PEMANFAATAN BAGASE TEBU DAN LIMBAH NANAS SEBAGAI BAHAN BAKU PENGHASIL BIOGAS
RIWAYAT HIDUP
1.1. Latar Belakang.
Perkembangan kebutuhan energi dunia yang dinamis di tengah semakin terbatasnya cadangan energi fosil serta kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup, menyebabkan perhatian terhadap energi terbarukan semakin meningkat, terutama pada sumber energi terbarukan di sektor pertanian seperti komoditi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Hampir seluruh komoditas budidaya di sektor pertanian dapat menghasilkan biomassa, sebagai sumber energi terbarukan. Biomassa adalah bahan organik berumur relatif muda dan berasal dari tumbuhan/hewan; produk dan limbah industri budidaya (pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan), yang dapat diproses menjadi bioenergi (Reksowardojo dan Soerawidjaja, 2006). Hal ini didukung dengan kebijakan pemerintah Indonesia melalui Peraturan Pemerintah No.5/ Tahun 2006 tentang Kebijakan Ekonomi Nasional, yang isi pokoknya adalah pada tahun 2025 ditargetkan bahan energi terbarukan harus sudah mencapai lebih dari 5% dari kebutuhan energi nasional, sedangkan bahan bakar minyak (BBM) ditargetkan menurun sampai di bawah 20% (Renstra, 2000).
Limbah biomassa padat dari pertanian dan perkebunan merupakan bahan baku yang potensial untuk diolah menjadi salah satu bentuk bioenergi yakni biogas melalui pemanfaatan teknologi anaerobik. Bagase merupakan limbah padat dari pabrik gula dan limbah nanas adalah sisa dari pabrik pengolahan buah. Bagase tebu masih mengandung senyawa organik majemuk, dan jika tidak dilakukan pengolahan, akan menimbulkan bau yang kurang sedap dan akan mencemari lingkungan. Sedangkan limbah nanas mengandung karbohidrat (6,41%), mineral dan protein mentah (0,6%) yang berpotensi sebagai substrat fermentasi (Bardiya et al, 1996).
Biogas merupakan salah satu bentuk bioenergi yang dihasilkan dari proses biologis perombakan yang dilakukan oleh mikroorganisme dalam kondisi anaerob. Secara umum gas yang dihasilkan memiliki komposisi 55 – 65 % CH4, 35 – 45 % CO2,
0– 3% N2 dan sedikit H2S. Kualitas biogas dapat ditingkatkan dengan memperlakukan
dioksida (CO2). Biogas merupakan bahan bakar yang mengandung nilai kalori yang
cukup tinggi, yaitu 4500 – 6300 kkal/ m3 .Volume biogas 1 m3 setara dengan 0,8 liter bensin, 0,52 liter solar, 0,62 liter minyak tanah, 0,46 kg elpiji dan 3,5 kg kayu bakar (Syamsudin dan Iskandar, 2005). Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari konsentrasi metana (CH4). Semakin tinggi kandungan metana maka semakin besar
kandungan energi (nilai kalor) pada biogas, dan sebaliknya semakin kecil kandungan metana semakin kecil nilai kalor. Nilai kalori metana relatif tinggi sebesar 9000 kkal/m3. Gas metana telah dikenal luas sebagai bahan baku ramah lingkungan, karena dapat terbakar sempurna sehingga tidak menghasilkan asap yang berpengaruh buruk terhadap kualitas udara. Karena sifatnya tersebut, gas metana merupakan gas yang bernilai ekonomis tinggi dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan mulai dari memasak, pemanasan dan penerangan hingga pembangkit listrik.
Penanganan limbah padat bagase tebu dan limbah nanas dapat dilakukan dalam bioreaktor secara anaerob. Pada proses anaerob digunakan rumen kotoran ternak (sapi) sebagai sumber inokulum.Untuk mengoptimalkan pengolahan campuran limbah bagase dan limbah nanas menjadi produk yang bermanfaat seperti biogas, maka diperlukan karakterisasi limbah (Neves, 2008). Selain itu, manfaat lain yang dapat diperoleh dari produksi biogas, ialah menghasilkan buangan (sludge). Sludge ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman; yang mempunyai karakteristik sama dengan pupuk kandang, terutama dapat memperbaiki struktur tanah dan memberikan kandungan unsur hara pada tanaman. Kelebihan lain dari sludge tersebut adalah telah mengalami proses penguraian di dalam bioreaktor, sehingga telah matang (Setiawan, 1996).
Untuk merealisasikan pengkonversian campuran limbah bagase tebu dan limbah nanas, maka diperlukan penelitian tentang potensi pengembangan campuran limbah tersebut untuk digunakan sebagai bahan bakar penghasil biogas. Karakterisasi campuran limbah bagase tebu dan limbah nanas dengan sistem batch dilakukan pada digester skala laboratorium volume 20 L dengan memperhatikan faktor biotik dan abiotik yang mempengaruhi proses fermentasi campuran limbah tersebut. Hasil optimalisasi sistem batch tersebut digunakan sebagai parameter proses dalam sistem semi-kontinyu pada digester/ bioreakto volume 300 L. Limbah bagase tebu dan limbah nanas yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini berasal dari pabrik gula PT.Rajawali II, Subang dan
pabrik pengolahan makanan nanas PT Marizafood di kota Serang. Hasil optimalisasi parameter proses produksi biogas pada skala 300 L digunakan untuk melakukan analisis kelayakan ekonominya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif pemanfaatan limbah biomassa untuk menghasilkan energi alternatif yang ramah lingkungan.
1.2. Kerangka Pemikiran
Limbah pabrik gula terdiri atas dua macam yakni limbah cair dan limbah padat. Blotong dan bagase tebu merupakan limbah padat . Limbah bagase tebu kaya kandungan lignoselulosa dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pada pembakaran ketel di pabrik, bahan baku pembuatan pupuk, pulp, particle board dan sebagai campuran pakan ternak. Namun pembakaran limbah bagase tebu akan menyebabkan polusi udara, sedangkan pemanfaatan limbah bagase untuk pakan ternak masih memerlukan penelitian lebih lanjut, karena menyebabkan gangguan pencernaan pada ternak (Musanif, 1982). Disamping terbatas, nilai ekonomi yang diperoleh juga belum tinggi. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengembangan proses teknologi sehingga terjadi diversifikasi pemanfaatan limbah pertanian yang ada. Sedangkan limbah nanas dari pabrik pengolahan makanan skala rumah tangga yang terdiri dari kulit nanas selain dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak dan di daur ulang menjadi pupuk kompos, juga berpotensi dikembangkan sebagai bahan baku bioenergi. Limbah nanas mengandung karbohidrat (6,41%), mineral dan protein mentah (0,6%) yang berpotensi digunakan sebagai substrat fermentasi.
Limbah campuran bagase tebu dan limbah nanas merupakan bahan baku yang potensial untuk diolah menjadi salah satu bentuk bioenergi yakni biogas melalui pemanfaatan teknologi anaerobik. Teknologi biogas merupakan teknologi yang memanfaatkan proses fermentasi yang dilakukan dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob). dan dibantu oleh bakteri anaerob dalam proses penguraian yang akan menghasilkan biogas. Prinsip pembentukan biogas merupakan proses biologis dengan bahan dasar berupa bahan organik yang berfungsi sebagai sumber karbon dan menjadi sumber aktivitas dan pertumbuhan bakteri. Bahan organik dalam digester akan dirombak oleh bakteri dan menghasilkan campuran gas metan (CH4) dan karbondioksida (CO2) dan
beberapa gas lainnya (Sahidu, 1983). Limbah peternakan seperti kotoran ternak sapi digunakan sebagai sumber inokulum (bakteri anaerob).
Pada limbah bagase (ampas) tebu, terutama dinding selnya mengandung hemiselulosa, selulosa dan lignin. Selulosa merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui, yang terdapat pada sepertiga sampai separuh dari keseluruhan vegetasi. Struktur proses dari jaringan serat penyusunan bagase sangat baik untuk menghasilkan protein sel tunggal dan enzim selulosa yang berpotensi sebagai medium fermentasi yang dapat menghasilkan biogas (Harahap, 1980). Campuran limbah bagase tebu dan limbah nanas yang dicampur dengan limbah peternakan, seperti kotoran sapi akan membentuk biogas, yang komposisinya terdiri dari gas metan (CH4), CO2, H2, N2 dan H2S serta
produk samping berupa pupuk organik. Pada Gambar 1 ditunjukkan diagram alur kerangka pemikiran dari penelitian yang akan dilakukan.
TEBU
NIRA KOTOR BAGASE
/AMPAS LIMBAH CAIR Penggilingan Pemurnian Pemasakan Kristalisasi NIRA BERSIH NIRA KENTAL GULA PASIR FILTER CAKE/ BLOTONG MOLASES/ TETES KEHILANGAN GULA Fertilizer Bahan Etanol B.Bakar Boiler NANAS Pengupasan
BUAH NANAS JUS NANAS
Pemotongan Penyaringan AMPAS SARIBUAH Pemasakan Sterilisasi Pemasakan NANAS ISIAN Sterilisasi
BUAH NANAS BUAH NANAS
KULIT TONGKOL
LIMBAH PERTANIAN
LIMBAH PETERNAKAN
BIOGAS
Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran
1.3. Perumusan Masalah
Untuk memanfaatkan limbah biomassa dari campuran limbah bagase tebu dan limbah nanas menjadi biogas, maka dilakukan proses pengolahan limbah organik menggunakan sistem biodegradasi fermentasi anaerob sistem batch dan sistem semi- kontinyu dengan dua tahap, yakni fase I dan fase II. Fermentasi anaerob sistem batch dilakukan pada digester 20 L, sedangkan sistem semi-kontinyu dilakukan dalam
bioreaktor volume 300 L. Fase I adalah proses fermentasi semi-aerob untuk pembentukan substrat, yang merupakan merupakan proses fakultatif anaerob. Sedangkan fase II
merupakan proses fermentasi anaerob untuk pembentukan biogas. Fermentasi perombakan
CH4 adalah proses mikrobiologis yang merupakan himpunan proses metabolisme sel.
Biogas merupakan hasil proses fermentasi anaerob (tanpa oksigen). Optimalisasi proses tidak hanya tergantung pada substrat tetapi juga faktor lingkungan yang bersifat biotik maupun abiotik. Faktor biotik ialah sludge / bubur aktif dan mikroba pendegradasi; sedangkan faktor abiotik terdiri dari pH awal substrat, suhu larutan buffer (Ca(OH)2),
agitasi dan rasio C/N. Hasil optimalisasi karakterisasi campuran limbah bagase tebu dan limbah nanas dalam sistem batch dapat digunakan sebagai parameter proses dalam sistem semi-kontinyu dan hasilnya digunakan untuk menganalisis aspek ekonomisnya.
Limbah bagase tebu merupakan bahan yang mengandung lignoselulosa, dimana terdapat zat lignin yang bersifat kayu dan sulit didegradasi, maka perlu dilakukan pemrosesan awal untuk lebih mempercepat proses degradasi limbah. Ini dilakukan dengan membuat limbah bagase menjadi potongan-potongan kecil dan menambahkan pupuk urea agar terjadi proses pengkomposan. Sedangkan limbah nenas mengandung kadar asam yang cukup tinggi, yang dapat mempercepat proses anaerob karena asam merupakan salah satu makanan pokok bakteri anaerob. Fase I dilakukan dalam kantung plastik 60 kg, dan fase II dilakukan pada bioreaktor (B) volume 20 L. Hasil pada fase I merupakan substrat pada bioreaktor B yang merupakan proses obligat anaerob. Ini akan dicampurkan dengan substrat kotoran ternak untuk mendapatkan rasio C/N 20 dan 30. Sebelum dicampurkan dengan substrat kotoran ternak, terlebih dahulu ditambahkan larutan buffer untuk mempertahankan pH. Dalam fase I dilakukan analisis terhadap kadar abu, kadar air, C/N rasio, VS ( Volatile Solid), TS (Total Solid) dan VFA (Volatile Fatty Acid) serta pengukuran produksi gas dan komposisi gas yang dihasilkan pada tahap fase II. Hasil optimasi produksi biogas sistem batch skala laboratorium digunakan sebagai parameter dalam percobaan sistem semi-kontinyu pada bioreaktor 300 L.
Pada Gambar 2 ditunjukkan perumusan masalah dalam penelitian yang dilakukan ini, sehingga dapat diperoleh informasi tentang :
1. Bagaimana komposisi substrat fermentasi anaerobik dari campuran limbah bagase tebu dan limbah nanas yang dicampur dengan kotoran sapi untuk memproduksi biogas yang maksimal ?.
2. Seberapa besar nilai ekonomis yang dapat diperoleh dari pemanfaatan campuran limbah bagase tebu dan limbah nanas yang digunakan sebagai energi terbarukan?.
Limbah organik Padat Pemotongan Limbah organik Padat Potongan Limbah Organik Padat Manure Biodegradsi/ Digestasi Anaerob Air Biogas Ekualisasi Slurry Overflow Filtrasi Fisik Final Effluent Penghilangan Gas CO2 dan H2 Gas Holder CH4
Bahan Bakar Gas Backwash Sedimen Sludge Pengeringan Sedimen Pupuk Organik Cair Pupuk Organik
Gambar 2. Diagram perumusan masalah
1.4. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui parameter proses optimal fermentasi campuran limbah bagase tebu dan limbah nanas dalam menghasilkan biogas.
2. Untuk mengetahui nilai ekonomis dari pemanfaatan campuran limbah bagase tebu dan limbah nanas sebagai bahan bakar biogas.
1.5. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian diharapkan dapat diperoleh suatu informasi atau cara pembuatan biogas yang dapat digunakan sebagai alternatif dalam pengolahan limbah biomassa industri pertanian dari campuran limbah bagase tebu dan limbah nanas sebagai bahan bakar untuk menghasilkan biogas dan sebagai masukan bagi pemerintah daerah dalam memilih diversifikasi energi untuk kebutuhan lokal.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Bagase (Ampas) Tebu
Indonesia sebagai negara agraris mempunyai potensi limbah biomassa padat dari sektor pertanian dan peternakan yang sangat melimpah. Limbah biomassa pertanian merupakan limbah yang kaya dengan lignoselulosa yang dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak. Di samping itu limbah biomassa pertanian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan energi terbarukan seperti biogas. Salah satunya adalah limbah bagase (ampas) tebu yang merupakan limbah dari pabrik gula. Limbah pabrik gula terdiri atas dua macam, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat adalah blotong dan bagase atau ampas tebu (35%). Sedangkan limbah cair berasal dari tetes dan air bekas cucian (Mubyarto dan Daryanti, 1991). Limbah padat terdiri atas bahan organik akan mengalami penguraian secara alamiah akibat kerja mikroorganisme. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam air atau menyebabkan anaerob. Bagase terdiri dari sisa batang tebu yang telah diperas niranya. Komponen utama bagase antara lain serat kasar, air dan sejumlah kecil padatan terlarut.
Komposisi kimia tebu sangat variatif, terutama dipengaruhi oleh varietas, tingkat kematangan dan cara pemanenan. Pemanfaatan bagase selama ini hanya terbatas sebagai bahan bakar, campuran pakan ternak , pupuk dan pulp. Bagase yang kaya akan selulosa mempunyai potensi yang cukup baik sebagai medium fermentasi yang dapat menghasilkan biogas. Komposisi kimia bagase (ampas) tebu disajikan dalam Tabel 1. Pada limbah pertanian seperti bagase, terutama pada dinding selnya mengandung hemiselulosa, selulosa dan lignin. Selulosa merupakan sumberdaya yang terdapat paling banyak di bumi ini, diperkirakan sebanyak sepertiga sampai separuh dari semua vegetasi. Kebanyakan selulosa tidak digunakan dan mengalami penguraian alami atau secepatnya dibuang sebagai limbah. Struktur proses dari jaringan serat penyusunan bagase sangat baik digunakan sebagai medium fermentasi untuk menghasilkan protein sel tunggal dan enzim selulosa. Sekalipun estimasi untuk produksi limbah padat dari sumber yang bermacam-macam sangat luas, hal ini dapat digunakan untuk memperkirakan potensi energi dari sumber limbah yang beraneka ragam (Harahap, 1980).
Tabel 1. Komposisi kimia bagase tebu (Harjo et al, 1989)
No. Komponen % Berat Kering
1 Protein 3,1
2 Lemak 1,5
3 Serat Kasar 34,9
4 Ekstrak Bebas Nitrogen 51,7
5 Abu 8,8
Bahan baku dalam bentuk selulosa mudah dicerna oleh bakteri anaerob, tetapi bila banyak mengandung zat kayu (lignin) pencernaan menjadi sukar. Tebu dan jerami merupakan contoh bahan yang banyak mengandung zat kayu. Bahan yang sukar dicerna ini akan terapung pada permukaan cairan dan membentuk lapisan kerak (scum), sedangkan bahan yang sudah dicerna akan turun ke dasar reaktor/ tangki pencernaan. Lapisan kerak yang terbentuk di atas permukaan tersebut akan menghambat laju produksi biogas (Harahap, 1980).
Lignin merupakan bahan yang sulit didegradasi, demikian juga bahan yang terikat (selulosa yang berikatan dengan lignin), sehingga tingginya lignin dalam campuran akan mempengaruhi proporsi bahan yang bisa dimanfaatkan untuk produksi biogas; yang nantinya akan mengurangi produksi biogas yang dihasilkan (Noegroho, 1980).
Sumber limbah selulosa yang banyak dijumpai di Indonesia adalah jerami padi dan bagase. Melalui biokonservasi diharapkan pemanfaatan limbah berselulosa mempunyai prospek yang sangat cerah untuk dikembangkan sebagai diversifikasi energi dalam menghadapi krisis energi di masa datang. Beberapa macam limbah selulosa, hemiselulosa dan ligninnya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Berbagai limbah dengan kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin (Harjo et al, 1989)
No. Macam Limbah Selulosa (%) Hemiselulosa (%) Lignin (%)
1 Serat Kapas 90 - -
2 Batang Kayu Keras 40 – 50 20 – 40 18 – 25 3 Batang Kayu Lunak 45 – 50 25 – 35 25 – 35 4 Bagase 25 – 40 25 – 50 13 – 30
2.2. Limbah Nenas
Tanaman nenas tersebar hampir di seluruh propinsi di Indonesia, tetapi konsentrasi sentra produksi selama tujuh tahun terakhir terdapat di beberapa propinsi, diantaranya Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung dan Riau. Buah nanas selain dikonsumsi segar juga diolah menjadi berbagai macam makanan dan minuman, seperti selai, buah dalam sirop dan lain-lain. Rasa buah nanas manis sampai agak masam segar, sehingga disukai masyarakat luas. Disamping itu, buah nanas mengandung gizi cukup tinggi dan lengkap. Buah nanas mengandung enzim bromelain, yakni enzim protease yang dapat menghidrolisa protein, protease atau peptide.
Pengolahan nenas menjadi makanan dan minuman olahan yang dilakukan oleh produsen dan eksportir makanan/minuman kalengan akan menghasilkan limbah biomassa pertanian yang berupa kulit, hati/ tongkol, ampas dan lain-lainnya. Dari pengolahan satu ton buah nenas menjadi produk makanan/minuman kaleng akan menghasilkan 0,5 ton limbah padat (Chaiprasert et al, 2001). Limbah nenas ini masih mempunyai nilai ekono- mis. Kulit buah nanas dapat diolah menjadi sirop atau diekstrasi cairannya untuk pakan ternak. Limbah nenas juga berpotensi untuk digunakan sebagai substrat dalam proses fermentasi anaerob untuk menghasilkan biogas. Limbah nenas mempunyai kadar selulosa, hemiselulosa dan gula yang tinggi. Kandungan asam yang relatif tinggi pada limbah nenas berpengaruh pada aktivitas mikroba. Limbah nanas dari pabrik pengalengan dan jus nanas terdiri dari kulit, tongkol / bagian tengah buah, ampas dan air bilasan proses pengalengan nanas. Limbah nanas mengandung karbohidrat (6,41%), mineral dan protein mentah (0,6%) yang berpotensi digunakan sebagai substrat fermentasi.
Tabel 3. Komposisi kimiawi limbah nenas (Chaiprasert et al, 2001)
Komposisi % Berat Segar
Rentang Rata-rata Kadar Air 87,0 – 91,0 89,0 Glukosa 0,9 – 1,8 1,4 Fruktosa 0,5 0,5 Sukrosa 1,1 – 5,1 3,1 Selulosa 1,6 – 2,1 1,8 Hemiselulosa 2,3 – 2,9 2,6 Lignin 0,4 – 0,5 0,4 Dan lain-lain 0,2 – 2,2 1,2
Pada Tabel 3 ditunjukkan komposisi limbah nenas. Menurut Chaiprasert et al (2001), fermentasi anaerob pada limbah nenas akan lebih baik dilakukan pada suhu mesophilic (30 – 400 C), karena aktivitas mikroba pembentuk asam propionat dan asetat bekerja optimal. Kedua asam tersebut sangat dibutuhkan, karena baik asam propionat maupun asetat berperanan dalam pembentukan gas metan. Produksi biogas dengan bahan limbah nenas telah diteliti oleh Bardiya et al (1996) dan tampak pada Tabel 4.
Tabel 4. Produksi biogas dengan bahan baku limbah nanas di New Delhi.
Hasil /HRT 10 hari 20 hari 30 hari
Biogas (ml/hari) 1682 1436 1352 Yield (l/ kg TS) 133 228 322 Metan (%) 49 50 51 Degradasi (%): - TS 58 50 49 - VS 62 53 51 Produksi Biogas.
Untuk memproduksi biogas dapat dilakukan dengan fermentasi bahan-bahan organik dalam suasana anaerobik di dalam sebuah bioreaktor. Diagram proses penguraian biomassa menjadi biogas disajikan pada Gambar 3. Pembentukan biogas merupakan proses biologis. Penggunaan bahan baku berupa bahan organik berfungsi sebagai sumber karbon dan nitrogen merupakan sumber kegiatan dan pertumbuhan mikroorganisme (Noegroho, 1980).
Pembentukan biogas merupakan proses biologis dengan bahan dasar berupa bahan organik akan berfungsi sebagai sumber karbon yang merupakan sumber aktivitas dan pertumbuhan bakteri. Bahan organik dalam reaktor penghasil biogas (digester) akan dirombak oleh bakteri dan kemudian akan menghasilkan campuran gas metana (CH4) dan
CO2, H2S, H2, dan N2. Fermentasi perombakan CH4 adalah proses mikrobiologis yang
merupakan himpunan proses metabolisme sel. Fermentasi bahan organik dapat terjadi dalam keadaan aerob maupun anaerob. Sedangkan biogas merupakan hasil proses fermentasi anaerob. Optimalisasi proses tidak hanya tergantung pada substrat, jasad pemrosesnya tetapi juga faktor lingkungan yang bersifat biotik maupun abiotik (Sahidu, 1983).
Gambar 3. Proses produksi biogas
Penguraian senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein yang terdapat dalam limbah cair organik dengan proses anaerobik akan menghasilkan biogas yang mengandung CH4/ metana (50-70%), CO2 (25-45%) dan sejumlah kecil nitrogen, hidrogen dan hidrogen sulfida. Reaksi sederhana penguraian senyawa organik secara anaerob adalah sebagai berikut:
anaerob
Bahan organik CH
4 + CO2 + H2 + N2 + H2O
Mikroorganisme
Penguraian bahan organik dengan proses anaerobik mempunyai reaksi yang kompleks dan terdiri dari ratusan reaksi yang masing- masing mempunyai mikroorganisme dan enzim aktif yang berbeda. Penguraian dengan proses anaerobik secara umum dapat disederhanakan menjadi 3 tahap:
Subtrat Polimer Protein Karbohidrat Lemak
Asam amino
Gula Asam lemak
Asam organic Alkohol
Asam acetat Hidrogen
CO2 Metana Hidrolisis Pembentukan asam Pembentukan Asam asetat Pembentukan metana Bakteri pembentuk metana Acetogenic bacteri Fermentative bacteria Fermentative bacteria
• Tahap Asidogenik • Tahap Asetogenik • Tahap Metanogenik
Langkah pertama dari tahap pembentukan asam adalah hidrolisa senyawa organik baik yang terlarut maupun yang tersuspensi dari berat molekul besar (polimer) menjadi senyawa organik sederhana (monomer) yang dilakukan oleh enzim-enzim ekstraseluler. Pembentukan asam dari senyawa-senyawa organik sederhana (monomer) dilakukan oleh bakteri-bakteri penghasil asam yang terdiri dari sub divisi acids/farming bacteria dan acetogenic bacteria. Tahap kedua, asam propionat dan butirat diuraikan oleh acetogenic bacteria menjadi asam asetat. Tahap ketiga adalah pembentukan metana yang dilakukan oleh bakteri penghasil metana yang terdiri dari sub divisi acetocalstic methane bacteria yang menguraikan asam asetat menjadi metana dan karbon dioksida. Karbon dioksida dan hidrogen yang terbentuk dari reaksi penguraian di atas, disintesa oleh bakteri pembentuk metana menjadi metana dan air.
Proses pembentukan asam dan gas metana dari suatu senyawa organik sederhana melibatkan banyak reaksi percabangan. Mosey (1983) yang menggunakan glukosa sebagai sampel untuk menjelaskan bagaimana peranan keempat kelompok bekteri tersebut menguraikan senyawa ini menjadi gas metana dan karbon dioksida sebagai berikut:
1. Acid forming bacteria menguraikan senyawa glukosa menjadi : a. C 6H12O6 + 2H2O 2CH3COOH + 2CO2 + 4H2 (as. asetat) b. C 6H12O6 CH3CH2CH2COOH + 2CO2 + 2H2 (as. butirat) c.C 6H12O6+2H2 2CH3CH2COOH + 2H2O (as. propionat)
2. Acetogenic bacteria menguraikan asam propionat dan asam butirat menjadi : a. CH
3CH2COOH CH3COOH + CO2 + 3H2
b. CH
3CH2CH2COOH 2CH3COOH + 2H2
(as. asetat) 3. Acetoclastic methane menguraikan asam asetat menjadi : a. CH
3COOH CH4 + CO2
(metana)
4. Methane bacteria mensintesa hidrogen dan karbondioksida menjadi : a. 2H
2 + CO2 CH4 + 2H2O
(metana)
Lingkungan besar pengaruhnya pada laju pertumbuhan mikroorganisme baik pada proses aerobik maupun anaerobik. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses anaerobik terdiri dari faktor biotik dan abiotik. Faktor abiotik antara lain: temperatur, pH, rasio C/N dan pengenceran bahan isian, pengadukan; sedangkan faktor biotik diantaranya adalah konsentrasi substrat dan cairan pemula (starter).
2.3.1. Suhu
Gas dapat dihasilkan jika suhu antara 4 - 60°C dan suhu dijaga konstan. Bakteri akan menghasilkan enzim yang lebih banyak pada suhu optimum. Semakin tinggi suhu reaksi juga akan semakin cepat tetapi bakteri akan semakin berkurang.
Tabel 5. Pengaruh temperatur terhadap daya tahan hidup bakteri
Jenis Bakteri Rentang Suhu (0C) Suhu Optimum(0C)
a. Cryophilic 2 – 30 12 - 18
b. Mesophilic 20 – 45 30 - 40
c. Thermophilic 45 - 75 55 - 65
Proses pembentukan metana bekerja pada rentang suhu optimum 30-40°C, tapi dapat juga terjadi pada suhu rendah, 4°C. Untuk temperatur di bawah jangkauan optimim, maka laju digestasi turun sekitar 11% untuk setiap penurunan suhu 10C; yang ditunjukkan dengan rumus Arrhenius berikut ( Henzen and Harremoes, 1983):
rt = r30 (1.11) ( t – 30 ) ………. 1)
Laju produksi gas akan naik 100-400% untuk setiap kenaikan suhu 12°C pada rentang suhu 4 - 65°C. Mikroorganisme yang berjenis thermophilic lebih sensitif terhadap