 1 : 64 : 1) 114,99

3 (29 : 5: 1 : 63 : 2) 153,53

4 (29 : 5: 1 : 62 : 3) 205,56

5 (29 : 5: 1 : 61 : 4) 230,46

6 (29 : 5: 1 : 60 : 5) 33,26

Dari hasil penelitian diperoleh kuat lentur yang paling tinggi pada sampel 5 dengan fraksi berat serat ijuk 4% yaitu sebesar 230,46 kgf/cm2 atau sama dengan 22,56 MPa dan nilai kuat lentur terendah diperoleh pada sampel 6, yaitu 33,26 kgf/cm2

Berdasarkan data dalam tabel 4.4 di atas, dapat digambarkan grafik hubungan kekuatan lentur dan variasi komposisi serat ijuk seperti dalam gambar 4.4 berikut ini.

sama dengan 3,26 MPa.

Gambar 4.4 Grafik hubungan antara kuat lentur dan komposisi pasir dan ijuk Berdasarkan grafik pada Gambar 4.4 di atas maka dapat dilihat bahwa pertambahan kekuatan lentur spesimen sangat dipengaruhi oleh komposisi material penyusun. Pada sampel 1 yang tidak diperkuat serat diperoleh hasil uji spesimen kuat lentur sebesar 75,96 kgf/cm2

Ikatan yang tidak sempurna antara matrik dan filler yang terjadi pada spesimen dengan komposisi 5% serat ijuk mengakibatkan terjadinya cacat.

. Untuk sampel 2 sampai sampel 5 kekuatan cenderung meningkat, penambahan kekuatan ini seiring dengan bertambahnya jumlah serat ijuk yang digunakan. Ini artinya penempatan serat ijuk secara kontinu dan searah dapat menambah kekuatan lentur material komposit hingga 203,39%. Namun beda halnya untuk sampel 6, sampel dengan fraksi berat serat ijuk sebesar 5% mengalami penurunan kekuatan bahkan kekuatannya lebih rendah dari sampel 1 (tanpa serat), hal ini disebabkan oleh penggunaan serat dalam jumlah yang banyak mengakibatkan resin sebagai matriks tidak dapat mengikat serat yang masuk dengan sempurna, akibatnya serat akan terjebak dalam matriks tanpa memiliki ikatan yang kuat dengan matriksnya, beban atau tegangan yang diberikan pada spesimen tidak akan terdistribusi secara merata.

Peningkatan volume serat dapat mengurangi deformability (khususnya pada permukaan) dari matriks sehingga menurunkan keuletannya. Selanjutnya, komposit akan memiliki kekuatan lentur yang rendah.

75,96

terbentuknya void dan suface crack pada spesimen yang nantinya menjadi awal retakan spesimen. Hal inilah yang menyebabkan spesimen tidak mampu menahan beban, sehingga kekuatan lenturnya jauh lebih rendah dibandingkan spesimen dengan komposisi 4% serat ijuk. Bentuk kegagalan spesimen uji lentur dalam penelitian ini adalah berupa kgagalan patah getas

Kuat lentur tertinggi yang diperoleh dari penelitian ini adalah 230,46 atau sama dengan 22,56 MPa, nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan kuat lentur genteng komersil yang dijadikan rujukan yaitu sebesar 10 MPa, nilai kekuatan lentur dari hasil penelitian yang paling mendekati dengan kuat lentur genteng rujukan berada pada sampel 2 dengan komposisi serat 1% yaitu sebesar 114,9 kgf/cm2

4.2.3. Kuat Impak

atau setara dengan 11,28 MPa. Hal ini membuktikan bahwa penambahan serat ijuk sebagai penguat pada pembuatan genteng komposit polimer dapat meningkatkan kekuatan lenturnya

Kuat impak adalalah kekuatan bahan terhadap pempebanan dinamis, kegetasan suatu material dapat diukur dengan pengujian impak. Dari data hasil pengukuran, kekuatan impak genteng komposit polimer dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.18. Data kuat impak selengkapnya dapat dilihat pada Tabel L.6 pada Lampiran B dan data kekuatan impak rata-rata dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini:

Tabel 4.5 Nilai ata-rata kuat impak Nomor

Data hasil pengujian dan perhitungan menunjukkan adanya kenaikan kekuatan setiap penambahan jumlah serat yang digunakan. Hasil pengujian kuat impak sampel 1 (tanpa serat) adalah 0,22 J/cm2

Kekuatan tertinggi dihasilkan pada spesimen uji sampel 4 dan 5 yaitu sebesar 1,8 J/cm

. Peningkatan kekuatan terjadi pada sampel 2 sampai 5, namun kekuatan kembali menurun pada sampel 6.

2. dan yang teredah didapat dari spesimen uji sampel 1 (tanpa serat) sebesar 0,22 J/cm2

Pada sampel 6 kekuatan impak menurun, hal ini dikarenakan penggunaan serat sebanyak 5% sedangkan komposisi matrik tetap sehingga serat mendominasi komposit, adanya kejenuhan dari matrik pada komposisi serat 5% mengakibatkan ikatan antara matrik dan serat melemah, kurangnya tingkat pembasahan matrik terhadap serat mengakibatkan banyak serat yang terlepas dari matrik (debonding), sehingga kondisi fisik genteng yang dihasilkan pada komposisi ini rusak.

.

Gambar 4.5 Grafik Kuat impak terhadap komposisi serat ijuk

Dari Gambar 4.5 menunjukkan adanya hubungan antara fraksi berat serat dengan kekuatan impak. Kekuatan impak bertambah sejalan dengan penambahan

0,22

komposisi serat, hal ini sesuai dengan fungsi keberadaan serat sebagai penguat atau penahan beban.

Dari temuan di atas membuktikan bahwa penambahan serat ijuk dalam campuran mampu memperbaiki sifat matrial yang sebelumnya getas (brittel) menjadi liat (ductile)

4.3 Titik Bakar dan Titik Nyala

Dalam mendesain material konstruksi sifat ketahan terhadap api merupakan suatu paramter penting yang harus di perhatikan. Sifat mampu nyala genteng komposit polimer dalam penelitian ini ditentukan dengan cara yang ditetapkan dalam JIS-K6911-1970. Data hasil penelitian diperoleh seperti dalam Tabel L.7 pada Lampiran B dan data kemampuan nyala rata-rata disajikan dalam Tabel 4.6 berikut ini:

Tabel 4.6 Data pengukuran kemampuan nyala

Nomor

Data hasil uji nyala genteng komposit polimer didapatkan sampel yang paling cepat menyala adalah sampel 1 yaitu hanya 19 detik dan yang paling lama yaitu sampel 3, sampel 4 dan 5 yaitu 19,67 detik. Hal ini karena matrik yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bahan polimer yang sangat mudah menyala. Dari data di atas dapat dibuat grafik hubungan antara persentasi serat ijuk yang digunakan dengan waktu penyalaan dari genteng komposit polimer seperti dalam Gambar 4.6 dibawah ini.

Gambar 4.6 Grafik kemampuan nyala genteng komposit polimer

Dari data yang dihasilkan pada pembakaran spesimen, maka diidentifikasi bahwa bahan genteng komposit polimer menggunakan resin poliester, aspal, styrofoam bekas dan serat ijuk sebagai bahan penguat termasuk ke dalam material yang habis terbakar sendiri. Karena rata-rata persentase pada variasi serat menunjukkan rata-rata kemampuan nyala pada waktu 19 detik. Hal ini dikarenakan sifat dari resin poliester dan polistiren yang tergolong ke dalam kelompok polimer terbakar sendiri dengan laju lambat (Surdia, 1995). Aspal juga tergolong kedalam material yang mudah terbakar karena aspal merupakan residu destilasi dari minyak bumi.

Komposit dari spesimen yang paling lama menyala adalah pada persentase serat ijuk 2% (sampel 3), 3% (sampel 4) dan 4%( sampe 5) yaitu 19,67 detik. Dari Gambar 4.6 juga diperlihatkan bahwa pemberian serat ijuk pada komposit polimer selain meningkatkan kekuatan mekanik juga dapat meningkatkan ketahanan nyala api.

Jarak bakar adalah panjang spesimen yang terbakar setelah waktu 30 detik.

Dari hasil pengujian yang dilakukan sebanyak tiga kali pengujian untuk setiap

19

19,33

19,67 19,67 19,67

19,33

18,6 18,8 19 19,2 19,4 19,6 19,8

0% 1% 2% 3% 4% 5%

Waktu Penyalaan (detik)

Persentase ijuk

sampel dan diperoleh data rata-rata jarak bakar genteng komposit polimer seperti yang digambarkan dalam grafik pada Gambar 4.7 berikut ini:

Gambar 4.7 Grafik Jarak bakar terhadap komposisi serat ijuk

Gambar 4.7 Grafik Jarak bakar terhadap komposisi serat ijuk

Dokumen terkait