• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ide tentang ekonomi Islam telah muncul sejak akhir Perang Dunia Kedua. Ide tersebut mengendap dan baru dibangkitkan kembali pada saat konferensi para pemimpin Islam di Maroko tahun 1969, selanjutnya di Pakistan tahun 1973 dan berlanjut di Arab Saudi tahun 1981. Para pakar ekonomi Islam sepakat bahwa dengan mengembangkan ekonomi Islam, umat Islam akan memperoleh kejayaan di berbagai bidang. Begitupun di Indonesia, para pakar dan praktisi ekonomi Islam meyakinkan bahwa Indonesia akan terhindar dari krisis ekonomi untuk kesekian kalinya jika menerapkan sistem Islam dalam ekonomi. Walapun pada tahun 1940-an, telah muncul konsep teoritis tentang Bank Syariah, namun belum bisa direalisasikan, karena selain kondisi pada waktu itu belum memungkinkan, juga belum adanya pemikiran tentang Bank Syariah yang meyakinkan.1

Konsepsi ekonomi Islam berbeda dengan konsepsi ekonomi kapitalis atau yang biasa disebut dengan ekonomi konvensional. Perbedaan itu tidak hanya mengacu pada aspek akidah atau asas, tetapi juga meliputi standar nilai, dan metode untuk mengaplikasikannya. Konsepsi ekonomi Islam mengacu pada syariah yang

1

Warkum Sumitro,Asas-asas Perbankan Islam dan lembaga-lembaga Terkait (BAMUI dan

menjadi aturan agama. Sebab setiap perbuatan manusia termasuk kebijakan ekonomi dan pembangunan, serta aktivitas ekonomi masyarakat harus terikat hukumsyara.2

Perbankan syariah merupakan bagian dari ekonomi syariah, dimana ekonomi syariah merupakan bagian dari muamalat (hubungan antara manusia dengan manusia). Oleh karena itu, perbankan syariah tidak bisa dilepaskan dari al-Qur`an dan as-Sunnah sebagai sumber hukum Islam. Perbankan syariah juga tidak dapat dilepaskan dari paradigma ekonomi syariah, antara lain :

1. Tauhid. Dalam pandangan Islam, salah satu misi manusia diciptakan adalah untuk menghambakan diri kepada Allah SWT: ”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (51:56). Pengambaan diri ini merupakan realisasi tauhid seorang hamba kepada Pencipta-Nya. Konsekuensinya, segenap aktivitas ekonomi dapat bernilai ibadah jika diniatkan untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

2. Allah SWT sebagai pemilik harta yang hakiki. Prinsip ekonomi syariah memandang bahwa Allah SWT adalah pemilik hakiki dari harta. ”Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi…” (2:284). Manusia hanya mendapatkan titipan harta dari-Nya, sehingga cara mendapatkan dan membelanjakan harta juga harus sesuai dengan aturan dari pemilik hakikinya, yaitu Allah SWT.

3. Visi global dan jangka panjang. Ekonomi syariah mengajarkan manusia untuk bervisi jauh ke depan dan memikirkan alam secara keseluruhan. Ajaran Islam menganjurkan ummatnya untuk mengejar akhirat yang merupakan kehidupan jangka panjang, tanpa melupakan dunia: ”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (28: 77). Risalah Islam yang diturunkan kepada Muhammad SAW pun mengandung rahmat bagi alam semesta: ”Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (23:107). Dengan demikian dalam dimensi waktu, ekonomi syariah mempertimbangkan dampak jangka panjang, bahkan hingga

2

Muhammad Ismail, Refreshing Pemikiran Islam, (al-Fikru al-Islamiy), alih bahasa A. Haidar, cet. I, (Bangil: Al-Izzah, 2004), hlm.65-69.

kehidupan setelah dunia (akhirat). Sedangkan dalam dimensi wilayah dan cakupan, manfaat dari ekonomi syariah harus dirasakan bukan hanya oleh manusia, melainkan alam semesta.

4. Keadilan. Allah SWT telah memerintahkan berbuat adil: ”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil” (4: 48). Bahkan, kebencian seseorang terhadap suatu kaum tidak boleh dibiarkan sehingga menjadikan orang tersebut menjadi tidak adil: ”Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (5:8).

5. Akhlaq mulia. Islam menganjurkan penerapan akhlaq mulia bagi setiap manusia. bahkan Rasulullah SAW pernah menyatakan bahwa: ”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia” (HR. Malik). Termasuk saat mereka beraktivitas dalam ekonomi. Akhlaq mulia semisal ramah, suka menolong, rendah hati, amanah, jujur sangat menopang aktivitas ekonomi tetap sehat. Contoh terbaik dalam akhlaq adalah Muhammad SAW, sehingga Allah SWT memuji beliau: ”Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (68:4). Sebelum diangkat menjadi Rasul, Muhammad sangat dipercaya oleh kaumnya sehingga diberi gelar ’al Amin’ (yang terpercaya). Hasilnya, beliau menjadi pengusaha yang sukses.

6. Persaudaraan. Islam memandang bahwa setiap orang beriman adalah bersaudara: ”Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara...” (49:10). Konsep persaudaraan mengajarkan agar orang beriman bersikap egaliter, peduli terhadap sesama dan saling tolong menolong. Islam juga mengajarkan agar perbedaan suku dan bangsa bukanlah untuk dijadikan sebagai pertentangan, melainkan sebagai sarana untuk saling mengenal dan memahami: ”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.” (49:13).3 Berdasarkan paradigma ekonomi syariah di atas, maka sistem ekonomi Islam lebih mengutamakan aspek hukum dan etika yang islami, yakni adanya keharusan

3

Islamic Knowledge, Perbankan Syariah: Perkembangan dan Penjelasan, http://www.syariahmandiri.co.id/ category/edukasi-syariah/islamic-knowledge/#perbankan-syariah-perkembangan-dan-penjelasan, terakhir diakses tanggal 12 Maret 2014.

menerapkan prinsip-prinsip hukum dan etika bisnis yang sesuai dengan prinsip ekonomi Islam. Prinsip-prinsip dan etika bisnis itulah yang kini menjadi landasan operasional lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia. Dalam kerangka praktis prinsip-prinsip dan etika bisnis tersebut diimplementasikan dalam berbagai produk jasa dan layanan lembaga keuangan syari’ah yang menggunakan mekanisme bagi hasil(profit sharing).

Pengertian Prinsip syariah termuat dalam Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang berbunyi:

“Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)”.

Perbankan syariah merupakan suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama Islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misalnya usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dalam Pasal 1 angka 7 memberikan pengertian mengenai Bank Syariah yaitu Bank yang

menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Prinsip kerja bank syariah merupakan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.

Di Indonesia Perbankan syariah yang pertama kali terbentuk adalah Bank Muamalat Indonesia yang berdiri pada tahun 1991. Bank Muamalat Indonesia adalah bank yang beroperasi dengan prinsip syariah, yang menggunakan sistem dan operasi perbankan berdasarkan prinsip syariah islam, yaitu mengikuti tata cara berusaha dan perjanjian berusaha yang dituntun oleh Al quran dan Hadist.4Dasar pemikiran berdiri Bank Muamalat Indonesia:

1. Keinginan umat Islam untuk menghindari riba adalam kegiatan muamalatnya. 2. Manajemen Islam sangat cocok diterapkan di Indonesia karena sebagian besar

penduduknya beragama Islam.

3. Memberikan alternatif kepada umat Islam dalam mempergunakan jasa perbankan. 4. Membantu program pemerintah di bidang pengentasan kemiskinan karena orientasi Bank Muamalat adalah pembiayaan usaha masyarakat golongon menengah ke bawah.5

Pada tahun 1999 muncul bank syariah lainnya yaitu Bank Syariah Mandiri. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah antara lain Bank

4

Widjanarto,Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia,(Jakarta:Grafiti, 1995), hlm.48. 5

Zainal Asikin, Pokok-Pokok Hukum Perbankan di Indonesia Hukum Perbankan Nasional

Mega Syariah, Bank Negara Indonesia (Persero), Bank DKI dan Bank Panin. Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat. Prinsip kerja bank syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.

Bank Syariah adalah lembaga intermediasi dan penyedia jasa keuangan yang bekerja berdasarkan etika dan sistem nilai Islam yang mempunyai sifat khusus yakni bebas dari kegiatan spekulatif yang nonproduktif seperti perjudian, bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (tidak pasti), berprinsip pada keadilan dan hanya membiayai kegiatan usaha yang halal.6 Selain itu juga didasari oleh larangan dalam agama Islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dalam pelaksanaannya yang menjadi tujuan bank syariah adalah tercapainya kesejahteraan sosial yang baik.

Dalam menjalankan kegiatan operasional, Bank Syariah harus mematuhi prinsip syariah serta Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), yakni satu-satunya dewan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk dan jasa keuangan syariah, serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh

6

Ascarya, dan Diana Yumanita, Bank Syariah: Gambaran Umum, seri kebanksentralan

lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia. Prinsip syariah yang dimaksud adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.

Bila dilihat dari undang-undang perbankan syariah maka sistem keuangan syariah bisa menjadi solusi atas krisis keuangan global. Sistem keuangan syariah hanya membolehkan penyaluran dana kredit atau pembiayaan bila memang ada aset yang dijadikan dasar transaksi sehingga bila peminjam mengalami gagal bayar, bank tidak menderita risiko besar karena transaksi didasarkan pada aset yang telah diperjanjikan dan untuk pelunasannya, aset tersebut bisa dijual. Selain itu produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah lebih bervariasi dibandingkan dengan produk pada bank konvensional terlebih lagi dalam hal penyaluran dana kepada masyarakat maka jenis pembiayaan dapat disesuaikan dengan kebutuhan nasabah. Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam Bank Syariah adalah memberikan pembiayaan kepada rakyat yang sulit untuk mendapatkan bantuan dari bank konvensional. Kepentingan operasional bank syariah berhubungan dengan sektor riil disamping sektor finansial sedangkan perbankan konvensional hanya bertransaksi pada sektor finansial.7

7

Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di

Lembaga keuangan syariah seperti bank syariah, asuransi syariah, pembiayaan syariah merupakan aplikasi dari sistem ekonomi syariah8yang merupakan bagian dari nilai-nilai dari ajaran Islam yang mengatur bidang perkonomian umat dan tidak terpisahkan dari aspek-aspek lain ajaran Islam yang komprehensif dan universal. Komprehensif berarti ajaran Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual maupun sosial kemasyarakatan termasuk bidang universal. Universal bermakna bahwa syariah Islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat tanpa memandang ras, suku, golongan dan agama sesuai prinsip Islam sebagai “rahmatan lil alamin”.9

Salah satu produk bank syariah adalah pembiayaan qardh. Qardh secara umum diartikan sebagai kegiatan meminjamkan tanpa imbalan apapun.10 Pinjam meminjam adalah memberikan sesuatu yang halal kepada orang lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusak zatnya, dan akan mengembalikan barang yang dipinjamnya tadi dalam keadaan utuh.11 Dibandingkan dengan sistim perbankan konvensional, dimana dalam setiap transaksinya dikenakan bunga atau imbalan yang besarnya telah ditetapkan di muka, maka sistim pembiayaan qardh yang kepada

8

Pada Pasal 49 Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 22 yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut syariah, meliputi : Bank Syariah, Asuransi Syariah, Reasuransi Syariah, Reksa Dana Syariah, Obligasi Syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah,Sekuritas Syariah, Pembiayaan Syariah, Pegadaian Syariah,Dana Pensiun lembaga Keuangan Syariah,Bisnis Syariah dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah.

9

Muhammad Syafi’i Antonio,Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm.4.

10

Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah-Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, (Jakarta: Alvabet, 1999), hlm.234.

11

Abdul Ghofur Anshori,Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia,(Yogyakarta: Citra Media, 2006), hlm.123.

peminjam (mustahiq) tidak dikenakan bunga dan hanya mengembalikan pinjaman. Hal inilah yang membedakannya dengan sistem bank konvensional. Namun demikian, hal ini tidak dikategorikan sebagai hibah atau sedekah yang merupakan pemberian tanpa imbalan dan tidak ada kewajiban untuk mengembalikan pinjaman melainkan semata-mata karena mengharapridhaAllah SWT.

Secara etimologi Al qardhu berarti: potongan (Al qath'u) dan harta yang diberikan kepada orang yang meminjam (muqtaridh) dinamakan qardh karena ia adalah satu potongan dari harta orang yang meminjam (muqridh).12 Menurut Muhammad Muslehuddin,qardhmerupakan suatu jenis pinjaman pendahuluan untuk kepentingan peminjaman. Ini meliputi semua bentuk barang yang bernilai dan bayarannya juga sama dengan apa yang dipinjamkan. Peminjam tidak mendapatkan nilai yang berlebih karena itu akan merupakan riba yang dilarang dengan keras.13

Fasilitas qardh diberikan kepada mereka yang memerlukan pinjaman konsumtif jangka pendek untuk tujuan-tujuan yang urgen dan mendesak. Dalam praktek perbankan modern, diberikan kepada para pengusaha kecil yang kekurangan dana, tetapi memiliki prospek bisnis yang sangat baik.14

Dalam praktek perbankan khususnya pada PT. Bank Syariah Mandiri (Bank Syariah Mandiri) Kantor Cabang Medan, kegiatan usaha di bidang syariah antara lain adalah:

12

Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin Pada Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2004), hlm.40.

13

Muhammad Muslehuddin,Sistem Perbankan Dalam Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm.78.

1. Pendanaan/Penghimpunan dana:Wadiahdanmudharabah.

a. Wadiah (titipan) yaitu nasabah menitipkan dananya kepada bank syariah.

Nasabah memperkenankan dananya dimanfaatkan oleh bank syariah untuk beragam keperluan (yang sesuai syariah). Namun bila nasabah hendak menarik dana, bank syariah berkewajiban untuk menyediakan dana tersebut. Umumnya wadiah digunakan dalam produk giro dan sebagian jenis tabungan. Bank Syariah Mandiri menggunakan skema ini untuk Bank Syariah Mandiri Giro, Bank Syariah Mandiri TabunganKu dan Bank Syariah Mandiri Tabungan Simpatik.

b. Mudharabah (investasi) yaitu nasabah menginvestasikan dananya kepada

bank syariah untuk dikelola. Bank Syariah Mandiri berfungsi sebagai manajer investasi bagi nasabah dana. Nasabah mempercayakan pengelolaan dana tersebut untuk keperluan bisnis yang menguntungkan (dan sesuai syariah). Hasil keuntungan dari bisnis tersebut akan dibagi hasilkan antara nasabah dana dengan Bank Syariah Mandiri sesuai nisbah yang telah disepakati di muka. Bank Syariah Mandiri menggunakan produk ini untuk Bank Syariah Mandiri Deposito, Tabungan Bank Syariah Mandiri, Bank Syariah Mandiri Tabungan Berencana, Bank Syariah Mandiri Tabungan Mabrur, Bank Syariah Mandiri Tabungan Investa Cendekia dan Bank Syariah Mandiri Tabungan Kurban.

2. Pembiayaan/Penyaluran dana: Murabahah, ijarah, istishna, mudharabah, musyarakah.

a. Murabahah, merupakan akad jual beli antara nasabah dengan bank syariah.

Bank syariah akan membeli barang kebutuhan nasabah untuk kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah dengan marjin yang telah disepakati. Harga jual (pokok pembiayaan ditambah marjin) tersebut akan dicicil setiap bulan selama jangka waktu yang disepakati antara nasabah dengan bank syariah. Karena harga jual sudah disepakati di muka, maka angsuran nasabah bersifat tetap selama jangka waktu pembiayaan. Hampir seluruh pembiayaan konsumtif Bank Syariah Mandiri (Bank Syariah Mandiri Griya, Bank Syariah Mandiri Oto) menggunakan skema ini. Skema ini juga banyak dipergunakan Bank Syariah Mandiri dalam pembiayaan modal kerja atau investasi yang berbentuk barang. Sekitar 70% pembiayaan bank syariah menggunakan skema

murabahah.

b. Ijarah, merupakan akad sewa antara nasabah dengan bank syariah. Bank

syariah membiayai kebutuhan jasa atau manfaat suatu barang untuk kemudian disewakan kepada nasabah. Umumnya, nasabah membayar sewa ke bank syariah setiap bulan dengan besaran yang telah disepakati di muka. Bank Syariah Mandiri mengaplikasikan skema ini pada Bank Syariah Mandiri Pembiayaan Eduka (pembiayaan untuk kuliah) dan Bank Syariah Mandiri

Pembiayaan Umrah. Beberapa pembiayaan investasi juga menggunakan skemaijarah, khususnya skemaijarah muntahiya bit tamlik(IMBT).

c. Istishna, merupakan akad jual beli antara nasabah dengan bank syariah,

namun barang yang hendak dibeli sedang dalam proses pembuatan. Bank syariah membiayai pembuatan barang tersebut dan mendapatkan pembayaran dari nasabah sebesar pembiayaan barang ditambah dengan marjin keuntungan. Pembayaran angsuran pokok dan marjin kepada bank syariah tidak sekaligus pada akhir periode, melainkan dicicil sesuai dengan kesepakatan. Umumnya bank syariah memanfaatkan skema ini untuk pembiayaan konstruksi.

d. Mudharabah, merupakan akad berbasis bagi hasil, dimana bank syariah

menanggung sepenuhnya kebutuhan modal usaha/investasi.

e. Musyarakah,merupakan akad berbasis bagi hasil, dimana bank syariah tidak menanggung sepenuhnya kebutuhan modal usaha/investasi (biasanya sekitar 70% sampai dengan 80%).

3. Jasa:Wakalah,rahn,kafalah,sharf.

a. Wakalah, wakalah berarti perwalian/perwakilan. Artinya Bank Syariah

Mandiri bekerja untuk mewakili nasabah dalam melakukan suatu hal. Bank Syariah Mandiri mengaplikasikan skema ini pada beragam layanannya semisal transfer uang, L/C, SKBDN.

b. Rahn, Rahn bermakna gadai. Artinya bank syariah meminjamkan uang

(qardh) kepada nasabah dengan jaminan yang dititipkan nasabah ke bank

syariah. Bank syariah memungut biaya penitipan jaminan tersebut untuk menutup biaya dan keuntungan bank syariah. Bank Syariah Mandiri mengaplikasikan skema ini pada Bank Syariah Mandiri Gadai Emas iB.

c. Kafalah, dengan skema kafalah, bank syariah menjamin nasabahnya. Bila

terjadi sesuatu dengan nasabah, bank syariah akan bertanggung jawab kepada pihak ke-3 sesuai kesepakatan awal. Bank Syariah Mandiri mengaplikasikan skema ini pada produk Bank Syariah Mandiri Bank Garansi.

d. Sharf, merupakan jasa penukaran uang. Bank Syariah Mandiri

mengaplikasikan skema ini untuk layanan penukaran uang Rupiah dengan mata uang negara lain, semisal US$, Malaysia Ringgit, Japan Yen, dsb.15 Produk yang banyak diminati di PT. Bank Syariah Mandiri yang berada di wilayah Cabang Medan yaitu produk pembiayaan qardh. Aplikasi qardh di Bank

15

Islamic Knowledge, Skema-skema produk perbankan syariah, http://www.syariahmandiri. co.id/category/edukasi-syariah/islamic-knowledge/, terakhir diakses tanggal 12 Maret 2014.

Syariah Mandiri KCP Petisah adalah Gadai Emas IB yang merupakan produk pembiayaan atas dasar jaminan berupa emas sebagai salah satu alternatif memperoleh uang tunai dengan cepat, dengan cara memberikan utang (qardh) kepada nasabah dengan jaminan emas (rahn), atas transaksi ini bank mendapatkan upah (ujrah) atas jasa penyimpanan/penitipan yang dilakukannya atas emas tersebut berdasarkan akad

ijarah(jasa).16

Pelaksanaan gadai syariah di Indonesia didasarkan pada Fatwa DSN Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn. Menurut ketentuan Fatwa DSN-MUI tentang

rahn menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn dibolehkan. Pedoman tentang pelaksanaan rahn (menahan barang sebagai jaminan utang) yang terdapat di dalam Fatwa DSN-MUI tersebut bersumber dari ketentuan al-quran,sunnahdanijma’(pendapat ulamafiqh).

Dalam Fatwa DSN nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentangRahnmenyebutkan bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang. Maka jelas pada dasarnya, hakikat dan fungsi Pegadaian dalam Islam adalah semata-mata untuk memberikan pertolongan kepada masyarakat yang membutuhkan dengan bentuk marhun sebagai jaminan, dan bukan untuk kepentingan komersiil dengan

16

Kurnia, Gadai Emas Menurut Islam, http://sneea.blogspot.com/2013/01/gadai-emas-menurut-islam.html, terakhir diakses tanggal 12 Maret 2014.

mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa menghiraukan kemampuan orang lain.17

Transaksi hukum gadai dalam fikih Islam disebut ar-rahn. Ar-rahn adalah suatu jenis perjanjian untuk menahan suatu barang sebagai tanggungan utang. Pengertian ar-rahndalam bahasa Arab adalah atstsubut wa ad-dawam, yang berarti “tetap” dan “kekal”, seperti dalam kalimat maun rahin,yang berarti air yang tenang. Sedangkan definisi ar-rahn menurut istilah yaitu menjadikan suatu benda yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syara’ untuk kepercayaan suatu utang, sehingga memungkinkan mengambil seluruh atau sebagaian utang dari benda itu.18

Pengertian “tetap” dan “kekal” dimaksud, merupakan makna yang tercakup dalam kataal-habsu,yang berarti menahan. Kata ini merupakan makna yang bersifat

Dokumen terkait