• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Melalui pembelajaran dalam matematika, diharapkan siswa dapat menguasai seperangkat kompetensi yang telah ditetapkan. Sehingga, penguasaan materi matematika bukanlah tujuan akhir dari pembelajaran matematika, melainkan penguasaan materi matematika merupakan jalan untuk mencapai penguasaan kompetensi.

Adapun tujuan dari pembelajaran matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah agar siswa mampu: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006).

National Council of Teachers of Mathematics (2000) dengan menetapkan lima standar kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi (representation). Kemampuan pemecahan masalah menjadi penting oleh siswa karena dalam penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah. Melalui kegiatan ini, aspek-aspek kemampuan matematika seperti penerapan aturan, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematik dan lain -lain dapat dikembangkan secara lebih baik. Aktivitas mental yang dapat dijangkau dalam pemecahan masalah antara lain adalah mengingat, mengenal, menjelaskan, membedakan,

2

menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi. Terdapat hal yang sama yang dinyatakan oleh Muhsetyo, Gatot (2007: 126) dalam bukunya, yaitu “Manfaat dari pengalaman memecahkan masalah, antara lain adalah peserta didik menjadi: (1) kreatif dalam berfikir;(2) kritis dalam menganalisa data, fakta dan informasi; (3) mandiri dalam bertindak dan bekerja”. Selain itu dengan pemecahan masalah akan menumbuhkan sikap kreatif siswa dalam pembelajaran matematika, sehingga suasana pembelajaran akan lebih meningkatkan kemampuan siswa.

Menurut Adjie dan Maulana (2007) Kemampuan pemecahan masalah dapat dikatakan sebagai keterampilan pemecahan masalah yang melibatkan semua aspek pengetahuan berupa ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.

Menurut Wardhani (2008) pemecahan masalah merupakan suatu proses penerapan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya pada situasi yang baru didapat. Menurut Nasution (2011) pemecahan masalah merupakan proses pelajar dalam menemukan kombinasi aturan-aturan yang t

lah dipelajari sebelumnya yang digunakan untuk memecahkan masalah dan tidak hanya menerapkan aturan-aturan yang sudah diketahui, tetapi menghasilkan pengetahuan baru. Berdasarkan uraian pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah suatu proses keterampilan, penerapan, atau pun pemahaman mengenai pengetahuan yang sudah diperoleh untuk menghasilkan p engetahuan baru.

Suherman (2008: 7) menyatakan bahwa indikator pemecahan masalah meliputi:

mengamati; mengidentifikasi; memahami; merencanakan; menduga; menganalisis; mencoba;

menginterpretasi; menemukan; menggeneralisasi; meninjau kembali. Sedangkan, George Polya (2004) dalam bukunya How To Solve It, memperkenalkan 4 langkah dalam penyelesaian masalah yang disebut Heuristik. Heuristik adalah langkah umum yang memandu pemecah masalah untuk menemukan solusi dari masalah tersebut. Langkah-langkah dalam proses pemecahan masalah dapat ditinjau dari karakteristik-karakteristik Pendidikan Matematika Realistik (PMR) (Ariyadi : 2012), yaitu 1) eksplorasi terhadap fenomena; 2) proses matematisasi horizontal dan vertikal; 3) kontribusi siswa; 4) interaktivitas; dan 5) jalinan pengetahuan. Selain karakteristik PMR yang digunakan, adapun langkah -langkah kemampuan pemecahan masalah (Polya : 2011), yaitu 1) memahami permasalahan; 2) membuat rencana penyelesaian; 3) melaksanakan rencana; dan 4) melihat kembali atau melakukan pengecekan kembali.

3

Menurut Wagner (2010) dan Change Leadership Group dari Universitas Harvard mengidentifikasi kompetensi dan keterampilan bertahan hidup yang diperlukan oleh siswa dalam menghadapi kehidupan, dunia kerja, dan kewarganegaraan di abad-21 dan ditekankan terdapat tujuh keterampilan, yaitu 1) kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah, 2) kolaborasi dan kepemimpinan, 3) ketangkasan dan kemampuan beradaptasi, inisiatif dan berjiwa entrepreneur, 5) mampu berkomunikasi efektif baik secara oral maupun tertulis, 6) mampu mengakses dan menganalisis informasi, dan 7) memiliki rasa ingin tahu dan imajinasi.

US-based Apollo Education Group mengidentifikasi sepuluh (10) keterampilan yang diperlukan oleh siswa untuk bekerja di abad ke-21, yaitu keterampilan berpikir kritis, komunikasi, kepemimpinan, kolaborasi, kemampuan beradaptasi, produktivitas dan akuntabilitas, inovasi, kewarganegaraan global, kemampuan dan jiwa entrepreneurship, serta kemampuan untuk mengakses, menganalisis, dan mensinte sis informasi (Barry, 2012).

Dalam pembelajaran abad-21 terdapat salah satu keterampilan yang sangat diperlukan oleh siswa, yaitu kemampuan pemecahan masalah. Kemampuan pemecahan masalah sangatlah diperlukan oleh siswa, karena dengan kemampuan pemecahan ma salah siswa dapat mengalami langsung proses mendapatkan hasil atau pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang sudah dimiliki, selain itu kemampuan pemecahan masalah tidak hanya menginginkan hasil akhir saja, tetapi memerlukan proses dalam me ncapai hasil.

Kemampuan pemecahan masalah menjadi sangat penting untuk diberikan kepada siswa karena kemampuan ini adalah kemampuan yang membuat siswa mengalami langsung, mulai dari mencari, memilih, menemukan, mengevaluasi, dan mempertimbangkan.

Untuk mendapatkan gambaran atas kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah pada materi Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel, maka peneliti memberikan 2 soal kepada siswa kelas XI IPA 7 yang sudah pernah mendapatkan materi Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel. Berikut adalah soal tes yang diberikan:

1. Harga 3 buah buku dan 2 buah penggaris Rp 18.000,00. Harga sebuah buku Rp 1.000 lebih mahal dari sebuah penggaris. Berapakah harga 2 buah buku dan 5 buah penggaris?

a. Tuliskan apa yang diketahui dalam soal di atas!

b. Tuliskan apa yang ditanyakan dalam soal di atas!

c. Selesaikan soal di atas dengan du acara yang berbeda!

4

2. Seorang pedagang pasar akan mendistribusikan dagangannya ke tiga penjual sayuran keliling. Setiap harinya ia mendapat setoran hasil penjualan sayuran oleh pedagang keliling tersebut sebesar Rp 138.500,00, Rp 86.000,00, dan Rp 92.500,00. Pedagang tersebut mengirimkan 5 kg sawi, 3 kg wortel, dan 3 kg timun ke penjual sayuran keliling pertama. 2 kg sawi, 3 kg wortel, dan 2 kg timun ke penjual sayuran keliling kedua. 3 kg sawi, 1 kg wortel, dan 4 kg timun ke penjual sayuran keliling ketiga. Berapa uang yang diterima pedagang pasar tersebut jika ia menjual masing-masing sayuran 15 kg dalam sehari?

a. Tuliskan apa yang diketahui dalam soal di atas!

b. Tuliskan apa yang ditanyakan dalam soal di atas!

c. Selesaikan soal di atas dengan dua cara yang berbeda!

Ada 28 siswa yang mengerjakan soal tes awal. Semua siswa mengalami kendala pada saat membuat rencana, yaitu ketika mendefinisikan variabel yang akan dipergunakan di dalam menyelesaikan masalah. Berikut adalah beberapa jawaban siswa yang mengalami kesalahan saat membuat rencana, yaitu ketika melakukan pemisalan ke dalam bentuk variabel

Gambar 1.1a contoh jawaban siswa untuk soal nomor 1 pada tahap perencanaan

Gambar 1.1b contoh jawaban siswa untuk soal nomor 1 pada tahap perencanaan

Gambar 1.1c contoh jawaban siswa untuk soal nomor 1 pada tahap perencanaan

Gambar 1.2a contoh jawaban siswa untuk soal nomor 2 pada tahap perencanaan

5

Gambar 1.2b contoh jawaban siswa untuk soal nomor 2 pada tahap perencanaan

Gambar 1.2c contoh jawaban siswa untuk soal nomor 2 pada tahap perencanaan Gambar 1.1 dan 1.2 merupakan hasil jawaban siswa ketika siswa membuat rencana pada saat melakukan penyelesaian masalah pertama dan kedua. Dari jawaban yang diberikan siswa, menurut peneliti, siswa belum dapat memahami konsep variabel dan belum dapat mendefinisikan suatu variabel dengan benar.

Dalam menyelesaikan permasalahan, siswa diminta menyelesaikan menggunakan tiga metode penyelesaian yang berbeda, yaitu metode substitusi, eliminasi, atau determinan.

Berdasarkan hasil jawaban siswa, jarang ditemui siswa mengerjakan dengan metode determinan. Siswa lebih banyak menggunakan metode eliminasi, substitusi atau eliminasi-substitusi (campuran). dalam menyelesaikan dengan metode tertentu siswa juga masih belum memahami langkah penyelesaian dengan metode yang dipilih siswa dan peneliti menyimpulkan bahwa tidak semua metode penyelesaian dipahami oleh siswa. Selain metode penyelesaian yang dipilih oleh siswa, dalam melaksanakan rencana atau melakukan penyelesaian untuk menemukan apa yang ditanyakan pada soal, siswa belum melakukannya secara runtut. Siswa juga belum melihat kembali atau membuat kesimpulan berdasarkan penyelesaian yang sudah dilakukan siswa.

Berikut adalah beberapa jawaban siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan :

Dari jawaban siswa untuk nomor 1, maka jawaban siswa dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok. Dari 2 kelompok jawaban siswa, terdapat jawaban yang menunjukkan bahwa siswa memiliki masalah pada saat mereka menyelesaikan masalah nomor 1. Masalah yang dihadapi oleh siswa dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1. Kelompok jawaban pertama untuk masalah nomor 1

Ada 1 siswa dari 28 siswa yang menjawab seperti berikut ini:

6

Gambar 1.3 contoh jawaban siswa pada kelompok jawaban pertama

Kalimat berikut di dalam soal ”harga 3 buah buku dan 2 buah penggaris Rp 18.000,00”

dituliskan oleh siswa menjadi harga total = 18.000 dan dinyatakan dalam persamaan 3x+2y

= 18.000. Kalimat berikut dalam soal “harga sebuah buku Rp 1.000 lebih mahal dari sebuah penggaris” dituliskan harga buku: lebih 1.000 dari penggaris. Kemudian siswa berpikir bahwa karena harga buku 1.000 lebih mahal daripada penggaris dan total harga yang dibayarkan adalah 18.000, maka siswa menuliskan proses berikut ini: 18.000 – (3 x 1.000)

= 15.000. Kemudian siswa menambahkan koefisien x dan y dalam persamaan 3x + 2y = 18.000 sehingga diperoleh 3 + 2 = 5. Siswa berpikir bahwa 5 adalah banyaknya penggaris yang dibeli, sehingga untuk mencari harga satu penggaris, siswa membagi 15.000 dengan 5, sehingga diperoleh hasilnya adalah 3.000. Siswa kemudian menuliskan harga penggaris:

Rp 3.000. Dari soal diketahui bahwa harga buku 1000 lebih mahal daripada penggaris, maka siswa mencari harga buku setelah diperoleh harga penggaris dengan melakukan proses berikut harga buku = Rp 3.000 + Rp 1.000 = Rp 4.000. Setelah menemukan harga penggaris dan harga buku, lalu siswa mencari harga 2 buah buku dan 5 buah penggaris dengan proses berikut: 2x + 5y = 2 x 4.000 + 5 x 3.000 = 8.000 + 15.000 = 23.000.

Dari proses yang dilakukan siswa, dapat disimpulkan bahwa:

a. Proses siswa di dalam mencari harga penggaris belum tepat. Ketidaktepatan siswa karena (1) siswa berpikir bahwa harga buku 1.000 lebih mahal daripada penggaris dan total harga yang dibayarkan adalah 18.000, maka siswa menuliskan proses berikut ini: 18.000 – (3 x 1.000) = 15.000; (2) siswa menambahkan koefisien x

7

dan y dalam persamaan 3x + 2y = 18.000 sehingga diperoleh 3 + 2 = 5; dan (3) siswa berpikir bahwa 5 adalah banyaknya penggaris yang dibeli, sehingga untuk mencari harga satu penggaris, siswa membagi 15.000 dengan 5, sehingga diperoleh hasilnya adalah 3.000. Siswa kemudian menuliskan harga penggaris: Rp 3.000.

b. Siswa belum paham makna dari koefisien dan variabel, sehingga siswa melakukan proses penjumlahan koefisien dari harga buku dan harga penggaris, pada saat mencari harga satu penggaris.

2. Kelompok jawaban kedua untuk masalah nomor 1

Ada 1 siswa dari 28 siswa yang menjawab seperti berikut ini:

Gambar 1.4 contoh jawaban siswa pada kelompok jawaban kedua

Pada soal terdapat kalimat “harga 3 buah buku dan 2 buah penggaris Rp 18.000,00”

siswa menuliskan menjadi 3 buku + 2 penggaris = 18.000. selanjutnya, terdapat kalimat

“harga sebuah buku 1000 lebih mahal dari harga sebuah penggaris” pada soal dan siswa menuliskan 1 buku = 1 penggaris + 1000. Kemudian siswa berpikir bahwa harga sebuah buku adalah Rp 4.000,00 dan sebuah penggaris adalah Rp 3.000,00, maka siswa menuliskan 1 buku = 4.000, 1 penggaris = 3.000. siswa telah menemukan harga sebuah buku dan sebuah penggaris. Lalu, siswa mencari harga 2 buku dan 5 penggaris. Siswa berpikir bahwa penulisan harga dapat disederhanakan dengan menuliskan satu angka pertama, sehingga proses yang dituliskan oleh siswa : 2 buku + 5 penggaris = (4 + 4) + (3 + 3 + 3 + 3 + 3) = 8 + 15 = 23 ➔ Rp 23.000.

Dari proses yang dilakukan siswa, dapat disimpulkan bahwa :

a. Proses yang dilakukan dalam tahap perencanaan belum tepat. Hal tersebut dikarenakan (1) siswa berpikir bahwa harga 3 buah buku dan 2 buah penggaris

8

adalah Rp 18.000,00 dan siswa menuliskan 3 buku + 2 penggaris = Rp 18.000; (2) siswa berpikir bahwa harga sebuah buku 1000 lebih mahal dari sebuah penggaris dengan menuliskan : 1 buku = 1 penggaris + 1.000;

b. Proses yang dilakukan pada tahap pelaksanaan atau penyelesaian belum tepat. Hal tersebut dikarenakan (1) siswa menuliskan masing-masing harga barang dengan : 1 buku = 4.000, 1 penggaris = 3.000; (2) penyelesaian yang dilakukan siswa saat menghitung harga 2 buku dan 5 penggaris dengan menuliskan : 2 buku + 5 penggaris

= (4 + 4) + (3 + 3 + 3 + 3 + 3) = 8 + 15 = 23 ➔ Rp 23.000.

c. Siswa belum memanfaatkan penggunaan variabel dalam menyelesaikan permasalahan, sehingga siswa langsung melakukan proses penjumlahan pada informasi yang ia dapat.

d. Siswa belum menunjukkan proses dalam mendapatkan harga masing-masing barang yang dicari.

e. Siswa belum dapat menyelesaikan dengan baik dalam tahap penyelesaian, siswa menyederhanakan harga masing-masing barang dengan membagi setiap harganya dengan 1.000, sehingga siswa menuliskan (4+4) yang mewakili 2 buku dan (3+3+3+3+3) yang mewakili 5 penggaris, lalu siswa mendapatkan hasil 23 dan memberikan tanda panah diikuti dengan Rp 23.000. Berdasarkan hasil tersebut siswa belum memberikan penjelasan darimana nilai 23.000 didapat.

Selanjutnya, dari jawaban siswa untuk nomor 2, maka jawaban siswa dapat dikelompokkan menjadi 1 kelompok. Terdapat 1 kelompok jawaban siswa yang menunjukkan bahwa siswa memiliki masalah pada saat mereka menyelesaikan masalah nomor 1. Masalah yang dihadapi oleh siswa dapat dideskripsikan sebagai berikut:

Ada 1 siswa dari 28 siswa yang menjawab seperti berikut ini:

9

Gambar 1.5a contoh jawaban siswa pada kelompok jawaban 1

Gambar 1.5b contoh jawaban siswa pada kelompok jawaban 1

Dari soal yang diberikan siswa menuliskan hal-hal yang diketahui dalam soal. Siswa berpikir akan menyelesaikan dengan metode eliminasi. Dalam pekerjaan siswa, terlihat bahwa siswa akan melakukan eliminasi pada persamaan 1 dan 2 dengan menuliskan (5s + 3w + 3t = 138.500) – (2s + 3w + 2t) = 86.000 = 3s + t = 52.500. Selanjutnya, pada soal terdapat kalimat “uang yang diterima pedagang pasar tersebut jika ia menjual masing-masing sayuran 15 kg dalam sehari”, siswa kemudian menuliskan dengan 15s + 15t + 15w = 15(14.500) + 15(9.000) + 15(17.000) = 217.500 + 135.000 + 195.000 = 547.500.

Dari proses yang dilakukan siswa, dapat disimpulkan bahwa :

1. Proses penyelesaian yang dilakukan siswa belum tepat, khususnya pada tahap perencanaan, yaitu tidak menuliskan pemisalan sebagai simbol dengan menggunakan variabel-variabel tertentu.

2. Siswa belum menuliskan persamaan-persamaan yang didapat pada soal dan siswa berpikir akan mengeliminasi persamaan 1 dan 2 dengan langsung menuliskan persamaannya.

3. Siswa belum dapat menyelesaikan permasalahan dengan baik pada tahap penyelesaian, karena (1) siswa tidak mencari dahulu harga per kg sayuran; (2) siswa langsung menuliskan 15s + 15t + 15w = 15(14.500) + 15(9.000) + 15(17.000) = 217.500 + 135.000 + 195.000 = 547.500.

Setelah, dilakukan tes awal pada siswa, peneliti melakukan wawancara singkat dengan guru yang mengajar pada kelas tersebut. Berikut adalah hasil wawancara dengan guru kelas XI IPA 7 :

Peneliti : “Sebelum membahas materi, mengapa bapak menganjurkan saya untuk memberikan tes kepada kelas XI IPA 7?”

Guru : “ karena siswa dalam kelas ini memiliki kemampuan yang beragam, karena saat kelas 10 dulu saya juga yang memegang kelas ini, jadi saya tau kelemahan siswa di kelas ini, kemampuan siswa di kelas ini dari yang paling tinggi hingga rendah ada disini, jadi cocok untuk penelitian”

10

Peneliti : “oh begitu pak, langsung saja ya pak, untuk materi Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel, metode pembelajaran apa yang diberikan pada materi ini?”

Guru : “Metode yang saya pakai adalah diskusi, saya meminta siswa membaca salah satu permasalahan yang ada di LKS”

Peneliti : “Dari permasalahan yang ada, apakah banyak siswa yang kebingungan pak?”

Guru : “Ya, beberapa ada yang belum bisa memahami permasalahan yang terdapat dalam LKS”

Peneliti : “lalu, bagaimana langkah bapak untuk memberikan pemahaman kepada mereka?”

Guru : “saya menuliskan apa yang diketahui pada soal di papan tulis, bersama-sama dengan siswa, mulai dengan membuat model matematika dari masalah yang ada, untuk tahap penyelesaian saya meminta siswa memahami langkah-langkah yang sudah diberikan di LKS, saya hanya mengulang kembali langkah-langkahnya”

Peneliti : “Pada saat menyelesaikan biasanya mereka mengalami kesalahan pada bagian mana ya pak? Lalu metode yang sering mereka gunakan apa ya pak, apakah eliminasi, substitusi, campuran atau determinan pak?

Guru : “siswa sering mengalami kesalahan saat memisalkan dan memodelkan dalam bentuk matematika,misalnya x = pensil, y = buku, z = penghapus, padahal seharusnya x = harga satu pensil, y = harga satu buku, dan z = harga satu penghapus, dalam pemisalan tersebut siswa masih kurang. Untuk metode yang dipilih setiap anak berbeda-beda, ada yang suka menggunakan eliminasi, campuran, substitusi, paling banyak menggunakan campuran dan jarang yang menggunakan determinan, karena mereka menganggap metode tersebut sangat panjang”

Peneliti : “terima kasih untuk penjelasannya pak”

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru dapat disimpulkan bahwa masih banyak siswa yang belum mahir dalam melakukan pemisalan ke dalam suatu variabel tertentu.

Guru juga mengatakan tidak semua siswa menguasai metode-metode pada materi dengan baik, setiap siswa memiliki atau menggunakan metode penyelesaian sesuai yang mereka pahami.

Banyak peneliti yang melakukan penelitian terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel maupun Tiga Variabel dengan menggunakan indicator-indikator kemampuan pemecahan masalah siswa dengan menggunakan model Pendekatan Matematika Realistik (PMR). Menurut penelitian Yuliana Ina (2019) siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaiakan permasalahan, setelah dilakukannya pembelajaran dengan menerapkan kemampuan pemecahan masalah pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan menggunakan indicator-indikator pada kemampuan pemecahan masalah berhasil mencapai 100%, siswa sudah mampu memahami masalah, menuliskan kembali permasalahan yang ada, membuat rencana atau

11

memodelkan dalam bentuk matematika, melaksanakan rencana, menyimpulkan dan mengoreksi kembali hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode eliminasi maupun substitusi. Menurut Brigitta (2020) pada awal penyajian persoalan siswa masih mengalami kesalahan pada penyelesaian permasalahan yang ada, setelah dilakukan pembelajaran dengan menerapkan kemampuan pemecahan masalah dengan 4 indikator yang digunakan 34 responden yang dipilih mengalami peningkatan kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan.

Berdasarkan uraian di atas dengan menggunakan model Pendekatan Matematika Realistik (PMR) siswa dapat lebih mengalami proses penyelesaian permasalahan secara langsung berdasarkan fenomena yang sering mereka jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Pendekatan ini mengajak siswa untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dekat dengan siswa, menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan.

Dengan menggunakan karakteristik-karakteristik yang ada untuk membantu siswa membangun proses pemahaman dalam menyelesaikan dan indikator pemecahan masalah yang menjadi langkah-langkah dalam proses penyelesaian membuat siswa dapat menyelesaikan secara bertahap, runtut hingga dapat menyimpulkan hasil pekerjaannya. Hal tersebut menjadi penting bagi siswa meningkatkan kemampuannya dalam menyelesaikan permasalahan kontekstual atau permasalahan-permasalahan yang dekat dengan siswa.

Untuk itu dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah pada Materi Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel (SPLTV) Setelah Mengalami Proses Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Siswa Kelas X IPA 2 SMAN 1 Puri Mojokerto Tahun Ajaran 2020/2021”.

Dokumen terkait