• Tidak ada hasil yang ditemukan

TATO, ROA

1.1. Latar Belakang Penelitian

Dalam berbagai aktivitas investasi hal utama yang sering dipertimbangkan oleh investor adalah return (tingkat pengembalian) yang diharapkan di masa mendatang dan risiko tertentu yang berkaitan dengan investasi tersebut. Pada pasar modal khususnya pada perdagangan sekuritas, saham merupakan investasi yang selalu dihadapkan pada berbagai macam risiko dan ketidakpastian yang sulit diprediksikan oleh investor. Oleh karena itu, investor memiliki kepentingan untuk mampu memprediksi berapa besar tingkat pengembalian investasi. Untuk mengurangi kemungkinan risiko dan ketidakpastian yang akan terjadi, investor memerlukan berbagai macam informasi, baik informasi yang diperoleh dari kinerja perusahaan yang mampu menggambarkan kondisi ekonomi perusahaan, serta prospek pertumbuhan perusahaan seperti kondisi ekonomi dan politik dalam suatu negara di masa yang akan datang.

Ada dua aspek yang melekat dalam suatu investasi saham, yaitu return yang diharapkan dan risiko tidak tercapainya return yang diharapkan. Dalam konsep return dan risiko, investor tidak boleh hanya memperhatikan besarnya return suatu aset, tetapi juga harus melihat seberapa besar risiko yang harus ditanggung. Untuk meminimalkan risiko investasi, investor harus mampu mendiversifikasikan dananya pada berbagai pilihan aset dengan membentuk portofolio yang terdiri dari banyak aset. Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor

berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor untuk menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. Return dan risiko secara teoritis pada berbagai sekuritas mempunyai hubungan yang positif. Semakin tinggi risiko akan semakin tinggi tingkat keuntungan yang diharapkan, begitu juga sebaliknya.

Return atas pemilikan sekuritas khususnya saham, dapat diperoleh dalam dua bentuk yaitu deviden dan capital gain. Dalam penelitian ini konsep return yang digunakan adalah capital gain. Capital gain adalah suatu keuntungan yang diterima karena adanya selisih antara harga jual dengan harga beli saham dari suatu instrumen investasi. Capital gain sangat tergantung dari harga pasar instrumen investasi, yang berarti bahwa instrumen investasi harus diperdagangkan di pasar. Dengan adanya perdagangan maka akan timbul perubahan nilai suatu instrumen investasi yang memberikan capital gain.

Untuk memperoleh capital gain yang maksimal, seorang investor harus dapat menganalisis laporan keuangan perusahaan dengan baik sehingga mempermudah dalam pengambilan keputusan. Akan tetapi informasi dalam laporan keuangan tersebut tidak akan memberi manfaat yang optimal sebelum pengguna melakukan analisis lebih lanjut, misalnya ke dalam bentuk rasio keuangan. Beberapa rasio keuangan akan membantu investor dalam menilai kinerja keuangan perusahaan dan membuat keputusan investasi. Rasio keuangan perusahaan yang baik umumnya akan meningkatkan nilai capital gain, dan sebaliknya apabila kinerja keuangan perusahaan buruk maka hal ini akan mempengaruhi nilai capital gain tersebut karena hilangnya kepercayaan dari investor. Rasio keuangan dalam

penelitian ini diukur melalui Return on Asset (ROA), Debt to Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER), Price to Book Value (PBV) dan Current Ratio (CR).

Sudana (2011:22) mengemukakan bahwa “Return on Asset (ROA) menunjukkan kemampuan perusahaan dengan menggunakan seluruh aset yang dimilikinya untuk menghasilkan laba setelah pajak”. Jika ROA semakin meningkat, maka kinerja perusahaan juga semakin membaik, karena tingkat kembalian semakin meningkat (Ang, 1997:33).

Harahap (2008:303) mengemukakan “DER menggambarkan sejauh mana modal pemilik dapat menutupi utang-utang kepada pihak luar (kreditor)”. Semakin tinggi debt to equity ratio menunjukkan semakin besar total utang terhadap total ekuitas (Ang, 1997:35), hal ini juga akan menunjukkan semakin besar ketergantungan perusahaan terhadap pihak luar (kreditur) sehingga tingkat resiko perusahaan semakin besar. Bringham dan Houston (2006:17) mengemukakan ”Semakin tinggi resiko dari penggunaan lebih banyak utang cenderung akan menurunkan harga saham”. Penurunan harga saham akan berakibat pada penurunan nilai capital gain.

Rasio selanjutnya adalah Price Earning Ratio (PER), rasio ini merupakan perbandingan antara harga pasar suatu saham (market price) dengan Earning Per Share (EPS) dari saham yang bersangkutan. Sulaiman dan Handi (2008) menjelaskan bahwa PER digunakan oleh para investor untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba di masa yang akan datang. Arifin (2002:87) menyatakan bahwa Perusahaan yang memiliki PER yang tinggi biasanya memiliki peluang tingkat pertumbuhan yang tinggi, begitu juga

sebaliknya perusahaan yang memiliki PER yang rendah biasanya memiliki tingkat pertumbuhan yang rendah. Semakin tinggi PER menunjukkan prospektus harga saham dinilai semakin tinggi oleh investor terhadap pendapatan per lembar sahamnya, sehingga PER yang semakin tinggi juga menunjukkan semakin mahal saham tersebut terhadap pendapatannya. Jika harga saham semakin tinggi maka selisih harga saham periode sekarang dengan periode sebelumnya semakin besar, sehingga capital gain juga semakin meningkat.

Ang (1997:44) mengemukakan “PBV merupakan rasio pasar yang digunakan untuk mengukur kinerja harga pasar saham terhadap nilai bukunya”. Price to Book Value (PBV) yang tinggi mencerminkan harga saham yang tinggi dibandingkan nilai buku per lembar saham. Semakin tinggi harga saham, semakin berhasil perusahaan menciptakan nilai bagi pemegang saham. Keberhasilan perusahaan menciptakan nilai tersebut tentunya memberikan harapan kepada pemegang saham berupa keuntungan yang lebih besar pula (Sartono, 2001:120).

Rasio terakhir yang peneliti gunakan adalah Current Ratio (CR), Kasmir (2010:134) menyatakan bahwa “current ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang

yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan”. Semakin besar

current ratio yang dimiliki menunjukkan besarnya kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan operasionalnya terutama modal kerja yang sangat penting untuk menjaga kinerja perusahaan yang pada akhirnya mempengaruhi harga saham. Hal ini dapat memberikan keyakinan kepada investor untuk memiliki

saham perusahaan tersebut sehingga dapat meningkatkan nilai capital gain dari saham yang bersangkutan.

Kenyataannya, tidak semua teori yang telah dipaparkan diatas sejalan dengan bukti empiris yang ada. Seperti yang terjadi dalam perkembangan perusahaan properti & real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2012-2014. Adapun besarnya rata-rata capital gain perusahaan properti & real estate yang terdaftar di BEI periode 2012-2014 adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1

Rata-Rata Capital Gain, ROA, DER, PER, PBV dan CR Pada Perusahaan Properti & Real Estate yang

Terdaftar di BEI Periode 2012-2014

Variabel Periode 2012 2013 2014 Capital Gain 0,35 0,51 0,37 ROA 6,69 8,35 7,61 DER 0,81 1,10 0,85 PER 19,87 17,36 26,92 PBV 1,63 1,56 2,03 CR 1,96 2,07 2,11

Sumber : www.idx.co.id, data diolah

Berdasarkan tabel 1.1 diatas terlihat bahwa perkembangan capital gain perusahaan properti & real estate yang terdaftar di BEI periode 2012-2014 mengalami fluktuasi. Besarnya capital gain tertinggi terjadi pada tahun 2013

sebesar 0,51, sedangkan capital gain terendah terjadi pada tahun 2014 sebesar-0,37. Berdasarkan tabel 1.1 di atas juga terlihat bahwa hanya ROA yang menunjukkan kondisi yang sejalan dengan teori yang telah di paparkan sebelumnya terkait pengaruhnya terhadap capital gain, sedangkan rasio DER, PER, PBV dan CR menunjukkan kondisi yang tidak sejalan dengan teori. Dimana terlihat bahwa kenaikan ROA pada periode 2013 diikuti oleh kenaikan capital gain, begitu pula menurunnya nilai ROA pada periode 2014 diikuti oleh penurunan nilai capital gain. Hal ini berbeda dengan fenomena yang terjadi pada rasio DER, PER, PBV dan CR terkait pengaruhnya terhadap capital gain. Peningkatan nilai DER pada periode 2013 diikuti oleh kenaikan nilai capital gain, kemudian penurunan nilai DER pada periode 2014 menyebabkan penurunan pada nilai capital gain. Kondisi ini tidak sejalan dengan teori yang mengatakan peningkatan nilai DER akan menyebabkan penurunan nilai capital gain dan sebaliknya.

Selanjutnya fenomena yang terjadi pada Price Earning Ratio (PER) terkait pengaruhnya terhadap capital gain. Dimana seharusnya mempunyai hubungan yang berbanding lurus. Permasalahan yang terjadi adalah pada periode 2013, PER mengalami penurunan akan tetapi capital gain menunjukkan peningkatan. Begitu pula pada periode 2014, PER mengalami kenaikan akan tetapi nilai capital gain menunjukkan penurunan. Hal yang serupa juga terjadi pada rasio Price to Book Value (PBV), dimana secara teori seharusnya hubungan antara PBV dengan capital gain berbanding lurus, akan tetapi pada periode 2013 dan 2014 terjadi hal yang sebaliknya. Current ratio juga menunjukkan fenomena yang tidak jauh

berbeda dengan rasio PBV, dimana kondisi yang tidak sejalan dengan teori terlihat pada periode 2014, yaitu peningkatan CR yang terjadi akan tetapi nilai capital gain menurun. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang telah dipaparkan sebelumnya, yaitu peningkatan current ratio akan diikuti oleh peningkatan nilai capital gain.

Penelitian mengenai capital gain telah banyak dilakukan oleh beberapa penelitian terdahulu seperti Affinanda (2015) dan Pardamean (2006) yang menyatakan bahwa Return on Asset (ROA) berpengaruh signifikan terhadap capital gain, hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Robu dkk (2014) yang menyatakan bahwa Return on Asset (ROA) tidak berpengaruh signifikan terhadap capital gain. Selain ROA, penelitian mengenai pengaruh DER dan CR terhadap capital gain juga memiliki hasil yang berbeda-beda. Seperti hasil penelitian Puspitasari (2012) yang menyatakan bahwa DER mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan, sedangkan CR mempunyai pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap capital gain. Hal ini berbeda dengan penelitian Petcharabul dan Roprasert (2014) yang menyatakan bahwa CR dan DER tidak berpengaruh signifikan terhadap capital gain.

Selanjutnya Asiah (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa Price Earning Ratio (PER) berpengaruh signifikan terhadap capital gain. Hal ini bertentangan dengan penelitian Indriani (2014) dan Astutik (2005) yang menyatakan bahwa PER tidak berpengaruh signifikan terhadap capital gain. Kemudian Nathaniel (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa PBV mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap capital gain, akan tetapi hal ini

bertentangan dengan hasil penelitian Sulaiman dan Handi (2008) yang menemukan bahwa Price to Book Value (PBV) berhubungan negatif tetapi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham.

Melihat fenomena capital gain dalam kaitannya dengan rasio – rasio keuangan yang tampak pada tabel 1.1, serta adanya ketidakkonsistenan hasil penelitian terdahulu (research gap) dengan variabel yang sama mendorong peneliti untuk melakukan pengujian kembali mengenai pengaruh rasio keuangan terhadap capital gain. Penelitian ini merupakan replikasi dari hasil penelitian Pardamean (2006) yang meneliti tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi capital gain. Sebagai pembeda dengan penelitian sebelumnya, peneliti menambah variabel lain seperti current ratio dan pertumbuhan laba sebagai variabel intervening.

Pertumbuhan laba dijadikan sebagai variabel intervening karena sebelum investor memutuskan untuk membeli saham, investor perlu juga melihat bagaimana pertumbuhan laba suatu emiten. Jika pertumbuhan laba per tahun selalu naik maka perusahaan dipandang investor akan memiliki prospek yang baik di masa yang akan datang. Dengan demikian kenaikan capital gain akan proporsional dengan pertumbuhan laba.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan properti & real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2012, 2013, dan 2014. Alasan peneliti memilih perusahaan properti & real estate karena perkembangan industri properti dan real estate saat ini menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan maraknya pembangunan perumahan,

apartemen, perkantoran dan perhotelan. Perusahaan yang bergerak di bidang properti dan real estate membutuhkan dana yang cukup besar, memiliki tingkat resiko yang relatif tinggi, namun tidak begitu terpengaruh oleh kondisi perekonomian dan cenderung lebih stabil dibandingkan dengan perusahaan bidang lainnya. Menurut Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani menyatakan bahwa sektor properti & real estate merupakan sektor yang cukup berprospek untuk kegiatan investasi, terlihat dari pertumbuhan investasi di sektor properti pada tahun 2015 optimis mencapai 40 % per tahun. (Bisnis.com diakses tanggal 19 Desember 2015)

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk mengangkat penelitian yang berjudul Analisis Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Capital Gain dengan Pertumbuhan Laba sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada Perusahaan Properti & Real Estate yang Terdaftar di BEI Periode 2012-2014)’’.

Dokumen terkait