• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Sistem Batch

4.1.2. Dekomposisi Bahan Secara Anaerobik

4.1.2.2. Produksi dan Komposisi Biogas

a. Produksi Biogas.

Laju produksi biogas yang dihasilkan dalam proses anaerobik diukur setiap hari selama proses fermentasi 48 hari. Pada Gambar 21 tampak bahwa produksi gas mulai terlihat pada hari ke-4. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa laju produksi biogas tertinggi dicapai oleh perlakuan Ns -35, BNs -35 dan BNs-30 berturut-turut sebesar 523 mL/hari, 514 mL/hari dan 466 mL/hari. Pada ketiga perlakuan tersebut menunjukkan laju produksi gas sangat fluktuatif, ini mungkin disebabkan bahwa aktivitas mikroba pengurai belum sepenuhnya optimal, karena adanya pengaruh dari

faktor- faktor lingkungan, seperti pengadukan dan terbentuknya lapisan scum yang mengganggu proses pembentukan biogas. Laju produksi biogas dari limbah nanas pada perlakuan Ns-35 sebesar 523 ml/hari jauh lebih kecil dibandingkan laju produksi biogas limbah nanas yang diperoleh Bardiya et al (1996) sebesar 1300 mL/hari. Hal ini mungkin kurang optimalnya pengkondisian awal proses fermentasi anaerobik.

Sedangkan pada perlakuan Ns-25, Ns-30 dan BNs-25 menunjukkan laju produksi biogas yang relatif nyaris sama, yakni sebesar 118,2 mL/ hari. Laju produksi biogas harian pada perlakuan Bg-25 dan Bg-30 masing-masing sebesar 170 mL/ hari dan 129,7 mL/ hari. Laju produksi biogas harian bagase yang diperoleh lebih kecil dibandingkan laju produksi biogas harian yang diperoleh Pound et al (1981) sebesar 375 mL/hari dari limbah batang tebu dengan komposisi terdiri 20% inokulum: 56,7% slurry segar : 23,3% limbah batang tebu. Sedangkan laju produksi pada Bg-35 relatif sama dengan laju produksi biogas pada kontrol. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa bahan substrat sangat menentukan laju produksi biogas. Menurut Chanakya et al (2006) laju produksi biogas yang rendah dari bahan pakan ternak disebabkan karena tidak cukup tersedia kolonisasi bakteri metanogen sehingga menghambat konversi asam dari bahan substrat yang diumpankan. Reduksi VS awal yang tinggi juga menyebabkan laju produksi biogasnya rendah. Fluktuasi laju produksi biogas dan peningkatan VFA

membutuhkan periode waktu ± 100 hari. Campuran bagase tebu dan biomassa dapat digunakan sebagai biofilter untuk mendegradasi bahan organik terlarut pada reaktor jenis Down Flow Fixed Bed Reactor (DFFBR).

Pada Gambar 22 tampak bahwa produksi biogas kumulatif tertinggi selama 48 hari diperoleh oleh perlakuan Ns-35 dengan kadar TS 7,7% (w/v) mampu menghasilkan biogas sebanyak 17,2 L atau 203,1 L/kg TS, BNs-35 dengan kadar TS 8,2% (w/v) mampu menghasilkan biogas sebanyak 12,6 L atau 69,9 L/kg TS dan BNs- 30 dengan kadar TS 8,1% (w/v) menghasilkan biogas sebanyak 12,3 L atau 32,3 L/kg TS.

Gambar 22. Produksi biogas kumulatif pada proses fermentasi anaerobik

Sedangkan produksi biogas kumulatif Bg-25 dengan kadar TS 10,5%(w/v) mampu menghasilkan biogas sebesar 8,2 L atau 78,1 L/ kg TS dan Bg-30 dengan kadar TS 10,5% (w/v) mampu menghasilkan biogas sebanyak 6,2 L atau 35,2 L/kg TS. Produksi biogas kumulatif Ns-25 dengan kadar TS 6,9%(w/v) mampu menghasilkan biogas sebanyak 5,8 L atau 16,2 L/kg TS, Ns-30 dengan kadar TS 6,9%(w/v) mampu menghasilkan biogas sebanyak 5,8 L atau 30 L/kg TS dan BNs-25 dengan kadar TS 7,9%(w/v) mampu menghasilkan biogas sebanyak 5,3 L atau 10,3 L/kg TS. Produksi biogas kumulatif tertinggi dari perlakuan Ns-35 yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 203,1 L/kg TS jauh lebih kecil dibandingkan produksi kumulatif yang diperoleh Bardiya et al (1996) sebesar 413 L/kg TS dari fermentasi anaerob limbah

nanas selama 40 hari. Sedangkan produksi biogas kumulatif bagase tebu dari perlakuan Bg-25 yang diperoleh sebesar 78,1 L/kg TS lebih tinggi daripada yang diperoleh Pound et al (1981) sebesar 18 L/kg TS dari limbah batang tebu dengan komposisi 20% inokulum: 56,7% slurry segar : 23,3% limbah batang tebu. Produksi biogas kumulatif Bg-25 yang diperoleh juga lebih besar dari yang diperoleh Osman et al (2006) yakni sebesar 51,5 L/kg TS dari campuran bagase tebu dan kotoran ayam. Sedangkan produksi biogas kumulatif kontrol nyaris sama dengan produksi biogas kumulatif Bg-35. Ini menunjukkan bahwa pada Bg-35 tidak terjadi pertumbuhan mikroba yang optimal, sehingga proses fermentasi anaerob yang terjadi mirip dengan kontrol. Ini mungkin disebabkan pada Bg-35 tidak terjadi keseimbangan antara C dan N yang dibutuhkan oleh mikoba untuk tumbuh dan berkembang biak. Menurut Yani dan Darwis (1990), mikroba yang berperan dalam proses secara anaerobik membutuhkan nutrisi untuk tumbuh dan berkembang, berupa sumber karbon (C) dan sumber nitrogen (N). Bagase tebu mempunyai kandungan lignoselulosa yang cukup tinggi, sehingga pada Bg-35 unsur N tidak dapat mengimbangi ketersediaan unsur C yang berlebihan. Perbandingan C/N dari bahan organik sangat menentukan aktivitas mikroba dan produksi biogas (Fry, 1974).

b. Komposisi Biogas.

Gambar 23. Kandungan gas CH4 (%) pada proses fermentasi anaerobik

Pada Gambar 23 tampak hasil uji persentase CH4 yang terkandung dalam

produksi biogas pada hari ke-20 dan ke-40 dalam proses fermentasi anaerob. Persentase CH4 dari hari ke-20 sampai hari ke-40 menunjukkan peningkatan. Pada

awal proses anaerob akan terbentuk gas CO2. Ini terjadi pada tahap hidrolisis dan

asidogenesis. Pada hari ke-20 proses fermentasi telah mencapai tahap pembentukan gas metan (CH4) namun belum optimal, sedangkan pada hari ke-40, proses anaerob

tahap metanogenesis telah mencapai kestabilan, sehingga pembentukan gas metan dapat mencapai optimal. Hal ini juga menunjukkan adanya keseimbangan antara laju proses asidogenesis dan metanogenesis (Chanakya et al, 1999). Kualitas biogas yang dihasilkan ditentukan dengan besarnya persentase CH4. Menurut Chanakya et al.

(1999) komposisi gas metan(CH4) yang dihasilkan dari biogas dengan bahan baku

bagase tebu > 60%, sedangkan pada kondisi mesofilik, komposisi CH4 yang dihasilkan

dari biogas dengan bahan baku limbah nanas mencapai 79 % (Chaiprasert et al, 2001). Kualitas biogas terbaik ditunjukkan oleh perlakuan Bg-25 dengan kadar TS sebesar 10,5% (w/v) menghasilkan CH4 sebesar 75%, BNs-35 dengan kadar TS sebesar 8,2%

(w/v) menghasilkan CH4 sebesar 74% serta Bg-30 dengan kadar TS sebesar

10,5%(w/v) menghasilkan CH4 sebesar 70%. Kadar TS bahan ikut berperan dalam

menentukan kadar CH4 yang dihasilkan. Namun tingginya kualitas biogas pada

perlakuan Bg-25 dan Bg-30 tidak diimbangi dengan laju produksinya. Pada perlakuan Ns-35 dengan kadar TS sebesar 7,7% (w/v) mampu menghasilkan biogas tertinggi, yakni sebesar 203,1 L/kg TS memiliki kandungan CH4 sebesar 67%, maka diperoleh

136,1 L CH4/kg TS. Kandungan CH4 terendah diperoleh dari perlakuan Bg-35 yakni

sebesar 44%, sedangan pada kontrol diperoleh kandungan CH4 sebesar 65%.

Berdasarkan perhitungan total nilai kalor terbesar ditunjukkan pada perlakuan Ns-35 yaitu substrat limbah nanas dengan C/N rasio 35, menunjukkan nilai total kalor sebesar 5145 kJ dan BNs-35 yaitu substrat campuran bagase tebu dan limbah nanas dengan C/N rasio 35 menunjukkan nilai kalor total sebesar 1955,2 kJ. Walaupun memiliki kandungan CH4 yang cukup tinggi (75 % dan 70%) pada perlakuan Bg-25

dan Bg-30 namun laju produksinya sangat rendah. Pada Tabel 11 ditunjukkan produksi biogas kumulatif dan komposisi kandungan CH4 sampai hari ke-20 dan hari ke-40 dari

Tabel 14. Produksi kumulatif dan komposisi biogas dalam.sistem batch

JENIS PROD.BIOGAS SAMPAI SAMPAI

Dokumen terkait