• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

B. Rumusan Masalah

Dari uraian tersebut adapun rumusan masalah, sebagai berikut :

1. Bagaimana langkah-langkah merencanakan dan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik (PMR) untuk membelajarkan materi SPLTV bagi siswa kelas X IPA 2 SMAN 1 Puri Mojokerto?

2. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah siswa kelas X IPA 2 SMAN 1 Puri Mojokerto pada materi SPLTV setelah mengalami proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran PMR?

12 C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui langkah-langkah merencanakan dan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik (PMR) untuk membelajarkan materi SPLTV bagi siswa kelas X IPA 2 SMAN 1 Puri Mojokerto

2. Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa kelas X IPA 2 SMAN 1 Puri Mojokerto pada materi SPLTV setelah mengalami proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran PMR

D. Batasan Istilah

1. Kemampuan Pemecahan Masalah

Kemampuan pemecahan masalah pada penelitian ini dibatasi pada indicator-indikator kemampuan pemecahan masalah menurut Polya, yaitu 1) Memahami permasalahan kontekstual yang diberikan; 2) Membuat rencana penyelesaiaan permasalahan dan membuat model matematika dari permasalahan yang diberikan; 3) Melaksanakan rencana penyelesaian menggunakan metode tertentu; dan 4) Menyimpulkan hasil penyelesaian dengan melihat kembali pertanyaan yang diberikan pada soal.

2. Model Pendekatan Matematika Realistik

Model PMR pada penelitian ini dibatasi oleh karakteristik-karakteristik pada model tersebut, yaitu yaitu 1) eksplorasi terhadap fenomena; 2) proses matematisasi horizontal dan vertikal; 3) kontribusi siswa; 4) interaktivitas; dan 5) jalinan pengetahuan.

E. Manfaat Penelitian

Adapun beberapa manfaat penelitian ini, yaitu : 1. Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa melalui penggunaan model pembelajaran PMR untuk materi Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel (SPLTV).

2. Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi kepada guru dalam menyampaikan proses pembelajaran kepada siswa dengan menggunakan model pembelajaran PMR dan mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah untuk materi Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel (SPLTV)

13 3. Bagi Peneliti

Peneliti mendapatkan pengalaman baru melakukan penelitian terhadap proses kerja siswa dalam kemampuan pemecahan masalah, khususnya permasalahan realistik pada materi Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel (SPLTV) dengan menerapkan model pembelajaran PMR. Di samping itu, peneliti dapat mengetahui langkah-langkah merencanakan dan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik (PMR) untuk membelajarkan materi SPLTV bagi siswa kelas X IPA 2 di SMAN 1 Puri Mojokerto Dalam penelitian ini, peneliti dapat mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa kelas X IPA 2 SMAN 1 Puri Mojokerto pada materi SPLTV setelah mengalami proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran PMR. Melalui penelitian ini, peneliti juga dapat mengetahui kekurangan kemampuan pemecahan masalah siswa pada permasalahan realistik, sehingga dapat dijadikan evaluasi untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dengan menggunakan model pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik (PMR).

14 BAB II

LANDASAN TEORI

A. PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) 1. Pengertian Pendekatan Matematika Realistik (PMR)

Soedjadi (2001) mengemukakan bahwa Pembelajaran Matematika Realistik pada dasarnya memanfaatkan realistik dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika, sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari pada masa lalu. Slidia (2009, h.28– 29) menyatakan, bahwa konsep pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik (PMR) sangat mirip dengan pembelajaran konstektual (constextual teaching and learning) yaitu suatu konsep pembelajaran yang berusaha untuk membantu siswa mengaitkan materi yang dipelajari dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dengan kehidupan mereka sehari – hari dengan melibatkan tujuh komponen utama belajar efektif, yakni : konstruksivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning comunity), pemodelan (modelling), refleksi (reflections) dan penilaian sebenarnya (autentic assesment). Rusdi (2009) mengatakan bahwa PMRI merupakan proses realita dan lingkungan yang telah dipahami siswa untuk memperlancar proses pembelajaran matematika dengan harapan agar tujuan pembelajaran matematika dapat dicapai lebih baik dari masa yang lalu, dimana realita adalah hal-hal konkret, yang dapat diamati atau dipahami siswa melalui membayangkan

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan konsep pembelajaran yang mengaitkan suatu materi dengan situasi dunia nyata dengan harapan agar tujuan pembelajaran matematika dapat dicapai dengan baik.

Model pembelajaran PMR merupakan model pembelajaran dalam matematika yang berdasarkan pada Realistik Mathematics Education (RME). Model pembelajaran ini dikembangkan pertama kali di Belanda pada tahun 1970 oleh Freudenthal. Freudenthal menyatakan bahwa matematika adalah “human activity” atau Matematika merupakan suatu bentuk aktivitas manusia (Abdussakir : 2010).

15

Menurut Freudenthal (1991) mengemukakan bahwa siswa tidak boleh menjadi penerima pasif yang hanya menerima matematika sebagai produk jadi tanpa mengetahui prosesnya. Menurutnya, pembelajaran matematika harus ditujukan untuk siswa dapat membangun konsep-konsep dengan cara mereka sendiri dalam berbagai macam situasi dan kesempatan. Menurut Freudenthal pengembangan Realistik Mathematics Education (RME) didasarkan pada dua pandangan, yaitu matematika harus dikaitkan dengan kegiatan yang nyata bagi siswa dan merupakan aktivitas manusia. Hal tersebut berarti siswa perlu diberikan kesempatan untuk menemukan kembali konsep matematika dengan terbimbing. Dalam proses menemukan kembali berarti siswa berkesempatan untuk menemukan sendiri konsep matematika dengan menyelesaikan suatu permasalahan realistik.

Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan ini dapat bermakna jika dikaitkan dengan menggunakan permasalahan realistik atau yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang dialami langsung oleh siswa. Suatu masalah dikatakan

“realistik” jika masalah tersebut dapat dibayangkan atau nyata dalam pikiran siswa.

Dalam Pendidikan Matematika Realistik, permasalaham realistik digunakan sebagai fondasi siswa untuk membangun suatu konsep matematika.

Menurut Nugraheni dan Sugiman (2013) mengatakan bahwa matematika realistik adalah sebuah pendekatan yang memiliki peluang untuk dapat diterapkan dalam upaya perbaikan mutu pendidikan matematika di Indonesia. Selain itu, menurut Zaini dan Marsigit (2014) menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model PMR lebih baik daripada pembelajaran konvensional, hal berikut dikemukakan karena ditinjau dari kemampuan siswa dalam melakukan penalaran dan komunikasi matematis siswa.

2. Karakteristik Pendidikan Matematikan Realistik

Pada model Pendidikan Matematika Realistik terdapat lima karakteristik, berikut adalah karakteristik Pendidikan Matematika Realistik menurut Gravemeijer (1994) :

a. Phenomenological Exploration (Eksplorasi terhadap Fenomena)

Pada karakteristik ini pembelajaran diawali dengan memberikan suatu permasalahan kontekstual yang berarti permasalahan ini harus nyata atau dipahami dengan mudah oleh siswa. Permasalahan kontekstual yang diberikan kepada siswa ini dimulai dari masalah-masalah nyata yang sangat dekat dengan siswa atau

16

sering dialami dalam kehidupan sehari-hari. Dari masalah nyata ini, siswa kemudian dapat memahami makna pada masalah yang diberikan.

b. Bridging By Vertical Instrumens (menghubungkan instrument-instrumen vertikal) Pada karakteristik ini siswa memiliki sebuah permasalahan kontekstual yang nyata atau yang dekat dengan siswa. Dalam menyelesaikan permasalahan tersebut siswa memiliki strategi-strategi dalam menyelesaikannya. Oleh karena itu, siswa perlu melakukan representasi permasalahan yang diberikan dalam suatu model matematika dari informasi yang ada dalam permasalahan yang diberikan.

Representasi ini disebut sebagai suatu model. Bentuk model yang digunakan dapat berupa simbol, manipulasi aljabar atau lambing-lambang matematika. Proses ini membawa siswa mengalami matematika informal (matematisasi horizontal) ke matematika formal (matematisasi vertikal).

c. Student Contributions (Kontribusi siswa)

Pada karakteristik sebelumnya siswa telah melakukan eksplorasi permasalahan dan melakukan pemodelan dalam bentuk matematika. Pada karakteristik ini siswa mulai untuk mengembangkan, mengkontruksi pengetahuannya sendiri dan melaksanakan proses penyelesaian permasalahan realistis yang dihadapi oleh siswa tersebut dan siswa melakukan proses matematisasi baik horizontal maupun vertikal, selain itu siswa mulai berkontribusi terhadap pembentukan model situasional, model dari (model of), model untuk (model for), dan model formal. Aktivitas yang dilakukan siswa pada karakteristik ini dilakukan secara mandiri dengan siswa berkontribusi terhadap proses yang dilakukan yang pada akhirnya siswa berkontribusi terhadap proses penemuan kembali.

d. Interactivity (Interaktivitas)

Pada karakteristik sebelumnya siswa berkontribusi dalam proses matematisasi dan terhadap pembentukan model. Pada karakteristik ini, siswa mulai dibimbing oleh “orang dewasa” pada proses matematisasi horizontal, vertikal, dan pada proses matematisasi horizontal dan vertikal yang berkelanjutan.

Selain proses matematisasi, siswa juga dibimbing dalam mengkontruksi model situasional, model dari (model of), model untuk (model for), dan model formal.

selanjutnya, siswa mendapat bimbingan untuk dapat membawa siswa pada proses

17

penemuan kembali. Dalam bimbingan yang diberikan oleh “orang dewasa” kepada siswa terjadi proses negosiasi pada saat proses membangun matematisasi horizontal, vertikal maupun horizontal dan vertikal yang berkelanjutan, selain itu proses negosiasi juga terjadi pada saat proses pembetukan model situasional, model dari (model of), model untuk (model for), dan model formal, sehingga dengan adanya proses negosiasi ini membawa siswa mengalami penemuan kembali konsep atau prosedur matematika pada permasalahan.

e. Intertwining (Jalinan Pengetahuan)

Pada karakteristik ini siswa sudah memiliki pengetahuan baru yang sudah dialami selama proses pembentukan matematisasi horizontal, vertikal maupun horizontal dan vertikal yang berkelanjutan dan proses pembetukan model situasional, model dari (model of), model untuk (model for), dan model formal.

Dengan proses yang sudah dialami siswa secara terbimbing, pada karakteristik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat melakukan proses tersebut secara mandiri berdasarkan pengetahuan yang sudah miliki atau sudah dibangun sebelumnya

Adapun lima karakteristik PMR menurut Treffers (1987) pada Ariyadi Wijaya (2012), yaitu :

a. Penggunaan Konteks

Konteks atau permasalahan realistik adalah sebagai langkah awal pembelajaran matematika. Permasalahan yang digunakan tidak hanya permasalahan dalam kehidupan nyata atau kehidupan sehari-hari, tetapi dapat dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, ataupun berbagai hal yang dapat dibayangkan oleh siswa atau bahkan dialami oleh siswa.

Dengan adanya konteks atau permasalahan yang ada dapat melibatkan siswa secara aktif untuk melakukan eksplorasi permasalahan. Eksplorasi yang dilakukan siswa tidak hanya untuk menemukan hasil akhir permasalahan, tetapi juga untuk mengembangkan strategi dalam menyelesaikan permasalahan.

b. Penggunaan Model untuk Matematisasi Progresif

Model adalah jembatan pengetahuan matematika dari tingkat konkrit menuju tingkat formal. Model merupakan suatu alat matematisasi horizontal dan vertikal, karena model adalah tahapan proses transisi level informal menuju formal.

18 c. Pemanfaatan Hasil Kontruksi Siswa

Berdasarkan pendapat Freudenthal, siswa tidak hanya menerima matematika sebagai produk siap pakai, melainkan suatu konsep yang dibangun oleh siswa itu sendiri. Siswa memiliki kesempatan untuk mengembangkan berbagai variasi strategi pemecahan masalah. Karakteristik ini juga bermanfaat untuk mengembangkan aktivitas dan kreatifitas siswa.

d. Interaktivitas

Proses belajar siswa akan lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling berdiskusi mengenai hasil kerja dan pendapat mereka. Pemanfaatan interaksi dalam proses pembelajaran matematika mampu mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa.

e. Keterkaitan

Keterkaitan antar konsep matematika pada karakteristik ini sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran matematika diharapkan dapat mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan.

B. KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH 1. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

Polya (1985) Kemampuan pemecahan masalah diartikan sebagai kemampuan menemukan jalan keluar dari kesulitan untuk mencapai tujuan.Sumarmo et al., (1994) mengartikan kemampuan pemecahan masalah sebagai suatu kemampuan untuk menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan atau menciptakan atau menguji konjektur. Menurut Robert L. Solso (Ratnasari, 2014), kemampuan pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menentukan solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah spesifik.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah suatu kemampuan untuk menemukan penyelesaian dari suatu masalah melalui kegiatan mengamati, memahami, mencoba, menduga, menemukan, dan meninjau kembali dari suatu persoalan dalam segala aspek pengetahuan.

19

National Council of Teachers of Mathematics (2000) dengan menetapkan lima standar kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi (representation). Kemampuan pemecahan masalah menjadi penting bagi siswa karena dalam penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah. Melalui kegiatan ini, aspek-aspek kemampuan matematika seperti penerapan aturan, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematik dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik. Aktivitas mental yang dapat dijangkau dalam pemecahan masalah antara lain adalah mengingat, mengenal, menjelaskan, membedakan, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi. Hal serupa diungkapkan oleh Muhsetyo, dkk (2007: 126) yang menyatakan bahwa, “manfaat dari pengalaman memecahkan masalah, antara lain adalah peserta didik menjadi: (1) kreatif dalam berfikir; (2) kritis dalam menganalisa data, fakta dan informasi; (3) mandiri dalam bertindak dan bekerja”. Selain itu dengan pemecahan masalah akan menumbuhkan sikap kreatif siswa dalam pembelajaran matematika, sehingga suasana pembelajaran akan lebih meningkatkan kemampuan siswa.

2. Indikator Pemecahan Masalah

Menurut Polya (1973: 5), ada empat tahap pemecahan masalah yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, melakukan perencanaan masalah, dan melihat kembali hasil yang diperoleh. 4 tahapan Polya adalah sebagai berikut:

a) Memahami Masalah

Tahap pertama pada penyelesaian masalah adalah memahami soal. Siswa perlu mengidentifikasi apa yang diketahui, apa saja yang ada, jumlah, hubungan dan nilai-nilai yang terkait serta apa yang sedang mereka cari. Beberapa saran yang dapat membantu siswa dalam memahami masalah yang kompleks: memberikan pertanyaan mengenai apa yang diketahui dan dicari, menjelaskan masalah sesuai dengan kalimat sendiri, menghubungkannya dengan masalah lain yang serupa, fokus pada bagian yang penting dari masalah tersebut, mengembangkan model, dan menggambar diagram.

20 b) Membuat Rencana

Siswa perlu mengidentifikasi operasi yang terlibat serta strategi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Hal ini bisa dilakukan siswa dengan cara menebak, mengembangkan sebuah model, mensketsa diagram, menyederhanakan masalah,mengidentifikasi pola, membuat tabel, eksperimen dan simulasi, bekerja terbalik, menguji semua kemungkinan, mengidentifikasi sub-tujuan,membuat analogi, dan mengurutkan data/informasi.

c) Melaksanakan Rencana

Secara umum pada tahap ini siswa perlu mempertahankan rencana yang sudah dipilih. Jika semisal rencana tersebut tidak bisa terlaksana, maka siswa dapat memilih cara atau rencana lain.

d) Melihat Kembali

Aspek-aspek berikut perlu diperhatikan ketika mengecek kembali langkah-langkah yang sebelumnya terlibat dalam menyelesaikan masalah, yaitu: mengecek kembali semua informasi yang penting yang telah teridentifikasi, mengecek semua penghitungan yang sudah terlibat, mempertimbangkan apakah solusinya logis, melihat alternatif penyelesaian yang lain dan membaca pertanyaan kembali dan bertanya kepada diri sendiri apakah pertanyaannya sudah benar-benar terjawab.

Sementara itu, menurut Krulik dan Rudnick, sebagaimana dikutip oleh Carson (2007: 21-22), ada lima tahap dalam memecahkan masalah yaitu sebagai berikut.

a) Membaca (read)

Aktifitas yang dilakukan siswa pada tahap ini adalah mencatat kata kunci, bertanya kepada siswa lain apa yang sedang ditanyakan pada masalah, atau menyatakan kembal masalah ke dalam bahasa yang lebih mudah dipahami.

b) Mengeksplorasi (explore)

Proses ini meliputi pencarian pola untuk menentukan konsep atau prinsip dari masalah.Pada tahap ini siswa mengidentifikasi masalah yang diberikan, menyajikan masalah ke dalam cara yang mudah dipahami. Pertanyaan yang digunakan pada tahap ini adalah,“seperti apa masalah tersebut”?

21

c) Memilih Suatu Strategi (Select a Strategy)

Pada tahap ini, pesera didik menarik kesimpulan atau membuat hipotesis mengenai bagaimana cara menyelesaikan masalah yang ditemui berdasarkan apa yang sudah diperoleh pada dua tahap pertama.

d) Menyelesaikan Masalah (Solve the problem)

Pada tahap ini semua keterampilan matematika seperti menghitung dilakukan untuk menemukan suatu jawaban.

e) Meninjau kembali dan mendiskusikan (review and extend)

Pada tahap ini, siswa mengecek kembali jawabannya dan melihat variasi dari cara memecahkan masalah.

Sementara itu menurut Saad & Ghani (2008: 121), indikator dari tahap pemecahan masalah menurut Polya adalah sebagai berikut.

1. Indikator memahami masalah, meliputi: (a) mengetahui apa saja yang diketahui dan ditanyakan pada masalah dan (b) menjelaskan masalah sesuai dengan kalimat sendiri.

2. Indikator membuat rencana, meliputi: (a) menyederhanakan masalah, (b) mampu membuat eksperimen dan simulasi, (c) mampu mencari sub-tujuan (hal-hal yang perlu dicari sebelum menyelesaikan masalah), (d) mengurutkan informasi.

3. Indikator melaksanakan rencana, meliputi: (a) mengartikan masalah yang diberikan dalam bentuk kalimat matematika, dan (b) melaksanakan strategi selama proses dan penghitungan berlangsung.

4. Indikator melihat kembali, meliputi: (a) mengecek semua informasi dan penghitungan yang terlibat, (b) mempertimbangkan apakah solusinya logis, (c) melihat alternatif penyelesaian yang lain, (d) membaca pertanyaan kembali, (e) bertanya kepada diri sendiri apakah pertanyaan sudah terjawab.

Menurut Dewey, sebagaimana dikutip oleh Carson (2008: 39) indikator pemecahan masalah adalah sebagai berikut.

a) Menghadapi masalah (confront problem), yaitu merasakan suatu kesulitan. Proses ini bisa meliputi menyadari hal yang belum diketahui, dan frustasi pada ketidakjelasan situasi.

b) Pendefinisian masalah (define problem), yaitu mengklarifikasi karakteristik-karakteristik situasi. Tahap ini meliputi kegiatan mengkhususkan apa yang

22

diketahui dan yang tidak diketahui, menemukan tujuan-tujuan, dan mengidentifikasi kondisi-kondisi yang standar dan ekstrim.

c) Penemuan solusi (inventory several solution), yaitu mencari solusi. Tahap ini bisameliputi kegiatan memperhatikan pola-pola, mengidentifikasi langkahlangkah dalam perencanaan, dan memilih atau menemukan algoritma.

d) Konsekuensi dugaan solusi (conjecture consequence of solution), yaitu melakukan rencana atas dugaan solusi. Seperti menggunakan algoritma yang ada, mengumpulkandata tambahan, melakukan analisis kebutuhan, merumuskan kembali masalah, mencobakan untuk situasi-situasi yang serupa, dan mendapatkan hasil (jawaban)

e) Menguji konsekuensi (test concequnces), yaitu menguji apakah definisi masalah cocok dengan situasinya. Tahap ini bisa meliputi kegiatan mengevaluasi apakah hipotesis-hipotesisnya sudah sesuai atau belum, apakah data yang digunakan sudah tepat atau belum, apakah analisis yang digunakan sudah tepat atau belum, apakah analisis sesuai yang dilakukan sudah sesuai dengan tipe data yang ada, apakah hasilnya masuk akal, dan apakah rencana yang digunakan dapat diaplikasikan di soal yang lain.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan indikator pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Saad & Ghani (2008: 121). Peneliti menggunakan indikator tersebut karena indikator tersebut sudah operasional di dalam mengukur ketercapaian dalam setiap tahap pemecahan masalah menurut Polya

C. Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel (SPLTV) 1. Pengertian Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel

Menurut Marsigit (2009:74) Persamaan linear satu variabel adalah persamaan yang memiliki satu variabel dan variabel tersebut berpangkat satu. Berikut adalah bentuk umum persamaan linear satu variabel. Menurut Nuharini dan Tri Wahyuni (2008:96) bentuk umum persamaan linear satu variabel dinyatakan dalam bentuk 𝑎𝑥 = 𝑏 atau 𝑎𝑥 + 𝑏 = 𝑐, dengan 𝑥 merupakan variabel, 𝑎 merupakan koefisien dari 𝑥, 𝑎 ≠ 0, dan 𝑏, 𝑐 merupakan konstanta.

Menurut Kemendikbud (2013) Sistem Persamaan adalah himpunan persamaan linear yang saling berhubungan dengan koefisien-koefisien persamaan bilangan real.

Menurut (Sinaga, dkk. 2017) Sistem persamaan linear tiga variabel adalah suatu

23

persamaan matematika yang terdiri atas tiga persamaan linear yang masing-masing persamaan memiliki tiga variabel. Berikut adalah bentuk umum dari sistem persamaan linear tiga variabel

{

𝑎1𝑥 + 𝑏1𝑦 + 𝑐1𝑧 = 𝑑1 𝑎2𝑥 + 𝑏2𝑦 + 𝑐2𝑧 = 𝑑2 𝑎3𝑥 + 𝑏3𝑦 + 𝑐3𝑧 = 𝑑3 Dengan 𝑎1, 𝑎2, 𝑎3,𝑏1, 𝑏2, 𝑏3, 𝑐1, 𝑐2, 𝑐3, 𝑑1, 𝑑2, 𝑑3

𝑎1, 𝑏1, 𝑐1≠ 0 𝑎2, 𝑏2, 𝑐2≠ 0 𝑎3, 𝑏3, 𝑐3≠ 0

x, y, z merupakan variabel

𝑎1, 𝑎2, 𝑎3merupakan koefisien variabel x 𝑏1, 𝑏2, 𝑏3 merupakan koefisien variabel y 𝑐1, 𝑐2, 𝑐3merupakan koefisien variabel z 𝑑1, 𝑑2, 𝑑3merupakan konstanta

Berikut adalah contoh sistem persamaan linear tiga variabel : {

2𝑥 + 𝑦 + 𝑧 = 4700 𝑥 + 2𝑦 + 𝑧 = 4300 3𝑥 + 2𝑦 + 𝑧 = 7100 2. Ciri-ciri SPLTV

Suatu persamaan disebut sebagai sistem persamaan linear tiga variabel apabila persamaan tersebut mempunyai karakteristik seperti berikut ini:

1. Menggunakan relasi tanda sama dengan 2. Memiliki tiga variabel

3. Ketiga variabel tersebut berderajat satu (berpangkat satu) 3. Cara Menyelesaikan SPLTV

Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menemukan satu atau lebih solusi persamaan linier tiga variabel (SPLTV), yaitu:

1. Metode Eliminasi 2. Metode Substitusi 3. Metode Determinan

24

4. Langkah-langkah penyelesaian SPLTV dengan menggunakan berbagai metode adalah sebagai berikut:

1) Metode Eliminasi

Berikut adalah tahapan penggunaan metode eliminasi untuk menyelesaikan SPLTV, diantaranya:

1. Tahap 1

Memilih 2 (dua) pasang persamaan yang sederhana, contoh memilih variabel yang memiliki koefisien terendah.

2. Tahap 2

Eliminasi salah satu variabel dari pasangan persamaan pada tahap 1, sehingga didapatkan 2 (dua) persamaan baru dalam bentuk SPLDV..

3. Tahap 3

Dari tahap 2 eliminasi salah satu variabel SPLDV, sehingga didapatkan salah satu nilai variabel

4. Tahap 4

Dari tahap 2 eliminasi variabel lain SPLDV, sehingga didapatkan nilai variabel lainnya

5. Tahap 5

Menentukan nilai peubah ketiga (yakni x) berdasarkan nilai (y dan z) yang didapatkan.

Contoh Soal dan Penyelesaian :

Ali, Badar, dan Carli berbelanja disebuah toko buku. Ali membeli dua buah buku tulis, sebuah pensil dan sebuah penghapus. Ali harus memayar Rp 4.700. Badar membeli sebuah buku tulis, 2 pensil dan sebuah penghapus. Harus membayar Rp 4.300. Carli membeli 3 buah buku tulis, 2 buah pensil dan sebuah penghapus. Carli membayar Rp.7.100. berapa harga sebuah buku tulis, sebua h pensil, dan penghapus?

Penyelesaian :

1. Memahami masalah : Diketahui :

Ali membeli dua buah buku tulis, sebuah pensil dan sebuah penghapus dengan total harga semuanya Rp.4700,00. Badar membeli sebuah buku tulis, 2 pensil

25

dan sebuah penghapus dengan total semuanya Rp 4.300,00. Carli membeli 3 buah buku tulis, 2 buah pensil dan sebuah penghapus dengan total semuanya Rp.7.100,00.

2. Membuat rencana : Dimisalkan:

Diketahui :

𝑥 =harga untuk sebuah buku tulis 𝑦 = harga untuk sebuah pensil 𝑧 = harga untuk sebuah penghapus Model SPLTVnya adalah

{

2𝑥 + 𝑦 + 𝑧 = 4700 … … … (1) 𝑥 + 2𝑦 + 𝑧 = 4300 … … … (2) 3𝑥 + 2𝑦 + 𝑧 = 7100 … … . . (3)

Ditanya : harga satu buku, satu pensil, dan satu penghapus?

3. Melaksanakan Rencana :

Eliminasi nilai x dari persamaan (1) dan (2) 2𝑥 + 𝑦 + 𝑧 = 4700

2𝑥 + 4𝑦 + 2𝑧 = 8600

−3𝑦 − 𝑧 = −3900 −

Sehingga didapat 3𝑦 + 𝑧 = 3900……... (4) Eliminasi nilai x dari persamaan (2) dan (3) 3𝑥 + 6𝑦 + 3𝑧 = 12.900

3𝑥 + 2𝑦 + 𝑧 = 7100 4𝑦 + 2𝑧 = 5800 −

Sehingga didapat 4𝑦 + 2𝑧 = 5800……..(5) Eliminasi z dari persamaan (4) dan (5) 6𝑦 + 2𝑧 = 7800

4𝑦 + 2𝑧 = 5800 2𝑦 = 2000

𝑦 = 1000

Mencari nilai x, eliminasi y dan z pers. (2) dan (3) 𝑥 + 2𝑦 + 𝑧 = 4300

3𝑥 + 2𝑦 + 𝑧 = 7100

−2𝑥 = −2800 𝑥 = 1400

Mencari nilai z dari persamaan (4) dan (5)

26 3𝑦 + 𝑧 = 3900

4𝑦 + 2𝑧 = 5800|× 4

× 3|12𝑦 + 4𝑧 = 15600 12𝑦 + 6𝑧 = 17400 −

−2𝑧 = −1800 𝑧 = 900 4. Melihat kembali :

Di dapat 𝑥 = 1400, 𝑦 = 1000, 𝑧 = 900 sehingga harga satu buku adalah Rp.

1400, harga satu pensil Rp.1000, dan satu penghapus Rp.900 2) Metode Substitusi

Berikut adalah tahapan penggunaan metode eliminasi untuk menyelesaikan SPLTV, diantaranya:

1. Tahap 1 :

Pilih salah satu persamaan yang paling sederhana, nyatakan dalam salah satu peubah variabel

2. Tahap 2 :

Substitusi variabel peubah pada tahap 1, ke dalam dua persamaan lainnya, sehingga didapat 2 persamaan dalam SPLDV yang memuat fungsi yang sama.

3. Tahap 3 :

Pilih salah satu dari dua persamaan yang paling sederhana, untuk dinyatakan dalam salah satu peubah variabel

4. Tahap 4 :

Substitusi variabel peubah sebelumnya, ke persamaan lainnya, sehingga mendapat satu nilai dari 3 variabel yang dicari

5. Tahap 5 :

5. Tahap 5 :

Dokumen terkait