• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses

pencatatan. Ringkasan tersebut terdiri dari transaksi-transaksi keuangan

yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan. Sebagaimana yang

dinyatakan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 1, laporan

keuangan untuk tujuan umum disusun dengan tujuan untuk memberikan

informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang

bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka

membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggung

jawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya

yang dipercayakan kepada mereka. Pada laporan keuangan, modal

perusahaan dicatat di sisi pasiva yang menunjukkan sumber dana

perusahaan. Di sisi lain, perusahaan sebagai pihak yang menerbitkan

statemen keuangan menggunakan statemen tersebut sebagai media untuk

mendapatkan pendanaan, baik pendanaan kewajiban maupun ekuitas.

Dalam melakukan pemenuhan dana, perusahaan dapat memperoleh dana

tersebut dari dalam perusahaan (modal sendiri) dan dari luar perusahaan

(modal asing) (Mayangsari, 2003: 1255).

Dalam Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) No. 1,

2 berguna untuk investor, kreditur, dan pemakai lain dalam pengambilan

keputusan investasi, kredit, dan keputusan lain yang sejenis dan rasional.

Menurut Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) No.

SE-02/PM/2002, tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang

menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan

suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam

pengambilan keputusan ekonomi. Oleh karena itu, laporan keuangan yang

dibuat haruslah relevan agar tidak menyesatkan pengguna laporan

keuangan dalam membuat keputusan, salah satunya yaitu keputusan

investasi.

Era globalisasi ini memunculkan persaingan bebas yang membuat

persaingan antar perusahaan semakin meningkat. Semakin ketatnya

persaingan antar perusahaan ini membuat perusahaan melakukan

perluasan usaha agar dapat bertahan dan mampu bersaing. Perluasan usaha

berdampak pada kebutuhan dana yang semakin meningkat. Kebutuhan

dana yang terus meningkat seiring dengan peningkatan operasi perusahaan

akan menyulitkan perusahaan tersebut untuk memenuhinya. Oleh sebab

itu, dalam menjalankan kegiatan operasional, perusahaan membutuhkan

dana tambahan dari pihak lain seperti investor dan kreditur. Pihak

eksternal membutuhkan informasi yang dapat menggambarkan kondisi

perusahaan, informasi tersebut disajikan di dalam laporan keuangan.

Bursa efek atau Pasar modal adalah satu tempat yang menyediakan

3 maupun saham atau sekuritas lain, dengan masa berlaku lebih dari satu

tahun. Artinya bursa efek atau pasar modal merupakan media yang

menyediakan fasilitas yang dapat mempertemukan dua kepentingan yaitu

pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) yang akan memberikan

dana dengan pihak yang membutuhkan dana (issuer), sehingga perusahaan

dapat memperoleh tambahan dana yang dibutuhkan melalui pasar modal

dengan penerbitan saham atau obligasi yang akan diperjual belikan di

pasar modal (Gumanti, 2011).

Berkembangnya pasar modal di Indonesia, ditandai dengan

semakin banyaknya perusahaan yang listing di BEI dan kebutuhan

informasi yang semakin meningkat. Informasi dibutuhkan investor karena

berhubungan dengan biaya yang akan dikeluarkan oleh investor dalam

berinvestasi atau menanamkan modalnya. Perusahaan manufaktur adalah

salah satu sektor industri yang paling dilirik oleh investor untuk

menanamkan modalnya, karena perusahaan manufaktur tidak terikat pada

aturan pemerintah, serta perusahaan manufaktur merupakan salah satu

asset yang memiliki peranan penting dalam menghadapi era persaingan

bebas, karena perusahaan manufaktur dituntut untuk semakin efektif

dalam mempublikasikan laporan keuangannya. Dan selain itu karena

biasanya perusahaan manufaktur menjanjikan pengembalian saham yang

tinggi. Berikut disajikan data mengenai perkembangan harga saham

4 Tabel 1.1

Harga Saham Perusahaan Manufaktur dan IHSG di BEI Tahun 2010-2013

Indikator Tahun Keterangan

2010 2011 2012 2013 IHSG 3,095.13 3,746.07 4,118.83 4,606.25 Berfluktuasi CTBN 2,618.18 3,108.33 4,527.08 4,595.83 Berfluktuasi INDF 4,345.83 5,252.08 5,300.00 6900.00 Berfluktuasi SMSM 1,036.67 1,244.17 2,103.33 2,793.75 Berfluktuasi Sumber: www.SahamOK.com

Sesuai dengan data yang disajikan dalam table 1.1 harga saham

terus berfluktuasi setiap tahunnya. Adanya fluktuasi ini disebabkan karena

adanya respon yang berbeda dari setiap investor terhadap

informasi-informasi yang terdapat di pasar.

Laporan keuangan merupakan suatu media penghubung dan

penyalur informasi yang bermanfaat baik bagi perusahaan yang listing di

BEI maupun bagi stakeholder. Investor lebih menyukai perusahaan yang mengungkapkan lebih banyak informasi tentang perusahaannya, dengan

demikian mereka menganggap risiko perusahaan tersebut rendah. Apabila

risiko perusahaan dianggap rendah oleh investor, maka tingkat

pengembalian yang diminta juga rendah. Dengan demikian tingkat biaya

modal yang dikeluarkan perusahaan juga rendah (Tandelilin, 2001).

Sehingga biaya modal dapat diidentifikasikan sebagai tingkat return minimum yang disyaratkan oleh pengguna modal ekuitas atas investasi. Semakin tinggi tingkat pengembalian yang disyaratkan maka biaya modal

akan semakin meningkat. Namun, dilihat dari perekonomian Indonesia

saat ini, fenomena yang terjadi adalah semakin tingginya biaya modal

5 mana sedikitnya perusahaan yang melakukan penawaran umum saham,

dan rendahnya aktivitas perusahaan untuk mencari dana. Secara umum,

keputusan investasi sangat tergantung pada kemampuan investasi tersebut

untuk memenuhi biaya modal yang ditanggung dari dana yang

diinvestasikan tersebut (Indayani dan Mutia, 2013:373).

Biaya modal ini berkaitan dengan risiko investasi saham

perusahaan. Perusahaan dapat memperoleh modal ekuitas dengan dua cara

yaitu, dengan laba perusahaan dan dengan mengeluarkan saham baru.

Manajemen tidak boleh menginvestasikan uang pemegang saham jika

mereka tidak dapat menghasilkan tingkat pengembalian yang sekurangnya

sama dengan apa yang diperoleh pemegang saham apabila melakukan

investasi di tempat lain dengan risiko yang sama.

Biaya modal perusahaan keseluruhan akan mencerminkan

biaya-biaya yang dikombinasikan dari semua sumber keuangan yang digunakan

perusahaan. Biaya tersebut mencerminkan proporsi pembiayaan total dari

masing-masing sumber, dan merupakan tingkat pengembalian yang harus

di dapatkan perusahaan, sehingga dapat memberikan kompensasi kepada

kreditur dan pemegang saham dengan tingkat pengembalian hasil yang

dibutuhkan. Perusahaan perlu menghitung biaya modalnya untuk membuat

keputusan investasi dan untuk menentukan kompensasi insentif dan

mencoba menjaganya untuk tetap sederhana (Khomsiyah, 2003:1008).

Terdapat biaya modal yang berasal dari ekuitas (cost of equity).

6 (cost of equity) dapat didefinisikan sebagai rate of return minimum yang disyaratkan oleh pengguna modal sendiri atas suatu investasi agar harga

saham tidak berubah. Biaya ekuitas diakui sebagai tingkat pengembalian

yang diperlukan untuk memenuhi komitmen yang dibuat kepada

pemegang saham umum korporasi. Umumnya, biaya ekuitas diharapkan

sama dengan tingkat pengembalian yang diharapkan dari modal yang

dipasok. Untuk menentukan biaya ekuitas perlu diketahui nilai pasar saat

ini berhubungan dengan saham.

Dalam kerangka dasar Standar Akuntansi Indonesia (2002),

misalnya, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mendefinisikan ekuitas sebagai

berikut (pasal 49): ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan

setelah dikurangi semua kewajiban. Pada umumnya, tujuan pelaporan

informasi ekuitas pemegang saham adalah menyediakan informasi kepada

yang berkepentingan tentang efisiensi dan kepengurusan (stewardship)

manajemen.

Biaya ekuitas merupakan tingkat pengembalian yang harus dicapai

oleh perusahaan untuk memenuhi tingkat pengembalian harapan (expected

return) para pemegang saham (Bodie et al., 2008). Biaya ekuitas yang rendah dalam suatu perusahaan menunjukkan rendahnya tingkat risiko

yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga tingkat pengembalian risiko yang

diharapkan oleh investor pun akan rendah. Hal ini sesuai dengan prinsip

high risk high return dan low risk low return yang secara umum dikenal oleh investor dalam melakukan investasi. Oleh karena itu, biaya ekuitas

7 merupakan salah satu faktor penentu estimasi besarnya tingkat

pengembalian yang diharapkan oleh investor dalam melakukan investasi

dan merupakan besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan

untuk bisa memperoleh dana dari investor.

Biaya ekuitas salah satunya dipengaruhi oleh asimetri informasi

yang membahas masalah keagenan. Komalasari (2000) menyebutkan

bahwa dalam teori keagenan (agency theory) mengimplikasikan adanya

asimetri informasi antara manajer sebagai agent dan pemilik (pemegang saham) sebagai principal. Hubungan agensi muncul karena adanya suatu kontrak yang dilakukan oleh satu orang atau lebih principal yang mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan

mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent. Manajer sebagai pihak pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui

informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang

dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya.

Kreditur dan pemegang saham merupakan kelompok pemakai

informasi akuntansi yang dominan. Setiap informasi yang bermanfaat bagi

para pemakai dan kreditur juga sangat besar kemungkinannya akan

bermanfaat bagi pihak-pihak eksternal lainnya. Oleh karena itu, manajer

berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan yang

sesungguhnya kepada pemilik. Akan tetapi, adanya perbedaan kepentingan

antara manajemen dengan kreditur dan investor (pemegang saham),

8 mengungkapkan informasi yang diketahuinya kepada kreditur dan investor

dan tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sesungguhnya (Ifonie,

2012:103). Ketidakseimbangan penguasaan informasi akan memicu

munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi.

Asimetri informasi terjadi karena adanya perbedaan kepentingan

antara manajemen dengan pemilik modal. Menurut Suwardjono (2005:74),

mengatakan bahwa karena manajemen dan investor/kreditur merupakan

pihak-pihak yang hubungan kedua pihak tersebut dipandang sebagai

hubungan keagenan, dikhawatirkan akan terjadi asimetri informasi antara

kedua pihak tersebut dengan manajemen sebagai pihak yang lebih

menguasai informasi. Menurut Supriyono (2000:186), Asimetri Informasi

adalah situasi yang terbentuk karena principal (pemegang saham) tidak memiliki informasi yang cukup mengenai kinerja agent (para manajer) sehingga principal tidak pernah dapat menentukan kontribusi usaha-usaha

agent terhadap hasil-hasil perusahaan yang sesungguhnya.

Penurunan asimetri informasi yang lebih besar dialami oleh

perusahaan besar dibandingkan dengan perusahaan kecil, sehingga

penurunan/kenaikan biaya modal untuk perusahaan besar adalah lebih

besar dibandingkan perusahaan kecil sebagai akibat penurunan/kenaikan

asimetri informasi (Adriani, 2013:4). Asimetri informasi menyebabkan

risiko yang akan dihadapi oleh investor juga semakin tinggi, sehingga

ketidakpastian investor dimasa yang akan datang semakin besar dan biaya

9 manajer dengan pemegang saham atau stakeholder lainnya, maka semakin

kecil biaya modal sendiri yang ditanggung oleh perusahaan (Yelly, 2008).

Selain itu, disebutkan pula aktivitas yang dilakukan oleh investor

di pasar modal ditentukan oleh informasi yang mereka peroleh baik secara

langsung (laporan publik) maupun tidak langsung (insider trading). Oleh

karena itu pelaku pasar modal mempunyai kemampuan yang terbatas

terhadap persepsi masa yang akan datang, maka adanya asimetri informasi

menimbulkan masalah adverse selection yang mendorong dealer untuk menutupi kerugian dari pedagang terinformasi dengan meningkatkan

spread-nya terhadap pedagang likuid. Jadi, dapat dikatakan bahwa asimetri informasi yang terjadi antara dealer dan pedagang terinformasi

tercermin pada spread yang ditentukannya (Indayani dan Mutia, 2013:374).

Komalasari (2000) menunjukkan bahwa dengan mengungkapkan

informasi privat maka, tuntutan investor terhadap kompensasi menurun

karena biaya transaksi juga turun sehingga komponen adverse selection dan bid-ask spread berkurang dan pada akhirnya cost of equity capital juga turun. Apabila dihubungkan dengan peningkatan kinerja perusahaan,

ketika terdapat asimetri informasi, manajer dapat memberikan sinyal

mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna memaksimalkan nilai

perusahaan. Sinyal yang diberikan adapat dilakukan melalui

10 Investor perlu menilai ekuitas mereka yang ada pada perusahaan

melalui laporan keuangan yang disampaikan perusahaan. Pentingnya

perbaikan sistem pelaporan keuangan dan disclosure dinyatakan oleh U.S.

Securities and Exchange Commission (SEC), sebagaimana dikutip oleh Stanko (2001) dalam Business and Economic Review (BER) bahwa peranan pelaporan keuangan dan disclosure adalah untuk mengkomunikasikan informasi yang mendukung pengambilan keputusan

bisnis termasuk keputusan investasi oleh investor. Oleh karena itu

informasi yang disampaikan harus relevan, tepat waktu dan bernilai.

Stanko (2001) juga mengatakan bahwa misi utama SEC dalam peraturan mengenai fair disclosure adalah untuk memproteksi investor dan mempertahankan integritas pasar sekuritas. Pendapat yang sama juga

diutarakan oleh Healy dan Palepu (2001), yang menyatakan perlunya

komunikasi yang lebih baik antara investor dan pihak manajemen dengan

membangun strategi-strategi disclosure guna mengurangi adanya asimetri

informasi yang timbul dalam hubungan kedua pihak.

Laporan keuangan merupakan signal untuk mengkomunikasikan informasi “penting” yang dimiliki manajemen perusahaan, misalnya perkiraan manajemen dan profitabilitas perusahaan. Laporan keuangan

yang tidak memberikan tingkat disclosure yang memadai oleh sebagian investor dipandang sebagai laporan keuangan yang berisiko. Apabila

investor menilai suatu perusahaan berisiko tinggi berdasarkan laporan

11 investor juga tinggi, yang pada gilirannya akan menyebabkan tingginya

biaya ekuitas yang harus dikeluarkan oleh perusahaan (Clarkson et al.

1996:69,79)

Pengaruh tingkat disclosure terhadap biaya ekuitas ini, sebelumnya

telah banyak diteliti, diantaranya oleh Financial Reporting of the American

Institute of Certified Public Accountants (Jenkin Committee) sebagaimana dikutip oleh Botosan (1997:324) yang menyatakan bahwa keuntungan

pentingnya disclosure adalah biaya yang rendah untuk equity capital. Demikian pula hasil penelitian yang disimpulkan oleh Botosan (1997:346)

mendukung adanya hubungan negatif antara tingkat disclosure dan biaya ekuitas perusahaan. Meskipun memang pengaruh tingkat disclosure terhadap biaya ekuitas perusahaan dirasa kurang signifikan pada

perusahaan yang menjadi pusat perhatian sejumlah besar analis keuangan.

Ketika perusahaan ternyata mempunyai banyak “masalah”, maka dengan tingkat disclosure yang tinggi, semakin banyak informasi yang riskan akan diketahui oleh investor sehingga investor meminta return yang

tinggi dan akibatnya tingkat biaya ekuitas yang harus ditanggung oleh

perusahaan semakin tinggi. Financial Executive Institute juga menyatakan

bahwa bila informasi yang dilaporkan dalam disclosure tersebut adalah ditujukan pada pedagang saham (stock trader), maka hanya akan menambah ketidakstabilan harga saham, sehingga menaikkan risiko dan

12 Meskipun masih mengundang perdebatan apakah disclosure yang tinggi akan menurunkan biaya ekuitas atau sebaliknya, tampaknya semua

sepakat bahwa terdapat pengaruh tingkat disclosure yang cukup signifikan

terhadap biaya ekuitas. Menentukan tingkat disclosure atau pengungkapan

laporan keuangan suatu perusahaan yang diduga berpengaruh terhadap

tingkat biaya ekuitas perusahaan yang bersangkutan tidaklah mudah.

Pengaruh tingkat disclosure terhadap biaya ekuitas adalah suatu masalah yang menarik dan penting bagi komunitas pelaporan keuangan.

Berbagai penelitian lain yang meneliti pengaruh tingkat disclosure terhadap biaya modal dengan metode yang berbeda-beda dan pendekatan

secara tidak langsung dilakukan oleh Botosan (1997), Komalasari dan

Baridwan (2001), Juniarti dan Junita (2003), Adriani (2013), Petrova et al., (2014).

Suatu kajian lain yang perlu diteliti adalah kepemilikan manajerial

dan dampaknya terhadap biaya ekuitas. Karena adanya hasil pro dan

kontra seputar penelitian pengaruh asimetri informasi dan tingkat

disclosure terhadap biaya ekuitas, peneliti memasukkan kepemilikan manajerial sebagai variabel moderating, yaitu variabel yang memperkuat

atau memperlemah hubungan antara asimetri informasi dan tingkat

disclosure terhadap biaya ekuitas. Yao dan Sun (2008) menunjukkan bahwa perusahaan dengan kepemilikan manajerial sebagai pemegang

saham mayoritas memiliki biaya ekuitas yang lebih tinggi dibandingkan

13 pemegang saham mayoritas dan peluang untuk memperoleh keuntungan

pribadi lebih besar sehingga investor menginginkan tingkat pengembalian

yang lebih tinggi untuk mengkompensasi risiko tersebut. Di satu sisi,

kepemilikan manajerial dapat mengurangi asimetri informasi antara

manajer dan pemegang saham. Namun disisi lain, kepemilikan manajerial

juga meningkatkan insentif untuk memperoleh keuntungan pribadi yang

lebih besar.

Byun et al., (2008:140) menyatakan bahwa ketika perusahaan dimiliki secara mayoritas oleh dewan direksi tertentu, risiko informasi

menjadi lebih besar dan menyebabkan biaya ekuitas perusahaan menjadi

lebih tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan dengan

kepemilikan manajerial sebagai pemegang saham mayoritas dimana risiko

informasi cenderung lebih besar akan memiliki biaya ekuitas yang lebih

tinggi.

Perusahaan dengan pemegang saham yang terdiversifikasi

menuntut adanya mekanisme untuk memantau manajemen karena tidak

satupun pemegang saham yang memiliki insentif untuk mengawasi

manajemen (Asbaugh et al., 2004:2). Dengan kata lain, terdapat masalah

free rider. Namun, seiring dengan meningkatnya kepemilikan saham, insentif untuk melakukan pengawasan semakin besar.

Berdasarkan dari penelitian sebelumnya masih perlu diteliti lebih

lanjut mengenai pengaruh asimetri informasi dan tingkat disclosure terhadap biaya ekuitas. Karena biaya ekuitas merupakan salah satu faktor

14 penentu estimasi besarnya tingkat pengembalian yang diharapkan oleh

investor dalam melakukan investasi dan merupakan besarnya biaya yang

harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk bisa memperoleh dana dari

investor. Maka dari itu diperlukan kepemilikan manajerial sebagai variabel

moderating untuk menurunkan asimetri informasi dan masalah keagenan

antara pemegang saham dan manajemen. Berdasarkan pemaparan yang

telah dijelaskan maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Asimetri Informasi dan Tingkat Disclosure Terhadap Biaya Ekuitas dengan Kepemilikan Manajerial sebagai Variabel Moderating” Yang dalam hal ini penelitian akan dilakukan pada perusahaan-perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

yaitu pada tahun 2010-2013 yang selanjutnya akan dipaparkan peneliti

lebih lanjut pada bab selanjutnya.

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh

Indayani dan Mutia (2013) yang menganalisa Pengaruh Informasi

Asimetri dan Voluntary Disclosure terhadap Cost of Capital pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Namun

terdapat beberapa perbedaan yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Peneliti terdahulu menggunakan variabel independen Voluntary disclosure, sedangkan pada penelitian ini menggunakan tingkat disclosure.

2. Menggunakan variabel tambahan yaitu Kepemilikan Manajerial

15 3. Tahun pemilihan populasi dan sampel yang dilakukan penelitian

sebelumnya yaitu dari tahun 2007-2010. Sedangkan pada penelitian ini

menggunakan tahun 2010-2013.

4. Metode Analisis data pada penelitian sebelumnya menggunakan

regresi berganda dengan software SPSS, sedangkan pada penelitian ini

menggunakan PLS (Partial Least Square) dengan software SmartPLS.

Dokumen terkait