• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Kinerja bank syariah selain dapat diukur dari segi keuangan dengan metode konvensional, pengukuran kinerja bank syariah juga harus diukur dari aspek tujuan syariah/maqasid syariah (Maesyaroh, 2015: 6). Bank syariah merupakan lembaga perbankan yang memiliki karakteristik unik karena mencampurkan prinsip-prinsip Islam di dalam sistemnya. Perbankan syariah muncul dan memberi warna baru dalam jasa perbankan di Indonesia.

Adanya landasan hukum yang memadai yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah yang telah diterbitkan pada tanggal 16 Juli 2008, dapat memicu perkembangan dan pertumbuhan industri perbankan syariah. Dengan demikian industri perbankan syariah dapat ikut serta dalam mendukung perekonomian di Indonesia.

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia terbukti secara nyata melalui banyaknya bermunculan institusi keuangan syariah di Indonesia. Berdasarkan data statistik perbankan syariah, empat tahun terakhir perkembangan perbankan syariah mengalami fluktuasi (Otoritas Jasa Keuangan, Desember 2015), pada tahun 2012 dan 2013 Bank Syariah memiliki 11 Bank Umum Syariah, mengalami kenaikan di tahun 2014 dan 2015 dengan 12 Bank Umum Syariah. Unit Usaha Syariah mengalami penurunan setiap tahunnya pada empat tahun terakhir. Tahun 2012 Bank

2

Syariah memiliki 24 Unit Usaha Syariah dan mengalami penurunan di tahun 2013 dengan jumlah 23 Unit Usaha Syariah, kemudian hanya memiliki 22 Unit Usaha Syariah pada tahun 2014 dan 2015. Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, tahun 2012 ada 158 jumlah bank, mengalami kenaikan di tahun 2013 dengan 163 jumlah bank, dan stagnan di tahun 2014 dan 2015 masih dengan 163 bank.

Tabel 1.1 Perkembangan Bank Syariah di Indonesia

Indikator 2012 2013 2014 2015

Bank Umum Syariah - Jumlah Bank - Jumlah Kantor 11 1.745 11 1.998 12 2.151 12 1.990 Unit Usaha Syariah

- Jumlah Bank Umum

Konvensional yang memiliki UUS - Jumlah kantor 24 517 23 590 22 320 22 311 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

- Jumlah Bank - Jumlah Kantor 158 401 163 402 163 439 163 446

Sumber: OJK Statistik Perbankan Syariah, Desember 2015

Maraknya bank syariah di Indonesia, memicu bertambahnya persaingan antar bank. Persaingan itu tidak hanya antara bank konvensional dengan bank syariah, namun bank syariah juga bersaing dengan sesama bank syariah yang saat ini juga sedang berkembang. Keadaan itu memberikan tantangan dan tuntutan bank syariah untuk menunjukkan keunggulan, mampu bersaing, serta selalu memperhatikan dan meningkatkan kinerja.

Bank Syariah Mandiri (BSM) merupakan salah satu bank syariah di Indonesia yang menawarkan berbagai produk dan jasa. Di tengah ketatnya persaingan industri perbankan syariah selama 2014, BSM masih memegang pangsa pasar terbesar. Dari sisi total aset, BSM masih menguasai 24,58% pangsa pasar perbankan syariah, turun 1,82% dari posisi 2013 sebesar

3

26,40%. Pada 2014, total aset BSM meningkat 4,65% atau Rp2,98 triliun dari Rp63,96 triliun menjadi Rp66,94 triliun, dan dengan pertumbuhan pangsa pasar tabungan BSM terhadap tabungan perbankan syariah sebesar 22,69 triliun atau tumbuh 2,64% dari tahun sebelumnya (Laporan Manajemen Bank Syariah Mandiri, 2014). Sampai dengan 2015, PT Bank Syariah Mandiri (BSM) masih menempati posisi sebagai bank syariah dengan pangsa pasar dan aset terbesar dalam industri perbankan syariah di Indonesia. Per akhir 2015, aset BSM telah mencapai sebesar Rp70,37 triliun, pembiayaan yang disalurkan sebesar Rp51,09 triliun, sedangkan dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun dari masyarakat mencapai sebesar Rp 62,11 triliun (Laporan Manajemen Bank Syariah Mandiri, 2015).

Perkembangan kantor BSM dari tahun ke tahun juga selalu mengalami peningkatan. Hingga tahun 2015 jumlah jaringan kantor BSM mencapai 865 unit dengan total jaringan ATM adalah 169.339 unit (Laporan Manajemen Bank Syariah Mandiri, 2015).

Di tahun 2014 BSM menghadapi tantangan bisnis nasabah yang melakukan pembiayaan kurang kondusif karena kondisi makro ekonomi Indonesia sehingga berdampak pada keuangan mereka yang menurun. Hal itu mengurangi kualitas aktiva BSM. Per Desember 2014, rasio pembiayaan bermasalah neto (Non Performing Fincancing/NPF Nett) menjadi 4,29%, naik dari posisi Desember 2013 sebesar 2,29% (Laporan Manajemen Bank Syariah Mandiri, 2014).

4

Dari internal, BSM menghadapi isu operasional utama yang membutuhkan perbaikan segera. Pertama, tingginya pembiayaan bermasalah dan fraud1. Kedua, lemahnya sanksi dan disiplin terhadap pelaku fraud. Ketiga, perlambatan pertumbuhan bisnis telah menggerus pangsa pasar BSM. Keempat, pengembangan sumber daya manusia, teknologi informasi, dan produktifitas cabang belum optimal. Kelima, komunikasi internal belum efektif (Laporan Manajemen Bank Syariah Mandiri, 2014). Dengan demikian, penulis menjadikan Bank Syariah Mandiri sebagai objek penelitian.

Menurunnya kinerja perbankan syariah di Indonesia, tentu harus segera diperbaiki. Untuk melakukan kontrol terhadap kinerja bank maka Bank Sentral mewajibkan bank-bank untuk mengirimkan laporan keuangan secara berkala baik berupa laporan mingguan, triwulanan, semesteran, maupun laporan tahunan (Kuncoro dan Suhardjono, 2012: 515). Pengukuran kinerja ini akan sangat baik apabila dilakukan secara rutin agar kinerja perbankan dapat terpantau karena industri perbankan berjalan di bidang jasa, masyarakat membutuhkan analisis kinerja perbankan yang berkala agar dapat meningkatkan kepercayaan dan loyalitas.

Kinerja perbankan syariah dapat diukur dengan metode konvensional seperti dari sisi keuangan berdasarkan rasio-rasio keuangan misalnya CAMEL (Capital, Asset, Management, Earning dan Liquidity) yang diolah dengan menggunakan perhitungan rasio. Hasil dari perhitungan rasio keuangan tersebut digunakan untuk menilai tingkat kesehatan keuangan bank

1

Fraud yang dimaksud adalah kecurangan seperti dalam tindak korupsi, kolusi, penipuan dan lain sebagainya.

5

dalam suatu periode apakah mencapai target seperti yang telah ditetapkan. Dari penilaian tingkat kesehatan keuangan bank yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai evaluasi ke depannya agar kinerja manajemen dapat ditingkatkan atau dipertahankan sesuai target perbankan (Yanti, Suwendra & Susila, 2014: 3).

Karakter unik yang dimiliki oleh bank syariah memungkinkan pengukuran kinerja dari sisi lain yang khusus bagi bank syariah. Misalnya pengukuran kepatuhan syariah (syariah compliance), pengukuran kinerja sosial, atau pengukuran kinerja dari segi tujuan syariah (maqasid syariah). Pengukuran capaian maqasid syariah sebuah bank syariah akan memberikan fleksibilitas, kedinamisan, dan kreatifitas dalam mengambil kebijakan dan aktifitas kehidupan sosial (Roza, 2015: 2).

Mohammed dan Dzuljastri (2008), merumuskan sebuah pengukuran yang berguna bagi penilaian kinerja perbankan syariah yang sesuai dengan tujuan berdasarkan prinsip-prinsip maqasid syariah dengan tujuan agar ada sebuah pengukuran bagi bank syariah yang sesuai dengan tujuan bank syariah. Penelitian tersebut menghasilkan sebuah pengukuran kinerja keuangan bank syariah dengan menggunakan sepuluh rasio yang disebut

maqasid syariah index.

Maqasid syariah index dikembangkan berdasarkan tiga faktor utama

yaitu pendidikan individu, penegakkan keadilan, dan pencapaian kesejahteraan dimana tiga faktor tersebut sesuai dengan tujuan umum

6

Penilaian kinerja menggunakan maqasid syariah index itu bersifat universal yang seharusnya menjadi tujuan dan dasar operasional setiap entitas berakuntabilitas publik seperti halnya Bank Syariah Mandiri (Maesyaroh, 2015: 8).

Menurut Imam Al-Ghazali seorang ulama Islam memberikan penjelasan mengenai tujuan syariah sebagai berikut: “Tujuan utama syariah adalah untuk mendorong kesejahteraan manusia, yang terletak pada perlindungan kepada keimanan (diin), jiwa (nafs), akal („aql), keturunan (nasl) dan harta (maal). Apa saja yang menjamin terlindungnya lima perkara ini berarti melindungi kepentingan umum yang dikehendaki.” (Chapra, 2001: 101-102).

Ulama Islam telah sepakat bahwa kelima aspek tersebut menjadi tujuan utama yang harus diperhatikan (Chapra, 2011: 24). Bagi pemerintah, kesejahteraan semua masyarakat merupakan tujuan akhir dari pembangunan. Bagi perusahaan, kesejahteraan shareholder, stakeholder dan lingkungan sosial merupakan tujuan yang harus dicapai. Maqasid syariah menjadi acuan dan panduan dalam melakukan semua aktivitas kehidupan manusia (Afrinaldi, 2013: 2).

Sebagai sebuah entitas bisnis, perbankan syariah tidak hanya dituntut sebagai perusahaan yang mencari keuntungan belaka (high profitability), tetapi juga harus menjalankan fungsi dan tujuannya sebagai sebuah entitas syariah yang dilandaskan kepada konsep maqasid syariah (good shariah

7

dengan pihak kekurangan dana, perbankan syariah berperan dalam menyalurkan dana yang terhimpun kepada masyarakat khususnya sektor riil. Hubungan bank dengan nasabah bank syariah lebih kepada hubungan pemilik modal dengan tenaga kerja (pengelola) dibandingkan dengan hubungan debitur dan kreditur yang ada dalam sistem perbankan konvensional (Afrinaldi, 2013: 2).

Ada beberapa penelitian yang telah meneliti kinerja bank baik dari sisi keuangan maupun sisi tujuan syariah. Penelitian Yanti, Suwendra dan Susila (2014) yang berjudul “Analisis Tingkat Kesehatan Bank dengan Menggunakan Metode CAMEL” memberikan hasil bahwa penelitian ini menyatakan instrumen yang dapat digunakan dalam menganalisis tingkat kesehatan suatu bank adalah menggunakan analisis CAMEL yang menilai kesehatan bank berdasarkan aspek permodalan, kualitas aktiva, manajemen, rentabilitas dan likuiditas.

Penelitian yang dilakukan Mustafa Omar Mohammed dan Dzuljastri (2008) dengan judul The Performance Measures of Islamic Banking Based on

the Maqasid Framework merumuskan sebuah pengukuran yang berguna

untuk mengukur kinerja perbankan syariah yang dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip maqasid syariah dengan tujuan agar ada sebuah pengukuran bagi bank syariah yang sesuai dengan tujuannya. Pengukuran kinerja bagi perbankan syariah ini tidak berfokus hanya pada laba dan ukuran keuangan lainnya, akan tetapi dimasukkan nilai-nilai lain dari perbankan yang

8

mencerminkan ukuran manfaat nonprofit yang sesuai dengan tujuan bank syariah.

Penelitian Mohammmed dan Dzuljastri (2008: 4) tersebut menghasilkan sebuah pengukuran kinerja keuangan perbankan syariah yang disebut maqasid syariah index (MSI) yang diukur berdasarkan konsep

maqasid syariah yang dijelaskan oleh Profesor Muhammad Abu Zahrah

dalam kitabnya yang berjudul “Uṣūl Al-Fiqh”. Konsep maqasid syariah lebih luas dan umum bahwa ada tiga tujuan yaitu: Tahżīb al-Fard (Mendidik Manusia), Iqāmah Al-„Adl (Menegakkan Keadilan) dan Jalb Al-Maṣlahah (Kebaikan) yang diukur melalui beberapa parameter berdasarkan ketiga aspek. Model ini telah banyak digunakan peneliti-peneliti untuk mengukur kinerja perbankan syariah di berbagai negara.

Afrinaldi dalam penelitiannya juga menjelaskan tentang analisa kinerja perbankan syariah di Indonesia yang diukur tidak hanya dari aspek kinerja keuangan, tetapi juga dilihat dari aspek maqasid syariah. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisa kinerja perbankan syariah di Indonesia dari aspek maqasid syariah dengan menggunakan pendekatan indeks maqasid

syariah profitabilitas. Dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa

pengukuran kinerja bank syariah dari aspek syariah merupakan sesuatu yang penting dan diperlukan dalam mengukur kinerja perbankan syariah (Afrinaldi, 2013: 2).

Dari penelitian-penelitian tersebut merupakan indikasi bahwa perbankan syariah tidak hanya dapat diukur melalui kinerja keuangan dengan

9

pengukuran konvensional, tetapi sebagai sebuah entitas bisnis islami yang juga dapat diukur dari sisi sejauh mana bank syariah menjalankan nilai-nilai syariah dan sejauh mana tujuan-tujuan syariah dilaksanakan oleh perbankan syariah dengan baik.

Berdasarkan latar belakang di atas penyusun tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “ANALISIS KINERJA BANK SYARIAH

Dokumen terkait