• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Landasan teori

6. Reksadana, merupakan sertifikat yang menjelaskan bahwa pemiliknya menitipkan sejumlah dana kepada perusahaan reksadana untuk digunakan sebagai modal

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya, pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk utang ataupun modal sendiri. Pasar modal di Indonesia sejak 1989 menunjukkaan pasang surut yang menggembirakan, setelah pemerintah mengeluarkan berbagai deregulasi, baik deregulasi di bidang ekonomi pada umumnya maupun di pasar modal pada khususnya. Perkembangan ini sangat pesat bisa dilihat dari jumlah emiten yang saat ini terdaftar, maupun dari kapitalisasi pasar di Bursa Efek Indonesia. Pasar modal menjadi sarana yang paling tepat selain perbankan dalam memobilisasi dana masyarakat guna membiayai dana pembangunan dan selain itu pasar modal memiliki beberapa daya tariknya sendiri dalam suatu negara baik dalam hal likuiditas maupun efisiensi, oleh karena itu peranan pasar modal harus terus didorong perkembangannya.

Akses dana dari pasar modal telah mengundang banyak perusahaan untuk menyerap dana dari masyarakat guna meningkatkan produktivitas kerja melalui ekspansi usaha atau mengadakan pembenahan struktur modal untuk meningkatkan daya saing perusahaan.

Husnan (2003) menyatakan bahwa pasar modal memiliki dua fungsi sekaligus yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan pasar modal dikatakan memiliki fungsi

ekonomi karena pasar modal menyediakan wahana atau fasilitas yang mempertemukan dua kepentingan, yaitu pihak yang kelebihan dana (investor) dan pihak yang membutuhkan dana (issuer). Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena pasar modal memberikan kemungkinan dan kesempatan untuk memperoleh imbalan bagi pemilik dana sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilihnya.

Dalam investasi pasar modal, para pemain saham atau investor perlu memiliki sejumlah informasi yang berkaitan dengan dinamika harga saham guna pengambilan keputusan tentang saham perusahaan go public yang layak dipilih, sehingga dapat berinvestasi sesuai karakteristik dan return yang diharapkan. Untuk itu salah satu penting pertimbangan terkait pada keputusan strategis para investor dalam berinvestasi adalah penentuan masa kepemilikan (holding period) saham. Akan tetapi, investor masih sulit dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap holding period saham.

Salah satu sekuritas yang cukup popular diperjualbelikan di pasar modal adalah saham. Seorang investor yang memiliki saham suatu perusahaan akan mempunyai hak terhadap pendapatan dan kekayaan perusahaan, setelah dikurangi dengan pembayaran semua kewajiban perusahaan (Tandelilin, 2001). Para investor yang akan berinvestasi pada saham-saham perusahaan dapat melihat kinerja keuangan perusahaan melalui salah satu indeks yang ada di Bursa Efek Indonesia seperti LQ-45, karena para investor memiliki kebebasan dalam memilih perusahaan yang sahamnya telah go public, jumlah saham yang akan dibeli dan jangka waktu dalam

memegang saham tersebut. Keputusan yang diambil pemegang saham mengenai berapa lama jangka waktu penanaman modalnya ke dalam suatu saham perusahaan akan berpengaruh terhadap capital gain dan dividen yang akan diperolehnya, namun kebanyakan investor kesulitan untuk menentukan jangka waktu penanaman modal mereka. Terdapat beberapa faktor yang dapat dijadikan acuan bagi seorang investor untuk menentukan berapa lama mereka akan menahan saham yang dimilikinya, namun masih banyak investor yang belum mengetahui seberapa signifikan faktor tersebut sehingga dapat dijadikan acuan dalam menggambil keputusan.

Investor atau pemilik saham memiliki kebebasan untuk memilih jenis saham perusahaan yang akan go public. Selain itu dalam memilih saham, investor juga memiliki kebebasan dalam membeli jumlah lembar saham dana lamanya memegang financial asset tersebut. Akan tetapi investor harus memiliki pertimbangan untuk mengurangi resiko sampai tingkat tertentu untuk mendapatkan gain yang maksimal. Jika investor memprediksi bahwa saham perusahaan yang dibelinya tersebut dapat menguntungkan, maka investor akan cenderung menahan sahamnya dalam jangka waktu yang lebih lama, tentunya dengan harapan bahwa harga jual saham tersebut akan tinggi dimasa yang akan datang. Sebaliknya, investor akan segera melepas saham yang telah dibelinya, jika diprediksi bahwa harga saham tersebut akan mengalami penurunan.

Lamanya kepemilikan investor pada saham biasa untuk perusahaan-perusahaan go public umumnya relatif pendek walaupun ada peningkatan dari nilai pasar sahamnya, hal ini diduga karena investor menangkap kejadian ini sebagai sinyal

negatif perusahaan mengalami kesulitan keuangan guna memperbaiki struktur modal (Maulina dan sumiati, 2009).

Lamanya kepemilikan saham oleh para investor dikenal dengan istilah holding period (Sakir dan Nurhalis, 2010). Holding period adalah lamanya waktu yang diperlukan investor untuk berinvestasi dengan sejumlah uang yang bersedia dikeluarkan. Holding period juga berarti rata-rata panjangnya waktu investor menahan saham perusahaan selama jangka waktu atau periode tertentu (Ratnasari dan Astuti, 2014). Holding period merupakan variabel yang memberikan indikasi tentang rata-rata panjangnya waktu investor untuk menahan saham suatu perusahaan. Menurut teori Mandelson (1986) dalam Perangin-angin dan Fauzie (2013), terdapat dua faktor yang mempengaruhi holding period saham yakni faktor eksternal (inflasi) dan faktor internal (transaction cost, bid-ask spread, market value, dan variance return saham).

Bid-ask spread merupakan selisih antara ask price dan bid price. Investor memperoleh keuntungan dari spread kedua harga tersebut (Wisayang, 2009). Bid-ask spread merupakan biaya ditambah dengan margin yang diinginkan bagi investor, sehingga investor yang menghadapi spread yang besar akan cenderung untuk menahan sahamnya lebih lama sampai mencapai tingkat return yang diharapkan dimana return tersebut dapat menutupi semua biaya yang dikeluarkan (termasuk margin yang diinginkan). Dengan demikian, variabel bid-ask spread berpengaruh positif terhadap holding period saham.

Market Value biasa digunakan investor untuk melihat ukuran perusahaan. Apabila suatu perusahaan memiliki market value yang besar maka besar pula ukuran perusahaan tersebut. Makin besar nilai pasar suatu perusahaan, maka makin lama pula investor menahan kepemilikan sahamnya karena investor menganggap bahwa perusahaan besar memiliki risiko yang lebih kecil dan mampu menghasilkan laporan dan informasi keuangan dengan baik. Oleh karena itu, market value merupakan variabel yang diperhatikan investor dalam menentukan lamanya holding period (Ratnasari dan Astuti, 2014).

Variance return merupakan proksi dari tingkat risiko yang diakibatkan oleh fluktuasi harga saham. Dalam konteks manajemen investasi, risiko merupakan besarnya penyimpangan antara tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return) dengan tingkat pengembalian aktual (actual return) (Halim,2005). Semakin besar variance return suatu saham perusahaan akan mengakibatkan investor cenderung menahan sahamnya dalam jangka waktu yang pendek, dan sebaliknya semakin kecil variance return suatu saham akan mengakibatkan investor cenderung menahan sahamnya dalam jangka waktu panjang.

Besar kecilnya dividen yang dibagikan perusahaan kepada pemegang saham berbeda-beda tergantung pada kebijakan dari masing-masing peusahaan sehingga pertimbangan mnajemen sangat diperlukan. Besarnya persentase dari pembagian dividen suatu perusahaan dapat dilihat dari dividend payout ratio. Dividend Payout Ratio adalah perimbangan antara dividen yang dibayarkan dengan laba bersih yang didapatkan dan biasanya disajikan dalam bentuk persentase (Gitosudarmo, 2002).

Menurut Brigham dan Gapensky (1998) dalam Sakir dan Nurhalis (2010) salah satu faktor yang membuat investor melakukan investasi pada saham adalah karena adanya dividen. Saham perusahaan yang sering membagikan dividennya akan cenderung lebih disukai dari pada saham perusahaan yang tidak membagikan dividen. Sesuai dengan fungsi manajemen keuangan pada umumnya tujuan pembagian dividen adalah untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Hal ini akan memberikan dampak pada pengambilan keputusan dalam menentukan holding period saham oleh investor, sehingga dividend payout ratio berpengaruh positif terhadap holding period saham.

Holding period sebelumnya telah diteliti oleh beberapa peneliti terdahulu, namun masih terdapat perbedaan dari hasil penelitian. Pada penelitian yang dilakukan oleh Atkins dan Dyl (1997) menghasilkan kesimpulan bahwa faktor-faktor yang dipertimbangkan investor untuk mangambil keputusan apakah menahan atau menjual saham. Dalam penelitian ini menggunakan variabel Bid-Ask spread, Market Value dan Variance Return dengan maksud untuk lebih memperhatikan tingkat resiko yang dihubungkan dengan holding period dan kemudian analisis guna mengetahui besarnya pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap holding period saham pada saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia.

Sebuah fenomena mengenai perilaku holding period terjadi terhadap saham-saham 45 di Bursa Efek Indonesia. Saham-saham-saham yang selalu tercatat pada LQ-45 periode 2012-2014 dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1

Harga Saham Akhir Tahun Perusahaan Indeks LQ-45 Tahun 2012-2014 (dalam rupiah)

No Nama Perusahaan Harga Saham Akhir Tahun

2012 2013 2014

1 Bank Central Asia 9100 9600 13125

2 Unilever Indonesia 20850 26000 32300

3 Bank Rakyat Indonesia 6950 7250 11650

4 Bank Mandiri 8100 7850 10775

5 Perusahaan Gas Negara 4600 4475 6000

Sumber:

Perkembangan harga saham lima perusahaan di LQ-45 tersebut cukup fluktuatif. Dari data yang disajikan tersebut terlihat bahwa harga saham PGAS masih mengalami kenaikan dan penurunan. Sedangkan pada perusahaan BBCA, UNVR, BBRI, dan BMRI mengalami peningkatan tiap tahunnya. Naik turunnya harga saham biasanya dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain adanya rumor atau perbedaan persepsi dari masing-masing investor terhasap kinerja perusahaan. Dalam menentukan harga saham dapat dilihat dari nilai bid dan ask. Tabel 1.2 menyajikan nilai Bid-Ask dan Dividen lima perusahaan Indeks LQ-45 yang memiliki rata-rata saham tertinggi selama 2012 sampai 2014 sebagai berikut:

Tabel 1.2

Nilai Bid-Ask dan Dividen Perusahaan Indeks LQ-45 Tahun 2012 – 2014 (dalam rupiah)

Kode emiten Tahun Bid Ask Dividen

BBCA 2012 6750 9500 157.00 2013 8450 12500 114.50 2014 9250 13575 165.00 UNVR 2012 17500 28500 546.00 2013 20900 37350 634.00 2014 25800 33000 701.00 BBRI 2012 5150 7850 122.28 2013 6200 9950 225.23 2014 7000 12200 257.33 BMRI 2012 6000 8900 104.97 2013 6250 10750 199.33 2014 7600 11000 234.05 PGAS 2012 3050 4800 549.92 2013 4375 6450 419.63 2014 4120 6225 201.01

Sumber: www.idx.co.id (data diolah)

Dari data yang disajikan terlihat bahwa kelima perusahaan tersebut mengalami peningkatan nilai Bid dan Ask kecuali pada perusahaan PGAS pada tahun 2014 nilai Bid dan Ask menurun. Bid dan Ask digunakan untuk mengetahui harga dan prediksi harga. Bid dan Ask dipengaruhi oleh jumlah permintaan. Jika permintaan akan saham banyak otomatis harganya akan meningkat. Pada perusahaan UNVR, BBRI, dan BMRI setiap tahunnya mengalami peningkatan dividen. Sedangkan pada perusahaan PGAS dari tahun 2012 sampai 2014 mengalami penurunan dan pada perusahaan BBCA pada tahun 2013 mengalami penuruna dan meningkat kembali pada tahun 2014.

Hasil penelitian yang dilakukan Wisayang (2011) secara parsial variabel bid-ask spread berpengaruh positif dan signifikan terhadap holding period saham, variabel market value berpengaruh positif tetapi tidak signifikan, dan variance return berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap holding period saham.

Penelitian Maulina, Sumiati, dan Triyuwono (2009) menyimpulkan bahwa variabel variance return memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap holding period, sedangkan pada penelitian Ratnasari dan Astuti (2014) variance return tidak berpengaruh signifikan terhadap holding period. Penelitian Maulina, Sumiati, dan Triyuwono menggunakan data dari saham perusahaan yang tercatat di indeks LQ45 pada tahun 2000-2001 sedangkan penelitian Ratnasari dan Astuti menggunakan data saham perusahaan yang tercatat dalam indeks LQ45 tahun 2009-2012.

Dengan dasar kesimpulan-kesimpulan dari penelitian yang tidak konsisten dan menyulitkan investor dalam menetukan variabel-variabel yang paling signifikan untuk dijadikan sebagai acuan pengambilan keputusan investasi. Untuk itu penulis tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh variabel bid-ask spread, market value, variance return, dan dividend payout ratio terhadap holding period pada saham perusahaan indeks LQ-45 di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014.

Dokumen terkait